• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis efisiensi produksi dan pendapatan usaha pembesaran lele dumbo: studi kasus CV Jumbo Bintang Lestari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis efisiensi produksi dan pendapatan usaha pembesaran lele dumbo: studi kasus CV Jumbo Bintang Lestari"

Copied!
245
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN

USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO

(Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari)

IRA TRIA FINANDA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

IRA TRIA FINANDA. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari). Dibimbing oleh NOVINDRA.

Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi perikanan yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor perikanan Indonesia dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu perikanan laut dan perikanan darat yang didalamnya terdapat usaha penangkapan ikan dan budidaya perikanan. Salah satu komoditas unggulan budidaya yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Budidaya lele dumbo mencakup kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembesaran adalah kegiatan pemeliharaan lele untuk mencapai ukuran konsumsi.

CV Jumbo Bintang Lestari merupakan suatu perusahaan perikanan di Kabupaten Bogor yang sedang menjalankan usaha pembesaran lele dumbo yang memiliki pangsa pasar di Jabodetabek. CV Jumbo Bintang Lestari saat ini memasok lele ukuran konsumsi hingga 6-7 ton per hari ke pasar Jabodetabek. Harga penjualan lele dumbo masih tergolong rendah sementara biaya yang digunakan selama pembesaran cukup tinggi. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima oleh CV Jumbo Bintang Lestari menjadi rendah. Tingginya biaya yang dikeluarkan dapat disebabkan oleh penggunaan input-input produksi yang kurang efisien. Seperti penggunaan faktor produksi pupuk, probiotik, dan kapur serta padat tebar yang tidak terkontrol. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta pendapatan dari hasil usaha pembesaran tersebut. Untuk meningkatkan pendapatan dan memaksimalkan keuntungan yang didapatkan oleh usaha pembesaran tersebut maka dibutuhkan studi mengenai efisiensi produksi.

(3)

1,12, nilai tersebut dapat diartikan setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,12. Nilai tersebut cukup rendah, namun masih memberikan keuntungan sehingga layak untuk lebih dikembangkan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak adalah penurunan harga jual lele dumbo ukuran konsumsi lebih besar dari 11,08 persen.

(4)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN

USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO

(Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari)

IRA TRIA FINANDA

H44060351

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Penelitian : Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari)

Nama : Ira Tria Finanda NRP : H44060351

Menyetujui, Pembimbing,

Novindra, SP

NIP: 19811102 200701 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: 19660717 199203 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA

PEMBESARAN LELE DUMBO (Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari)

BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU

LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR

AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG

BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ira Tria Finanda lahir pada tanggal 14 Maret 1988 di

Kota Jambi. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan

Muhammad Najmi, S.Pd dan Farida Yetti, S.Pd. Jenjang pendidikan yang

ditempuh penulis adalah SDN 97 Kota Jambi dengan lulus tahun 2000, kemudian

melanjutkan ke SLTPN 14 Kota Jambi dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun

yang sama penulis melanjutkan ke SMAN 3 Kota Jambi sampai dengan tahun

2006.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Program

mayor yang diambil penulis adalah Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan

program minor adalah Ekonomi Pembangunan. Selama menjadi mahasiswa,

penulis mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain adalah

Organisasi Daerah (OMDA) Himpunan Mahasiswa Jambi sebagai bendahara dan

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai anggota

divisi Badan Olahraga dan Seni periode tahun 2007-2008. Selain itu penulis juga

aktif dalam kegiatan kampus lainnya yaitu panitia acara Olimpiade Mahasiswa

IPB sebagai anggota divisi Acara dan Produksi pada tahun 2008, serta sebagai

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas karunia-Nya dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini

dengan baik. Penelitian ini berjudul “ Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan

Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari)”. Skripsi ini ditulis dengan harapan dapat memberikan informasi tentang

pendapatan yang diperoleh CV Jumbo Bintang Lestari sehingga dapat membantu

pemilik dalam pengambilan keputusan. Penulis menyadari bahwa penyusunan

skripsi ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang dapat

memperbaiki penyusunan skripsi sangat diharapkan oleh penulis.

Bogor, Januari 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan

kelancaran bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo

(Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari) dengan baik. Dengan bimbingan dari

Bapak Novindra, SP, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, papa dan mama, untuk segenap kasih sayang, cinta,

pengorbanan, kesabaran, nasehat, dan doa yang tiada henti bagi penulis agar

selalu dalam lindunganNya serta memperoleh hasil yang terbaik.

2. Bapak Novindra, SP selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik yang membangun

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama dan Bapak Rizal

Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah banyak

memberikan saran dan kritik yang membangun bagi skripsi ini.

4. Bapak Aken Hafian selaku pemilik, Bapak Uwen dan Bapak Dian serta

segenap karyawan CV Jumbo Bintang Lestari yang telah memberikan izin dan

(10)

5. Bapak Jono selaku pegawai Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Bapak

Irwan selaku pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor yang

telah membantu dalam pengumpulan data.

6. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga selaku dosen pembimbing akademik dan

segenap dosen-dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas

ilmu, kesabaran, dan bimbingan yang telah diberikan.

7. Kakakku Yulia Finanda, S.Pi tersayang yang selalu memberikan dorongan,

semangat dan keceriaan serta selalu menemani penulis dalam berbagi

pengalaman hidup.

8. Suci Nurul Hidayat yang telah memberikan kasih sayang, bantuan, dan

motivasi, serta berbagi cerita dengan penulis.

9. Neza F. R, Ervina A dan Dyah Ayu Y. W atas kekeluargaan kita selama ini,

serta Ladies Nova, Tasya, Putri, Pipit, Sasa, atas keceriaan dan berbagi

pengalaman hidup.

10.Teman-teman kosan, kak nayu, kak popy, kak dita, kak dwi, tria, alfin, nela,

teti yang telah menemani penulis.

11.Teman-teman seperjuangan Mba Intan, Mba Ayis, Pipit, Edo, dan Dithe yang

telah bersama-sama mengikuti bimbingan, serta teman-teman ESL 43 atas

semangat yang selalu ada.

(11)

xi

2.4.2. Penelitian Tentang Efisiensi Produksi dan Pendapatan……… 18

III.KERANGKA PEMIKIRAN ………... 20

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ……….. 20

3.1.1. Fungsi Produksi dan Elastisitas ………... 20

3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi……… 25

4.5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Produksi ………... 33

4.5.1.1. Uji Kriteria Ekonometrika………... 42

4.5.β. Analisis Efisiensi Produksi ……….. 49

4.5.3. Analisis Pendapatan dan Rasio Penerimaan Biaya (R/C Rasio)……… 49

4.5.4. Analisis Sensitivitas ………. 51

(12)

xii

V. GAMBARAN UMUM ……….. 56

5.1. Lokasi Perusahaan dan Sejarah Perkembangan ………... 56 5.2. Tata Laksana Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo

Bintang Lestari ………... 58

5.γ. Deskripsi Produk dan Pemasaran ……… 66 5.4. Harapan CV Jumbo Bintang Lestari ………... 67 VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO

BINTANG LESTARI ……….

