• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

4.1 Bentuk Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Langit Terbuka

4.1.1 Konflik Batin Tokoh Utama Saat Terjadi Perbedaan Pendapat 19

Perbedaan pendapat yang terjadi antara orangtua dan tokoh utama membuat tokoh utama sulit untuk menentukan pilihan hidupnya. Semua aturan-aturan yang dibuat oleh orangtuanya harus bisa ia terima dengan lapang dada, meskipun dalam hatinya sulit untuk bisa menerima semua pendapat yang disampaikan oleh orangtuanya.

Dari kecil sampai dewasa, tokoh utama hidup dengan perintah orangtuanya karena harus mematuhi keinginan kedua orangtuanya. Sila tidak pernah bisa bebas memberi pendapatnya sendiri, ia harus mematuhi semua aturan-aturan yang yang dibuat oleh kedua orangtuanya. Kedua orangtua Sila tidak pernah peduli dengan perasaan Sila karena kedua orangtuanya hanya memikirkan diri mereka sendiri. Sila kadang merasa kesal kepada orangtuanya yang selalu sesuka hati terhadap dirinya. Sila mampu untuk tidak melawan dan bersikap mengalah demi menjaga nama baik keluarganya di depan semua orang karena keluarga mereka harus terlihat sebagai keluarga yang bahagia. Jiwanya yang merasa tertekan dengan sikap kedua orangtuanya membuatnya mengalami konflik batin. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Sikon kadang ada timbul rasa kesal, penuh tekanan agar mengalah atau menerima pendapat dan keinginan orang lain. Tapi sila sering berdialog dengan hatinya yang penuh kompromi itu. Banyak hal yang sebenarnya ingin ia lawan. Tetapi semua harus selalu ia mengalah dan punya persediaan hati yang penuh pengertian. Ada rasa sedikit penyesalan karena ia tidak bisa leluasa bersikap sehari-hari, layaknya anak seusianya. Karena ia harus sempurna, harus pintar, harus menjaga citra. Gerak-geriknya juga wajib terkendali, agar keluarga Wijaya Munar bias dibilang, dibicarakan dimana-mana, sebagai contoh keluarga yang paling ideal.”(LT:11).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Sila harus bersikap sesuai dengan kehendak orang lain karena dia tidak ingin menyakiti hati orang lain. Melihat perasaan tokoh utama yang mengatakan bahwa ia tertekan, pilihan hidupnya membuat dirinya tidak mendapat kebahagiaan yang sebenarnya sangat ia butuhkan. Sila memilih untuk berperan dengan baik tanpa ada rasa dendam karena ia mempunyai segudang toleransi dalam dirinya meskipun terkadang ia merasa bahwa itu akan menimbulkan kesedihan dalam dirinya. Sejak kecil tokoh Utama

mengalami ketidaknyamanan hubungan dengan kedua orangtuanya. Hal inilah yang menjadi penyebab utama munculnya kecemasan pada tokoh yang terus-menerus menekan jiwanya. Di dalam dirinya terjadi pertentangan antara kekuatan yang berhadapan dengan fungsi yang tidak dapat dihindari sehingga menimbulkan konflik batin yang berkepanjangan. Hal lain yang mengakibatkan Sila mengalami konflik batin dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Perasaan sering tertekan, bertentangan dengan sanubarinya, tetapi selalu rasa tersebut mendahuluinya, agar ia yakin untuk membuat keputusan sesuai hatinya. Dan, Sila ternyata mempunyai segudang rasa toleransi. Sampai ia sendiri kadang bingung, kok ia bisa menerima semua tekanan yang tidak sesuai dengan hati dan otaknya? Kenapa ia mampu kuat sebagai anak sampai dewasa , berperan dengan baik dan benar tanpa rasa dendam?”(LT:11).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Sila sering merasa resah dan gelisah, urusan rasa di hatinya selalu campur aduk dengan isi perintah otaknya. Ia harus menahan sesak nafasnya beberapa waktu untuk akhirnya sepakat kompak dengan isi kepala dan hatinya. Tokoh utama merasa bingung dengan dirinya sendiri karena keputusan yang diambilnya tidak bisa dipahaminya.

“Sila semakin uring-uringan. Terlalu banyak misteri. Terlalu banyak tekanan dan pertanyaan yang seharusnya tidak ada kisah semacam itu lagi. Ia tidak tahu kenapa ia begitu larut pada sosok seorang Sigap, yang sebenarnya juga tidak dikenalnya sama sekali.”(LT:124).

