• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Sumber Daya Alam

BAB II PROFIL KAWASAN GUNUNG KIJANG

2.2. Kondisi Sumber Daya Alam

Sebagai daerah kepulauan dengan wilayah perairan yang jauh lebih luas, daerah-daerah di Kabupaten Bintan memiliki sumber daya perairan yang berpotensi untuk terus dikembangkan. Selain itu wilayah daratan Pulau Bintan ternyata juga memiliki berbagai potensi sumber daya alam yang potensial mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di wilayah tersebut, apabila dikelola dengan baik dan berkesinambungan. Pada bagian ini uraian tentang kondisi sumber daya alam yang meliputi potensi sumber daya alam di darat dan potensi sumber daya alam di laut, baik di tingkat Kecamatan Gunung Kijang maupun di tingkat Desa (Malang Rapat dan Gunung Kijang).

Sumber Daya Alam (Darat)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Kecamatan Gunung Kijang memiliki wilayah terluas dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Bintan. Kecamatan ini juga memiliki kawasan hutan lindung seluas 760 Km2 yang terletak di Desa Gunung Kijang. Sebagaimanana telah disebutkan sebelumnya, daerah sekitar kawasan hutan lindung di Desa Gunung Kijang ini memiliki potensi di sektor pertambangan. Sampai saat ini terdapat beberapa perusahaan penambangan bahan galian yang masih beroperasi, antara lain usaha penambangan pasir dan batu granit. Usaha lain yang terdapat di desa ini antara lain industri pembuatan batu bata merah, industri pemecah batu dan industri pembuatan bahan bangunan (beton). Industri-industri tersebut telah beroperasi di wilayah ini sejak beberapa puluh tahun terakhir, dengan menempati lahan yang kebanyakan milik penduduk setempat yang telah dijual ke pengusaha.

Kegiatan penambangan pasir dan bahan galian lainnya telah lama beroperasi di daerah ini, selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, juga untuk keperluan ekspor ke negara tetangga2. Pengerukan pasir di daerah ini umumnya kurang diimbangi dengan upaya pelestarian lingkungan dan reklamasi di area penambangan tersebut. Di beberapa wilayah desa di wilayah ini dengan mudah dapat dilihat lahan yang terbuka lebar dan dalam, bekas-bekas area penambangan pasir yang ditinggalkan oleh pengelola, setelah selesai beroperasi. Area yang sebelumnya merupakan daerah hutan atau tegalan yang ditumbuhi semak belukar, kini berubah menjadi daerah kering dan tandus, atau menjadi daerah dengan genangan air seperti ’danau-danau’ kecil. Hal

2

Industri penambangan pasir telah beroperasi di daerah ini puluhan tahun terakhir dan semakin meningkat aktivitasnya sampai adanya peraturan nasional yang melarang ekspor pasir darat yang berlaku awal tahun 2007 ini. Kebijakan ini memerlukan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya, karena ditengarai kegiatan ekspor pasir ini tetap dapat berlangsung secara ilegal. Pengangkutan pasir ekspor biasanya dilakukan dengan menggunakan tongkang melalui pelabuhan-pelabuhan darat kecil (jeti) dengan luas minimal satu hektar yang umumnya dimiliki setiap perusahaan yang beroperasi (www.kompas.com/kompas-cetak/0703/17/Fokus/3393394).

ini berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan di wilayah tersebut, karena untuk memfungsikan kembali lahan tersebut terkendala dengan status tanah yang telah berganti pemilik dan kebanyakan tidak tinggal di wilayah tersebut.

Selain memiliki potensi di sektor pertambangan bahan galian, di pesisir Desa Gunung Kijang memiliki potensi sektor perkebunan kelapa. Namun demikian usaha pengembangan sektor ini mengalami kemunduran, karena selain areal lahan perkebunannya semakin sempit, juga karena tanaman kelapa yang dimiliki penduduk semakin tua dan tidak terawat, sehingga tidak produktif lagi.