69 6.1. Analisis Fungsi Produksi ……… 69 6.β. Uji Kriteria Ekonometrika ………... 74 6.3. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ………... 74 VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN

LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI ……….

78

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI ………...

83 8.1. Analisis Biaya Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo

Bintang Lestari ………... 83

8.2. Analisis Penerimaan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV

Jumbo Bintang Lestari ……… 86

8.3. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV

Jumbo Bintang Lestari ……… 87 8.4. Analisis Rasio Penerimaan dengan Biaya ……….. 88 8.5. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Lele

(13)

xiii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi Lele di Kabupaten Bogor Tahun

2006-β009 (dalam ton) ……….. 4

2. Hasil Pendugaan Sementara Fungsi Produksi Cobb Douglas Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari

……….. 70

3. Akar Ciri dan Vektor Ciri ……… 70 4. Analisis Sidik Ragam Fungsi Produksi Cobb Douglas

(Menggunakan Analisis Komponen Utama) Usaha Pembesaran

Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari... 71

5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglas (Menggunakan Analisis Komponen Utama) Usaha Pembesaran

Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari... 72

6. Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial ……….. 73 7. Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan

Marjinal (BKM) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo

Bintang Lestari ………... 78 12. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Lele

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ikan Lele Dumbo ………... 8

2. Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan

Produk Marginal ……… 23

(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; LnX 3;

Ln X4; Ln X5; Ln X6 ……… 95

2. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah Ln X ……… 96

3. Skor Komponen Utama ………. 97

4. Regression Analysis: Ln Y versus W1 ……….. 99

5. Uji Normalitas ………... 99

6. Uji Heteroskedastisitas ……….. 100

7. Rekapitulasi Data Analisis Efisiensi Produksi Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari….. 101

8. Rekapitulasi Data Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari…... 104

9. CV Jumbo Bintang Lestari ……… 107

10. Persiapan Kolam Pembesaran ………... 107

11. Seleksi dan Penebaran Benih Lele Dumbo ………... 108

12. Pemberian Pupuk Cair Super ACI ……… 108

13. Pemberian Pakan ………... 108

14. Proses Pemanenan ………. 109

15. Penanganan Pascapanen ……… 109

(16)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508

pulau dan terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra

Pasifik, memiliki potensi perikanan yang sangat besar untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (www.indonesia.go.id). Sektor perikanan Indonesia

dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu perikanan laut dan perikanan

darat yang didalamnya terdapat usaha penangkapan ikan dan budidaya perikanan.

Perikanan budidaya merupakan suatu sektor yang mampu menggerakkan

perekonomian masyarakat dalam menghasilkan ikan konsumsi. Dibandingkan

dengan subsektor perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor

budidaya memiliki tingkat kesulitan yang lebih rendah.

Salah satu komoditas unggulan budidaya yang berpotensi untuk

dikembangkan adalah Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Lele dumbo banyak

dipilih sebagai komoditas budidaya karena memiliki beberapa keunggulan yaitu

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sebab merupakan bahan konsumsi yang

banyak dibutuhkan masyarakat secara terus-menerus. Selain itu, harga lele dapat

dijangkau lapisan masyarakat ekonomi lemah hingga lapisan masyarakat ekonomi

atas. Selanjutnya usaha budidaya lele memiliki resiko yang cukup ringan

dibandingkan dengan komoditas perikanan yang lain, budidaya tidak memerlukan

teknologi yang tinggi namun cukup sederhana, mudah, dan dapat dilakukan setiap

orang. Keunggulan-keunggulan lain yang dimiliki lele dumbo adalah masa

(17)

2 diperoleh, relatif tahan terhadap penyakit, serta permintaan pasar yang stabil

(Darseno, 2010).

Budidaya lele dumbo biasa dilakukan di kolam air tenang dan mencakup

kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan adalah

proses pemeliharaan sampai menghasilkan benih lele dengan ukuran tertentu (3

cm sampai 10 cm). Kegiatan pendederan adalah proses pemeliharaan benih lele

yang akan digunakan pada kegiatan pembesaran. Sedangkan kegiatan pembesaran

adalah kegiatan pemeliharaan lele untuk mencapai ukuran konsumsi (Anggraeni,

2008).

Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat,

kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan juga semakin meningkat.

Tentu saja permintaan lele yang juga mengandung protein hewani yang tinggi

akan mengalami peningkatan pula. Permintaan lele yang terus meningkat

disebabkan semakin banyak peminat produk lele baik segar maupun olahan, untuk

konsumsi rumah tangga, rumah makan, hingga konsumsi warung pecel lele yang

mampu memperbaiki citra lele sebagai produk perikanan yang higienis.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, Kementerian Kelautan

dan Perikanan (KKP) mengalokasikan sejumlah dana untuk mendongkrak target

produksi perikanan hingga 10 juta ton pada tahun 2011. Tentu saja sektor

perikanan darat dalam hal ini produksi lele juga akan meningkat karena

diadakannya pelatihan wirausaha pemula khusus ikan air tawar yaitu lele yang

berasal dari alokasi dana tersebut. KKP telah menetapkan lima lokasi

(18)

3 sentra-sentra produksi tersebut berada di Bogor, Boyolali, Pacitan, dan Gunung

Kidul.

Terdapat empat upaya yang akan dilakukan KKP dari sisi ekonomi untuk

menggalakkan produksi hingga konsumsi lele. Pertama, menggiatkan budidaya

lele skala kecil hingga menengah yang disebar di beberapa sentra utama. Kedua,

berupaya untuk memasyarakatkan lele sehingga konsumsi terhadap lele

meningkat. Ketiga, mengembangkan industri pengolahan lele. Keempat,

menjadikan lele sebagai sumber pangan yang merambah berbagai kalangan

(www.indonesia.go.id).

Sebagai ikan konsumsi, mayoritas lele dipasarkan dalam bentuk hidup.

Ukuran lele konsumsi secara umum adalah 1 kg setara dengan 6–10 ekor. Permintaan lele untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

(Jabodetabek) setiap hari sekitar 150 ton lele konsumsi. Konsumen terbesar lele

adalah warung tenda atau warung pecel lele. Kebutuhan rata-rata per unit warung

tenda di Jabodetabek berkisar antara 7–8 kg per hari (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Juli 2009).

