• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada Harian SURYA, keterlibatan narasumber atas konflik yang terjadi (konflik figur) dapat dilihat dari dua sisi. Skala konflik dan orang-orang yang terlibat. Dalam kasus Ahmadiyah,

ini pernah diangkat Harian SURYA, karena salah satu elemen

yang ada dalam kasus ini adalah konfliknya. Harian SURYA

menyajikan informasi peristiwa dan background kasusnya. Namun

demikian, figur kritis tetap masuk. Bahwa, pemerintah gagal

melindungi warga. Yang utama, adalah menunjukkan substansi

masalahnya, Harian SURYA berusaha tidak mengeksplorasi

kasus ini sekedar talking news. Harian SURYA menampilkan feature

juga, bagaimana warga Ahmadiyah menjalankan Salat Jumat, bagaimana sesungguhnya keyakinan setiap umatnya muncul di sana. Dengan demikian tidak ada penghakiman.

Sementara dalam kasus sontek figur, ini kita angkat karena

punya news value yang tinggi. Harian SURYA boleh dibilang kalah

start soal munculnya berita ini. Namun dengan pola editorial yang

disajikan, dengan menjelentrehkan2 sedetil mungkin jalannya cerita, rating Harian SURYA nomor satu di online tentang kasus Alif dan Ny. Siami. Bahkan mendapat ‘Penghargaan Nominasi Adiwarta

Sampoerna’ yang diumumkan tanggal 13 Desember 2011 lalu. Pada tulisan Ny. Siami, Harian SURYA mengangkat micro people.

Pada pemberitaan awal, Harian SURYA menunjukkan betapa

masyarakat tidak lagi punya nilai-nilai kejujuran, ketika mereka melakukan protes apa yang dilakukan Alif dan ibunya. Namun Harian SURYA juga mengkritisi, apa yang kemudian terjadi pada

Ny. Siami ketika sudah menjadi figur-figur. Ada sesuatu yang

juga bergeser pada dirinya, yaitu juga membuat masyarakat tidak

suka. (Wawancara Taufiq Zuhdi, Redaktur Pelaksanan Harian

SURYA, tanggal 13 Desember 2011)

Sebagai media massa, tentu saja ada peran problem solver

yang harus dimainkan sebuah lembaga media ditengah berbagai gejolak sosial yang terjadi di masyarakat. Namun demikian, apapun bentuk peran itu tentu saja harus berpijak pada nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai-nilai-nilai jurnalistik.

Tidak bisa sebuah media mengabaikan gejolak sosial yang terjadi di masyarakat, manakala ada hak-hak dari masyarakat yang dicederai. Namun, sebagai media, Harian SURYA berusaha tidak menutup mata manakala ada sesuatu yang sudah berlebihan atas gejolak tersebut. Sebagai media, Harian SURYA harus tetap proporsional, tidak larut dalam kepentingan tetapi bisa memberi pencerahan, menjelaskan duduk persoalan sesuai konteksnya.

Di media massa manapun, redaksi selalu menekankan bahwa sebuah berita haruslah kaya akan narasumber. Karena itu, sebuah berita terkadang tidak cukup cover both sides, melainkan

all sides. Ini selalu ditekankan pada reporter Harian SURYA.

Dalam praktiknya, terkadang ini tidak mudah. Bukan karena tidak dijalankan, namun karena terbatasnya ketersediaan space

halaman yang ada. Kerapkali, dalam sebuah berita, pihak Harian

namun karena space terbatas, maka bagian-bagian berita tersebut dengan terpaksa tidak bisa dimuat.

Terkait kejujuran, keadilan dan tanggungjawab dalam

etika redaksional, selama ini Harian SURYA sudah mencoba

menerapkan hal ini kepada seluruh awaknya. Namun demikian, tentu saja masih ada kekurangan di sana sini. Terkait masalah uang misalnya, beberapa karyawan telah diberhentikan karena melakukan pelanggaran etika wartawan. Demikian juga tentang tanggungjawab, ada sanksi yang harus diterima manakala ada pelanggaran yang dilakukan. Semua ini semata-mata untuk

menjaga agar kredibilitas lembaga terjaga. (Wawancara Taufiq Zuhdi, Redaktur Pelaksanan Harian Surya, Desember 2011).

