• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Pengaturan dan Pemeliharaan Air

2.4. Penelitian Terdahulu

3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

; atau

Ep = ∆ ∆ * Karena

adalah Produk Marginal, maka besarnya Ep tergantung dari besar kecilnya Produk Marginal dari suatu input, misalnya input X.

3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

Konsep efisiensi menurut Soekartawi (2002) mengandung tiga pengertian yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis ditujukan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misal karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksi secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitasnya akan semakin tinggi.

Efisiensi menurut Soekartawi (2002) diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian terjadi agar petani mampu membuat suatu upaya jika nilai

26 produk marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P) tersebut atau secara matematis dapat dituliskan:

NPMx = Px; atau

= 1

Efisiensi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi harga atau

allocative efficiency, atau sering disebut sebagai price efficiency. Terdapat dua hal

yang perlu diperhatikan sebelum analisis efisiensi ini dikerjakan, yaitu: 1. Tingkat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi; dan 2. Perbandingan (nisbah) antara harga input dan harga output sebagai upaya

untuk mencapai indikator efisiensi.

Penggunaan input yang optimum Soekartawi (2002) dapat dicari dengan melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang digunakan dengan satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: ΔY.Py = ΔX. Px; atau � � = � � ; Dimana: Y = output X = input

Δ

Y = tambahan output

Δ

X = tambahan input Py = harga output Px = harga input ΔY ΔX = produk marginal

27 Keuntungan (K) adalah selisih antara penerimaan total (PT) dan biaya-biaya (B). Biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya-biaya tetap (BT) dan biaya tetap total(BTT). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kt = PT – B

= PT – BT – BTT

Karena PT adalah produksi total dikalikan harga dan biaya produksi adalah banyaknya input dikalikan harganya, maka persamaan dapat dituliskan:

Kt = Py.Y – (PxiXi+ ….. + Pxn.Xn) - (PxkiXki+ ….. + Pxkn.Xkn) Dimana:

Py = harga produksi Y Y = jumlah produksi output Pxi…n = harga input tidak tetap Xi…n Xi…n = jumlah input tidak tetap dari Xi…n PxiXi = biaya tetap

Pxki…n = harga input tetap Xki…n Xki..n = jumlah input tetap dari Xki..n Pxki.Xki = biaya tetap total

Kt = keuntungan

Biaya tetap total dianggap konstanta sehingga keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Persamaan di atas menjadi:

= Py − Px = 0 ; i = , , , …..n

Py = Pxi

Dimana adalah produk marjinal faktor produksi ke-i

28 Dimana:

Py.PMxi = nilai produk marjinal xi (NPMxi)

Pxi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinal xi (BKMxi)

Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi:

PMxi = � �

Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya nilai marjinal produk.

Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut:

NPMxi = BKMxi

= 1

Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi misalnya n faktor produksi, maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila:

11 = � 22 = …. = � � = 1

Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melebihi batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga kondisi NPM sama dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, menunjukkan kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.

29 3.1.3. Konsep Penerimaan, Biaya dan Pendapatan

Pendapatan kotor usahatani menurut (Soekartawi et al, 1986) adalah hasil

perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, Pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani. Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai usahatani yang menunjukkan kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.

Terdapat empat pengelompokkan biaya menurut Hernanto (1996), yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi

oleh perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat berupa sewa lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost

besarnya akan selalu berubah tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya pengadaan benih, biaya tenaga kerja, dan biaya obat-obatan. Biaya tunai adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai dikeluarkan. Biaya ini juga dapat termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya diperhitungkan adalah sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

30 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha pembesaran lele dumbo merupakan salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh CV Jumbo Bintang Lestari selain sebagai pemasar lele dumbo dan produksi pakan ikan. Pada penelitian ini total penerimaan yang diteliti hanya penerimaan dari hasil penjualan lele dumbo. Untuk menghasilkan semua output tersebut dibutuhkan input–input yang merupakan penggunaan faktor-faktor produksi. Penggunaan faktor-faktor produksi diantaranya yaitu padat penebaran, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur. Faktor produksi tersebut berupa biaya yang harus dibayar oleh usaha tersebut. Alokasi penggunaan input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi. Namun, diduga terdapat inefisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Analisis efisiensi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap model produksi pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari agar dapat menentukan arah dari usaha tersebut. Selain analisis efisiensi, diperlukan juga analisis pendapatan secara keseluruhan untuk melihat keuntungan yang didapat oleh pembudidaya dilihat dari selisih penerimaan dan biaya secara keseluruhan, kemudian melihat juga imbangan penerimaan dan biaya. Hasil dari analisis efisiensi dan analisis pendapatan akan dapat melihat perubahan kesejahteraan pembudidaya CV Jumbo Bintang Lestari. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.

31 Keterangan: --- Hubungan tidak langsung

Hubungan langsung Sumber: Penulis (2010)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Usaha Pembesaran Lele Dumbo

CV Jumbo Bintang Lestari

Hasil Produksi Budidaya Lele Dumbo (Yi) yaitu Penjualan Lele

Dumbo Hasil Pembesaran(Y1)

Penerimaan

TR= ∑ TRi

Faktor Produksi (Xi) yaitu Padat Penebaran (X1), Pakan Pelet (X2), Pakan Tambahan (X3), Pupuk (X4), Probiotik (X5), Kapur (X6) Biaya TC = ∑ TCi Pendapatan Π = TR - TC R/C Skala Usaha Produksi Analisis Produksi: - Cobb Douglas - NPM dan BKM Faktor-Faktor Produksi yang Berpengaruh Efisiensi Produksi Rekomendasi Inefisiensi penggunaan faktor-faktor produksi

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Studi kasus penelitian ini dilakukan pada perusahaan perikanan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa Cibinong Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini dipilih secara tertuju (purposive) dengan memperhatikan bahwa

usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari sudah berdiri cukup lama dengan skala usaha yang besar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Januari 2011.