ATAS KONTEN FOTOGRAFI DAN POTRET DI INDONESIA
A. Konsep Dasar Perlindungan Hak Cipta di Indonesia
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK HAK CIPTA DI INSTAGRAM AKIBAT PELANGGARAN HAK CIPTA
ATAS KONTEN FOTOGRAFI DAN POTRET DI INDONESIA
A. Konsep Dasar Perlindungan Hak Cipta di Indonesia
Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) secara substantif dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Penggambaran tersebut pada dasarnya memberikan kejelasan bahwa HAKI memang menjadikan karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia sebagai inti dan objek pengaturannya. Demikian juga halnya dalam Hak Cipta yang merupakan bagi dari HAKI, pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual tersebut, telah berwujud karya cipta.200
Menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana dikutip oleh Suyud Margono, bahwa dasar pemikiran diberikannya kepada seorang atau individu untuk perlindungan hukum terhadap ciptaan bermula dari teori yang tidak lepas dari dominasi pemikiran mazhab atau doktrin hukum alam yang menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang dikenal dalam sistem hukum sipil (civil law system) yang merupakan sistem hukum umum yang dipakai di Indonesia. Pengaruh mazhab
200 Suyud Margono, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, (Jakarta : Novindo Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 4.
hukum alam dalam civil law system ini terhadap seorang individu yang menciptakan berbagai ciptaan yang kemudian memperoleh perlindungan hukum atas ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual. Perkembangan ini juga dikemukakan oleh S.
Stewart dengan :201
countries that follow the civil law tradition, however, regard authors’ rights as natural human rights, or part of one’s right of personalit. As apart of this tradition, in addition to the protection of the author’s economic rights, the protection of the author’s “moral right” is an essential part of the system.
Melalui pengakuan secara universal ini, sudah tidak diragukan lagi bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi, yakni konsepsi kekayaan, konsepsi hak, dan konsepsi perlindungan hukum.202
Bagi bangsa Indonesia, perlindungan hukum atas Hak Cipta merupakan perkembangan yang baru, tetapi bagi negara-negara maju telah dikenal karena pandangan akan prinsip manfaat ekonomi atau nilai ekonomi (economic value) yang cukup besar bagi pendapatan negara. Berakhirnya perang dingin yang berakibat mengendornya produksi dan investasi industri militer, memicu peralihan kapital dari teknologi industri militer ke industri non militer yang menghasilkan komoditi-komditi yang berteknologi sedang sampai yang tercanggih. Komoditi-komoditi ini
201 Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization/WTO-TRIPs Agreement202 , (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 13.
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2003), hlm. 18.
diantaranya ada yang merupakan kekayaan intelektual, yang memerlukan perlindungan hukum yang memadai.203
Untuk keperluan ini, oleh masyarakat Internasional, khususnya yang tergabung dalam perundingan-perundingan yang diselenggarakan atas prakarsa forum General Agreement of Tariffs and Trade (GATT), pada tahun 1994 telah disepakati suatu perjanjian internasional yang mengatur substansi-substansi HAKI dikaitkan dengan perdagangan internasional pada umumnya. Indonesia merupakan salah satu dari 110 negara yang menandatangani hasil akhir Putaran Uruguay. Selanjutnya, Indonesia dengan resmi telah mengesahkan keikutsertaan dan menerima Convention Establishing the World Trade Organization dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Sebagai konsekuensi dari keanggotaan Indonesia di World Trade Organization, Indonesia antara lain harus menyelaraskan segala pranata peraturan perundang-undangan di bidang HAKI dengan norma dan standar yang disepakati.204
Persetujuan TRIPs merupakan kesepakatan internasional yang paling komprehensif dalam bidang HAKI, yang juga merupakan perpaduan dari prinsip-prinsip dasar GATT dengan ketentuan-ketentuan substantif dari kesepakatan-kesepakatan internasional untuk perlindungan HAKI dalam suatu kerangka aturan multilateral. Setelah Persetujuan TRIPs, Indonesia mempunyai hukum positif tentang Hak Cipta yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang terdiri atas 78 (tujuh puluh delapan) pasal. Dengan demikian,
Undang-
203 Suyud Margono, Op. Cit., hlm. 6.
204Ibid., hlm. 5.
Undang Hak Cipta ini mulai berlaku tanggal 29 Juli 2003. Lahirnya Undang-Undang Hak Cipta tersebut dan dianggap telah full compliance terhadap ketentuan dalam Persetujuan TRIPs ini tidak lepas dari kecenderungan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual.205
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra yang semakin pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait, maka diperlukan implementasi lebih lanjut dalam sistem hukum nasional, yakni dengan membentuk Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai pengganti Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 yang lama.
Hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang ada dalam suatu masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai itu tidak lepas dari sikap dan sifat-sifat yang (seharusnya) dimiliki orang-orang yang menjadi anggota masyarakat yang sedang membangun itu. Tanpa perubahan sikap dan sifat ke arah yang diperlukan oleh suatu kehidupan yang modern, maka segala pembangunan dalam arti benda fisik, akan sedikit sekali artinya.206
Hal yang paling mendasar bagi perlindungan Hak Cipta adalah bahwa seseorang yang telah mencurahkan usahanya untuk menciptakan sesuatu selanjutnya
205Ibid., hlm. 6.
206Ibid., hlm. 14.
mempunyai hak alamiah untuk memiliki dan mengontrol karya-karya yang telah diciptakannya. Hal ini membentuk situasi kondusif bagi penciptaan suatu kepastian hukum dan pengayoman atau perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, sehingga pembangunan hukum pada umumnya, dan perlindungan Hak Cipta pada khususnya dapat ditingkatkan lebih cepat menuju terwujudnya sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu.207
Perlindungan hukum atas Hak Cipta merupakan suatu sistem hukum yang terdiri dari unsur-unsur sistem sebagai berikut :208
1. Subjek perlindungan.
Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik ciptaan atau pemegang Hak Cipta atas suatu karya cipta.
2. Objek perlindungan.
Objek yang dimaksud adalah semua jenis ciptaan yang diatur oleh undang-undang sebagai ciptaan yang dilindungi oleh hukum.
3. Pendaftaran perlindungan.
Pendaftaran ciptaan lebih bersifat pilihan atau opsional, dimana pendaftaran sekadar berfungsi sebagai pencatatan hak pencipta atas ciptaan, identitas pencipta, dan data lain yang relevan sebagai catatan formal status kepemilikan Hak Cipta. Hal ini penting, terutama untuk mendukung pembuktian dalam hal
207Ibid.
208 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 144.
terjadi sengketa kepemilikan Hak Cipta, termasuk kebenaran mengenai siapa yang dianggap sebagai pencipta.
4. Jangka waktu perlindungan.
Jangka waktu yang dimaksud adalah masa berlaku perlindungan Hak Cipta atas suatu ciptaan yang diberikan berdasarkan ketentuan yang diatur oleh undang-undang.
5. Tindakan hukum perlindungan.
Apabila terbukti telah terjadi pelanggaran Hak Cipta, maka pelanggar harus di hukum, baik secara pidana maupun secara perdata.
Dalam konteks ciptaan, perlindungan Hak Cipta diperlukan untuk mendorong apresiasi dan membangun sikap masyarakat untuk menghargai hak seseorang atas ciptaan yang dihasilkannya. Sikap apresiasi memang lebih menyentuh dimensi moral, sedangkan sikap menghargai lebih bermuara pada aspek ekonomi.209 Bagaimanapun, perlindungan Hak Cipta diarahkan untuk memungkinkan penggunaan ciptaan berlangsung secara tertib dan memberi manfaat ekonomi pada pencipta. Ungkapan ini menjadi semakin penting mengingat dalam perspektif Hak Cipta, apa yang dihasilkan sepenuhnya berasal dari kemampuan intelektual manusia.210
209 Teringkarinya Hak Ekonomi dan Hak Moral dapat mengikis motivasi para pencipta dan pemilik Hak Terkait untuk berkreasi. Hilangnya motivasi seperti ini akan berdampak luas pada runtuhnya kreativitas makro bangsa Indonesia. Bercermin kepada negara-negara maju tampak bahwa perlindungan yang memadai terhadap Hak Cipta telah berhasil membawa pertumbuhan ekonomi kreatif secara signifikan dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat. (Bagian Umum dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta). 210
Henry Soelistyo, Op. Cit., hlm. 21.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum dalam kerangka Hak Cipta sesungguhnya merupakan pengakuan terhadap hak eksklusif, yaitu hak untuk menikmati sendiri manfaat ekonomi pada ciptaan, dengan mengecualikan orang lain yang tanpa persetujuannya turut menikmatinya. Hukum melindungi monopoli serupa itu dan mencegah orang lain mengambil manfaat dari ciptaannya secara tidak adil. Dengan monopoli, pemilik Hak Cipta dapat menikmati sendiri hasil jerih payahnya tanpa gangguan apa pun yang dapat merugikan kepentingannya. Kekuatan proteksi monopoli itu yang diharapkan menjadi insentif untuk memacu kreativitas dan berkembangnya daya inovasi masyarakat, sehingga dapat melahirkan ciptaan-ciptaan baru yang lebih banyak dan beragam termasuk invensi-invensi teknologi yang lebih baik dan bermanfaat. Ini yang sesungguhnya menjadi rasionalitas perlindungan, di samping tentu saja penghargaan terhadap sisi-sisi moral pencipta.211