ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN
USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO
(Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari)
IRA TRIA FINANDA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
IRA TRIA FINANDA. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari). Dibimbing oleh NOVINDRA.
Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi perikanan yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor perikanan Indonesia dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu perikanan laut dan perikanan darat yang didalamnya terdapat usaha penangkapan ikan dan budidaya perikanan. Salah satu komoditas unggulan budidaya yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Budidaya lele dumbo mencakup kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembesaran adalah kegiatan pemeliharaan lele untuk mencapai ukuran konsumsi.
CV Jumbo Bintang Lestari merupakan suatu perusahaan perikanan di Kabupaten Bogor yang sedang menjalankan usaha pembesaran lele dumbo yang memiliki pangsa pasar di Jabodetabek. CV Jumbo Bintang Lestari saat ini memasok lele ukuran konsumsi hingga 6-7 ton per hari ke pasar Jabodetabek. Harga penjualan lele dumbo masih tergolong rendah sementara biaya yang digunakan selama pembesaran cukup tinggi. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima oleh CV Jumbo Bintang Lestari menjadi rendah. Tingginya biaya yang dikeluarkan dapat disebabkan oleh penggunaan input-input produksi yang kurang efisien. Seperti penggunaan faktor produksi pupuk, probiotik, dan kapur serta padat tebar yang tidak terkontrol. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta pendapatan dari hasil usaha pembesaran tersebut. Untuk meningkatkan pendapatan dan memaksimalkan keuntungan yang didapatkan oleh usaha pembesaran tersebut maka dibutuhkan studi mengenai efisiensi produksi.
1,12, nilai tersebut dapat diartikan setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,12. Nilai tersebut cukup rendah, namun masih memberikan keuntungan sehingga layak untuk lebih dikembangkan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak adalah penurunan harga jual lele dumbo ukuran konsumsi lebih besar dari 11,08 persen.
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN
USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO
(Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari)
IRA TRIA FINANDA
H44060351
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Penelitian : Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari)
Nama : Ira Tria Finanda NRP : H44060351
Menyetujui, Pembimbing,
Novindra, SP
NIP: 19811102 200701 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: 19660717 199203 1 003
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA
PEMBESARAN LELE DUMBO (Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari)
BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU
LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH
PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ira Tria Finanda lahir pada tanggal 14 Maret 1988 di
Kota Jambi. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan
Muhammad Najmi, S.Pd dan Farida Yetti, S.Pd. Jenjang pendidikan yang
ditempuh penulis adalah SDN 97 Kota Jambi dengan lulus tahun 2000, kemudian
melanjutkan ke SLTPN 14 Kota Jambi dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan ke SMAN 3 Kota Jambi sampai dengan tahun
2006.
Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Program
mayor yang diambil penulis adalah Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan
program minor adalah Ekonomi Pembangunan. Selama menjadi mahasiswa,
penulis mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain adalah
Organisasi Daerah (OMDA) Himpunan Mahasiswa Jambi sebagai bendahara dan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai anggota
divisi Badan Olahraga dan Seni periode tahun 2007-2008. Selain itu penulis juga
aktif dalam kegiatan kampus lainnya yaitu panitia acara Olimpiade Mahasiswa
IPB sebagai anggota divisi Acara dan Produksi pada tahun 2008, serta sebagai
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas karunia-Nya dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan baik. Penelitian ini berjudul “ Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan
Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari)”. Skripsi ini ditulis dengan harapan dapat memberikan informasi tentang
pendapatan yang diperoleh CV Jumbo Bintang Lestari sehingga dapat membantu
pemilik dalam pengambilan keputusan. Penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang dapat
memperbaiki penyusunan skripsi sangat diharapkan oleh penulis.
Bogor, Januari 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan
kelancaran bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo
(Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari) dengan baik. Dengan bimbingan dari
Bapak Novindra, SP, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, papa dan mama, untuk segenap kasih sayang, cinta,
pengorbanan, kesabaran, nasehat, dan doa yang tiada henti bagi penulis agar
selalu dalam lindunganNya serta memperoleh hasil yang terbaik.
2. Bapak Novindra, SP selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik yang membangun
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
3. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama dan Bapak Rizal
Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah banyak
memberikan saran dan kritik yang membangun bagi skripsi ini.
4. Bapak Aken Hafian selaku pemilik, Bapak Uwen dan Bapak Dian serta
segenap karyawan CV Jumbo Bintang Lestari yang telah memberikan izin dan
5. Bapak Jono selaku pegawai Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Bapak
Irwan selaku pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor yang
telah membantu dalam pengumpulan data.
6. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga selaku dosen pembimbing akademik dan
segenap dosen-dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas
ilmu, kesabaran, dan bimbingan yang telah diberikan.
7. Kakakku Yulia Finanda, S.Pi tersayang yang selalu memberikan dorongan,
semangat dan keceriaan serta selalu menemani penulis dalam berbagi
pengalaman hidup.
8. Suci Nurul Hidayat yang telah memberikan kasih sayang, bantuan, dan
motivasi, serta berbagi cerita dengan penulis.
9. Neza F. R, Ervina A dan Dyah Ayu Y. W atas kekeluargaan kita selama ini,
serta Ladies Nova, Tasya, Putri, Pipit, Sasa, atas keceriaan dan berbagi
pengalaman hidup.
10.Teman-teman kosan, kak nayu, kak popy, kak dita, kak dwi, tria, alfin, nela,
teti yang telah menemani penulis.
11.Teman-teman seperjuangan Mba Intan, Mba Ayis, Pipit, Edo, dan Dithe yang
telah bersama-sama mengikuti bimbingan, serta teman-teman ESL 43 atas
semangat yang selalu ada.
xi
2.4.2. Penelitian Tentang Efisiensi Produksi dan Pendapatan……… 18
III.KERANGKA PEMIKIRAN ………... 20
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ……….. 20
3.1.1. Fungsi Produksi dan Elastisitas ………... 20
3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi……… 25
4.5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Produksi ………... 33
4.5.1.1. Uji Kriteria Ekonometrika………... 42
4.5.β. Analisis Efisiensi Produksi ……….. 49
4.5.3. Analisis Pendapatan dan Rasio Penerimaan Biaya (R/C Rasio)……… 49
4.5.4. Analisis Sensitivitas ………. 51
xii
V. GAMBARAN UMUM ……….. 56
5.1. Lokasi Perusahaan dan Sejarah Perkembangan ………... 56 5.2. Tata Laksana Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo
Bintang Lestari ………... 58
5.γ. Deskripsi Produk dan Pemasaran ……… 66 5.4. Harapan CV Jumbo Bintang Lestari ………... 67 VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO
BINTANG LESTARI ……….
