• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Konsep Kebijakan Stunting

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang dan tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting merupakan masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa mendatang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Kemenkes RI, 2018).

Stunting masa kanak-kanak berhubungan dengan keterlambatan perkembangan motorik dan tingkat kecerdasan yang lebih rendah. Selain itu, juga dapat menyebabkan depresi fungsi imun, perubahan metabolik, penurunanperkembangan motorik, rendahnya nilai kognitif dan rendahnya nilai akademik. Anak yang menderita stunting akan tumbuh menjadi dewasa yang berisiko obesitas, glucose tolerance, penyakit jantung koroner, hipertensi, osteoporosis, penurunan performa dan produktivitas.

Perawakan pendek (stunting) adalah indeks status gizi di mana panjang badan atau tinggi badan berdasar umur berada di bawah garis normal. Pada dasarnya definisi stunting bersifat relatif, bergantung pada tinggi badan orangtua dan pola pertumbuhan setempat. Populasi yang dimaksud berkaitan dengan ras atau golongan tertentu, sedangkan daerah atau ketinggian dataran tempat tinggal tidak berkaitan dengan kondisi perawakan pendek meskipun banyak orang yang tinggal di dataran tinggi cenderung lebih pendek dari orang-orang yang tinggal didataran rendah. Stunting juga merupakan jenis malnutrisi

terbanyak dan masih menjadi masalah gizi utama hampir di seluruh provinsi Indonesia ditandai dengan gangguan pertumbuhan dan berdampak pada kecerdasan intelektual, motorik, psikosoial yang buruk karena perkembangan fisik dan mental anak dapat bermasalah. Seorang anak dikatakan memiliki tinggi badan di bawah garis normal atau pendek jika hasil pengukuran tinggi badan atau umur (TB/U) berada di bawah -2 standar deviasi (SD) dan dikatakan sangat pendek jika TB/U berada di bawah -3SD. Pengukuran tersebut dinilai dengan WHO Chart.

Schmidt 2014 dalam Fikawati (2017) mengatakan bahwa stunting juga didefinisikan sebagai tinggi badan menurut usia di bawah -2 standar median kurva pertumbuhan anak WHO (WHO, 2010). Stunting merupakan kondisi kronis buruknya pertumbuhan linear seorang anak yang merupakan akumulasi dampak berbagai faktor seperti buruknya gizi dan kesehatan sebelum dan setelah kelahiran anak tersebut (El Taguri et al., (2008), WHO (2010). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Schmidt (2014) yang menyatakan bahwa stunting merupakan dampak dari kurang gizi yang terjadi dalam periode waktu yang lama yang pada akhirnya menyebabkan penghambatan pertumbuhan linear.

Asas penurunan stunting yaitu:

a. Bertindak cepat dan akurat;

b. Penguatan kelembagaan dan kerja sama;

c. Akuntabilitas;

d. Transparansi.

Intervensi gizi sensitif mencakup: (a) Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi; (b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; (c) Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; (c); serta (d) Peningkatan akses pangan bergizi. Intervensi gizi sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan. Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat dan dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan sebagaimana tercantum di dalam Tabel 2-2.

Program/kegiatan intervensi di dalam tabel tersebut dapat ditambah dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.

Tabel 2.2 Intervensi Gizi Sensitif Percepatan Penurunan Stunting

JENIS INTERVENSI PROGRAM/ KEGIATAN INTERVENSI Peningkatan

penyediaanair minum dan sanitasi

 Akses air minum yang aman

 Akses sanitasi yang layak Peningkatan akses

dankualitas pelayanan gizidan kesehatan

 Akses pelayanan keluarga berencana (KB)

 Akses jaminan kesehatan (JKN)

 Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH)

Peningkatan

kesadaran,komitmen, dan praktikpengasuhan dan gizi ibu dan anak

 Penyebarluasan informasi melalui berbagai media

 Penyediaan konseling perubahan perilaku antar pribadi

 Penyediaan konseling untuk pengasuh orang tua

 Penyediaan akses pendidikan anak usia dini (PAUD), promosi stimulasi anak usia dini, dan pemantuan tumbuh kembang anak