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh utama semakin hari tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, begitu banyak pertanyaan yang terlintas di pikirannya yang tidak terjawab dan sulit untuk diatasinya. Dia terlalu memikirkan Sigap yang membuatnya mendapat banyak tekanan dalam dirinya sehingga tokoh utama mengalami konflik batin.

4.1.2. Konflik Batin Tokoh Utama Saat terjadi Percekcokan

Percekcokan adalah suatu keadaan dimana seseorang terlibat dalam persoalan dan menjurus ke arah perkelahian. Tokoh utama merasa bahwa hubungannya dengan kekasihnya Bima membuat dia kesal dan berniat untuk melakukan tindak kekerasan kepada kekasihnya. Sikap Bima yang tidak peduli dan acuh tak acuh membuat Sila sulit untuk menerima semua perlakuan Bima kepada dirinya. Sila tidak bisa lagi mengatasinya dengan kepala dingin sehingga membuatnya kesal dan mengalami konflik batin yang begitu berat. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Setiap malam Sila berjuang berdebat kencang dengan rasa, perasaannya, agar pertemanannya dengan Bima menjadi sebuah hal yang tepat. Namun isi kepala lebih marah dan tidak ingin semua kesepakatan rasa menjadi sebuah keputusan yang bulat. Ini hanyalah persetujuan sepihak. “(LT:21).

“Bim! Sangat mudah mestinya dibicarakan dengan jujur, karena belakangan ini kamu selalu mengeluh! Jangan sampai kita larut lebih dalam untuk saling menyakiti. Dan juga jangan sampai aku masuk penjara karena membunuh X kekasih...! Jangan sampai aku menjadi dungu dan menuruti pada rasa ini untuk memilikimu sekaligus menendangmu”(Langit Terbuka:31).

Tokoh utama yang merasa sudah yakin akan rencana hidupnya akan bahagia dengan Bima, tidak sesuai dengan harapannya. Harapannya yang ingin mendapatkan kebahagiaan dari hubungannya dengan Bima tidak didapatkannya.

Bima sama sekali tidak peduli akan perasaan Sila, perkataan Bima yang terlalu menyakitkan membuat Sila merasa kecewa. Ia merasa kesal, ia tidak mampu lagi untuk mengatakan kepada kedua orangtuanya bahwa hubungannya dengan Bima telah berakhir. Ia tidak ingin ada orang lain yang tahu bagaimana hubungannya

tokoh utama mengalami konflik batin dalam hatinya yang membuat dia merasah sedih. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Terlalu banyak kalimat yang dilemparkan Bima seenaknya tanpa alasan kepada kekasihnya. Sila yang merasa sudah yakin akan rencana hidupnya akan bahagia dengan Bima, menjadi bingung satu juta persen. Semua begitu cepat terbalik. Sila tidak siap sama sekali menghadapi model sikap seperti Bima. Tidak ada satupun saudara, teman yang ia beritahu tentang kekacauan hubungan mereka. Apalagi mengadu kepada orang tuanya.” (LT:27).

Tokoh utama sudah tidak ingin membahas dan memikirkan hubungannya dengan Bima karena itu akan berakhir dengan percuma. Itulah yang harus dilakukannya untuk menyelamatkan sisa hati dan pikirannya yang telah tersakiti.

Sila sadar bahwa ketulusan hati dan cintanya memang tidak dianggap oleh Bima.

Bima sama sekali tidak mengahargai hubungan mereka sehingga membuat Sila tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengatakan apapun lagi. Sila harus bisa menerima semua keputusan yang dibuat Bima. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Sila merasa ia sudah tidak bisa lagi membuat Bima peduli kepadanya. Ia malas membahas atau memikirkan apa dan kenapa.