69 6.1. Analisis Fungsi Produksi ……… 69 6.β. Uji Kriteria Ekonometrika ………... 74 6.3. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ………... 74 VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN
LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI ……….
78
VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI ………...
83 8.1. Analisis Biaya Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo
Bintang Lestari ………... 83
8.2. Analisis Penerimaan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV
Jumbo Bintang Lestari ……… 86
8.3. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV
Jumbo Bintang Lestari ……… 87 8.4. Analisis Rasio Penerimaan dengan Biaya ……….. 88 8.5. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Lele
xiii DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Produksi Lele di Kabupaten Bogor Tahun
2006-β009 (dalam ton) ……….. 4
2. Hasil Pendugaan Sementara Fungsi Produksi Cobb Douglas Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari
……….. 70
3. Akar Ciri dan Vektor Ciri ……… 70 4. Analisis Sidik Ragam Fungsi Produksi Cobb Douglas
(Menggunakan Analisis Komponen Utama) Usaha Pembesaran
Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari... 71
5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglas (Menggunakan Analisis Komponen Utama) Usaha Pembesaran
Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari... 72
6. Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial ……….. 73 7. Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan
Marjinal (BKM) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo
Bintang Lestari ………... 78 12. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Lele
xiv DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ikan Lele Dumbo ………... 8
2. Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan
Produk Marginal ……… 23
xv DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; LnX 3;
Ln X4; Ln X5; Ln X6 ……… 95
2. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah Ln X ……… 96
3. Skor Komponen Utama ………. 97
4. Regression Analysis: Ln Y versus W1 ……….. 99
5. Uji Normalitas ………... 99
6. Uji Heteroskedastisitas ……….. 100
7. Rekapitulasi Data Analisis Efisiensi Produksi Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari….. 101
8. Rekapitulasi Data Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari…... 104
9. CV Jumbo Bintang Lestari ……… 107
10. Persiapan Kolam Pembesaran ………... 107
11. Seleksi dan Penebaran Benih Lele Dumbo ………... 108
12. Pemberian Pupuk Cair Super ACI ……… 108
13. Pemberian Pakan ………... 108
14. Proses Pemanenan ………. 109
15. Penanganan Pascapanen ……… 109
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508
pulau dan terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik, memiliki potensi perikanan yang sangat besar untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (www.indonesia.go.id). Sektor perikanan Indonesia
dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu perikanan laut dan perikanan
darat yang didalamnya terdapat usaha penangkapan ikan dan budidaya perikanan.
Perikanan budidaya merupakan suatu sektor yang mampu menggerakkan
perekonomian masyarakat dalam menghasilkan ikan konsumsi. Dibandingkan
dengan subsektor perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor
budidaya memiliki tingkat kesulitan yang lebih rendah.
Salah satu komoditas unggulan budidaya yang berpotensi untuk
dikembangkan adalah Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Lele dumbo banyak
dipilih sebagai komoditas budidaya karena memiliki beberapa keunggulan yaitu
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sebab merupakan bahan konsumsi yang
banyak dibutuhkan masyarakat secara terus-menerus. Selain itu, harga lele dapat
dijangkau lapisan masyarakat ekonomi lemah hingga lapisan masyarakat ekonomi
atas. Selanjutnya usaha budidaya lele memiliki resiko yang cukup ringan
dibandingkan dengan komoditas perikanan yang lain, budidaya tidak memerlukan
teknologi yang tinggi namun cukup sederhana, mudah, dan dapat dilakukan setiap
orang. Keunggulan-keunggulan lain yang dimiliki lele dumbo adalah masa
2 diperoleh, relatif tahan terhadap penyakit, serta permintaan pasar yang stabil
(Darseno, 2010).
Budidaya lele dumbo biasa dilakukan di kolam air tenang dan mencakup
kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan adalah
proses pemeliharaan sampai menghasilkan benih lele dengan ukuran tertentu (3
cm sampai 10 cm). Kegiatan pendederan adalah proses pemeliharaan benih lele
yang akan digunakan pada kegiatan pembesaran. Sedangkan kegiatan pembesaran
adalah kegiatan pemeliharaan lele untuk mencapai ukuran konsumsi (Anggraeni,
2008).
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat,
kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan juga semakin meningkat.
Tentu saja permintaan lele yang juga mengandung protein hewani yang tinggi
akan mengalami peningkatan pula. Permintaan lele yang terus meningkat
disebabkan semakin banyak peminat produk lele baik segar maupun olahan, untuk
konsumsi rumah tangga, rumah makan, hingga konsumsi warung pecel lele yang
mampu memperbaiki citra lele sebagai produk perikanan yang higienis.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) mengalokasikan sejumlah dana untuk mendongkrak target
produksi perikanan hingga 10 juta ton pada tahun 2011. Tentu saja sektor
perikanan darat dalam hal ini produksi lele juga akan meningkat karena
diadakannya pelatihan wirausaha pemula khusus ikan air tawar yaitu lele yang
berasal dari alokasi dana tersebut. KKP telah menetapkan lima lokasi
3 sentra-sentra produksi tersebut berada di Bogor, Boyolali, Pacitan, dan Gunung
Kidul.
Terdapat empat upaya yang akan dilakukan KKP dari sisi ekonomi untuk
menggalakkan produksi hingga konsumsi lele. Pertama, menggiatkan budidaya
lele skala kecil hingga menengah yang disebar di beberapa sentra utama. Kedua,
berupaya untuk memasyarakatkan lele sehingga konsumsi terhadap lele
meningkat. Ketiga, mengembangkan industri pengolahan lele. Keempat,
menjadikan lele sebagai sumber pangan yang merambah berbagai kalangan
(www.indonesia.go.id).
Sebagai ikan konsumsi, mayoritas lele dipasarkan dalam bentuk hidup.
Ukuran lele konsumsi secara umum adalah 1 kg setara dengan 6–10 ekor. Permintaan lele untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek) setiap hari sekitar 150 ton lele konsumsi. Konsumen terbesar lele
adalah warung tenda atau warung pecel lele. Kebutuhan rata-rata per unit warung
tenda di Jabodetabek berkisar antara 7–8 kg per hari (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Juli 2009).