 Penyediaan konseling kesehatan dan reprodusi untuk remaja

 Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

Peningkatan aksespangan bergizi

 Akses bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk keluarga kurang mampu

 Akses fortifikasi bahan pangan utama (garam, teping terigu, minyak goring)

 Akses kegiatan kawasan rumah pangan lestari (KRPL)

F. Faktor-faktor Yang Mengmpengaruhi Kebijakan Stunting 1. Pola Makanan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi, serta seringkali tidak seragam.

2. Pola Asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuhyang kurang baik dalam praktek pemberian makanan bagi bayi dan balita.

3. Sanitasi dan akses air bersih

Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun pada air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

G. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan di sebuah topik penelitian. Yang menjadi

kriteria utama dalam membuat suatu kerangka berpikir agar dapat meyakinkan ilmuwan adalah alur-alur pemikiran yang logis, bisa dibilang bahwa kerangka berpikir adalah sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun berdasarkan beragam teori yang telah dideskripsikan.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha meninjau Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng dengan cara menggambarkan proses pelaksanaan Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo dengan menggunakan model dan tipe perumusan kebijakan menurut Anderson yaitu model pola kerja sama (bargaining), model persuasif (persuasion) dan pengarahan (commanding). Berdasarkan penjelasan kerangka piker, maka penulis akan menyederhanakan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng

Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Pikir

H. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif digunakan sebagai faktor untuk memperdalam penelitian. Adapun fokus dalam penelitian ini yang di maksud adalah implementasi kebijakan berkaitan dengan model perumusan kebijakan stunting di desa labbo Kabupaten Bantaeng menggunakan model dan tipe perumusan kebijakan menurut Anderson yaitu model pola kerja sama (bargaining), model persuasif (persuasion), dan pengarahan (commanding).

I. Deskriptif Fokus Penelitian

Pengarahan (Commanding)

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perumusan

Kebijakan Desa Mengenai Stunting

Perumusan Kebijakan Menurut Anderson

Pola Kerja Sama (Bargaining)

Model Persuasif (Persuasion)

Berdasarkan fokus penelitian yang telah di uraikan penulis kemudian akan dideskripsikan berikut ini:

1. Model pola kerja sama (bargaining)

Pada model kerja sama (bargaining) dapat terjadi dalam tiga bentuknya yaitu negosiasi (negotiation) adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaukan tujuan yang berbeda dan bertentangan, saling memberi dan menerima (take and give) dan kompromi (compromise) merupakan upaya untuk memperoleh kesepakatan di antara dua pihak yang saling berbeda pendapat atau pihak yang berselisih.

2. Model persuasif (persuasion).

Model persuasi (persuasion) ialah adanya polarisasi kelompok dalam perumusan kebijakan, yang di maksudkan polarisasi kelompok adalah adanya kelompok aktor yang menyebabkan aktor lain mengubah keputusan mereka ini bisa di lihat dari adanya negosiasi dan kompromi yang di lakukan oleh aktor perumus kebijakan, baik ke arah yang lebih teliti, atau lebih mengandung resiko dengan mengumpulkan pendapat kelompok aktor sampai tahap penentuan suatu kebijakan.

3. Pengarahan (commanding).

Pola hubungan dan interaksi antara aktor pada model ini adalah berkaitan dengan pola perumusan kebijakan yang sangat struktural, dimana satu kelompok aktor menjadi superordinat dan kelompok yang lain tentu saja menjadi subordinat. Tipe pengambilan kebijakan menempatkan posisi ini

mirip dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga perumus pengelolaan sumber daya alam daerah dalam bentuk kebijakan.

