• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

B. Bagaimana Model Perumusan Kebijakan Stunting Di Desa Labbo

1. Pola Kerja Sama

Pada model kerja sama (bargaining) dapat terjadi dalam tiga bentuknya yaitu negosiasi (negotiation), saling memberi dan menerima (take and give) dan kompromi (compromise). Permasalahan Stunting merupakan isu baru yang berdampak buruk terhadap permasalahan gizi di Indonesia karena mempengaruhi fisik dan fungsional dari tubuh anak serta meningkatnya angka kesakitan anak, bahkan kejadian stunting tersebut telah menjadi sorotan WHO untuk segera dituntaskan. Sebaigamana dari hasil wawancara sebagai berikut:

“Dapat dilihat dari di bentuknya posyandu di desa dan adanya bantuan pemerintah dalam menangani gizi buruk utamanya anak dan balita.

Adanya bantuan bidan desa, adanya penyuluhan kesehatan didesa”.

(Hasil wawancara dengan bapak SJ, 15/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa model perumusan kebijakan stuting di desa labbo Kabupaten Bantaeng dapat di lihat banyak memiliki keunggulan dari posyandu di desa dalam menangani gizi buruk pada anak.

Idealnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak pada kegiatan Posyandu dilakukan rutin setiap bulan sekali oleh tenaga kesehatan dibantu oleh KPM dan kader Posyandu. Namun untuk pengukuran panjang badan bayi dan baduta (0-23 bulan) atau tinggi badan balita (24-59 bulan) dapat dilakukan minimal tiga bulan sekali. Pengukuran stunting dilakukan dengan mengukur panjang badan untuk anak di bawah dua (2) tahun dan tinggi badan untuk anak berusia dua tahun ke atas dengan menggunakan alat antropometri yang tersedia di Puskesmas (length measuring board dalam posisi tidur untuk anak baduta dan microtoise dalam posisi berdiri untuk anak balita). Kedua alat ini harus dikalibrasi secara rutin oleh tenaga kesehatan sebelum digunakan untuk quality assurance. Umur anak harus dipastikan melalui catatan resmi seperti akta kelahiran atau buku KIA.

Adapun mekanisme dalam perumusan kebijakan stunting yang di lakukan oleh Desa labbo. Sebagaimana dari hasil wawancara yang sebagai berikut:

“ada kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah Daerah dan Kepala Desa Labbo dalam merumuskan kebijakan stunting”.(Hasil wawancara dengan ibu RK, 03/09/2020)

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa model perumusan kebijakan stunting di Desa Labbo kabupaten bantaeng sudah memiliki kebjikan dalam merumuskan kebijakan stunting yang di rumuskan oleh pemerintah daerah dan kepala Desa.

Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Holistik, Intergratif, Tematik, dan Spatial (HITS). Upaya penurunan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi spesifik dan sensitif dilakukan secara terintegrasi atau terpadu. Beberapa penelitian baik dari dalam maupun luar negeri telah menunjukkan bahwa keberhasilan pendekatan terintegrasi yang dilakukan pada sasaran prioritas di lokasi fokus untuk mencegah dan menurunkan stunting.

Dalam pengambilan kebijakan stunting, harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“kebijakan pemerintah mempromosikan permasalahan dalam kebijakan stunting tetap harus mengutamakan kepentingan masyarakat banyak tetapi tidak menyepelekan dan tetap memperhatikan kampromisasi dalam stunting. Dan tetap mengambil langkah-langkah perbaikan untuk kedepannya untuk perbaikan permasalahan dalam stunting”. (Hasil wawancara sdengan ibu RK, 03/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pemerintah tetap harus mengutamakan kepentingan masyarakat banyak dan tetap memperhatikan kampromisasi dalam stunting. Tujuan dari pelaksanaan kebijakan ini adalah untuk memberikan pelayanan yang prima kepada Puskesmas yang ada di kabupaten bantaeng dalam menangani masalah stunting.

Pembuatan sebuah kebijakan seringkali dinyatakan dengan kata atau istilah yang berbeda-beda. Proses penyusunan kebijakan merupakan satu rangkaian

aktivitas yang tidak terpisahkan dari sebuah proses kebijakan, artinya suatu aktivitas yang berlangsung secara simultan. Dalam proses penyusunan kebijakan terdapat proses tawar menawar (bargaining) yang terjadi antara aktor-aktor pembuat kebijakan dengan menggunakan kekuasaan dan kewenangan dilaksanakan bukan untuk menyinkronkan kepentingan rakyat namun digunakan untuk meraih kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) itu sendiri (Madani, 2010:9). Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa kepala daerah adalah pemimpin daerah. Dengan demikian, kepala daerah mempunyai kedudukan untuk memimpin daerah sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang didalamnya terdapat pemerintah daerah dan komunitas-komunitas otonom lainnya.

Kebijakan pemerintah dalam penurunan angka stunting di kabupaten bantaeng khususnya di puskesmas labbo. Sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“pemerintah bekerjasama dengan kepala desa/kelurahan mengeluarkan perdes untuk stunting”. (Hasil wawancara dengan bapak PN, 05/09/2020)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pembuatan perdes tentang stunting pemerintah bekerjasama dengan kepala desa/kelurahan.