Kondisi serupa juga dapat dijumpai di Desa Malang Rapat yang memiliki tanaman kelapa di sepanjang pesisir. Usaha perkebunan kelapa di wilayah ini masih potensial untuk dikembangkan, sehingga diharapkan dapat mendukung kegiatan perekonomian penduduk di wilayah tersebut. Selama ini pemanfaatan lahan pertanian di desa ini masih terbatas pada usaha perkebunan kelapa, terutama untuk daerah-daerah landai di sepanjang pesisir pantai. Namun sebagai usaha turun menurun, perkebunan kelapa kurang terawat, dan tidak diimbangi dengan proses peremajaan pohon yang berkesinambungan, sehingga menjadi kurang produktif. Selain itu, perkembangan usaha ini juga

Gambar 2.2.

Salah satu areal bekas penambangan pasir di Desa Gunung Kijang

menghadapi kendala karena semakin terbatasnya lahan yang dimiliki oleh penduduk3, sehingga mengurangi potensi sumber penghasilan masyarakat dari sektor tersebut.

Potensi lainnya di wilayah pedalaman Desa Malang Rapat adalah pengembangan lahan pertanian untuk tanaman pangan dan buah-buahan. Akhir-akhir ini sebagian penduduk (terutama pendatang dari Jawa) telah mulai mengembangkan usaha tanaman ini, meskipun masih terbatas luas dan jenis tanamannya (CRITCS COREMAP Kabupaten Bintan, 2006). Hasil pertanian ini selain dapat memenuhi kebutuhan pangan di lokasi yang selama ini tergantung pasokan dari luar, juga dapat menambah pendapatan penduduk.

3

Fenomena semakin terbatasnya lahan yang dimiliki penduduk di lokasi penelitian telah berlangsung sejak lama. Banyak penduduk yang sebelumnya memiliki tanah yang luas, tetapi telah menjual tanah-tanah mereka kepada pihak lain, dan hanya menyisakan sebagian kecil tanah-tanah tersebut untuk tempat tinggal mereka. Banyak tanah-tanah kosong di sepanjang pesisir Desa Malang Rapat yang sebelumnya dimiliki oleh penduduk setempat, kini telah dijual kepada pihak lain. Hal yang sama terjadi di Desa Gunung Kijang, lahan yang dulu milik penduduk kini dijual dan dimanfaatkan untuk usaha perkebunan, pertambangan, atau pengembangan sektor pariwisata.

Gambar 2.3. Areal Perkebunan Kelapa di

Pariwisata merupakan sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan di Kecamatan Gunung Kijang, khususnya wisata pantai di sepanjang Pantai Trikora di Desa Malang Rapat. Hal ini didukung dengan lokasi kawasan Pantai Trikora4 yang hanya berjarak sekitar 45 kilometer dari Kota Tanjung Pinang dengan waktu tempuh 1 sampai 1,5 jam. Keberadaan wisata pantai ini juga telah meningkatkan dinamika ekonomi di wilayah ini dengan telah beroperasinya berbagai resort di sepanjang jalan ke arah pantai tersebut, maraknya pedagang kaki lima di sepanjang pantai, terutama waktu sore hari.

Di beberapa wilayah lain, seperti di Desa Gunung Kijang, juga mulai muncul beberapa cottage atau pondok wisata yang semakin banyak dikunjungi wisatawan mancanegara terutama dari negara tetangga. Beberapa resort tersebut umumnya dimiliki oleh pengusaha asing (antara lain dari Singapore) dengan membeli lahan milik masyarakat. Sedangkan peran lainnya dari masyarakat setempat masih sangat terbatas dalam pengembangan kegiatan pariwisata di wilayah ini. Beberapa orang terlibat sebagai tenaga bangunan atau penjaga resort/cottage tersebut. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah setempat, agar pengembangan wisata pantai berbasis masyarakat, sehingga dapat menjadi alternatif sumber mata pencaharian bagi penduduk di sekitarnya. Selama ini keberadaan berbagai penginapan dan resort mampu menarik wisatawan asing untuk berkunjung, namun belum banyak memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya.

