• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo

Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya, menurut Mahyuddin (2008) lele dumbo dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum: Chordata Kelas: Pisces Subkelas: Telestoi Ordo: Ostariophysi Subordo: Siluroidea Famili: Clariidae Genus: Clarias

Spesies: Clarias gariepinus

Sumber: Anonim (2009)

Gambar 1. Ikan Lele Dumbo

Secara umum lele dumbo dikenal sebagai catfish atau ikan berkumis. Tubuh lele

dumbo menurut Mahyuddin (2008) adalah licin, berlendir, tidak bersisik, dan bersungut atau berkumis. Secara anatomi dan morfologi lele terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala (cepal), badan (abdomen), dan ekor (caudal).

Lele dumbo merupakan jenis ikan yang berasal dari hasil persilangan antara lele lokal yang berasal dari Kenya, yaitu di Benua Afrika dengan lele lokal yang berasal dari Taiwan. Ikan lele dumbo memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan lele lokal.

9 Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal menurut Prihartono et al (2002) adalah:

1. Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat, pada umur 24 minggu lele dumbo dapat mencapai berat 180-200 gr, sedangkan lele lokal hanya 40-50 gr.

2. Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat 2-3 kg.

3. Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat bertelur 8.000-10.000 butir, sedangkan lele lokal hanya 1.000-4.000 butir. 4. Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan

seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka.

Menurut Khairuman dan Amri (2009) jika terkena sinar warna lele dumbo berubah menjadi pucat, dan bila terkejut warnanya menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut lele dumbo sekitar seperempat dari panjang total tubuhnya. Disekitar mulut terdapat empat pasang kumis yang berfungsi sebagai alat peraba. Di bagian tubuhnya dilengkapi dengan sirip tunggal dan sirip berpasangan. Sirip tunggal berupa sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur yang berfungsi sebagai alat bantu berenang. Sementara sirip yang berpasangan adalah sirip dada dan sirip perut. Sirip dada juga dilengkapi dengan sirip yang keras dan runcing, yang disebut patil. Patil berguna sebagai senjata dan alat bantu bergerak. 2.2. Habitat dan Tingkah Laku Lele Dumbo

Habitat lele dumbo menurut Darseno (2010) adalah perairan tawar, seperti sungai-sungai, rawa, telaga, waduk, danau, dan genangan-genangan air yang cukup dalam. Lele dumbo menyukai perairan yang tenang (tidak mengalir deras)

10 dan cukup terlindung. Pada siang hari, lele dumbo lebih banyak berdiam diri dan memilih tempat yang tersembunyi atau gelap. Pada malam hari, justru mulai sibuk beraktivitas dan mencari makan. Hal ini dikarenakan ikan ini tergolong binatang noktural atau binatang yang aktif pada malam hari.

Lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) memiliki insang tambahan yang sering disebut dengan arborescent atau labirin. Insang tambahan

ini memungkinkan lele dumbo dapat hidup di dalam lumpur atau di air yang hanya mengandung sedikit oksigen. Lele dumbo juga mampu hidup di luar air (darat) selama beberapa jam, asalkan udara di sekitarnya cukup lembab. Semua kelebihan tersebut membuat ikan ini tidak memerlukan kualitas air yang jernih atau air mengalir ketika dipelihara di dalam kolam. Oleh karena itu, lele dumbo dapat juga dipelihara di perairan yang kualitas airnya sangat buruk.

Para ahli perikanan tetap memberi syarat dari kualitas air (kimia maupun fisika) yang harus dipenuhi jika ingin sukses membudidayakan lele dumbo. Beberapa syarat tersebut adalah:

1. Suhu yang cocok untuk memelihara lele dumbo adalah 20-300 C.

2. Suhu optimum untuk kehidupan lele dumbo adalah 270 C.

3. Kandungan oksigen terlarut di dalam air minimum sebanyak 3 ppm (milligram per liter).

4. Tingkat keasaman tanah (pH) yang ditoleransi lele dumbo adalah 6,5-8.

5. Kandungan karbondioksida (CO2) dibawah 15 ppm, NH3 sebesar 0,05 ppm,

NO2 sebesar 0,25 ppm, dan NO3 sebesar 250 ppm.

Lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) di habitat aslinya memijah pada awal musim hujan. Rangsangan untuk memijah terjadi akibat

11 peningkatan kedalaman air. Peningkatan kedalaman air ini ditiru di kolam budidaya untuk merangsang lele dumbo agar memijah diluar musim hujan. Proses pemijahan alami di alam terjadi dalam beberapa tahapan. Awalnya ketika musim hujan datang, induk lele dumbo yang sudah siap memijah (matang kelamin dan matang gonad) akan mencari lokasi yang sesuai. Setelah itu, lele dumbo betina meletakkan telur-telurnya di pinggir perairan lokasi pemijahan. Pada saat bersamaan, lele dumbo jantan menyemprotkan spermanya ke telur-telur tersebut. Telur-telur yang telah dibuahi akan menempel di bebatuan atau di tanaman air yang ada di sekitar. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu sekitar 48 jam atau 2-3 hari, tergantung dari suhu perairan. Semakin tinggi suhu perairan, semakin cepat telur menetas. Jumlah benih yang dihasilkan dari pemijahan alami sangat sedikit. Hal ini disebabkan sebagian besar benih yang baru menetas mengalami kematian akibat tidak tahan dengan kondisi perairan yang ekstrim. Sebagian benih yang masih hidup akan menjadi mangsa hewan predator.

Pakan alami lele dumbo adalah binatang-binatang renik seperti kutu air dari kelompok Daphnia, Cladocera, dan Copepoda. Pada dasarnya lele dumbo

termasuk ikan pemakan daging (karnivora). Lele dumbo juga dikenal sebagai ikan kanibal atau biasa memangsa sesamanya yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil. Namun, ketika dibudidayakan di kolam, lele dumbo dapat memakan pakan buatan seperti pelet dan pakan dari limbah peternakan.

Lele dumbo merupakan ikan yang sangat responsif terhadap pakan. Artinya hampir semua pakan yang diberikan sebagai ransum atau pakan sehari-hari akan disantap dengan lahap. Hal ini menyebabkan lele dumbo menjadi cepat besar dalam masa pemeliharaan yang singkat. Keunggulan ini dimanfaatkan para

12 pembudidaya lele dumbo dengan memberi pakan yang mengandung nutrisi yang tinggi untuk meningkatkan laju pertumbuhannya.

Kandungan gizi yang terdapat dalam lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) cukup tinggi. Setiap 100 gr dagingnya mengandung 18,2 gr protein. Dengan begitu, 500 gr lele dumbo berukuran kecil (kira-kira 4 ekor) mengandung 12 gr protein, energi 149 kal, lemak 8,4 gr, dan karbohidrat 6,4 gr. Komposisi gizi sebesar ini jarang dimiliki oleh daging-daging sumber protein lainnya.

2.3. Teknik Pembesaran Lele Dumbo

Teknik pembesaran lele dumbo memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Darseno (2010) adalah:

1. Persiapan kolam tanah

Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dasar dan dinding kolam harus kedap air dan kuat menahan air kolam secara permanen. Tanah dipilih yang tidak porous (dapat menahan air), berstruktur kuat, dan tidak berbatu-batu. Jenis tanah yang baik untuk dijadikan kolam adalah tanah liat atau lempung. Kolam tanah biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan luasan menyesuaikan lahan yang ada. Ketinggian air di kolam tanah idealnya sekitar 1 m dari permukaan tanah dengan kedalaman kolam 1-1,5 m. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor). Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan).

