• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Rumah Tangga dan Kegiatan

BAB V PENDAPATAN

5.3. Pendapatan Rumah Tangga dan Kegiatan

Hasil yang diperoleh dari kegiatan kenelayanan pada umumnya berfluktuasi sepanjang tahun, karena beberapa faktor antara lain

perubahan musim, jenis ikan dan alat tangkap serta pengalaman masing-masing nelayan. Perubahan musim terutama berkaitan dengan kuat lemahnya ombak di laut, angin laut dan bulan purnama yang dapat mepengaruhi aktivitas sehari-hari nelayan di laut. Berkaitan dengan kegiatan nelayan di laut, terdapat tiga musim utama yang berbeda yaitu musim gelombang kuat, musim gelombang tenang dan musim pancaroba (musim kemarau). Di lokasi kajian, musim gelombang tenang, dikenal juga sebagai musim angin timur dan barat atau musim teduh, biasanya berlangsung sekitar 3 bulan, yaitu antara bulan Agustus sampai dengan Oktober. Pada musim ini, air laut jernih, angin dan ombak tenang dan banyak ikan, sehingga nelayan dapat melaut setiap hari, dengan jangkauan yang lebih luas. Pada musim ikan ini, semua alat tangkap (terutama pancing dan bubu) dimaksimalkan penggunaannya untuk menangkap berbagai jenis ikan, baik ikan karang seperti kerapu (terutama di Malang Rapat) dan ikan lainnya seperti ikan selar, cumi, sotong dan kepiting (CRITC Kab. Bintan, 2006). Kondisi sebaliknya adalah musim gelombang kuat atau musim angin utara, yang berlangsung sekitar 4-5 bulan, yaitu sejak bulan November sampai Maret, dan mencapai puncaknya pada Desember- Januari (2 bulan). Pada musim ini, angin bertiup kencang, ombak besar, dan air keruh dan lebih banyak hujan. Musim ini merupakan waktu sulit bagi nelayan untuk melaut, karena perahu dan alat tangkap yang dimiliki umumnya tidak mampu melawan kuatnya angin dan besarnya gelombang. Diantara kedua musim tersebut terdapat musim pancaroba atau musim selatan yang berlangsung sekitar 4 bulan, yaitu bulan April-Juli. Pada musim ini ombak mulai tenang, meskipun masih diselingi ombak yang agak kuat, musim kemarau, sehingga nelayan mulai berani turun ke laut, meskipun tidak setiap hari tergantung keadaan gelombang dan cuaca.

Perubahan kondisi alam ini mempengaruhi aktivitas nelayan ke laut. Pada musim gelombang tenang memungkinkan nelayan untuk pergi ke laut setiap hari, kecuali sekitar bulan purnama, sehingga dapat memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak. Sebaliknya pada musim gelombang kuat, aktivitas nelayan ke laut turun drastis, karena hasil tangkapan yang diperoleh dianggap tidak sebanding dengan

biaya yang dikeluarkan. Perbedaan jenis ikan di setiap musim juga berpengaruh, sehingga meskipun jumlah ikan yang diperoleh relatif sedikit, penghasilan akan besar apabila mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Perbedaan penghasilan nelayan dalam tiap musim dapat dilihat pada Tabel 4.5. Pada semua musim, mayoritas nelayan di lokasi kajian mempunyai penghasilan yang relatif rendah (di bawah Rp1 juta per bulan), dan proporsi terendah adalah nelayan pada musim gelombang tenang (sekitar 68%), sedangkan pada gelombang kuat sekitar 94%. Perbedaan musim hanya berpengaruh terhadap besaran proporsi kelompok penghasilan terendah dan tertinggi, namun kurang berpengaruh terhadap kesejahteraan nelayan pada umumnya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi nelayan di lokasi kajian yang pada umumnya merupakan nelayan tradisional, dengan sarana dan alat tangkap yang sederhana, sehingga berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan.

Tabel 5.5.

Pendapatan Rumah Tangga (dari Kegiatan Kenelayanan), Menurut Musim, Kecamatan Gunung Kijang, 2007 (N= 72)

Musim (Persen)

NO Kategori Pendapatan RT

(Rp) (Kegiatan

Kenelayanan) Gelombang Tenang Pancaroba Gelombang Kuat

1. < 500.000 31,9 38,9 81,9 2. 500.000 - 999.000 36,1 37,5 12,5 3. 1.000.000 - 1.499.000 12,5 9,7 1,4 4. 1.500.000 - 1.999.000 5,6 5,6 1,4 5. 2.000.000 - 2.499.000 5,6 2,8 1,4 6. 2.500.000 - 2.999.000 5,6 1,4 - 7. 3.000.000 - 3.499.999 1,4 1,4 - 8. 3.500.000/lebih 1,4 2,8 1,4 Total (%/N) 100 100 100

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang, Indonesia 2007

Keterbatasan sarana tangkap (umumnya tidak memiliki perahu bermotor) berpengaruh terhadap kemampuan nelayan dalam menangkap ikan, karena umumnya mereka melaut di sekitar atau tidak terlalu jauh dari pantai.