Konsumsi lele yang semakin meningkat dan produk olahannya secara

langsung mendorong peningkatan produksi lele. Produksi lele di Indonesia

meningkat cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2008

produksi lele mencapai 114.371 ton dan pada tahun 2009 meningkat hingga

75 persen menjadi 200 ribu ton. Target produksi lele sampai tahun 2014 akan

ditingkatkan dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 35 persen

(19)

4 Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi lele

sehingga sangat berpotensi untuk pengembangan usaha budidaya lele.

Perkembangan produksi lele di Kabupaten Bogor dari tahun 2006 sampai tahun

2009 yang mengalami peningkatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Produksi Lele di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2009 (dalam ton)

Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan/Tahun (%)

2006 6.487,07

2007 6.373,75 -1,75

2008 9.744,80 52,89

2009 18.315,02 87,95

Rata-rata Pertumbuhan 46,36

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa produksi lele untuk konsumsi

di Kabupaten Bogor mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 1,75 persen.

Namun dalam kurun waktu tahun 2007 hingga 2009 pertumbuhan produksi terus

mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi lele pada tahun 2007 sebesar

6.373,75 ton mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 9.744,80 ton

(pertumbuhan sebesar 52,89 persen). Begitu pula dengan produksi lele dari tahun

2008-2009 mengalami peningkatan dari 9.774,80 ton menjadi 18. 315,02 ton

(pertumbuhan sebesar 87,95 persen). Adapun rata-rata pertumbuhan produksi lele

dari tahun 2006 hingga 2009 sebesar 46,36 persen. Rata-rata pertumbuhan

produksi lele yang besar tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor adalah

pemasok utama lele untuk wilayah Jabodetabek. Sentra produksi lele terbesar di

Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Parung, Kecamatan Gunung Sindur dan

(20)

5 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat peluang usaha pembesaran

lele khususnya lele dumbo di Kecamatan Gunung Sindur dan Kecamatan Parung.

CV Jumbo Bintang Lestari merupakan salah satu perusahaan perikanan di

Kabupaten Bogor yang sedang menjalankan usaha pembesaran lele dumbo.

Waktu pemeliharaan kegiatan pembesaran lele dumbo yang relatif singkat,

membuat perputaran uang juga berlangsung cukup cepat. Walaupun kegiatan

pembesaran lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan

beberapa faktor produksi. Hal inilah yang membuat alokasi penggunaan input

yang efisien sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal.

1.2. Perumusan Masalah

Usaha pembesaran lele dumbo merupakan salah satu usaha budidaya

perikanan yang berpotensi menguntungkan sehingga pengembangan usaha

tersebut memberikan prospek yang menjanjikan. Pengembangan usaha

pembesaran lele dumbo selain meningkatkan produksi hasil namun perlu juga

memperhatikan peningkatan pendapatan yang diterima perusahaan. Jika usaha

pembesaran tersebut dapat memperoleh pendapatan yang tinggi maka

pembudidaya dapat memperbesar skala usahanya.

Perusahaan perikanan lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari merupakan

pemasok lele terbesar dari Kabupaten Bogor yang memiliki pangsa pasar di

Jabodetabek (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Juli 2009). CV Jumbo

Bintang Lestari saat ini memasok lele ukuran konsumsi hingga 6-7 ton per hari ke

pasar Jabodetabek. Harga lele dumbo untuk pasar Jabodetabek berkisar antara Rp

12.300 per kg sampai Rp 13.000 per kg. Harga penjualan lele dumbo masih

(21)

6 tinggi. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima oleh CV Jumbo Bintang

Lestari menjadi rendah. Tingginya biaya yang dikeluarkan dapat disebabkan oleh

penggunaan input-input produksi yang kurang efisien. Seperti penggunaan faktor

produksi pupuk, probiotik, dan kapur serta padat tebar yang tidak terkontrol. Hal

tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta

pendapatan dari hasil usaha pembesaran tersebut. Untuk meningkatkan

pendapatan dan memaksimalkan keuntungan yang didapatkan oleh usaha

pembesaran tersebut maka dibutuhkan studi mengenai efisiensi produksi.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi usaha pembesaran lele dumbo di

CV Jumbo Bintang Lestari?

2. Bagaimana tingkat efisiensi produksi usaha pembesaran lele dumbo di CV

Jumbo Bintang Lestari?

3. Bagaimana pendapatan usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang

Lestari?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan,

maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha pembesaran lele dumbo

di CV Jumbo Bintang Lestari.

2. Menganalisis efisiensi produksi usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo

Bintang Lestari.

3. Menganalisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang

(22)

7 1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam pengembangan

ilmu ekonomi pertanian.

2. Bagi CV Jumbo Bintang Lestari diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai efisien atau tidaknya produksi yang mereka jalankan saat ini,

sehingga diharapkan dapat menjadi masukan bagi bahan evaluasi dan

pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi CV Jumbo Bintang Lestari.

3. Bagi para pelaku usaha dan pemerintahan diharapkan dapat menjadi motivasi

untuk membuat usaha pembesaran lele dumbo dengan memanfaatkan potensi

yang ada di Kabupaten Bogor.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Hasil pembesaran berupa lele dumbo ukuran konsumsi diasumsikan terjual

seluruhnya.

2. Penelitian ini dilakukan di CV Jumbo Bintang Lestari dan hanya pada unit

usaha pembesaran lele dumbo dengan mengambil sampel selama dua bulan.

3. Data yang digunakan untuk menganalisis efisiensi produksi adalah kolam

pembesaran lele dumbo selama pembesaran di CV Jumbo Bintang Lestari

untuk satu periode pembesaran dua bulan.

4. Data yang digunakan untuk menganalisis pendapatan usaha adalah sebanyak

94 kolam yang ada di CV Jumbo Bintang Lestari.

5. Analisis pendapatan dilakukan pada satu periode pembesaran selama dua

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo

Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya, menurut Mahyuddin (2008)

lele dumbo dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum: Chordata

Kelas: Pisces

Subkelas: Telestoi

Ordo: Ostariophysi

Subordo: Siluroidea

Famili: Clariidae

Genus: Clarias

Spesies: Clarias gariepinus

Sumber: Anonim (2009)

Gambar 1. Ikan Lele Dumbo

Secara umum lele dumbo dikenal sebagai catfish atau ikan berkumis. Tubuh lele

dumbo menurut Mahyuddin (2008) adalah licin, berlendir, tidak bersisik, dan

bersungut atau berkumis. Secara anatomi dan morfologi lele terbagi menjadi 3

bagian, yaitu kepala (cepal), badan (abdomen), dan ekor (caudal).