Hubungan tegas antara karakteristik surat kabar sebagai media massa yang tidak hanya memiliki fungsi memberikan informasi, namun sekaligus sebagai pendorong kohesi sosial tanpa meninggalkan ketentuan hukum dan etika media massa

pada peliputan konflik. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui

skema berikut ini:

Sebagai surat kabar, Harian SURYA harus memenuhi

fungsi sosialnya sebagai media. Pertama Harian SURYA harus mampu menyediakan informasi mengenai mengenai peristiwa dan kondisi dalam masyarakat utamanya mengenai beragam

peristiwa konflik sosial yang muncul di wilayah Jawa Timur.

Kedua Harian Surya harus mampu berfungsi sebagai korelasi dengan cara menjelaskan bahkan menafsirkan dan memberikan

komentar atas makna peristiwa dan informasi, berkaitan dengan

konflik sosial Harian Surya sangat berhati-hati dan penuh

pertimbangan dalam menyajikannya.Ketiga, Harian Surya harus mampu menjalankan fungsi keberlanjutan yang berarti harus mampu mendorong dan memelihara kesamaan nilai terutama nilai-nilai kesatuan regional yang ada di Jawa Timur. Keempat, Harian Surya harus mampu menjalankan fungsi menghibur yang berarti mampu menyajikan informasi untuk mengurangi tekanan sosial. Dan Fungsi yang terakhir adalah mobilisasi yang berarti Harian Surya harus mampu mengampayekan tujuan sosial yaitu kohesi sosial di masyarakat Jawa Timur.

Kelima fungsi sosial media massa tersebut sudah dimiliki sepenuhnya oleh Harian SURYA, tentunya langkah selanjutnya adalah fungsi Harian SURYA sebagai pendorong kohesi sosial. Dimana untuk memenuhi fungsi sebagai kohesi sosial, diperlukan lima dimensi dari kohesi sosial. Pertama, adanya pilihan kebersamaan atau isolasi. Dan Harian SURYA memilih adanya

kebersamaan, ditunjukkan dengan sikap Harian SURYA yang

berusaha tidak mengeksplorasi kasus Ahmadiyah sekedar talking news. Dengan tetap menampilkan figur kritis didalamny bahwa

pemerintah telah gagal melindungi warganya. Kemudian Harian

SURYA juga lebih memilih pengikutsertaan dan penerimaan

sekaligus melegitimasi sebagai tahap selanjutnya dari kohesi sosial. Dimana Harian SURYA mengemas berita dalam bentuk

feature, menunjukkan bagaimana warga Ahmadiyah menjalankan

Salat Jumat, bagaimana sesungguhnya keyakinan setiap umatnya muncul di sana. Dengan demikian tidak ada penghakiman.

Tidak jauh pula dengan kasus sontek massal, walaupun

Harian SURYA boleh dibilang terlambat memberitakan kasus

memegang teguh peranannya sebagai pendorong kohesi sosial. Ditunjukkan dengan pola editorial yang disajikan, dengan memberikan penejelsan sedetil mungkin jalannya cerita dari awal peristiwa.

Dengan mengangkat Ny.Siami yang merupakan micro people

seharusnya diberikan penghargaan lebih atas sebuah kejujuran. Namun juga dampak selanjutnya, dimana Ny. Siami tidak lagi dihargai di lingkungannya dan dikucilkan. Kemudian Harian

SURYA juga menunjukkan betapa masyarakat tidak lagi punya

nilai-nilai kejujuran, ketika mereka melakukan protes apa yang dilakukan Alif dan ibunya. Harian SURYA juga mengkritisi, apa yang kemudian terjadi pada Ny. Siami. Dimana ada sesuatu yang juga bergeser pada diri Ny.Siami yaitu juga membuat masyarakat tidak suka atas tindakan yang dilakukannya.

Hal tersebut menunjukkan adanya kohesi sosial yang

sudah diterapkan oleh Harian SURYA. Hingga akhirnya

Harian SURYA menerima ‘Penghargaan Nominasi Adiwarta

Sampoerna’ yang diumumkan tanggal 13 Desember 2011 lalu.

Nilai-nilai kebersamaan, identitas figur konflik dan perasaan

mereka turut diungkapkan. Kemudian adanya porsi setara yang diberikan antara pihak yang menjadi korban dan sebaliknya untuk memperoleh akses atau kesempatan dalam pemberitaannya. Berikut juga dilibatkannya narasumber yang pro ataupun kontra

dengan konflik tersebut untuk lebih memberikan penghargaan

dan toleransi atas perbedaan dalam masyarakat yang majemuk. Juga keterlibatan institusi-institusi yang berperan sebagai

mediator dalam konflik di mayarakat majemuk menjadi jembatan

yang tidak luput dari perhatian Harian SURYA.