Konsumsi lele yang semakin meningkat dan produk olahannya secara
langsung mendorong peningkatan produksi lele. Produksi lele di Indonesia
meningkat cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2008
produksi lele mencapai 114.371 ton dan pada tahun 2009 meningkat hingga
75 persen menjadi 200 ribu ton. Target produksi lele sampai tahun 2014 akan
ditingkatkan dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 35 persen
4 Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi lele
sehingga sangat berpotensi untuk pengembangan usaha budidaya lele.
Perkembangan produksi lele di Kabupaten Bogor dari tahun 2006 sampai tahun
2009 yang mengalami peningkatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Lele di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2009 (dalam ton)
Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan/Tahun (%)
2006 6.487,07
2007 6.373,75 -1,75
2008 9.744,80 52,89
2009 18.315,02 87,95
Rata-rata Pertumbuhan 46,36
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa produksi lele untuk konsumsi
di Kabupaten Bogor mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 1,75 persen.
Namun dalam kurun waktu tahun 2007 hingga 2009 pertumbuhan produksi terus
mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi lele pada tahun 2007 sebesar
6.373,75 ton mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 9.744,80 ton
(pertumbuhan sebesar 52,89 persen). Begitu pula dengan produksi lele dari tahun
2008-2009 mengalami peningkatan dari 9.774,80 ton menjadi 18. 315,02 ton
(pertumbuhan sebesar 87,95 persen). Adapun rata-rata pertumbuhan produksi lele
dari tahun 2006 hingga 2009 sebesar 46,36 persen. Rata-rata pertumbuhan
produksi lele yang besar tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor adalah
pemasok utama lele untuk wilayah Jabodetabek. Sentra produksi lele terbesar di
Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Parung, Kecamatan Gunung Sindur dan
5 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat peluang usaha pembesaran
lele khususnya lele dumbo di Kecamatan Gunung Sindur dan Kecamatan Parung.
CV Jumbo Bintang Lestari merupakan salah satu perusahaan perikanan di
Kabupaten Bogor yang sedang menjalankan usaha pembesaran lele dumbo.
Waktu pemeliharaan kegiatan pembesaran lele dumbo yang relatif singkat,
membuat perputaran uang juga berlangsung cukup cepat. Walaupun kegiatan
pembesaran lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan
beberapa faktor produksi. Hal inilah yang membuat alokasi penggunaan input
yang efisien sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal.
1.2. Perumusan Masalah
Usaha pembesaran lele dumbo merupakan salah satu usaha budidaya
perikanan yang berpotensi menguntungkan sehingga pengembangan usaha
tersebut memberikan prospek yang menjanjikan. Pengembangan usaha
pembesaran lele dumbo selain meningkatkan produksi hasil namun perlu juga
memperhatikan peningkatan pendapatan yang diterima perusahaan. Jika usaha
pembesaran tersebut dapat memperoleh pendapatan yang tinggi maka
pembudidaya dapat memperbesar skala usahanya.
Perusahaan perikanan lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari merupakan
pemasok lele terbesar dari Kabupaten Bogor yang memiliki pangsa pasar di
Jabodetabek (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Juli 2009). CV Jumbo
Bintang Lestari saat ini memasok lele ukuran konsumsi hingga 6-7 ton per hari ke
pasar Jabodetabek. Harga lele dumbo untuk pasar Jabodetabek berkisar antara Rp
12.300 per kg sampai Rp 13.000 per kg. Harga penjualan lele dumbo masih
6 tinggi. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima oleh CV Jumbo Bintang
Lestari menjadi rendah. Tingginya biaya yang dikeluarkan dapat disebabkan oleh
penggunaan input-input produksi yang kurang efisien. Seperti penggunaan faktor
produksi pupuk, probiotik, dan kapur serta padat tebar yang tidak terkontrol. Hal
tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta
pendapatan dari hasil usaha pembesaran tersebut. Untuk meningkatkan
pendapatan dan memaksimalkan keuntungan yang didapatkan oleh usaha
pembesaran tersebut maka dibutuhkan studi mengenai efisiensi produksi.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi usaha pembesaran lele dumbo di
CV Jumbo Bintang Lestari?
2. Bagaimana tingkat efisiensi produksi usaha pembesaran lele dumbo di CV
Jumbo Bintang Lestari?
3. Bagaimana pendapatan usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang
Lestari?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan,
maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha pembesaran lele dumbo
di CV Jumbo Bintang Lestari.
2. Menganalisis efisiensi produksi usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo
Bintang Lestari.
3. Menganalisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang
7 1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam pengembangan
ilmu ekonomi pertanian.
2. Bagi CV Jumbo Bintang Lestari diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai efisien atau tidaknya produksi yang mereka jalankan saat ini,
sehingga diharapkan dapat menjadi masukan bagi bahan evaluasi dan
pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi CV Jumbo Bintang Lestari.
3. Bagi para pelaku usaha dan pemerintahan diharapkan dapat menjadi motivasi
untuk membuat usaha pembesaran lele dumbo dengan memanfaatkan potensi
yang ada di Kabupaten Bogor.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Hasil pembesaran berupa lele dumbo ukuran konsumsi diasumsikan terjual
seluruhnya.
2. Penelitian ini dilakukan di CV Jumbo Bintang Lestari dan hanya pada unit
usaha pembesaran lele dumbo dengan mengambil sampel selama dua bulan.
3. Data yang digunakan untuk menganalisis efisiensi produksi adalah kolam
pembesaran lele dumbo selama pembesaran di CV Jumbo Bintang Lestari
untuk satu periode pembesaran dua bulan.
4. Data yang digunakan untuk menganalisis pendapatan usaha adalah sebanyak
94 kolam yang ada di CV Jumbo Bintang Lestari.
5. Analisis pendapatan dilakukan pada satu periode pembesaran selama dua
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo
Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya, menurut Mahyuddin (2008)
lele dumbo dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum: Chordata
Kelas: Pisces
Subkelas: Telestoi
Ordo: Ostariophysi
Subordo: Siluroidea
Famili: Clariidae
Genus: Clarias
Spesies: Clarias gariepinus
Sumber: Anonim (2009)
Gambar 1. Ikan Lele Dumbo
Secara umum lele dumbo dikenal sebagai catfish atau ikan berkumis. Tubuh lele
dumbo menurut Mahyuddin (2008) adalah licin, berlendir, tidak bersisik, dan
bersungut atau berkumis. Secara anatomi dan morfologi lele terbagi menjadi 3
bagian, yaitu kepala (cepal), badan (abdomen), dan ekor (caudal).