Lele dumbo merupakan jenis ikan yang berasal dari hasil persilangan

antara lele lokal yang berasal dari Kenya, yaitu di Benua Afrika dengan lele lokal

yang berasal dari Taiwan. Ikan lele dumbo memiliki banyak keunggulan bila

(24)

9 Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal

menurut Prihartono et al (2002) adalah:

1. Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat, pada umur 24 minggu lele dumbo

dapat mencapai berat 180-200 gr, sedangkan lele lokal hanya 40-50 gr.

2. Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya

mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat

2-3 kg.

3. Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat

bertelur 8.000-10.000 butir, sedangkan lele lokal hanya 1.000-4.000 butir.

4. Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan

seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka.

Menurut Khairuman dan Amri (2009) jika terkena sinar warna lele dumbo

berubah menjadi pucat, dan bila terkejut warnanya menjadi loreng seperti mozaik

hitam putih. Ukuran mulut lele dumbo sekitar seperempat dari panjang total

tubuhnya. Disekitar mulut terdapat empat pasang kumis yang berfungsi sebagai

alat peraba. Di bagian tubuhnya dilengkapi dengan sirip tunggal dan sirip

berpasangan. Sirip tunggal berupa sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur yang

berfungsi sebagai alat bantu berenang. Sementara sirip yang berpasangan adalah

sirip dada dan sirip perut. Sirip dada juga dilengkapi dengan sirip yang keras dan

runcing, yang disebut patil. Patil berguna sebagai senjata dan alat bantu bergerak.

2.2. Habitat dan Tingkah Laku Lele Dumbo

Habitat lele dumbo menurut Darseno (2010) adalah perairan tawar, seperti

sungai-sungai, rawa, telaga, waduk, danau, dan genangan-genangan air yang

(25)

10 dan cukup terlindung. Pada siang hari, lele dumbo lebih banyak berdiam diri dan

memilih tempat yang tersembunyi atau gelap. Pada malam hari, justru mulai sibuk

beraktivitas dan mencari makan. Hal ini dikarenakan ikan ini tergolong binatang

noktural atau binatang yang aktif pada malam hari.

Lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) memiliki insang

tambahan yang sering disebut dengan arborescent atau labirin. Insang tambahan

ini memungkinkan lele dumbo dapat hidup di dalam lumpur atau di air yang

hanya mengandung sedikit oksigen. Lele dumbo juga mampu hidup di luar air

(darat) selama beberapa jam, asalkan udara di sekitarnya cukup lembab. Semua

kelebihan tersebut membuat ikan ini tidak memerlukan kualitas air yang jernih

atau air mengalir ketika dipelihara di dalam kolam. Oleh karena itu, lele dumbo

dapat juga dipelihara di perairan yang kualitas airnya sangat buruk.

Para ahli perikanan tetap memberi syarat dari kualitas air (kimia maupun

fisika) yang harus dipenuhi jika ingin sukses membudidayakan lele dumbo.

Beberapa syarat tersebut adalah:

1. Suhu yang cocok untuk memelihara lele dumbo adalah 20-300 C.

2. Suhu optimum untuk kehidupan lele dumbo adalah 270 C.

3. Kandungan oksigen terlarut di dalam air minimum sebanyak 3 ppm (milligram

per liter).

4. Tingkat keasaman tanah (pH) yang ditoleransi lele dumbo adalah 6,5-8.

5. Kandungan karbondioksida (CO2) dibawah 15 ppm, NH3 sebesar 0,05 ppm,

NO2 sebesar 0,25 ppm, dan NO3 sebesar 250 ppm.

Lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) di habitat aslinya

(26)

11 peningkatan kedalaman air. Peningkatan kedalaman air ini ditiru di kolam

budidaya untuk merangsang lele dumbo agar memijah diluar musim hujan. Proses

pemijahan alami di alam terjadi dalam beberapa tahapan. Awalnya ketika musim

hujan datang, induk lele dumbo yang sudah siap memijah (matang kelamin dan

matang gonad) akan mencari lokasi yang sesuai. Setelah itu, lele dumbo betina

meletakkan telur-telurnya di pinggir perairan lokasi pemijahan. Pada saat

bersamaan, lele dumbo jantan menyemprotkan spermanya ke telur-telur tersebut.

Telur-telur yang telah dibuahi akan menempel di bebatuan atau di tanaman air

yang ada di sekitar. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu sekitar 48 jam atau

2-3 hari, tergantung dari suhu perairan. Semakin tinggi suhu perairan, semakin

cepat telur menetas. Jumlah benih yang dihasilkan dari pemijahan alami sangat

sedikit. Hal ini disebabkan sebagian besar benih yang baru menetas mengalami

kematian akibat tidak tahan dengan kondisi perairan yang ekstrim. Sebagian benih

yang masih hidup akan menjadi mangsa hewan predator.

Pakan alami lele dumbo adalah binatang-binatang renik seperti kutu air

dari kelompok Daphnia, Cladocera, dan Copepoda. Pada dasarnya lele dumbo

termasuk ikan pemakan daging (karnivora). Lele dumbo juga dikenal sebagai ikan

kanibal atau biasa memangsa sesamanya yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil.

Namun, ketika dibudidayakan di kolam, lele dumbo dapat memakan pakan buatan

seperti pelet dan pakan dari limbah peternakan.

Lele dumbo merupakan ikan yang sangat responsif terhadap pakan.

Artinya hampir semua pakan yang diberikan sebagai ransum atau pakan

sehari-hari akan disantap dengan lahap. Hal ini menyebabkan lele dumbo menjadi cepat

(27)

12 pembudidaya lele dumbo dengan memberi pakan yang mengandung nutrisi yang

tinggi untuk meningkatkan laju pertumbuhannya.

Kandungan gizi yang terdapat dalam lele dumbo menurut Khairuman dan

Amri (2009) cukup tinggi. Setiap 100 gr dagingnya mengandung 18,2 gr protein.

Dengan begitu, 500 gr lele dumbo berukuran kecil (kira-kira 4 ekor) mengandung

12 gr protein, energi 149 kal, lemak 8,4 gr, dan karbohidrat 6,4 gr. Komposisi gizi

sebesar ini jarang dimiliki oleh daging-daging sumber protein lainnya.

2.3. Teknik Pembesaran Lele Dumbo

Teknik pembesaran lele dumbo memiliki beberapa hal yang perlu

diperhatikan menurut Darseno (2010) adalah:

1. Persiapan kolam tanah

Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan

tanah dasar kolam dan meratakannya. Dasar dan dinding kolam harus kedap air

dan kuat menahan air kolam secara permanen. Tanah dipilih yang tidak porous

(dapat menahan air), berstruktur kuat, dan tidak berbatu-batu. Jenis tanah yang

baik untuk dijadikan kolam adalah tanah liat atau lempung. Kolam tanah biasanya

berbentuk empat persegi panjang dengan luasan menyesuaikan lahan yang ada.