13 2. Pengondisian Kolam

a. Pengapuran Tanah

Setelah kolam selesai dibuat diperlukan pengondisian kolam agar siap untuk ditebari benih lele dumbo. Pemberian kapur ke dalam kolam bertujuan untuk menaikkan pH atau menetralisir tingkat keasaman tanah. Selain itu, pengapuran juga berguna untuk membasmi hama, parasit, dan sumber penyakit yang mungkin dapat menyerang lele dumbo. Kapur yang digunakan berupa kapur yang biasa digunakan pada pertanian, seperti CaCO3, dolomit, kapur tohor (CaO), dan kapur mati Ca(OH)2. Dosis yang

digunakan sekitar 60 gr/m2 atau disesuaikan dengan kadar keasaman (pH)

tanah. Semakin tinggi tingkat keasaman tanah, semakin banyak kapur yang ditebarkan. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata di dasar dan dinding kolam.

b. Pengeringan Kolam

Pengeringan kolam bertujuan untuk membasmi hama dan sumber penyakit yang dapat menyerang lele dumbo. Lama pengeringan sekitar 4 hari dengan asumsi tidak turun hujan atau pada musim kemarau. Proses pengeringan tidak boleh membuat dasar kolam retak-retak, karena akan menyebabkan penyerapan air sangat cepat. Akibatnya air di dalam kolam akan cepat berkurang. Proses pengeringan yang dilakukan pada musim penghujan, tidak perlu menunggu dasar kolam benar-benar kering.

c. Pengisian Air

Pengisian air dilakukan setelah dasar kolam cukup kering. Ketinggian air yang diperlukan untuk pembesaran lele dumbo sekitar satu

14 meter. Air yang digunakan dapat bersumber dari sumur atau sungai dan disedot dengan menggunakan diesel. Setelah proses pengisian air selesai, kolam didiamkan selama 2 hari tanpa ada kegiatan apapun.

d. Pemupukan

Setelah kolam didiamkan selama 2 hari, selanjutnya dilakukan pemupukan terhadap air. Pupuk yang digunakan adalah jenis pupuk panas, yaitu pupuk yang berasal dari kotoran hewan, dalam hal ini kotoran ayam. Dosisnya sekitar 0,5-1 kg/m2. Pada budi daya lele dumbo, pemberian

pupuk urea dan TSP dalam rangkaian pengondisian air kolam tidak diperlukan, sebab kandungan utama yang dimiliki pupuk urea adalah nitrogen. Kadar nitrogen yang berlebihan justru akan menambah tingkat keasaman air. Fungsi pemupukan dalam budidaya lele dumbo adalah sebagai berikut: 1) merangsang pertumbuhan pakan alami, 2)menstabilkan suhu air, 3) menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri patogen.

3. Penebaran Benih

Penebaran benih baru bisa dilakukan setelah 2 hari melewati masa pemupukan pada air. Penebaran dilakukan secara bergiliran dengan tujuan menciptakan waktu panen yang bervariasi. Penghitungan benih lele dumbo dilakukan dengan menggunakan metode sampling, untuk ukuran benih seragam. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Penebaran benih ke dalam kolam menggunakan wadah berbahan plastik. Penebaran benih dilakukan perlahan-lahan dan sangat hati-hati agar benih tidak stres. Posisi orang yang akan menebarkan benih turun ke dalam kolam, lalu wadah plastik yang berisi benih lele dumbo ditidurkan di atas

15 permukaan air. Secara perlahan-lahan wadah benih lele dumbo dimiringkan sedikit dan biarkan benih lele dumbo keluar dengan sendirinya. Jumlah benih yang ditebar tergantung dari luas kolam dan ukuran benih.

4. Pemberian Pakan

Benih lele dumbo yang baru ditebar dipuasakan selama 5 hari. Hal ini dilakukan agar benih yang masih stres dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang baru, sehingga belum diberikan pakan pabrikan. Setelah dipuasakan, benih lele dumbo diberi pakan pelet rendam selama 3-4 hari dengan komposisi satu gelas air untuk 1 kg pelet dan direndam selama 5-10 menit. Periode pemberian pakan berupa pelet biasa diaplikasikan sejak periode pemberian pakan pelet rendam berakhir hingga masa panen. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan l : 9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 1 : 1 : 1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pelet.