Lele dumbo merupakan jenis ikan yang berasal dari hasil persilangan
antara lele lokal yang berasal dari Kenya, yaitu di Benua Afrika dengan lele lokal
yang berasal dari Taiwan. Ikan lele dumbo memiliki banyak keunggulan bila
9 Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal
menurut Prihartono et al (2002) adalah:
1. Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat, pada umur 24 minggu lele dumbo
dapat mencapai berat 180-200 gr, sedangkan lele lokal hanya 40-50 gr.
2. Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya
mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat
2-3 kg.
3. Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat
bertelur 8.000-10.000 butir, sedangkan lele lokal hanya 1.000-4.000 butir.
4. Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan
seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka.
Menurut Khairuman dan Amri (2009) jika terkena sinar warna lele dumbo
berubah menjadi pucat, dan bila terkejut warnanya menjadi loreng seperti mozaik
hitam putih. Ukuran mulut lele dumbo sekitar seperempat dari panjang total
tubuhnya. Disekitar mulut terdapat empat pasang kumis yang berfungsi sebagai
alat peraba. Di bagian tubuhnya dilengkapi dengan sirip tunggal dan sirip
berpasangan. Sirip tunggal berupa sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur yang
berfungsi sebagai alat bantu berenang. Sementara sirip yang berpasangan adalah
sirip dada dan sirip perut. Sirip dada juga dilengkapi dengan sirip yang keras dan
runcing, yang disebut patil. Patil berguna sebagai senjata dan alat bantu bergerak.
2.2. Habitat dan Tingkah Laku Lele Dumbo
Habitat lele dumbo menurut Darseno (2010) adalah perairan tawar, seperti
sungai-sungai, rawa, telaga, waduk, danau, dan genangan-genangan air yang
10 dan cukup terlindung. Pada siang hari, lele dumbo lebih banyak berdiam diri dan
memilih tempat yang tersembunyi atau gelap. Pada malam hari, justru mulai sibuk
beraktivitas dan mencari makan. Hal ini dikarenakan ikan ini tergolong binatang
noktural atau binatang yang aktif pada malam hari.
Lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) memiliki insang
tambahan yang sering disebut dengan arborescent atau labirin. Insang tambahan
ini memungkinkan lele dumbo dapat hidup di dalam lumpur atau di air yang
hanya mengandung sedikit oksigen. Lele dumbo juga mampu hidup di luar air
(darat) selama beberapa jam, asalkan udara di sekitarnya cukup lembab. Semua
kelebihan tersebut membuat ikan ini tidak memerlukan kualitas air yang jernih
atau air mengalir ketika dipelihara di dalam kolam. Oleh karena itu, lele dumbo
dapat juga dipelihara di perairan yang kualitas airnya sangat buruk.
Para ahli perikanan tetap memberi syarat dari kualitas air (kimia maupun
fisika) yang harus dipenuhi jika ingin sukses membudidayakan lele dumbo.
Beberapa syarat tersebut adalah:
1. Suhu yang cocok untuk memelihara lele dumbo adalah 20-300 C.
2. Suhu optimum untuk kehidupan lele dumbo adalah 270 C.
3. Kandungan oksigen terlarut di dalam air minimum sebanyak 3 ppm (milligram
per liter).
4. Tingkat keasaman tanah (pH) yang ditoleransi lele dumbo adalah 6,5-8.
5. Kandungan karbondioksida (CO2) dibawah 15 ppm, NH3 sebesar 0,05 ppm,
NO2 sebesar 0,25 ppm, dan NO3 sebesar 250 ppm.
Lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) di habitat aslinya
11 peningkatan kedalaman air. Peningkatan kedalaman air ini ditiru di kolam
budidaya untuk merangsang lele dumbo agar memijah diluar musim hujan. Proses
pemijahan alami di alam terjadi dalam beberapa tahapan. Awalnya ketika musim
hujan datang, induk lele dumbo yang sudah siap memijah (matang kelamin dan
matang gonad) akan mencari lokasi yang sesuai. Setelah itu, lele dumbo betina
meletakkan telur-telurnya di pinggir perairan lokasi pemijahan. Pada saat
bersamaan, lele dumbo jantan menyemprotkan spermanya ke telur-telur tersebut.
Telur-telur yang telah dibuahi akan menempel di bebatuan atau di tanaman air
yang ada di sekitar. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu sekitar 48 jam atau
2-3 hari, tergantung dari suhu perairan. Semakin tinggi suhu perairan, semakin
cepat telur menetas. Jumlah benih yang dihasilkan dari pemijahan alami sangat
sedikit. Hal ini disebabkan sebagian besar benih yang baru menetas mengalami
kematian akibat tidak tahan dengan kondisi perairan yang ekstrim. Sebagian benih
yang masih hidup akan menjadi mangsa hewan predator.
Pakan alami lele dumbo adalah binatang-binatang renik seperti kutu air
dari kelompok Daphnia, Cladocera, dan Copepoda. Pada dasarnya lele dumbo
termasuk ikan pemakan daging (karnivora). Lele dumbo juga dikenal sebagai ikan
kanibal atau biasa memangsa sesamanya yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil.
Namun, ketika dibudidayakan di kolam, lele dumbo dapat memakan pakan buatan
seperti pelet dan pakan dari limbah peternakan.
Lele dumbo merupakan ikan yang sangat responsif terhadap pakan.
Artinya hampir semua pakan yang diberikan sebagai ransum atau pakan
sehari-hari akan disantap dengan lahap. Hal ini menyebabkan lele dumbo menjadi cepat
12 pembudidaya lele dumbo dengan memberi pakan yang mengandung nutrisi yang
tinggi untuk meningkatkan laju pertumbuhannya.
Kandungan gizi yang terdapat dalam lele dumbo menurut Khairuman dan
Amri (2009) cukup tinggi. Setiap 100 gr dagingnya mengandung 18,2 gr protein.
Dengan begitu, 500 gr lele dumbo berukuran kecil (kira-kira 4 ekor) mengandung
12 gr protein, energi 149 kal, lemak 8,4 gr, dan karbohidrat 6,4 gr. Komposisi gizi
sebesar ini jarang dimiliki oleh daging-daging sumber protein lainnya.