Ketinggian air di kolam tanah idealnya sekitar 1 m dari permukaan tanah dengan

kedalaman kolam 1-1,5 m. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi

bagian-bagian kolam yang bocor). Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele)

sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan

(28)

13 2. Pengondisian Kolam

a. Pengapuran Tanah

Setelah kolam selesai dibuat diperlukan pengondisian kolam agar

siap untuk ditebari benih lele dumbo. Pemberian kapur ke dalam kolam

bertujuan untuk menaikkan pH atau menetralisir tingkat keasaman tanah.

Selain itu, pengapuran juga berguna untuk membasmi hama, parasit, dan

sumber penyakit yang mungkin dapat menyerang lele dumbo. Kapur yang

digunakan berupa kapur yang biasa digunakan pada pertanian, seperti

CaCO3, dolomit, kapur tohor (CaO), dan kapur mati Ca(OH)2. Dosis yang

digunakan sekitar 60 gr/m2 atau disesuaikan dengan kadar keasaman (pH)

tanah. Semakin tinggi tingkat keasaman tanah, semakin banyak kapur yang

ditebarkan. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata di dasar dan

dinding kolam.

b. Pengeringan Kolam

Pengeringan kolam bertujuan untuk membasmi hama dan sumber

penyakit yang dapat menyerang lele dumbo. Lama pengeringan sekitar 4

hari dengan asumsi tidak turun hujan atau pada musim kemarau. Proses

pengeringan tidak boleh membuat dasar kolam retak-retak, karena akan

menyebabkan penyerapan air sangat cepat. Akibatnya air di dalam kolam

akan cepat berkurang. Proses pengeringan yang dilakukan pada musim

penghujan, tidak perlu menunggu dasar kolam benar-benar kering.

c. Pengisian Air

Pengisian air dilakukan setelah dasar kolam cukup kering.

(29)

14 meter. Air yang digunakan dapat bersumber dari sumur atau sungai dan

disedot dengan menggunakan diesel. Setelah proses pengisian air selesai,

kolam didiamkan selama 2 hari tanpa ada kegiatan apapun.

d. Pemupukan

Setelah kolam didiamkan selama 2 hari, selanjutnya dilakukan

pemupukan terhadap air. Pupuk yang digunakan adalah jenis pupuk panas,

yaitu pupuk yang berasal dari kotoran hewan, dalam hal ini kotoran ayam.

Dosisnya sekitar 0,5-1 kg/m2. Pada budi daya lele dumbo, pemberian

pupuk urea dan TSP dalam rangkaian pengondisian air kolam tidak

diperlukan, sebab kandungan utama yang dimiliki pupuk urea adalah

nitrogen. Kadar nitrogen yang berlebihan justru akan menambah tingkat

keasaman air. Fungsi pemupukan dalam budidaya lele dumbo adalah

sebagai berikut: 1) merangsang pertumbuhan pakan alami, 2)menstabilkan

suhu air, 3) menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri patogen.

3. Penebaran Benih

Penebaran benih baru bisa dilakukan setelah 2 hari melewati masa

pemupukan pada air. Penebaran dilakukan secara bergiliran dengan tujuan

menciptakan waktu panen yang bervariasi. Penghitungan benih lele dumbo

dilakukan dengan menggunakan metode sampling, untuk ukuran benih seragam.

Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat

udara tidak panas. Penebaran benih ke dalam kolam menggunakan wadah

berbahan plastik. Penebaran benih dilakukan perlahan-lahan dan sangat hati-hati

agar benih tidak stres. Posisi orang yang akan menebarkan benih turun ke dalam

(30)

15 permukaan air. Secara perlahan-lahan wadah benih lele dumbo dimiringkan

sedikit dan biarkan benih lele dumbo keluar dengan sendirinya. Jumlah benih

yang ditebar tergantung dari luas kolam dan ukuran benih.

4. Pemberian Pakan

Benih lele dumbo yang baru ditebar dipuasakan selama 5 hari. Hal ini

dilakukan agar benih yang masih stres dapat menyesuaikan dengan lingkungan

yang baru, sehingga belum diberikan pakan pabrikan. Setelah dipuasakan, benih

lele dumbo diberi pakan pelet rendam selama 3-4 hari dengan komposisi satu

gelas air untuk 1 kg pelet dan direndam selama 5-10 menit. Periode pemberian

pakan berupa pelet biasa diaplikasikan sejak periode pemberian pakan pelet

rendam berakhir hingga masa panen. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak

2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan

frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat

dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan l : 9

atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan

perbandingan 1 : 1 : 1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pelet.

5. Pengaturan dan Pemeliharaan Air

Air yang ada di dalam kolam selama sepuluh hari diupayakan agar tidak

kemasukan atau terkontaminasi air dari luar kolam. Air dari luar kolam dapat

mengubah pH air, suhu, warna air, dan kandungan mikrobiotik serta akan

mengundang patogen atau penyebab penyakit. Jika terjadi hujan yang cukup

deras, sebaiknya air di dalam kolam dikurangi setinggi 20–25 cm. Selanjutnya lakukan pemupukan ulang dengan dosis 25 persen dari pupuk yang diberikan pada

(31)

16 penggantian atau penambahan air. Penambahan air sedikit demi sedikit dilakukan

secara berkala. Penggantian atau penambahan air dilakukan setiap lima hari sekali

hingga masa panen.

6. Pemanenan

lkan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130

hari, dengan bobot antara 200-250 gram per ekor dengan panjang 15-20 cm.

Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan

berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan

menggunakan jaring. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas

bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan di dasar kolam, pada waktu air kolam

disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan

mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan

pada wadah berupa ayakan yang dipasang dikolam yang airnya terus mengalir

untuk diistirahatkan sebelum lele dumbo tersebut diangkut untuk dipasarkan.

Pengangkutan lele dumbo dapat dilakukan dengan menggunakan karamba,

pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan

jumlah air yang sedikit.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya yang berkaitan dengan analisis efisiensi produksi dan pendapatan

usaha pembesaran lele dumbo. Penelitian terdahulu bertujuan untuk membedakan

antara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang pernah dilakukan

(32)

17 2.4.1. Penelitian Tentang Lele dumbo

Rohaeni (2006) melakukan penelitian mengenai kelayakan investasi

pengembangan usaha pembesaran lele dumbo di Agro Niaga Insani, Kabupaten

Bogor. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan sumber data

primer dan sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Usaha

yang meliputi analisis pendapatan usaha, R/C, Payback Period dan analisis

kelayakan usaha yang terdiri atas NPV, Net B/C, IRR serta analisis sensitivitas.

