• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Rumah Tangga dan Per Kapita

BAB V PENDAPATAN

5.1. Pendapatan Rumah Tangga dan Per Kapita

Pendapatan rumah tangga meliputi pendapatan semua anggota rumah tangga (10 tahun ke atas) dari rumah tangga terpilih (responden) yang pada seminggu lalu berstatus bekerja, baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan. Sumber pendapatan rumah tangga dikelompokkan ke dalam : 1. Pendapatan yang berasal dari sektor perikanan laut yang dibedakan menurut musim; 2. pendapatan dari sektor budidaya; dan 3. Pendapatan dari sektor lainnya (di luar perikanan dan budidaya). Pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan bersih per bulan, yang diperhitungkan setelah pendapatn kotor dikurangi biaya produksinya. Survei dilakukan untuk 100 rumah tangga, masing-masing 60 rumah tangga untuk Desa Malang

Rapat dan selebihnya (40 rumah tangga) untuk Desa Gunung Kijang. Namun dalam analisa pendapatan kedua desa digabung untuk menghindarkan jumlah sel yang terlalu kecil.

Kedua desa tersebut merupakan desa pantai, dimana mayoritas penduduk terlibat kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan kenelayanan. Namun demikian banyak penduduk kedua desa juga melakukan kegiatan ekonomi lainnya, baik sebagai pekerjaan utama maupun tambahan di luar perikanan laut. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh fluktuasi musim dalam perikanan laut, potensi SDL, peralatan tangkap yang digunakan, kesempatan kerja yang tersedia serta kebutuhan untuk mencukupi ekonomi keluarga. Untuk memperoleh gambaran tentang pendapatan rumah tangga di lokasi penelitian, beberapa tabulasi hasil survei dapat memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan semua rumah tangga terpilih menurut kelompok pendapatan dan lapangan pekerjaan, serta distribusi pendapatan yang berasal dari kegiatan kenelayanan terkait dengan perbedaan musim.

Untuk memberi gambaran umum tentang pendapatan rumah tangga dan perbandingan antara kedua lokasi kajian Tabel 5.1. menyajikan statistik pendapatan rumah tangga,yang meliputi pendapatan per kapita, rata-rata, median, minimum dan maksimum. Berdasarkan hasil analisa hasil survei di kedua lokasi, pendapatan rumah tangga di Desa Gunung Kijang sedikit lebih tinggi dari pendapatan rumah tangga di Desa Malang Rapat, baik dilihat dari pendapatan per kapita, rata-rata maupun median. Perbedaan pendapatan minimum dan maksimum di Desa Malang Rapat yang cukup mencolok (hampir dua kali lipat) dibandingkan Desa Gunung Kijang, menunjukkan pendapatan rumah tangga di Desa Gunung Kijang cenderung lebih merata dibandingkan Desa Malang Rapat. Hal ini juga tercermin dari sebaran pendapatan responden (angka median), yang sedikit lebih tinggi (Rp811.617) di Desa Gunung Kijang dibandingkan di Desa Malang Rapat (Rp779.325).

Tabel 5.1.

Statistik Pendapatan Rumah Tangga Menurut Lokasi Penelitian, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Tahun 2007

(Rupiah) Pendapatan rumah tangga (per bulan) Desa Malang Rapat Desa Gunung Kijang Total Per kapita 207.420 255.195 226.530 Rata-rata Rumah Tangga 779.325 811.617 792.242 Median 534.167 696.875 561.000 Minimum pendapatan RT 161.667 117.250 117.250 Maksimum pendapatan RT 4.433.333 2.168.083 4.433.333 Jumlah (N) 60 40 100

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang, Indonesia, 2007

Namun apabila dilihat lebih rinci untuk masing-masing desa, terdapat perbedaan distribusi pendapatan rumah tangga yang mencolok pada kedua desa kajian. Secara keseluruhan proporsi tertinggi (42%) adalah rumah tangga dengan kelompok pendapatan bersih kurang dari Rp500.000 per bulan dan hanya 1 rumah tangga yang berpendapatan di atas Rp3 juta yaitu di Desa Malang Rapat (Tabel 5.2). Di Desa Malang Rapat, sekitar 47 persen merupakan kelompok berpenghasilan rendah (kurang dari Rp500.000 per bulan), sementara untuk kelompok pendapatan yang sama di Desa Gunung Kijang proporsinya lebih rendah (35%). Bahkan mayoritas rumah tangga di Desa Malang Rapat (80%) berpendapatan kurang dari sejuta rupiah per bulan, sementara di Desa Gunung Kijang proporsinya jauh lebih rendah (65%). Kondisi yang kontras terdapat pada kelompok pendapatan yang relatif tinggi, yaitu sekitar 7% rumah tangga di Desa Malang Rapat mempunyai pendapatan dua juta rupiah atau lebih, sementara hanya satu rumah tangga di Desa Gunung Kijang dengan

pendapatan yang sama. Hal ini semakin menguatkan temuan, bahwa ketimpangan pendapatan rumah tangga lebih mencolok di Malang Rapat daripada di Gunung Kijang. Secara makro kondisi ekonomi di Desa Malang Rapat tampak lebih maju dan lebih dinamis dibandingkan Desa Gunung Kijang, baik dilihat dari kepadatan penduduk maupun variasi mata pencaharian penduduknya.

Tabel 5.2.