5. Pengaturan dan Pemeliharaan Air

Air yang ada di dalam kolam selama sepuluh hari diupayakan agar tidak kemasukan atau terkontaminasi air dari luar kolam. Air dari luar kolam dapat mengubah pH air, suhu, warna air, dan kandungan mikrobiotik serta akan mengundang patogen atau penyebab penyakit. Jika terjadi hujan yang cukup deras, sebaiknya air di dalam kolam dikurangi setinggi 20–25 cm. Selanjutnya lakukan pemupukan ulang dengan dosis 25 persen dari pupuk yang diberikan pada awal pengondisian kolam. Setelah melewati sepuluh hari, baru dilakukan

16 penggantian atau penambahan air. Penambahan air sedikit demi sedikit dilakukan secara berkala. Penggantian atau penambahan air dilakukan setiap lima hari sekali hingga masa panen.

6. Pemanenan

lkan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200-250 gram per ekor dengan panjang 15-20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan jaring. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan di dasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan yang dipasang dikolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum lele dumbo tersebut diangkut untuk dipasarkan. Pengangkutan lele dumbo dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan analisis efisiensi produksi dan pendapatan usaha pembesaran lele dumbo. Penelitian terdahulu bertujuan untuk membedakan antara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

17 2.4.1. Penelitian Tentang Lele dumbo

Rohaeni (2006) melakukan penelitian mengenai kelayakan investasi pengembangan usaha pembesaran lele dumbo di Agro Niaga Insani, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan sumber data primer dan sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Usaha yang meliputi analisis pendapatan usaha, R/C, Payback Period dan analisis

kelayakan usaha yang terdiri atas NPV, Net B/C, IRR serta analisis sensitivitas. Perhitungan analisis usaha menghasilkan pendapatan usaha (keuntungan) sebesar Rp 58.451.900, R/C sebesar 1,39 dan Payback Period sebesar 2,98, sedangkan

perhitungan analisis kelayakan usaha menghasilkan NPV sebesar Rp 118.976.123,41, Net B/C sebesar 1,89 dan IRR sebesar 34,80 persen. Analisis sensitivitas dilakukan sampai pada persentase perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak adalah kenaikan harga pakan sebesar 25,5 persen dan penurunan harga jual sebesar 9,8 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan pada pembesaran lele dumbo di Argo Niaga Insani menguntungkan dan layak untuk dilakukan dan di kembangkan.

Anggraeni (2008) melakukan penelitian mengenai nilai tukar dan tingkat kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Nilai tukar pembudidaya dalam penelitian ini telah memperhitungkan seluruh pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan. Nilai tukar pembudidaya benih ikan lele dumbo cara alami tertinggi terjadi pada bulan Maret 2007 yaitu

18 162,50. Nilai tukar pembudidaya benih ikan lele dumbo cara suntik yang tertinggi terjadi pada bulan Maret dan April 2007 yaitu 212,73. Nilai tukar pembudidaya benih ikan lele dumbo cara alami dan sutik yang terendah masing-masing terjadi pada bulan Oktober dan November 2007 masing-masing sebesar 55,42 dan 74,30. Analisis tingkat kesejahteraan menurut BPS 2003 menyatakan tingkat kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo termasuk tinggi. Merujuk kriteria kemiskinan Bank Dunia kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan berada dibawah garis kemiskinan (100 persen pembudidaya benih cara alami dan 85 persen pembudidaya benih cara suntik). 2.4.2. Penelitian Tentang Efisiensi Produksi dan Pendapatan

Wibawa (2008) melakukan penelitian mengenai efisiensi penggunaan input dan analisis finansial pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. Hasil dari analisis fungsi produksi adalah perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan

input dapat dilakukan karena kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to Scale.

Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur, pakan, TK2 dan TK3. Pada kondisi optimal ini jumlah benih yang digunakan

sebesar 170 ekor per m2 dengan jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124

ekor per m2. Tambahan modal yang dibutuhkan agar kondisi usaha optimal

sebesar Rp 22.462,06 per m2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan pada

kondisi optimal sebesar Rp 70.871,17 per m2. Hasil dari analisis kriteria investasi

menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memberikan manfaat terbesar dengan nilai NPV sebesar

19 Rp 1.174.981.305,75, nilai Net B/C sebesar 34,23, dan IRR sebesar 603,00 persen. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan bahwa pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan harga benih sebesar 167,41 persen. Sedangkan dari hasil finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo layak untuk dilaksanakan.

III. KERANGKA PEMIKIRAN