4

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Kabupaten Bintan juga telah mengidentifikasi potensi kawasan Pantai Trikora untuk dikembangkan sebagai daerah pariwisata. Kawasan pantai ini diharapkan dapat berkembang seperti kawasan Lagoi di Kecamatan Teluk Sebong. Daerah seluas 23.000 hektar ini telah berkembang menjadi daerah tujuan pariwisata internasional dan telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sarana yang memadai. Berbeda dengan pengembangan kawasan Lagoi yang ditujukan bagi turis asing (jarang atau hampir tidak ada turis lokal yang berkunjung ke kawasan ini), pengembangan kawasan Pantai Trikora nantinya diharapkan dapat juga dimanfaatkan untuk turis domestik.

Potensi Sumber Daya Laut

Sumber daya wilayah perairan Kecamatan Gunung Kijang cukup beragam, antara lain berupa hutan mangrove, terumbu karang dan berbagai hasil perikanan tangkap. Pada saat penelitian dilakukan hutan mangrove di Kecamatan Gunung Kijang yang masih relatif lebat hanya ditemukan di daerah pantai Kampung Masiran di Desa Gunung Kijang. Menurut penuturan salah seorang informan, luas hutan mangrove terus mengalami penurunan, yaitu terutama ketika industri arang masih beroperasi di wilayah tersebut. Banyak penduduk yang menebang batang-batang mangrove di wilayah tersebut untuk memenuhi keperluan industri tersebut.

Sumber daya perairan yang penting lainnya adalah terumbu karang, . yang terdapat di sepanjang pantai di wilayah kecamatan. Kondisi terumbu karang pada saat ini telah mengalami kerusakan, akibat berbagai faktor, alam maupun ulah manusia. Menurut survai tentang kondisi terumbu karang yang dilakukan oleh Critc Coremap Kabupaten Bintan pada tahun 2006 lalu, rata-rata tutupan karang hidup di 11 titik yang diamati, termasuk dalam kategori sedang yaitu 32,05 persen. Sedangkan rata-rata karang mati mencapai 30,91 persen. Kondisi karang yang rusak atau mati diyakini disebabkan oleh

Gambar 2.4.

ulah manusia, antara lain akibat penggunaan bom dan jaring dasar untuk menangkap ikan yang dilakukan oleh nelayan. Hal ini antara lain dibuktikan dengan adanya patahan karang yang banyak dijumpai antara lain di daerah Teluk Dalam, Desa Malang Rapat (CRITCS COREMAP Kabupaten Bintan, 2006).

Sumber daya laut lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor perikanan tangkap. Saat ini, perikanan tangkap yang dilakukan penduduk masih bersifat tradisional, sehingga hasil penangkapan relatif sedikit. Hasil penangkapan ikan penduduk desa setempat, berbeda jauh dengan hasil nelayan dari luar wilayah yang menggunakan alat-alat yang lebih canggih. Penurunan hasil tangkapan yang dirasakan oleh para nelayan juga disebabkan jumlah nelayan yang semakin meningkat di perairan kecamatan ini, terutama nelayan dari luar wilayah tersebut. Saat ini perairan desa tidak hanya merupakan wilayah tangkap penduduk setempat, akan tetapi juga merupakan wilayah tangkap penduduk desa-desa lainnya.

Meskipun sektor perikanan tangkap masih potensial untuk terus dikembangkan, tetapi kuantitas ikan tangkap di lokasi penelitian menurut beberapa informan telah mengalami penurunan produksi. Penurunan ini disebabkan antara lain oleh cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan di waktu sebelumnya, seperti penggunaan bom dan racun. Kini cara-cara penangkapan ikan dengan penggunaan bom dan racun sudah mulai berkurang, Menurut penuturan beberapa nelayan, pada umumnya pengguna bom dan racun dilakukan oleh nelayan dari pulau lain.

Sumber daya laut (SDL) yang menjadi unggulan penduduk desa masih terbatas pada hasil tangkapan ikan hidup dan mati., antara lain ikan kerapu, tenggiri, pari, sagai (putih) udang, cumi/sotong dan ketam/kepiting. Usaha budi daya sektor perikanan belum banyak dikembangkan di daerah penelitian, meskipun cukup potensial untuk budi daya kepiting bakau. Di beberapa kampung wilayah Desa Gunung Kijang, beberapa nelayan telah melakukannyaa secara tradisional, tetapi belum ada nelayan setempat yang mengembangkan usaha ini.