Program stunting ini diterealisasikan di Desa Labbo, program stunting ini dibentuk pada tahun 2018, di desa labbo sendiri pada tahun 2019 telah merealisasikan program stunting ini.

Pemerintah desa Labbo awalnya sangat intensif memberikan arahan kepada masyarakat agar masyarakat desa Labbo dapat bekerjasama serta saling

membantu dalam mengawal serta melaksanakan stunting ini secara maksimal.

Pemerintah desa juga sangat menyambut secara antusias saran, masukan, serta keluhan dari masyarakat desa Labbo itu sendiri.

2. Persuasi (persuasion)

Persuasi (persuasion) ialah adanya polarisasi kelompok dalam perumusan kebijakan, yang di maksudkan polarisasi kelompok adalah adanya kelompok aktor yang menyebabkan aktor lain mengubah keputusan mereka ini bisa di lihat dari adanya negosiasi dan kompromi yang di lakukan oleh aktor perumus kebijakan, baik ke arah yang lebih teliti, atau lebih mengandung resiko dengan mengumpulkan pendapat kelompok aktor sampai tahap penentuan suatu kebijakan. Sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“dalam hal ini kendala yang di hadapi dalam mengumpulkan pendapat kelompok aktor dalam tahap pengumpulan aktor adalah susahnya memberikan pengertian dan arahan kepada masyarakat yang SDM relatif rendah dan dasar pendidikan yang sangat minim, serta pola kehidupan masyarakat yang masih banyak menggunakan pola hidup tradisional sehingga dalam penentuan stunting untuk mencapai tahap yang diinginkan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penentuan kebijakan tersebut”. (Hasil wawancara dengan bapak AM, 11/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, kendala dalam mengumpulkan pendapat kelompok actor adalah susahnya memberikan pengertian kepada masyarakat yang SDM relative rendah dan dasar pendididkan yang sangat minim.

Hal ini menunjukkan bahwa negosiasi yang di lakukukan antara Pemerintah desa dengan organisasi perangkat desa dalam perumusan kebijakan stinting sudah tepat. Sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“Perumusan suatu kebijakan memang butuh proses dan waktu yang tidak sedikit, moment ini yang digunakan oleh pemerintah untuk bernegosiasi dalam menetapkan kebijakan yang tepat”. (Hasil wawancara dengan bapak AM, 11/09/2020)

Dapat disimpulkan bahwa, perumusan kebijakan membutuhkan proses dan waktu yang sangat lama sehingga pemerintah desa bernegosiasi dalam menetapkan kebijakan yang sangat tepat.

Hal ini menunjukkan bahwa adanya informan yang mengatakan bahwa persetujuan Pemerintah Desa dengan BPD dalam mengkompromikan permasalahan yang terjadi tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat kurang setuju dan hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam fungsinya untuk mensejahtrakan masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang informan dalam wawancara penulis bahwa:

“Banyaknya permasalahan stunting yang terjadi terutama di desa labbo masyarakat yang mengalami gizi buruk sehingga kepala desa dengan BPD membuat perdes tentang percepatan pengurangan stunting dapat terlaksana dengan baik.” (Hasil wawancara dengan bapak SR, 9/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, karena banyaknya jumlah stunting yang terjadi didesa labbo yang mengalami gizi buruk sehingga kepala desa labbo dan BPD membuat peraturan desa untuk menurunkan angka stunting di desanya.

3. Pengarahan

Pola hubungan dan interaksi antara aktor pada model ini adalah berkaitan dengan pola perumusan kebijakan yang sangat struktural, dimana satu kelompok

aktor menjadi superordinat dan kelompok yang lain tentu saja menjadi subordinat. Tipe pengambilan kebijakan menempatkan posisi ini mirip dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga perumus pengelolaan sumber daya alam daerah dalam bentuk kebijakan. Sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“hubungan interaksi yang dilakukan antara perumus dengan kebijakan stunting yaitu menjalin hubungan kerjasama yang persuasif antara perumus kebijakan dan menetapkan kebijakan berdasarkan fakta dan kondisi yang ada pada masyarakat yang akan menerima kebijakan stunting”. (Hasil wawancara dengan bapak SR, 9/09/2020)

Dapat disimpulkan bahwa perumus dapat menetapkan kebijakan stunting dan menjalin hubungan kerjasama yang persuasif berdasarkan fakta yang ada pada masyarakat yang menerima kebijakan stunting tersebut.

Program perumusan kebijakan desa tentang stunting di kabupaten banteng merupakan bentuk upaya pemrintah dalam pemberdayaan desa sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“menjalin kerjasama kepada masyarakat melalui PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa) serta menitoring langsung yang di lakukan pemerintah dalam melihat kondisi masyarakat yang ada di desa”. (Hasil wawancara dengan bapak PN, 05/09/2020)

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Kepala Desa Labbo dalam membantu masyarakat untuk menurunkan angka stunting serta menitoring langsung yang dilakukan untuk melihat kondisi dan belum melakukan pelatihan pegawai secara merata.