Perhitungan analisis usaha menghasilkan pendapatan usaha (keuntungan) sebesar

Rp 58.451.900, R/C sebesar 1,39 dan Payback Period sebesar 2,98, sedangkan

perhitungan analisis kelayakan usaha menghasilkan NPV sebesar Rp

118.976.123,41, Net B/C sebesar 1,89 dan IRR sebesar 34,80 persen. Analisis

sensitivitas dilakukan sampai pada persentase perubahan harga yang

menyebabkan usaha tidak layak. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa

perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak adalah kenaikan harga

pakan sebesar 25,5 persen dan penurunan harga jual sebesar 9,8 persen. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan pada pembesaran lele

dumbo di Argo Niaga Insani menguntungkan dan layak untuk dilakukan dan di

kembangkan.

Anggraeni (2008) melakukan penelitian mengenai nilai tukar dan tingkat

kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor. Nilai tukar pembudidaya dalam penelitian ini telah

memperhitungkan seluruh pendapatan dan pengeluaran rumah tangga

pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan. Nilai tukar pembudidaya

(33)

18 162,50. Nilai tukar pembudidaya benih ikan lele dumbo cara suntik yang tertinggi

terjadi pada bulan Maret dan April 2007 yaitu 212,73. Nilai tukar pembudidaya

benih ikan lele dumbo cara alami dan sutik yang terendah masing-masing terjadi

pada bulan Oktober dan November 2007 masing-masing sebesar 55,42 dan 74,30.

Analisis tingkat kesejahteraan menurut BPS 2003 menyatakan tingkat

kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo termasuk tinggi. Merujuk

kriteria kemiskinan Bank Dunia kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele

dumbo di Desa Babakan berada dibawah garis kemiskinan (100 persen

pembudidaya benih cara alami dan 85 persen pembudidaya benih cara suntik).

2.4.2. Penelitian Tentang Efisiensi Produksi dan Pendapatan

Wibawa (2008) melakukan penelitian mengenai efisiensi penggunaan

input dan analisis finansial pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan

Ciseeng. Hasil dari analisis fungsi produksi adalah perlu dilakukan efisiensi dalam

penggunaan input agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan

input dapat dilakukan karena kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di

Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to Scale.

Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur,

pakan, TK2 dan TK3. Pada kondisi optimal ini jumlah benih yang digunakan

sebesar 170 ekor per m2 dengan jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124

ekor per m2. Tambahan modal yang dibutuhkan agar kondisi usaha optimal

sebesar Rp 22.462,06 per m2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan pada

kondisi optimal sebesar Rp 70.871,17 per m2. Hasil dari analisis kriteria investasi

menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan

(34)

19 Rp 1.174.981.305,75, nilai Net B/C sebesar 34,23, dan IRR sebesar 603,00

persen. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan bahwa

pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan

sewa dan pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan

harga benih sebesar 167,41 persen. Sedangkan dari hasil finansial dapat

(35)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam

menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

biaya, dan pendapatan.

3.1.1. Fungsi Produksi dan Elastisitas

Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumberdaya yang

digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut faktor-faktor produksi.

Secara umum faktor-faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja dan

modal.

Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y)

dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan (dependent variable)

biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan (independent variable)

biasanya berupa input. Secara umum untuk menghasilkan suatu output diperlukan

lebih dari satu input. Fungsi produksi yang baik hendaknya dapat

dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara fisik dan ekonomi,

mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi. Secara matematis fungsi

produksi dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

Y= f (X1, X2, ..., Xi, ..., Xn)

Keterangan:

Y = output

(36)

21 Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh

berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering digunakan (Soekartawi, 1990)

sebagai berikut:

a. Fungsi Produksi Linear

Rumus matematis dari fungsi produksi linear adalah sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, Xi, ...., Xn)

Dimana:

Y = variabel yang dijelaskan (dependent variable); dan X = variabel yang menjelaskan (independent variable)

Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi

produksi linear sederhana dan linear berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah

variabel X yang dipakai dalam model. Fungsi produksi linear sederhana adalah

bila hanya satu variabel X yang dipakai dalam model.

Dalam praktek, penggunaan garis linear sederhana ini banyak dipakai

untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua

variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dengan mudah

dilakukan dan hasilnya lebih mudah dimengerti secara cepat. Sedangkan

kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai di

dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel yang lain, maka

peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan dalam

model tersebut (Soekartawi, 1990).

Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasa menggunakan garis linear

berganda atau garis regresi berganda (multiple regression). Berbeda dengan garis

(37)

22 dalam regresi berganda ini lebih dari satu. Secara matematis hal ini dapat ditulis

sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, ..., Xi, ... Xn); atau

Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + biXi + ... + bnXn

Dimana:

Y = variabel yang dijelaskan (dependent variable) X = variabel yang menjelaskan (independent variable)

Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan

model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang

baik.

b. Fungsi Produksi Kuadratik

Rumus matematis dari fungsi produksi kuadratik biasanya dituliskan

sebagai berikut:

Y = f (Xi); atau dapat dituliskan

Y = a + bX + cX2

Dimana:

Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b, c = parameter yang diduga.

Berbeda dengan garis linear (sederhana dan berganda) yang tidak

mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai

maksimum. Dalam proses produksi pertanian, di mana berlaku hukum kenaikkan

hasil yang semakin berkurang, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai

berikut:

(38)

23 Nilai parameter c yang negatif menunjukkan kaidah kenaikan hasil yang

berkurang tersebut. Fungsi produksi kuadratik juga disebut dengan fungsi

produksi polinominal kuadratik.

Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi

Soekartawi (1990). Hubungan antara output dengan satu input variabel (input

lainnya tetap) ditunjukkan pada Gambar 2.

Y (output)

Produksi Total

I II III

> 1 0< < 1 < 0

Produksi rata-rata X (input) Produksi marjinal

Sumber : Soekartawi (1990)

Gambar 2. Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marginal

Gambar 2 menjelaskan hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata

dan Produk Marginal yang terdiri dari tiga daerah yang menunjukkan elastisitas

produksi yang besarnya berbeda-beda. Daerah produksi I mempunyai nilai

elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor

produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar

dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum dicapai, karena produksi

masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak oleh

(39)

24 semakin meningkat dan pada daerah ini produksi marginal mencapai maksimum

(Soekartawi, 1990).

Daerah produksi II mempunyai nilai elastisitas produksi bernilai antara nol

sampai satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen

akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling

rendah nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini

akan tercapai keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah yang

rasional karena produsen memiliki kesempatan untuk menetapkan tingkat

produksi yang dapat mencapai keuntungan maksimum. Pada daerah II produksi

marginal dan produksi rata-rata semakin menurun tetapi produksi total semakin

meningkat sampai mencapai nilai maksimum (Soekartawi, 1990). Pada daerah II

berlaku Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang (The Law of

Diminishing Return atau Diminishing Productivity). Hukum ini menjelaskan

bahwa jika faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu ditambahkan terus

menerus pada faktor produksi tetap maka akan dicapai suatu kondisi dimana

setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan

tambahan jumlah produksi/satuan yang besarnya semakin berkurang.