Distribusi Rumah Tangga Menurut Kelompok Pendapatan Dan Lokasi Penelitian Kecamatan Gunung Kijang, 2007 (Persen) N O Kelompok Pendapatan RT (per bulan- Rp) Desa Malang Rapat Desa Gn. Kijang Total 1 < 500.000 46,7 35,0 42 2 500.000 - 999.000 33,3 30,0 32 3 1.000.000 - 1.499.000 8,3 25,0 15 4 1.500.000 - 1.999.000 5,0 7,5 6 5 2.000.000 - 2.499.000 1,7 2,5 2 6 2.500.000 - 2.999.000 3,3 - 2 7 3.000.000/ lebih 1,7 - 1 Jumlah: persen (N) 100.0 (60) 100.0 (40) 100.0 (100)

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang, 2007

Salah satu penyebab ketimpangan pendapatan rumah tangga di kedua lokasi kajian ini adalah perbedaan kondisi alam kedua wilayah serta lebih bervariasinya lapangan usaha di Desa Malang Rapat. Lokasi Desa Gunung Kijang lebih terpencil, dan pemukiman penduduk juga lebih menyebar dibandingkan penduduk Malang Rapat. Pemukiman penduduk relatif jauh dari jalan aspal (sekitar 3 km), dan jarak dari kantor desa sekitar 5 km. Pada umumnya penduduk di Gunung Kijang terlibat pada kegiatan kenelayanan tradisional, nelayan pesisir maupun sedang dengan hasil utama ketam (sepanjang tahun). Sedangkan ikan karang serta jenis ikan lainnya relatif sedikit sehingga cenderung hanya untuk keperluan konsumsi atau dijual di pasar lokal. Sedangkan andalan penangkapan ikan untuk dipasarkan secara luas adalah ketam, karena sejak ada perusahaan pengolahan di Kawal

(tahun 2002), pemasaran ketam meningkat, dan menjadi sumber utama penghasilan nelayan di Desa Gunung Kijang, bahkan desa-desa di sekitarnya. Di Desa Gunung Kijang hanya terdapat 1-2 orang pengumpul ketam yang langsung memasok hasilnya pada perusahaan pengolah ketam di Kawal.

Sementara potensi sumber daya laut di Desa Malang Rapat lebih bervariasi terutama ketam, ikan karang dan sotong, dan beberapa jenis ikan (terutama ikan teri) yang mempunyai nilai ekonomi relatif tinggi di pasaran. Di lokasi ini jumlah pengumpul juga relatif banyak (sekitar 10 orang), yang merangkap sebagai taoke dari para nelayan tradisional. Hal ini menunjukkan hasil produksi ikan lebih banyak dan lebih bervariasi, namun ketimpangan pendapatan juga relatif tinggi terutama antara pemilik modal dengan kelompok lainnya yang lebih mengandalkan tenaga kerja. Pengembangan ekonomi di daerah ini juga lebih baik, karena lokasi Desa Malang Rapat juga merupakan obyek wisata karena dekat dengan daerah pariwisata laut (resort) yang terkenal (Pantai Trikora), dan banyak dikunjungi wisatawan, sehingga mempunyai jaringan pasar yang lebih luas dibandingkan Desa Gunung Kijang. Meningkatnya nilai ekonomi lahan di sepanjang pantai, menyebabkan banyak penduduk pantai di Desa Malang Rapat yang menjual lahannya kepada para investor, untuk pengembangan pariwisata, sementara tempat tinggal mereka pindah ke dekat perkebunan sawit, meskipun tetap mempertahankan kegiatan nelayan.. Keadaan yang hampir sama juga terjadi di Desa Gunung Kijang, karena hampir semua lahan penduduk di pinggir jalan beraspal sudah beralih menjadi milik pengusaha penggali pasir atau penambang lainnya. Sebaliknya penduduk di pesisir yang lebih mengandalkan kegiatan nelayan sebagai sumber utama penghasilan rumah tangganya, relatif jarang yang bersedia melepaskan tanahnya pada investor penggali pasir yang banyak masuk ke daerahnya. Beberapa penduduk juga terlibat sebagai buruh baik di perusahaan tambang (Bouxit) maupun di sebuah resort milik investor dari Singapura, yang mengelola pantai untuk kegiatan pariwisata yang mulai tumbuh di wilayah ini.

Ketimpangan pendapatan rumah tangga di Desa Malang Rapat juga dipengaruhi oleh perbedaan strata ekonomi antar kelompok penduduk, terutama dalam kegiatan kenelayanan, yaitu antara para pemilik modal dan nelayan tradisional yang mengandalkan tenaga. Di satu sisi kegiatan kenelayanan di Desa Malang Rapat dikuasai oleh para taoke, sebagai pemilik modal yang memiliki armada dan peralatan tangkap yang lengkap, sehingga dapat melaut dengan jangkauan jluas pada semua musim. Di sisi lain banyak nelayan pesisir yang hanya mempunyai armada dan peralatan tangkap sederhana, sehingga penghasilan mereka sangat terbatas, tergantung pada musim, jenis dan jumlah ikan yang diperolehnya. Ketergantungan nelayan dengan para taoke baik untuk modal maupun pemasaran ikan, menyebabkan harga penjualan hasil tangkapan cenderung banyak merugikan nelayan. Banyak bagan dan kapal bermotor yang besar dimiliki oleh para taoke sekaligus para pengumpul ikan. Hasil kajian terhadap 100 responden hanya 4 nelayan yang mempunyai bagan, semua di Desa Malang Rapat. Karena keterbatasan data sekunder di kedua lokasi kajian, perbedaan kondisi ekonomi secara umum di kedua wilayah hanya mengandalkan pada hasil survei rumah tangga di masing-masing lokasi, terutama yang berkaitan dengan pendapatan rumah tangga.