2.3. Teknik Pembesaran Lele Dumbo
Teknik pembesaran lele dumbo memiliki beberapa hal yang perlu
diperhatikan menurut Darseno (2010) adalah:
1. Persiapan kolam tanah
Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan
tanah dasar kolam dan meratakannya. Dasar dan dinding kolam harus kedap air
dan kuat menahan air kolam secara permanen. Tanah dipilih yang tidak porous
(dapat menahan air), berstruktur kuat, dan tidak berbatu-batu. Jenis tanah yang
baik untuk dijadikan kolam adalah tanah liat atau lempung. Kolam tanah biasanya
berbentuk empat persegi panjang dengan luasan menyesuaikan lahan yang ada.
Ketinggian air di kolam tanah idealnya sekitar 1 m dari permukaan tanah dengan
kedalaman kolam 1-1,5 m. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi
bagian-bagian kolam yang bocor). Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele)
sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan
13 2. Pengondisian Kolam
a. Pengapuran Tanah
Setelah kolam selesai dibuat diperlukan pengondisian kolam agar
siap untuk ditebari benih lele dumbo. Pemberian kapur ke dalam kolam
bertujuan untuk menaikkan pH atau menetralisir tingkat keasaman tanah.
Selain itu, pengapuran juga berguna untuk membasmi hama, parasit, dan
sumber penyakit yang mungkin dapat menyerang lele dumbo. Kapur yang
digunakan berupa kapur yang biasa digunakan pada pertanian, seperti
CaCO3, dolomit, kapur tohor (CaO), dan kapur mati Ca(OH)2. Dosis yang
digunakan sekitar 60 gr/m2 atau disesuaikan dengan kadar keasaman (pH)
tanah. Semakin tinggi tingkat keasaman tanah, semakin banyak kapur yang
ditebarkan. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata di dasar dan
dinding kolam.
b. Pengeringan Kolam
Pengeringan kolam bertujuan untuk membasmi hama dan sumber
penyakit yang dapat menyerang lele dumbo. Lama pengeringan sekitar 4
hari dengan asumsi tidak turun hujan atau pada musim kemarau. Proses
pengeringan tidak boleh membuat dasar kolam retak-retak, karena akan
menyebabkan penyerapan air sangat cepat. Akibatnya air di dalam kolam
akan cepat berkurang. Proses pengeringan yang dilakukan pada musim
penghujan, tidak perlu menunggu dasar kolam benar-benar kering.
c. Pengisian Air
Pengisian air dilakukan setelah dasar kolam cukup kering.
14 meter. Air yang digunakan dapat bersumber dari sumur atau sungai dan
disedot dengan menggunakan diesel. Setelah proses pengisian air selesai,
kolam didiamkan selama 2 hari tanpa ada kegiatan apapun.
d. Pemupukan
Setelah kolam didiamkan selama 2 hari, selanjutnya dilakukan
pemupukan terhadap air. Pupuk yang digunakan adalah jenis pupuk panas,
yaitu pupuk yang berasal dari kotoran hewan, dalam hal ini kotoran ayam.
Dosisnya sekitar 0,5-1 kg/m2. Pada budi daya lele dumbo, pemberian
pupuk urea dan TSP dalam rangkaian pengondisian air kolam tidak
diperlukan, sebab kandungan utama yang dimiliki pupuk urea adalah
nitrogen. Kadar nitrogen yang berlebihan justru akan menambah tingkat
keasaman air. Fungsi pemupukan dalam budidaya lele dumbo adalah
sebagai berikut: 1) merangsang pertumbuhan pakan alami, 2)menstabilkan
suhu air, 3) menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri patogen.
3. Penebaran Benih
Penebaran benih baru bisa dilakukan setelah 2 hari melewati masa
pemupukan pada air. Penebaran dilakukan secara bergiliran dengan tujuan
menciptakan waktu panen yang bervariasi. Penghitungan benih lele dumbo
dilakukan dengan menggunakan metode sampling, untuk ukuran benih seragam.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat
udara tidak panas. Penebaran benih ke dalam kolam menggunakan wadah
berbahan plastik. Penebaran benih dilakukan perlahan-lahan dan sangat hati-hati
agar benih tidak stres. Posisi orang yang akan menebarkan benih turun ke dalam
15 permukaan air. Secara perlahan-lahan wadah benih lele dumbo dimiringkan
sedikit dan biarkan benih lele dumbo keluar dengan sendirinya. Jumlah benih
yang ditebar tergantung dari luas kolam dan ukuran benih.
4. Pemberian Pakan
Benih lele dumbo yang baru ditebar dipuasakan selama 5 hari. Hal ini
dilakukan agar benih yang masih stres dapat menyesuaikan dengan lingkungan
yang baru, sehingga belum diberikan pakan pabrikan. Setelah dipuasakan, benih
lele dumbo diberi pakan pelet rendam selama 3-4 hari dengan komposisi satu
gelas air untuk 1 kg pelet dan direndam selama 5-10 menit. Periode pemberian
pakan berupa pelet biasa diaplikasikan sejak periode pemberian pakan pelet
rendam berakhir hingga masa panen. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak
2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan
frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat
dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan l : 9
atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan
perbandingan 1 : 1 : 1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pelet.
5. Pengaturan dan Pemeliharaan Air
Air yang ada di dalam kolam selama sepuluh hari diupayakan agar tidak
kemasukan atau terkontaminasi air dari luar kolam. Air dari luar kolam dapat
mengubah pH air, suhu, warna air, dan kandungan mikrobiotik serta akan
mengundang patogen atau penyebab penyakit. Jika terjadi hujan yang cukup
deras, sebaiknya air di dalam kolam dikurangi setinggi 20–25 cm. Selanjutnya lakukan pemupukan ulang dengan dosis 25 persen dari pupuk yang diberikan pada
16 penggantian atau penambahan air. Penambahan air sedikit demi sedikit dilakukan
secara berkala. Penggantian atau penambahan air dilakukan setiap lima hari sekali
hingga masa panen.
6. Pemanenan
lkan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130
hari, dengan bobot antara 200-250 gram per ekor dengan panjang 15-20 cm.
Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan
berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan
menggunakan jaring. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas
bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan di dasar kolam, pada waktu air kolam
disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan
mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan
pada wadah berupa ayakan yang dipasang dikolam yang airnya terus mengalir
untuk diistirahatkan sebelum lele dumbo tersebut diangkut untuk dipasarkan.