29 SBAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kantor Desa labbo Kabupaten Bantaeng selama 2 bulan yang dimulai dari tanggal 15 Agustus 2020 sampai 15 Oktober 2020 dimana titik pengambilan data penelitian tentang Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif (Qualitative Research). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan cenderung menggunakan analisis, penelitian ini membahas tentang objek yang alamiah sesuai dengan apa yang telah terjadi maupun belum terjadi dilapangan.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang merupakan bentuk penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum berbagai macam data yang dikumpul dari lapangan secara objektif berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi berdasarkan pengalaman hidup seseorang.

C. Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati, dan dicatat pertama kalinya melalui wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari buku dan materi tertulis yang

relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder ini juga biasa disebut data yang diperoleh dari sumber kedua melalui dokumentasi lembaga.

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil observasi maupun wawancara oleh narasumber atau informan pada objek/lokasi penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung terkait dengan objek penelitian. Data sekunder berupa data pendukung yang bersumber dari literatur maupun dokumen-dokumen yang terkait dengan objek atau lokasi penelitian.

D. Informan Penelitian

Informan yaitu orang-orang yang paham atau pelaku yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan yang dipilih adalah yang dianggap relevan dalam memberikan informasi mengenai Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng. Penulis mentukan informan pokok sebanyak 7 orang, informan pokok sebagai berikut :

Tabel 3.1 Informan Penelitian

E. Teknik

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara natural setting (kondisi yang alamiah), bahwa dalam metode ini peneliti mengunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data yaitu:

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu percakapan antara dua orang atau lebih untuk bertukar informasi mengenai suatu masalah tertentu, atau bertukar ide melalui tanya jawab, sehingga penulis bisa mendapatkan makna dalam suatu topic tersebut. Dengan wawancara penulis akan mengetahui hal-hal yang

NO JABATAN KETERANGAN

1. Kepala Desa

lebih mendalam mengenai situasi dan fenomena yang terjadi di lapangan, yang dimana hal ini tidak bisa ditentukan melalui observasi.

Dalam melakukan wawancara penulis menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk diajukan dan mencatat apa yang dikemukakan informan. Penulis melakukan tanya jawab dengan informan yang berkaitan dengan pelaksanaan model perumusan kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng.

2. Observasi

Observasi bertujuan untuk mengamati subjek dan objek penelitian.

Observasi adalah instrument yang dipakaiuntuk melaksanakan pengamatan lamgsung mengenai fenomena yang ada rangkaian dengan masalah yang bakal membahas dalam penelitian ini. Dari segi teknik perwujudan penumpukan data observasi.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berupa gambar, tulisan atau karya-karya seseorang. Dengan dokumentasi penulis dapat mendapatkan data-data atau dokumen-dokumen yang dapat mendukung terhadap penelitian. Yang dimana, penulis mengumpulkan data seperti arsip-arsip mengenai model perumusan kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng.

F. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu model perumusan kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng, maka mengenai hal

tersebut akan di kemukakan disini mengenai analisis data yang bertujuan untuk mencari dan menyusun data secara sistematis yang diperoleh berdasarkan dari hasil wawancara, observasi , dan dokumentasi.

Setelah mengadakan observasi, penulis mengumpulkan data-data yang didapatkan dari hasil wawancara dan dokumentasi atau sumber yang lain yang terkait dengan perumusan kebijakan stunting. Pada pengumpulan data dan analisis data secara praktiknya tidak mudah dipisahkan, keduanya dikerjakan bersamaan. Penulis mengumpulkan data dengan cara mengedit data yaitu memeriksa data yang didapatkan mengenai kelengkapan data dan kebenaran data sehingga data bisa untuk diproses lebih lanjut.

Penulis memberikan tanda tertentu pada data yang di dapatkan di lapangan, dan dikelompokkan serta mengklarifikasikan data dengan cara mengadakan seleksi data yang terkumpul sesuai dengan sumber data masing-masing, kemudian penulis menyimpulkan data yang didapatkan sehingga hasil penelitian mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

G. Pengabsahan Data

Keabsahan data merupakan data yang diperoleh, data yang teruji dan data valid. Yang dimana, penulis menulis keabsahan data yang sudah di uji kan melalui diskusi atau sharing dengan teman sejawat, mengenai referensi teori dan melihat realitas sosial yang terjadi di lapangan serta tentang isu-isu yang sedang berkembang mengenai perumusan kebijakan sunting, oleh karena itu penulis terus melakukan perbaikan pada data agar penulis mendapatkan data yang lebih baik.