Dibandingkan dengan musim-musim lainnya, proporsi nelayan dengan penghasilan terendah ini (di bawah Rp 500.000) sangat mencolok pada musim gelombang kuat (sekitar 82%), dan turun dengan drastis pada musim-musim lainnya yaitu masing-masing sekitar 39% (musim pancaroba) dan sekitar 32% (musim gelombang tenang). Bahkan dilihat lebih rinci, proporsi nelayan dengan penghasilan di bawah Rp100.000, lebih mencolok pada musim gelombang kuat, dibandingkan kedua musim lainnya, yaitu sekitar 33%. Sedangkan pada musim pancaroba hanya sekitar 4 persen, sementara tidak seorangpun nelayan pada musim gelombang tenang (Tabel 5.6).

Tabel 5.6.

Pendapatan Rumah Tangga (dari Kegiatan Kenelayanan), Menurut Musim, Kecamatan Gunung Kijang, 2007 (N= 72)

Musim (Persen) N O Kategori Pendapatan RT (Rp) Gel. Tenang

Pancaroba Gel. Kuat 1. < 100.000 - 4,2 33,3 2. 100.000 - 199.000 2,8 1,4 16,7 3. 200.000 - 299.000 5,6 8,3 18,1 4. 300.000 - 399.000 6,9 8,3 6,9 5. 400.000 - 499.000 16,7 16,7 6,9 6. 500.000/lebih 68,1 61,1 18 Total (%/N) 100 100 100

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang, Indonesia 2007

Demikian pula kelompok nelayan dengan penghasilan lebih baik terutama kelompok penghasilan 1-3 juta rupiah, proporsi tertinggi terdapat pada musim gelombang tenang (sekitar 29%), sementara pada kedua musim lainnya menurun drastis, terutama pada musim gelombang kuat (sekitar 4%). Pada musim gelombang kuat umumnya nelayan (terutama yang tidak memiliki perahu motor) tidak banyak melaut, dan memanfaatkan waktu untuk memperbaiki sarana tangkapnya. Sebagian nelayan yang memiliki sarana tangkap lain seperti bubu, jaring atau pancing beralih melakukan aktivitas nelayan lainnya yaitu menangkap ketam, yang potensinya cukup besar di sepanjang musim (terutama di Desa Gunung Kijang). Sebagian nelayan lainnya melakukan kegiatan non nelayan (berdagang, jasa atau buruh), budi daya keramba atau merantau ke luar daerah bahkan sampai ke Malaysia.

Kelompok nelayan dengan penghasilan di atas Rp3 juta relatif sedikit pada semua musim, hanya terdapat 2 orang pada musim gelombang tenang (sekitar 3%), 3 nelayan pada musim pancaroba (4%) dan seorang pada musim gelombang kuat (1%) Pada musim pancaroba, angin dan gelombang laut mulai melemah, sehingga nelayan mulai berani melaut kembali meskipun belum penuh. Hal ini juga tercermin pada Tabel 5.5, yang menunjukkan kondisi ekonomi nelayan pada musim ini berada diantara kedua musim lainnya.

Perbedaan pendapatan rumah tangga nelayan karena pengaruh musim semakin jelas dan konsisten apabila dilihat dari statistik pendapatan nelayan (Tabel 5.7). Rata-rata pendapatan nelayan tertinggi diperoleh pada musim gelombang tenang (sekitar Rp950 ribu dan Rp283 ribu) dan terkecil pada musim gelombang kuat yaitu sekitar 369 ribu Sedangkan rata-rata pendapatan rumah tangga pada musim pancaroba berada diantara kedua musim (sekitar Rp832 ribu).

Tabel 5.7.

Statistik Pendapatan Rumah Tangga Dari Kegiatan Kenelayanan Menurut Musim, Kec. Gunung Kijang, 2007 (N = 72)

Musim (Rp) Pendapatan RT

(Per Bulan) Gelombang Tenang Pancaroba Gelombang Kuat Rata-rata 950.222 831.819 369.292 Median 640.000 548.750 196.000 Minimum 150.000 9.000 - Maksimum 4.000.000 4.800.000 7.500.000 Sumber : Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang,

Indonesia, 2007

Kondisi ekonomi nelayan yang relatif lebih baik di musim gelombang tenang ini, juga tercermin pada angka median pendapatan yang jauh lebih tinggi pada musim gelombang lemah (lebih dari tiga kali lipat) dari median pendapatan nelayan di musim gelombang kuat. Bahkan pada musim ikan ini, penghasilan minimum per bulan dapat mencapai sekitar Rp150.000, sementara pada musim lainnya sangat minim (kurang dari Rp10.000) Kondisi ini dapat dimaknai bahwa kebanyakan nelayan juga merasakan kondisi ekonomi yang lebih baik pada musim gelombang tenang dibandingkan pada musim gelombang kuat. Hal ini juga menguatkan temuan bahwa kebanyakan responden masih sangat menggantungkan hidup dari hasil penangkapan ikan di laut. Lapangan pekerjaan di luar penangkapan ikan, umumnya dianggap sebagai usaha tambahan atau alternatif pekerjaan pada waktu aktivitas ke laut berkurang.