Pengangkutan lele dumbo dapat dilakukan dengan menggunakan karamba,
pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan
jumlah air yang sedikit.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang berkaitan dengan analisis efisiensi produksi dan pendapatan
usaha pembesaran lele dumbo. Penelitian terdahulu bertujuan untuk membedakan
antara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang pernah dilakukan
17 2.4.1. Penelitian Tentang Lele dumbo
Rohaeni (2006) melakukan penelitian mengenai kelayakan investasi
pengembangan usaha pembesaran lele dumbo di Agro Niaga Insani, Kabupaten
Bogor. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan sumber data
primer dan sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Usaha
yang meliputi analisis pendapatan usaha, R/C, Payback Period dan analisis
kelayakan usaha yang terdiri atas NPV, Net B/C, IRR serta analisis sensitivitas.
Perhitungan analisis usaha menghasilkan pendapatan usaha (keuntungan) sebesar
Rp 58.451.900, R/C sebesar 1,39 dan Payback Period sebesar 2,98, sedangkan
perhitungan analisis kelayakan usaha menghasilkan NPV sebesar Rp
118.976.123,41, Net B/C sebesar 1,89 dan IRR sebesar 34,80 persen. Analisis
sensitivitas dilakukan sampai pada persentase perubahan harga yang
menyebabkan usaha tidak layak. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa
perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak adalah kenaikan harga
pakan sebesar 25,5 persen dan penurunan harga jual sebesar 9,8 persen. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan pada pembesaran lele
dumbo di Argo Niaga Insani menguntungkan dan layak untuk dilakukan dan di
kembangkan.
Anggraeni (2008) melakukan penelitian mengenai nilai tukar dan tingkat
kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor. Nilai tukar pembudidaya dalam penelitian ini telah
memperhitungkan seluruh pendapatan dan pengeluaran rumah tangga
pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan. Nilai tukar pembudidaya
18 162,50. Nilai tukar pembudidaya benih ikan lele dumbo cara suntik yang tertinggi
terjadi pada bulan Maret dan April 2007 yaitu 212,73. Nilai tukar pembudidaya
benih ikan lele dumbo cara alami dan sutik yang terendah masing-masing terjadi
pada bulan Oktober dan November 2007 masing-masing sebesar 55,42 dan 74,30.
Analisis tingkat kesejahteraan menurut BPS 2003 menyatakan tingkat
kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo termasuk tinggi. Merujuk
kriteria kemiskinan Bank Dunia kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele
dumbo di Desa Babakan berada dibawah garis kemiskinan (100 persen
pembudidaya benih cara alami dan 85 persen pembudidaya benih cara suntik).
2.4.2. Penelitian Tentang Efisiensi Produksi dan Pendapatan
Wibawa (2008) melakukan penelitian mengenai efisiensi penggunaan
input dan analisis finansial pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan
Ciseeng. Hasil dari analisis fungsi produksi adalah perlu dilakukan efisiensi dalam
penggunaan input agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan
input dapat dilakukan karena kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di
Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to Scale.
Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur,
pakan, TK2 dan TK3. Pada kondisi optimal ini jumlah benih yang digunakan
sebesar 170 ekor per m2 dengan jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124
ekor per m2. Tambahan modal yang dibutuhkan agar kondisi usaha optimal
sebesar Rp 22.462,06 per m2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan pada
kondisi optimal sebesar Rp 70.871,17 per m2. Hasil dari analisis kriteria investasi
menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan
19 Rp 1.174.981.305,75, nilai Net B/C sebesar 34,23, dan IRR sebesar 603,00
persen. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan bahwa
pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan
sewa dan pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan
harga benih sebesar 167,41 persen. Sedangkan dari hasil finansial dapat
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam
menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,
konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,
biaya, dan pendapatan.
3.1.1. Fungsi Produksi dan Elastisitas
Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumberdaya yang
digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut faktor-faktor produksi.
Secara umum faktor-faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja dan
modal.
Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y)
dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan (dependent variable)
biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan (independent variable)
biasanya berupa input. Secara umum untuk menghasilkan suatu output diperlukan
lebih dari satu input. Fungsi produksi yang baik hendaknya dapat
dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara fisik dan ekonomi,
mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi. Secara matematis fungsi
produksi dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 1990):
Y= f (X1, X2, ..., Xi, ..., Xn)
Keterangan:
Y = output
21 Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh
berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering digunakan (Soekartawi, 1990)
sebagai berikut:
a. Fungsi Produksi Linear
Rumus matematis dari fungsi produksi linear adalah sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, Xi, ...., Xn)
Dimana:
Y = variabel yang dijelaskan (dependent variable); dan X = variabel yang menjelaskan (independent variable)
Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi
produksi linear sederhana dan linear berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah
variabel X yang dipakai dalam model. Fungsi produksi linear sederhana adalah
bila hanya satu variabel X yang dipakai dalam model.
Dalam praktek, penggunaan garis linear sederhana ini banyak dipakai
untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua
variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dengan mudah
dilakukan dan hasilnya lebih mudah dimengerti secara cepat. Sedangkan
kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai di
dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel yang lain, maka
peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan dalam
model tersebut (Soekartawi, 1990).
Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasa menggunakan garis linear
berganda atau garis regresi berganda (multiple regression). Berbeda dengan garis
22 dalam regresi berganda ini lebih dari satu. Secara matematis hal ini dapat ditulis
sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, ..., Xi, ... Xn); atau
Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + biXi + ... + bnXn
Dimana:
Y = variabel yang dijelaskan (dependent variable) X = variabel yang menjelaskan (independent variable)
Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan
model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang
baik.
b. Fungsi Produksi Kuadratik
Rumus matematis dari fungsi produksi kuadratik biasanya dituliskan
sebagai berikut:
Y = f (Xi); atau dapat dituliskan
Y = a + bX + cX2
Dimana:
Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b, c = parameter yang diduga.
Berbeda dengan garis linear (sederhana dan berganda) yang tidak
mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai
maksimum. Dalam proses produksi pertanian, di mana berlaku hukum kenaikkan
hasil yang semakin berkurang, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai
berikut:
23 Nilai parameter c yang negatif menunjukkan kaidah kenaikan hasil yang
berkurang tersebut. Fungsi produksi kuadratik juga disebut dengan fungsi
produksi polinominal kuadratik.
Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi
Soekartawi (1990). Hubungan antara output dengan satu input variabel (input
lainnya tetap) ditunjukkan pada Gambar 2.