Daerah produksi III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari

nol, artinya penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan

jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian

faktor-faktor produksi yang tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional. Pada

daerah III produksi total, produksi marginal dan produksi rata-rata mengalami

penurunan. Jika lama kelamaan faktor produksi terus ditambah maka produksi

(40)

25 Elastisitas produksi menurut Soekartawi (1990) adalah (Ep) merupakan

persentase perubahan dari ouput sebagai akibat dari persentase perubahan input.

Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut:

Ep = ∆

/

;

atau

Ep =

∆ ∆ *

Karena ∆

∆ adalah Produk Marginal, maka besarnya Ep tergantung dari

besar kecilnya Produk Marginal dari suatu input, misalnya input X.

3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

Konsep efisiensi menurut Soekartawi (2002) mengandung tiga pengertian

yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis

ditujukan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga

produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat

memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misal karena pengaruh

harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksi

secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat

penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum.

Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila petani

menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitasnya akan

semakin tinggi.

Efisiensi menurut Soekartawi (2002) diartikan sebagai upaya penggunaan

input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya.

(41)

26 produk marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P) tersebut

atau secara matematis dapat dituliskan:

NPMx = Px; atau

� = 1

Efisiensi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi harga atau

allocative efficiency, atau sering disebut sebagai price efficiency. Terdapat dua hal

yang perlu diperhatikan sebelum analisis efisiensi ini dikerjakan, yaitu:

1. Tingkat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi; dan

2. Perbandingan (nisbah) antara harga input dan harga output sebagai upaya

untuk mencapai indikator efisiensi.

Penggunaan input yang optimum Soekartawi (2002) dapat dicari dengan

melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang digunakan dengan

satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. Secara matematis dapat dituliskan

sebagai berikut:

ΔY.Py = ΔX. Px; atau �

� =

� ;

Dimana:

Y = output X = input

Δ

Y = tambahan output

Δ

X = tambahan input Py = harga output Px = harga input ΔY

(42)

27 Keuntungan (K) adalah selisih antara penerimaan total (PT) dan

biaya-biaya (B). Biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya-biaya tetap (BT) dan

biaya tetap total(BTT). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kt = PT – B

= PT – BT – BTT

Karena PT adalah produksi total dikalikan harga dan biaya produksi

adalah banyaknya input dikalikan harganya, maka persamaan dapat dituliskan:

Kt = Py.Y – (PxiXi+ ….. + Pxn.Xn) - (PxkiXki+ ….. + Pxkn.Xkn) Dimana:

Py = harga produksi Y Y = jumlah produksi output Pxi…n = harga input tidak tetap Xi…n Xi…n = jumlah input tidak tetap dari Xi…n PxiXi = biaya tetap

Pxki…n = harga input tetap Xki…n Xki..n = jumlah input tetap dari Xki..n Pxki.Xki = biaya tetap total

Kt = keuntungan

Biaya tetap total dianggap konstanta sehingga keuntungan maksimum

tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan dari fungsi keuntungan

terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Persamaan di atas

menjadi:

= Py − Px = 0 ; i = , , , …..n

Py = Pxi

Dimana adalah produk marjinal faktor produksi ke-i

(43)

28 Dimana:

Py.PMxi = nilai produk marjinal xi (NPMxi)

Pxi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinal xi (BKMxi)

Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi:

PMxi = �

Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya nilai marjinal

produk.

Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian

faktor produksi, maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut:

NPMxi = BKMxi

� = 1

Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi misalnya n faktor produksi,

maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila:

� 1

Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukkan penggunaan

faktor produksi telah melebihi batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan

lebih besar dari tambahan penerimaannya. Produsen yang rasional akan

mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga kondisi NPM sama dengan

BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, menunjukkan

kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan

menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama

(44)

29 3.1.3. Konsep Penerimaan, Biaya dan Pendapatan

Pendapatan kotor usahatani menurut (Soekartawi et al, 1986) adalah hasil

perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan

pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor dan

pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih mengukur imbalan yang diperoleh

keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, Pengelolaan dan

modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani.

Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai

usahatani yang menunjukkan kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang

tunai.

Terdapat empat pengelompokkan biaya menurut Hernanto (1996), yaitu

biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya

diperhitungkan). Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi

oleh perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat

berupa sewa lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost

besarnya akan selalu berubah tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan.

Bentuk biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya

pengadaan benih, biaya tenaga kerja, dan biaya obat-obatan. Biaya tunai adalah

biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap

maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih,

biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya diperhitungkan

merupakan pengeluaran secara tidak tunai dikeluarkan. Biaya ini juga dapat

termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya diperhitungkan adalah

(45)

30 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha pembesaran lele dumbo merupakan salah satu jenis usaha yang

dilakukan oleh CV Jumbo Bintang Lestari selain sebagai pemasar lele dumbo dan

produksi pakan ikan. Pada penelitian ini total penerimaan yang diteliti hanya

penerimaan dari hasil penjualan lele dumbo. Untuk menghasilkan semua output

tersebut dibutuhkan input–input yang merupakan penggunaan faktor-faktor produksi. Penggunaan faktor-faktor produksi diantaranya yaitu padat penebaran,

pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur. Faktor produksi

tersebut berupa biaya yang harus dibayar oleh usaha tersebut. Alokasi penggunaan

input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi. Namun, diduga

terdapat inefisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Analisis

efisiensi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi

produksi untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap model

produksi pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari agar dapat

menentukan arah dari usaha tersebut. Selain analisis efisiensi, diperlukan juga

analisis pendapatan secara keseluruhan untuk melihat keuntungan yang didapat

oleh pembudidaya dilihat dari selisih penerimaan dan biaya secara keseluruhan,

kemudian melihat juga imbangan penerimaan dan biaya. Hasil dari analisis

efisiensi dan analisis pendapatan akan dapat melihat perubahan kesejahteraan

pembudidaya CV Jumbo Bintang Lestari. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar

(46)

31

Keterangan: --- Hubungan tidak langsung Hubungan langsung Sumber: Penulis (2010)

(47)

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Studi kasus penelitian ini dilakukan pada perusahaan perikanan usaha

pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa

Cibinong Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi

penelitian ini dipilih secara tertuju (purposive) dengan memperhatikan bahwa

usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari sudah berdiri cukup

lama dengan skala usaha yang besar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

April-Januari 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik

usaha, tenaga kerja dan pengamatan secara langsung di CV Jumbo Bintang

Lestari. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan dan catatan produksi di

CV Jumbo Bintang Lestari bulan Mei sampai Juni tahun 2010 dan dari kantor

Kementerian Kelautan dan Perikanan serta kantor pemerintahan lain yang terkait

dengan penelitian.