Selain itu, penulis menggunakan teknik keabsahan data dengan cara Trigulasi sumber yang digunakan untuk mendapatan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama. Data dari sumber berbeda-beda yang didapatkan dari observasi dan wawancara merupakan gambaran atas data yang telah dikumpulkan sebagai cara perbandingan data. Dengan teknik ini, penulis melakukan wawancara dengan informan yang satu keinforman yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi yang di dapatkan di lapangan.

35 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Bantaeng

Kabupaten Banateng dikenal dengan sebutan “Butta Toa” terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 395,83 km.Terdiri atas 8 (delapan kecamatan),67 Desa dan Kelurahan, 502 Rukun Warga (RW) dan 503 Rukum Tetangga (RT). Kedelapan kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bisappu, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Eremmerasa, Kecamatan Uluere, Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Pajuku’kang, KecamatanGantarangkeke, dan Kecamatan Sinoa. Kecamatan Tompobulu meruapakan kecamatan terbesar dengan luas wilayah 76,99 km atau 19,45

persen dari luas Kabupaten Bantaeng ,sedangkan kecamatan dengan luas wilayah kecil yaitu 28,85.

Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten di Sulawesi selatan yang memiliki luas wilayah 395,83 km2 dengan jumlah penduduk 182.283 jiwa (2016) dengan rincian Laki-laki sebanyak 88. 012 jiwa dan perempuan 94.271 jiwa. Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan. Berikut jumlah penduduk berdasarkan kecamatan di Kabupaten Bantaeng:

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Kabupaten Bantaeng Berdasarkan Kecamatan Kecamatan Warga Negara Indonesia

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Bisappu 15.691 16.619 32.310

8. Gantarangkeke 8.030 9.093 17.123

Jumlah 88.012 94.271 182.283

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng a. Karakteristik Lokasi Dan Wilayah

Kabupaten Bantaeng secara geografis terletak ±120 km arah selatan Makassar ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan dengan posisi 5°21’13”-5°35’27” Bujur Timur. Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada

bagian barat ke timur kota yang salah satunya berpotensi untuk perikanan, dan wilayah daratannya mulai dari tepi laut Flores sampai ke pegunungan sekitar Gunung Lompo Battang dengan ketinggian tempat dari permukaan laut - 25 m sampai dengan ketinggian lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut. Kabupaten Bantaeng dengan ketinggianantara 100 - 500 m dari permukaan laut merupakan wilayah yang terluas atau 29,6 persen dari luas wilayah seluruhnya, dan terkecil adalah wilayah dengan ketinggian 0 - 25 m atau hanya 10,3 persen dari luas wilayah. Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan dengan:

1) Sebelah Utara : Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bulukumba 2) Sebelah Timur : Kabupaten Bulukumba

3) Sebelah Selatan : Laut Flores

4) Sebelah Barat : Kabupaten Jeneponto b. Keadaan Iklim

Letak geografis Kabupaten Bantaeng yang strategis memiliki alam tiga dimensi, yakni bukit pengunungan, lembah daratan dan pesisir pantai, dengan dua musim. Iklim di daerah ini tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan tahunan rata-rata setiap bulan 200 mm. Dengan adanya kedua musim tersebut sangat menguntungkan bagi sektor pertanian.

c. Kesehatan

Pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Bantaeng diarahkan agar pelayanan kesehatan lebih meningkat lebih luas, lebih merata, terjangkau oleh lapisan masyarakat.Kesehatan merupakan bagian yang terpenting dan

diharapkan dapat menghasilkan derajat kesehatan yang lebih tinggi dan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis.