Dalam hal yang terkait dengan hukum dan etika

meninggalkan empat tipe isu etika yang menyertainya. Dimana terdapat nilai kejujuran, keadilan, privasi, serta tanggung jawab

yang melingkupi sebuah pemberitaan. Harian SURYA telah

berusaha untuk berpijak pada nilai kebenaran dan nilai-nilai jurnalistik tanpa mengabaikan gejolak sosial yang terjadi di masyarakat, manakala ada hak-hak dari masyarakat yang dicederai. Namun sebaliknya, apabila dinilai terdapat sesuatu yang berlebihan atas gejolak tersebut, Harian SURYA juga akan berusaha maksimal untuk tetap proporsional, dan tidak larut dalam kepentingan lembaga secara pribadi tetapi dapat memberi pencerahan. Sehingga Harian SURYA dapat menjelaskan duduk persoalan sesuai konteksnya dan berimbang.

Walaupun ditengah perjalanan pemberitaanya, Harian

SURYA masih menemui kendala baik dalam hal space yang

terbatas maupun karyawan yang melakukan pelanggaran atas etika redaksional. Pemberitaan yang berimbang, tidak hanya diterapkan menggunakan cover both sides namun juga all sides

membuat Harian SURYA memiliki banyak angle pemberitaan dari banyak pihak. Namun, terlalu banyak angle pemberitaan tentunya tidak luput dari banyaknya space yang harus disediakan

oleh Harian SURYA. Dan hal tersebut akhirnya berkutat

dengan minimnya space yang dimiliki oleh Harian SURYA yang mengharuskan dipangkasnya sebuah berita. Terpaksa tidak bisa dimuat.

Terkait kejujuran, keadilan dan tanggungjawab dalam etika redaksional sekali lagi memang diterapkan secara ketat oleh Harian SURYA. Misalnya saja terkait masalah uang, beberapa

awak media Harian SURYA diberhentikan karena melakukan

pelanggaran etika wartawan. Sanksi tegas harus dijalankan untuk semakin memupuk rasa tanggungjawab tinggi atas nilai

kejujuran dan keadilan. Juga tentunya untuk tetap menjaga kredibilitas Harian SURYA sebagai media massa yang memang bersih dari kepentingan-kepentingan tertentu berkaitan dengan pemberitaanya.

Penutup

Mencermati kondisi di atas peran Harian SURYA sebagai media massa tidak lepas dari fungsi sebagai pendorong kohesi sosial. Dimana secara ideal harus mampu lepas dari kepentingan oknum-oknum tertentu untuk melahirkan berita berimbang demi kepentingan masyarakat secara umum dan sesuai dengan karakteristik sebuah surat kabar regional khususnya.

Daftar Pustaka

Ashadi Siregar.1994.

Berger-Schmitt. 2000. Social Cohesion as an Aspect of the Quality of Societies: Concept and Measurement. EuReporting Working Paper No 14.

Biagi, Shirley. 2010. Media/Impact Pengantar Media Massa. Edisi 9. Salemba Humanika. Colletta, Nat J. dan Teck Ghee Lim, Anita Kelles-Viitanen. 2001. Social Cohesion and

Conflict Prevention in Asia: Managing Diversity through Development. Washington D.C.: The World Bank.

Johan Galtung. 1996. Peace by Peaceful Means: Peace and Conflict, Development and

Civilization. London: Sage.

LittleJohn, Stephen W dan Karen A Foss, 2011.Teori Komunikasi.Jakarta: Salemba Humanika

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sumber online:

http://www.tempo.co/read/news/2011/06/15/079340849/Mendiknas-Minta-Konflik-Sosial-Sontek-Massal-Dirukunkan. Diakses tanggal 3 Januari 2012. Pukul 11.26 WIB.

http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/03/03/13585/sk-pelarangan-ahmadiyah-gubernur-jatim-siap-hadapi-gugatan/. Diakses tanggal 3 Januari 2012. Pukul 11.20 WIB.

http://www.cprn.org/documents/15723_en.pdf . Diakses tanggal 4 Januari 2012. Pukul 16.12 WIB.

http://www.mediaindonesia.com/read/2011/03/03/208589/18/1/Ulil-Abshar-Pers-Harus-Terus-Suarakan-Pluralisme, Diakses tanggal 8 Maret 2011. Pukul 19.34 WIB.

Sumber Lain

Company Profile Harian Surya 2012

Wawancara Taufiq Zuhdi, Redaktur Pelaksanan Harian SURYA, tanggal 13

Strategi Komunikasi