4.3. Penentuan Jumlah Pengamatan

Data sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 59 kolam yang

terdapat pada CV Jumbo Bintang Lestari untuk melihat efisiensi produksi usaha

pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Selain itu digunakan data

kolam lele dumbo dalam satu periode pembesaran selama dua bulan yaitu 94

(48)

33 menganalisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang

Lestari. Pemilihan jumlah pengamatan diambil secara purposive.

4.4. Pengumpulan Data

Waktu dalam mengumpulkan data adalah selama dua bulan yaitu pada

bulan Mei sampai Juni. Lokasi dalam mengumpulkan data yaitu di perusahaan

perikanan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Pihak-pihak

yang dilibatkan dalam pengumpulan data adalah pemilik usaha pembesaran lele

dumbo dan tenaga kerja setempat.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder dari hasil penelitian.

Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan

usaha pembesaran lele dumbo di daerah penelitian yang diuraikan secara

deskriptif. Sementara, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis

fungsi produksi, efisiensi produksi, dan analisis pendapatan usaha pembesaran

lele dumbo. Analisis dilakukan dengan bantuan Microsoft excell 2007, program

komputer Minitab 15 dan E-Views.

4.5.1. Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Produksi

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi

produksi Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas menurut Soekartawi (2002) adalah

suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel

yang satu disebut variabel dependen yaitu variabel yang dijelaskan (Y) dan yang

lain disebut variabel independen yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan

(49)

34 dipengaruhi oleh variasi dari X. Kaidah-kaidah dalam regresi juga berlaku dalam

penyelesaian fungsi Cobb Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat

dituliskan:

Y = aX1b1 X2b2 ... Xibi ... Xnbn eu

= a πXibi eu………..……. (1) Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka :

Y = f (X1, X2, …, Xi, …, Xn) ……….. (β) Dimana :

Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a,b = besaran yang akan diduga u = kesalahan (disturbance term) e = logaritma natural; e = 2, 718

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (1), maka persamaan

tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan

persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas, adalah:

Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + u ………... (γ) Dengan demikian persamaan di atas dapat dengan mudah diselesaikan

dengan cara regresi berganda. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu

dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, untuk itu ada

ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi

Cobb-Douglas, yaitu :

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, karena logaritma dari nol

adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).

2. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi

(50)

35 lebih dari satu model (model yang digunakan adalah Cobb-Douglas), maka

perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan

garis (slope) model tersebut.

3. Tiap variabel X adalah perfect competition.

4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup

pada faktor kesalahan, u.

Pentingnya penggunaan fungsi Cobb Douglas dalam pendugaan produksi

usahatani yaitu:

a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan

fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik.

b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan

koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas.

c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran Return to

Scale.

Akan tetapi fungsi Cobb-Douglas ini juga memiliki kelemahan (limitasi).

Soekartawi (2002) menyatakan kelemahan dari fungsi Cobb-Douglas umumnya

terletak pada permasalahan pendugaan yang melibatkan kaidah metode kuadrat

terkecil, misalnya kesalahan pengukuran variabel, multikolinearitas, dan

sebagainya. Secara garis besar, permasalahan yang umum dijumpai (kelemahan)

dalam fungsi Cobb-Douglas adalah :

1. Spesifikasi variabel yang keliru. Hal ini akan menghasilkan elastisitas

produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi

yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinearitas pada

(51)

36 2. Kesalahan pengukuran variabel. Kesalahan ini terletak pada validitas data,

apakah data yang dipakai sudah benar atau sebaliknya, terlalu ekstrim ke atas

atau ke bawah. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran

elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.

3. Bias terhadap variabel manajemen. Dalam praktek, faktor manajemen

merupakan faktor yang juga penting untuk meningkatkan produksi. Tetapi

variabel ini kadang sulit diukur dan dipakai sebagai variabel independen

dalam pendugaan fungsi Cobb-Douglas karena variabel ini erat hubungannya

dengan penggunaan variabel independen yang lain. Misalnya dalam bidang

pertanian, manajemen dalam menggunakan pupuk, bibit, alokasi pengeluaran

uang untuk kegiatan berproduksi yang lain dan alokasi penggunaan tanah,

akan mendorong besaran efisiensi teknik dari fungsi produksi ke arah atas.

Variabel manajemen erat hubungannya dengan proses pengambilan

keputusan dalam pengalokasian variabel input, maka menghilangkan variabel

ini dalam fungsi pendugaan akan menghasilkan hasil dugaan yang bias.

4. Multikolinearitas, dalam praktek masalah kolinearitas ini sulit dihindarkan

walaupun pada umumnya telah diusahakan agar besaran korelasi antara

variabel independen tidak terlalu tinggi, misalnya dengan memperbaiki

spesifikasi dari variabel yang dipakai.

5. Data, data yang dipakai merupakan limitasi yang tidak kalah penting dalam

penggunaan fungsi Cobb-Douglas. Misalnya :

- Bila data cross-section yang dipakai maka data harus mempunyai cukup

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Produksi Lele di Kabupaten Bogor Tahun 2006-
Gambar 2.  Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk
Gambar 3.  Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 2. Hasil Pendugaan Sementara Fungsi Produksi Cobb Douglas Usaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan besar produksi usaha ternak kambing; untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat kambing; untuk

Tujuan dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi benih ikan lele di Kabupaten Sleman adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor produksi

Faktor kelemahan yang paling berpengaruh pada prospek budidaya pembesaran ikan lele di Desa Wonosari adalah belum adanya produksi benih secara mandiri dengan skor

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha pembesaran ikan nila belum efisien dengan tingkat efisiensi teknis rata-rata sebesar 0,68;

Daryanto, dan Kuntjoro secara umum faktor produksi paling berpengaruh terhadap produksi cabai merah besar, kemudian faktor inefisiensi, dan terakhir faktor risiko;

Tujuan selanjutnya adalah untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi yaitu bibit ayam (DOC) pakan, vaksin, obat-obatan dan vitamin, tenaga kerja, listrik,

Variabel keragaan produksi yang diamati dalam penelitian yaitu : Perkembangan usaha pembesaran ikan mas pada sistem kolam air deras di Kecamatan Cijambe, faktor produksi

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan besar produksi usaha ternak kambing; untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat kambing; untuk