Penyedia sarana pelayanan kesehatan berupa rumah sakit, puskesmas dan tenaga kesehatan semakin ditingkatkan jumlahnya sesuai dengan rencana pentahapannya, sejalan dengan itu peyediaan obat-obatan, alat kesehatan, pemberantasan penyakit menular dan peningkatan penyuluhan dibidang kesehatan.

Salah satu tujuan pembangunan, khususnya pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang sehat, beriman dan menguasai teknologi. Sehingga melahirkan generasi penerus yang beriman, cerdas dan menguasai teknologi.

d. Visi dan Misi Kabupaten Bantaeng 1. Visi:

“Yakni terwujudnya masyarakat Bantaeng yang sejahtera lahir dan batin, berpotensi pada kemajuan, keadilan, kelestarian, dan keunggulan berbasis agama dan budaya local”.

2. Misi:

a. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

b. Meningkatkan akselerasi program pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.

c. Meningkatkan akses, pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial lainnya.

d. Mengoptimalkan kualitas dan pemerataan pembangunan insfraktuktur yang berbasis kelestarian lingkungan.

e. Mengoptimalkan pengembangan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

f. Mewujudkan reformasi birokrasi dan pelayanan publik.

e. Gambaran Khusus Lokasi Penelitian

Secara khusus lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng tepatnya di Desa Labbo, alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena Desa Labbo merupakan desa dengan penduduk terbanyak dalam Kecamatan tompobulu selain itu Desa Labbo merupakan desa yang sebagian besar kondisi kesehatan anak masih kurang, sedangkan untuk program stunting yang kondisi gagal tumbuh pada anak akibat dari kekurangan gizi memerlukan makanan yang bergizi. Diantara 10 desa/kelurahan yang terletak di Kecamatan Tompobulu, Desa Labbo merupakan desa yang terletak di dataran rendah.

2. Kantor Desa Labbo

Desa Labbo adalah Desa yang paling tua dalam wilayah Kecamatan Tompobulu. Menurut sejarahnya Desa Labbo berasal dari perkataan Labboro yang berarti longsoran Tanah yang pada waktu itu merupakan bagian kampung Ganting, nama ini diberikan oleh pada leluhur kampong Ganting (Tau toana Ganting) yaitu Ni Camma.

Tahun 1961, masyarakat yang bermukim diluar kampung Ganting disatukan dalam kampung Labbo ini diprakarsai olek karaeng Naikang yang saat itu berada di Kampung Ganting. Tahun 1963 awal mula terbentuknya Desa Labbo yang terbagi menjadi Dua Dusun yaitu Dusun Bagan (Bawa dan Ganting) dan Dusun Pattaneteang Kepala Desa pertama adalah Bapak Kaimuddin yang memimpin mulai Tahun 1963-1970.

Pada tahun 1970-1977, jabatan Kepala Desa dijabat oleh Bapak Padu, S menggantikan bapak Kaimuddin. Kemudian pada tahun 1977-1981 Bapak Padu,S digantikan Oleh Bapak Budu,S Dg Ngunjung dan pada waktu Pemerintahan beliau banyak mengubah Pola hidup Masyarakat tentang peduli kebersihan Lingkungan dan Penataan Pemukiman yang pada saat itu belum teratur. Dan hanya memimpin selama 4 Tahun.

Tahun 1881-1983 Kepala Desa dijabat oleh Bapak Haris, tahun 1983-1986, dijabat oleh Bapak Kadir, tahun 1986-2002. Dijabat oleh Sahib Sehu yang dijabat selama Dua periode kepemimpinan pada waktu itu sudah Nampak pembangunan Pembukaan jalan Poros Kayu Tanning ke Taccepe (Dusun Bawa) yang dilakukan secara swadaya dan juga membagi wilayah menjadi Tiga dusun Yaitu Dusun Ganting, Panjang, dan Bawa, dan pernah mendapat Juara 1 Lomba P2WKSS Tingkat provinsi.