Karena waktu kebersamaan mereka yang terbilang lumayan panjang, hanya akan berakhir dengan begini saja. Tidak seperti bayangan Sila dalam mengarungi dunia berpasangan, yang seharusnya indah atau berakhir menarik. Itu sebabnya Sila tidak mau mendramatisir, atau mencari jawaban atau membujuk kekasihnya untuk lebih kalem dan lebih bijak. Semua rencana hidupnya adalah untuk dirinya sendiri, bukan karena disuruh, dipaksa orang lain, apalagi oleh kedua orang tuanya.”(LT:30)

“Sila juga bukan pengangguran. Masalah hati perasaan menyita pikiran, membuatnya muak meladeni emosi-emosi yang tidak penting. Sesuatu yang seharusnya sudah dipahami Bima sebagai orang dewa. Ia hanya mengisi kesibukan hari-hari dengan ragu dan tak bergairah sama sekali. Teman sekantor, kolega yang biasa menemani Sila kala senggang, masih kadang bersama saling mendukung dalam kesibukan kesehariannya. Hanya Sila sendiri yang tahu rasa kosong, hening, kebingungan, ketidakberdayaan dalam dirinya. Hiruk pirik dukungan sekitar, hanya sebagai

permukaan datar yang lurus, tanpa ujung yang pasti. Semua terasa hanya sementara, sup[aya ia tidak terlalu cepat menjadi gila.”

(LT:30).

Tokoh utama yang sama sekali tidak mendapatkan kebabahagian dari hubungannya dengan Bima membuat dia merasa kecewa dan tidak berdaya Hal itu terjadi karena ia telah merasa dikhianati dan tidak bisa mengambil keputusan yang benar. Ia selalu teringat dengan kata-kata Bima yang menyakitkan selama mereka menjalin hubungan. Perlakuan Bima kepada dirinya membuat dia mengalami konflik batin. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Kegalauannya saat ini lebih kepada kejengkelannya pada diri sendiri, yang sulit mengatasi rasa kehilangan, kesendirian, rasa tanpa siapa-siapa lagi yang ia percayai dan cintai. Dan, Bima itu terlalu yakin, percaya diri, berani, dan sekaligus kurang ajar meninggalkannya begitu cepat. Meninggalkannya sebagai penghianatan hati, penghianatan cintanya.” (LT:34).

Rasa kecewa yang menghampirinya membuat dia tidak dapat mengatasi masalah yang terjadi dalam hidupnya. Ia jenuh dengan semua yang dilaluinya.

Tokoh utama tidak bisa lagi memahami orang-orang yang membuat ia merasa sedih dan ia ingin melupakan semua masalah-masalah yang tidak bisa lagi diatasinya. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Sila sebenarnya tidak putus asa. Hanya amarah dan rasa sedih tak terkira, yang menjadi sebuah titik jenuh. Disertai sedikit rasa ketidakberdayaan yang menghampirinya. Itu juga yang membuatnya mengambil keputusan untuk kabur dari kerumunan manusia yang tidak ingin dipahaminya lagi.”(LT:33).

Sakit hati yang dirasakan Sila membuatnya sulit untuk melupakan semua kenangan buruknya bersama Bima. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menyelamatkan sisa hatinya yang sudah hancur. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Sila sudah tidak merasa penting lagi ada sikap normal dan tidak normal. Yang ingin ia lakukan adalah apa saja yang tersirat, terpikir olehnya saat ini. Ditempat pilihannya yang baru. Berderet pertanyaan yang belum terjawab oleh Bima. Itu yang membuat Sila jenuh, kesal, sakit hati, dan sedih. Semuanya seenaknya berlalu tanpa jawab. Kalau sudah begini kejadiannya, yang tersisa hanya duka cita, belas kasihan orang-orang sekitar.” (LT:35).

Mengingat semua yang terjadi dalam kisah hidupnya membuat tokoh utama merasa sedih, hatinya sangat terluka dan tidak mampu untuk mengatakan apapun lagi. Ia mencoba megeluarkan kata-kata tapi ia tidak bisa melakukannya, ia merasa tidak berdaya lagi. Pergalautan batin yang sedang dilaluinya begitu berat. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Air mata Sila mengalir deras, ia tidak bisa bicara. Hanya badannya terasa bergetar, entah ada apa. Ia berusaha mengeluarkan kata. Tapi yang terdengar Cuma raungan dan rintihan pedih seorang perempuan yang merasa sepi, hancur, marah, tidak berdaya…”(LT:100).

Tokoh utama tidak mampu lagi untuk memutuskan apa yang baik untuk hidupnya, ia merasa semuanya sudah tidak ada gunanya lagi untuk mengerti dengan apa yang sedang dilaluinya. Dia tidak mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan mana yang baik bagi dirinya sehingga membuatnya mengalami konflik batin. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Sila merasa, semua yang sudah terjadi itu adalah karena ulahnya yang tidak berani memutuskan apa pun lagi. Baginya, keputusan apa pun hanyalah kebijakan yang akan tidak pernah dipahaminya.”(LT:101).