Y (output)
Produksi Total
I II III
> 1 0< < 1 < 0
Produksi rata-rata X (input) Produksi marjinal
Sumber : Soekartawi (1990)
Gambar 2. Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marginal
Gambar 2 menjelaskan hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata
dan Produk Marginal yang terdiri dari tiga daerah yang menunjukkan elastisitas
produksi yang besarnya berbeda-beda. Daerah produksi I mempunyai nilai
elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor
produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar
dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum dicapai, karena produksi
masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak oleh
24 semakin meningkat dan pada daerah ini produksi marginal mencapai maksimum
(Soekartawi, 1990).
Daerah produksi II mempunyai nilai elastisitas produksi bernilai antara nol
sampai satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen
akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling
rendah nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini
akan tercapai keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah yang
rasional karena produsen memiliki kesempatan untuk menetapkan tingkat
produksi yang dapat mencapai keuntungan maksimum. Pada daerah II produksi
marginal dan produksi rata-rata semakin menurun tetapi produksi total semakin
meningkat sampai mencapai nilai maksimum (Soekartawi, 1990). Pada daerah II
berlaku Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang (The Law of
Diminishing Return atau Diminishing Productivity). Hukum ini menjelaskan
bahwa jika faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu ditambahkan terus
menerus pada faktor produksi tetap maka akan dicapai suatu kondisi dimana
setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan
tambahan jumlah produksi/satuan yang besarnya semakin berkurang.
Daerah produksi III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari
nol, artinya penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan
jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian
faktor-faktor produksi yang tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional. Pada
daerah III produksi total, produksi marginal dan produksi rata-rata mengalami
penurunan. Jika lama kelamaan faktor produksi terus ditambah maka produksi
25 Elastisitas produksi menurut Soekartawi (1990) adalah (Ep) merupakan
persentase perubahan dari ouput sebagai akibat dari persentase perubahan input.
Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut:
Ep = ∆
/
∆;
atauEp =
∆ ∆ *
Karena ∆
∆ adalah Produk Marginal, maka besarnya Ep tergantung dari
besar kecilnya Produk Marginal dari suatu input, misalnya input X.
3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Konsep efisiensi menurut Soekartawi (2002) mengandung tiga pengertian
yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis
ditujukan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga
produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat
memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misal karena pengaruh
harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksi
secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat
penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum.
Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila petani
menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitasnya akan
semakin tinggi.
Efisiensi menurut Soekartawi (2002) diartikan sebagai upaya penggunaan
input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya.
26 produk marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P) tersebut
atau secara matematis dapat dituliskan:
NPMx = Px; atau
�
� = 1
Efisiensi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi harga atau
allocative efficiency, atau sering disebut sebagai price efficiency. Terdapat dua hal
yang perlu diperhatikan sebelum analisis efisiensi ini dikerjakan, yaitu:
1. Tingkat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi; dan
2. Perbandingan (nisbah) antara harga input dan harga output sebagai upaya
untuk mencapai indikator efisiensi.
Penggunaan input yang optimum Soekartawi (2002) dapat dicari dengan
melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang digunakan dengan
satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. Secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:
ΔY.Py = ΔX. Px; atau �
� =
�
� ;
Dimana:
Y = output X = input
Δ
Y = tambahan outputΔ
X = tambahan input Py = harga output Px = harga input ΔY27 Keuntungan (K) adalah selisih antara penerimaan total (PT) dan
biaya-biaya (B). Biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya-biaya tetap (BT) dan
biaya tetap total(BTT). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Kt = PT – B
= PT – BT – BTT
Karena PT adalah produksi total dikalikan harga dan biaya produksi
adalah banyaknya input dikalikan harganya, maka persamaan dapat dituliskan:
Kt = Py.Y – (PxiXi+ ….. + Pxn.Xn) - (PxkiXki+ ….. + Pxkn.Xkn) Dimana:
Py = harga produksi Y Y = jumlah produksi output Pxi…n = harga input tidak tetap Xi…n Xi…n = jumlah input tidak tetap dari Xi…n PxiXi = biaya tetap
Pxki…n = harga input tetap Xki…n Xki..n = jumlah input tetap dari Xki..n Pxki.Xki = biaya tetap total
Kt = keuntungan
Biaya tetap total dianggap konstanta sehingga keuntungan maksimum
tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan dari fungsi keuntungan
terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Persamaan di atas
menjadi:
�
= Py − Px = 0 ; i = , , , …..n
Py = Pxi
Dimana adalah produk marjinal faktor produksi ke-i
28 Dimana:
Py.PMxi = nilai produk marjinal xi (NPMxi)
Pxi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinal xi (BKMxi)
Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi:
PMxi = �
�
Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya nilai marjinal
produk.
Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian
faktor produksi, maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut:
NPMxi = BKMxi
�
� = 1
Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi misalnya n faktor produksi,
maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila:
� 1
Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukkan penggunaan
faktor produksi telah melebihi batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan
lebih besar dari tambahan penerimaannya. Produsen yang rasional akan
mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga kondisi NPM sama dengan
BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, menunjukkan
kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan
menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama
29 3.1.3. Konsep Penerimaan, Biaya dan Pendapatan
Pendapatan kotor usahatani menurut (Soekartawi et al, 1986) adalah hasil
perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan
pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor dan
pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih mengukur imbalan yang diperoleh
keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, Pengelolaan dan
modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani.
Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai
usahatani yang menunjukkan kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang
tunai.
Terdapat empat pengelompokkan biaya menurut Hernanto (1996), yaitu
biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya
diperhitungkan). Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi
oleh perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat
berupa sewa lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost
besarnya akan selalu berubah tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan.