Selanjutnya tahun 2002-2013, dijabat oleh Bapak Subhan, S.Ag selama dua periode kepemimpinan melalui pemilihan secara Demokratis. Dimasa ini Pembangunan Desa Nampak secara pesat. Dan tahun 2003 wilayah kembali dimekarkan menjadi Empat Dusun yaitu Dusun Pattiro, Ganting, Panjang, Bawa

dan pada tahun 2005 meraih Juara III Lomba P2WKSS. Tahun 2007 dipercayakan lagi mengikuti Lomba Desa Tingkat provinsi dan mendapat juara III .dan Tahun 2009 dimekarkan lagi wilayah menjadi Enam dusun yaitu Pattiri,Labbo, Ganting,Panjang Selatan, Panjang Utara, Bawa dan masuk sebagai Desa Berprestasi pada tahun 2010. Tahun 2013 sampai sekarang Kepala Desa dijabat oleh Bapak Sirajuddin, S.Ag, dimana beliau sebelumnnya pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Bantaeng.

a. Kondisi Geografis Desa labbo

Secara administrasi Desa Labbo terletak di wilayah kacamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng dengan luas wilayah 12,81 Km, yang terdiri atas beberapa jenis lahan dan peruntukkannya. Desa Labbo secara geografis berada diketinggian antara 800-1200 di atas permukaan air laut.

Dengan keadaan curah hujan 2000 mm dengan jumlah curah hujan 6 bulan, serta suhu rata-rata harian adalah 27ºC, dengan bentang wilayah 11 Km.

Adapun batas-batas wilayah Desa Labbo adalah : Sebelah Utara : Asayya dan Kab.Bulukumba

Sebelah Timur : Desa Pattaneteang dan Kab.Bulukumba Sebelah Barat : Desa Balumbung dan Kelurahan Ereng-ereng Sebelah Selatan : Kelurahan Ereng-ereng dan Kab.Bulukumba Dalam pembagian wilayah Desa Labbo terbagi atas beberapa wilayah Dusun antara lain :

1. Dusun Pattiro

2. Dusun Panjang Utara

3. Dusun Panjang Selatan 4. Dusun Bawa

5. Dusun Ganting 6. Dusun Labbo

Adapun orbitasi atau jarak Desa Labbo ke Ibu Kota Kacamatan adalah 7 Km, jarak Desa Labbo ke Ibu Kota Kabupaten 37 km dan jarak Desa Labbo ke Ibu Kota Propinsi 157 km.

Secara umum masyarakat Desa Labbo bermata pencaharian sebagai petani. Tanaman yang ditanam umumnya tanaman perkebunan seperti tanaman kopi dan cengkeh. Adapun sebagian kecil masyarakat sebagai wiraswasta. Saat ini Desa Labbo mengembangkan potensi hutan desa dan memiliki banyak potensi tanam baik kayu maupun non-kayu. Kawasan huatan desa dan memiliki banyak potensi tanaman baik kayu maupun non-kayu. Kawasan hutan desa yang terdapat di Desa Labbo sesuai badan planalogi kehutanan dan hasil peta paduserasi provinsi Sulawesi Selatan seluas 342 Hektar. Terkhusu ada hasil hutan non-kayu yang potensinya

Secara umum masyarakat Desa Labbo bermata pencaharian sebagai petani. Tanaman yang ditanam umumnya tanaman perkebunan seperti tanaman kopi dan cengkeh. Adapun sebagian kecil masyarakat sebagai wiraswasta. Saat ini Desa Labbo mengembangkan potensi hutan desa dan memiliki banyak potensi tanam baik kayu maupun non-kayu. Kawasan huatan desa dan memiliki banyak potensi tanaman baik kayu maupun non-kayu. Kawasan hutan desa yang terdapat di Desa Labbo sesuai badan planalogi kehutanan dan hasil peta paduserasi provinsi Sulawesi Selatan seluas 342 Hektar. Terkhusu ada hasil hutan non-kayu yang potensinya

Dokumen terkait