Bentuk biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya
pengadaan benih, biaya tenaga kerja, dan biaya obat-obatan. Biaya tunai adalah
biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap
maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih,
biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya diperhitungkan
merupakan pengeluaran secara tidak tunai dikeluarkan. Biaya ini juga dapat
termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya diperhitungkan adalah
30 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Usaha pembesaran lele dumbo merupakan salah satu jenis usaha yang
dilakukan oleh CV Jumbo Bintang Lestari selain sebagai pemasar lele dumbo dan
produksi pakan ikan. Pada penelitian ini total penerimaan yang diteliti hanya
penerimaan dari hasil penjualan lele dumbo. Untuk menghasilkan semua output
tersebut dibutuhkan input–input yang merupakan penggunaan faktor-faktor produksi. Penggunaan faktor-faktor produksi diantaranya yaitu padat penebaran,
pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur. Faktor produksi
tersebut berupa biaya yang harus dibayar oleh usaha tersebut. Alokasi penggunaan
input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi. Namun, diduga
terdapat inefisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Analisis
efisiensi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi
produksi untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap model
produksi pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari agar dapat
menentukan arah dari usaha tersebut. Selain analisis efisiensi, diperlukan juga
analisis pendapatan secara keseluruhan untuk melihat keuntungan yang didapat
oleh pembudidaya dilihat dari selisih penerimaan dan biaya secara keseluruhan,
kemudian melihat juga imbangan penerimaan dan biaya. Hasil dari analisis
efisiensi dan analisis pendapatan akan dapat melihat perubahan kesejahteraan
pembudidaya CV Jumbo Bintang Lestari. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar
31
Keterangan: --- Hubungan tidak langsung Hubungan langsung Sumber: Penulis (2010)
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Studi kasus penelitian ini dilakukan pada perusahaan perikanan usaha
pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa
Cibinong Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi
penelitian ini dipilih secara tertuju (purposive) dengan memperhatikan bahwa
usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari sudah berdiri cukup
lama dengan skala usaha yang besar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April-Januari 2011.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik
usaha, tenaga kerja dan pengamatan secara langsung di CV Jumbo Bintang
Lestari. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan dan catatan produksi di
CV Jumbo Bintang Lestari bulan Mei sampai Juni tahun 2010 dan dari kantor
Kementerian Kelautan dan Perikanan serta kantor pemerintahan lain yang terkait
dengan penelitian.
4.3. Penentuan Jumlah Pengamatan
Data sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 59 kolam yang
terdapat pada CV Jumbo Bintang Lestari untuk melihat efisiensi produksi usaha
pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Selain itu digunakan data
kolam lele dumbo dalam satu periode pembesaran selama dua bulan yaitu 94
33 menganalisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang
Lestari. Pemilihan jumlah pengamatan diambil secara purposive.
4.4. Pengumpulan Data
Waktu dalam mengumpulkan data adalah selama dua bulan yaitu pada
bulan Mei sampai Juni. Lokasi dalam mengumpulkan data yaitu di perusahaan
perikanan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Pihak-pihak
yang dilibatkan dalam pengumpulan data adalah pemilik usaha pembesaran lele
dumbo dan tenaga kerja setempat.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder dari hasil penelitian.
Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan
usaha pembesaran lele dumbo di daerah penelitian yang diuraikan secara
deskriptif. Sementara, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis
fungsi produksi, efisiensi produksi, dan analisis pendapatan usaha pembesaran
lele dumbo. Analisis dilakukan dengan bantuan Microsoft excell 2007, program
komputer Minitab 15 dan E-Views.
4.5.1. Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Produksi
Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi
produksi Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas menurut Soekartawi (2002) adalah
suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel
yang satu disebut variabel dependen yaitu variabel yang dijelaskan (Y) dan yang
lain disebut variabel independen yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan
34 dipengaruhi oleh variasi dari X. Kaidah-kaidah dalam regresi juga berlaku dalam
penyelesaian fungsi Cobb Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat
dituliskan:
Y = aX1b1 X2b2 ... Xibi ... Xnbn eu
= a πXibi eu………..……. (1) Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka :
Y = f (X1, X2, …, Xi, …, Xn) ……….. (β) Dimana :
Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a,b = besaran yang akan diduga u = kesalahan (disturbance term) e = logaritma natural; e = 2, 718
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (1), maka persamaan
tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan
persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas, adalah:
Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + u ………... (γ) Dengan demikian persamaan di atas dapat dengan mudah diselesaikan
dengan cara regresi berganda. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu
dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, untuk itu ada
ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi
Cobb-Douglas, yaitu :
1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, karena logaritma dari nol
adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi
35 lebih dari satu model (model yang digunakan adalah Cobb-Douglas), maka
perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan
garis (slope) model tersebut.
3. Tiap variabel X adalah perfect competition.
4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup
pada faktor kesalahan, u.
Pentingnya penggunaan fungsi Cobb Douglas dalam pendugaan produksi
usahatani yaitu:
a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan
fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik.
b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas.
c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran Return to
Scale.
Akan tetapi fungsi Cobb-Douglas ini juga memiliki kelemahan (limitasi).
Soekartawi (2002) menyatakan kelemahan dari fungsi Cobb-Douglas umumnya
terletak pada permasalahan pendugaan yang melibatkan kaidah metode kuadrat
terkecil, misalnya kesalahan pengukuran variabel, multikolinearitas, dan
sebagainya. Secara garis besar, permasalahan yang umum dijumpai (kelemahan)
dalam fungsi Cobb-Douglas adalah :
1. Spesifikasi variabel yang keliru. Hal ini akan menghasilkan elastisitas
produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi
yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinearitas pada
36 2. Kesalahan pengukuran variabel. Kesalahan ini terletak pada validitas data,
apakah data yang dipakai sudah benar atau sebaliknya, terlalu ekstrim ke atas
atau ke bawah. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran
elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3. Bias terhadap variabel manajemen. Dalam praktek, faktor manajemen
merupakan faktor yang juga penting untuk meningkatkan produksi. Tetapi
variabel ini kadang sulit diukur dan dipakai sebagai variabel independen
dalam pendugaan fungsi Cobb-Douglas karena variabel ini erat hubungannya
dengan penggunaan variabel independen yang lain. Misalnya dalam bidang
pertanian, manajemen dalam menggunakan pupuk, bibit, alokasi pengeluaran
uang untuk kegiatan berproduksi yang lain dan alokasi penggunaan tanah,
akan mendorong besaran efisiensi teknik dari fungsi produksi ke arah atas.
Variabel manajemen erat hubungannya dengan proses pengambilan
keputusan dalam pengalokasian variabel input, maka menghilangkan variabel
ini dalam fungsi pendugaan akan menghasilkan hasil dugaan yang bias.
4. Multikolinearitas, dalam praktek masalah kolinearitas ini sulit dihindarkan
walaupun pada umumnya telah diusahakan agar besaran korelasi antara
variabel independen tidak terlalu tinggi, misalnya dengan memperbaiki
spesifikasi dari variabel yang dipakai.
5. Data, data yang dipakai merupakan limitasi yang tidak kalah penting dalam
penggunaan fungsi Cobb-Douglas. Misalnya :
- Bila data cross-section yang dipakai maka data harus mempunyai cukup