Program ini diterealisasikan di Desa Labbo, program stunting ini dibentuk pada tahun 2018, di desa labbo sendiri pada tahun 2019 telah merealisasikan program stunting ini.

Tujuan umum Stranas Stunting adalah mempercepat pencegahan stunting dalam kerangka kebijakan dan institusi yang ada. Tujuan tersebut akan dicapai melalui lima tujuan khusus sebagai berikut:

a. Memastikan pencegahan stunting menjadi prioritas pemerintah dan masyarakat di semua tingkatan;

b. Meningkatkan kesadaran publik dan perubahan perilaku masyarakat untuk mencegah stunting;

c. Memperkuat konvergensi melalui koordinasi dan konsolidasi program dan kegiatan pusat, daerah, dan desa;

d. Meningkatkan akses terhadap makanan bergizi dan mendorong ketahanan pangan; dan

e. Meningkatkan pemantauan dan evaluasi sebagai dasar untuk memastikan pemberian layanan yang bermutu, peningkatan akuntabilitas, dan percepatan pembelajaran.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng

Keberhasilan di desa dalam percepatan penurunan stunting secara efektif, pelaksanaannya tidak lepas dari peran pemerintah desa itu sendiri yang sangat berpengaruh dalam hal pengambilan kebijakan. Hasil penelitian ini menunjukan rangkuman jawaban informan mengenai peraturan Desa Labbo No. 04 Tahun 2019 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Sesuai konsep Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng berdasarkan tanggapan informan proses penyusunan rencana pencegahan stunting di susun berdasarkan

hasil rapat bersama kepala desa dan aparatur desa. Hasil penyusunan di sampaikan dalam kegiatan rapat dan tertuang dalam program kerja desa. Faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan stunting, sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“karena adanya peraturan presiden tentang gerakan percepatan perbaikan gizi dan peraturan bupati tentang konvergensi program pencegahan stunting maka dibuatlah perdes tersebut”. (Hasil wawancara dengan bapak SJ, 15/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, kebijakan desa dibuat karena adanya peraturan presiden tentang gerakan percepatan perbaikan gizi dan peraturan bupati tentang konvergensi program pencegahan stunting maka dari itu dibuatlah kebijakan desa tentang percepatan penurunan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng.

Sumber daya yang dimiliki khususnya sumberdaya manusia sebenarnya sudah cukup memadai, di tiap desa sudah terdapat bidan desa, dan di setiap Puskesmas terdapat 2 sampai 3 petugas gizi. Dan di beberapa program penurunan stunting telah disesuaikan pembagiannya menurut masing-masing bagian atau seksi di setiap OPD nya. Akan tetapi hal yang berbeda terdapat di Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak. OPD ini yang menyatakan bahwa sumber daya manusia mereka kurang memadai karena banyak yang pensiun dan tidak semua pegawai sudah mengikuti diklat.

Sedangkan untuk sumber daya non manusia, yaitu anggaran, bisa dibilang terbatas karena adanya beberapa program yang dibatasi oleh kuota dan programprogram dari OPD lain yang rata-rata belum bisa menyentuh keseluruhan 39 desa stunting. Sedangkan untuk fasilitas, yang dirasa masih

kurang adalah di Posyandu di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng masih berada di strata terbawah karena masih kurang fasilitasnya. Dan salah satu fasilitas yang belum dimiliki oleh Posyandu di Kabupaten Bantaeng adalah alat ukur panjang badan bayi yang sesuai dengan standar antropometri.

Selanjutnya hasil penelitian yang menunjukkan Tanggapan informan tentang sumber daya terhadap upaya pencegahan stunting di desa Labbo.

Pemerintahan di Desa Labbo meningkatkan sumber daya khususnya peningkatan sumber daya manusia melalui pengangkatan bidan desa di desa Labbo dengan menggunakan alokasi dana desa dan melaksanakan penyegaran Kader, sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“pengankatan bidan desa yang digajih dari desa menggunakan dana desa sesuai prioritas desa dikarenakan bidan di desa telah ditarik oleh induk atau Puskesmas, sehingga memerlukan tenaga kesehatan yang kompeten dibidangnya melakasanakan upaya-upaya peningkatan kesehatan termasuk pencegahan stunting di Desa Labbo”. Hasil wawancara dengan bapak SR, 09/09/2020)

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa, Pemilihan Bidan desa dilakukan oleh Desa bekerja sama dengan Puskesmas Labbo dalam menentukan kriteria calon bidan desa. Dalam percepatan penurunan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng.

Hasil penelitian tentang komunikasi antar organisasi terhadap program percepatan penurunan stunting di Desa Labbo bahwa berdasarkan hasil wawancara terhadap informan menyatakan sebagai berikut:

“pihak desa selalu menyapaikan program-program yang berkaitan dengan upaya pencegahan stunting kepada pihak Puskesmas. Dalam setiap kegiatan di desa baik posyandu, penyuluhan maupun sosialisasi dengan Puskesmas labbo Kabupaten Bantaeng serta kegiatan-kegiatan yang lalu dan sekarang mengenai masalah stunting dan kesehatan

lainnya. Puskesmas selalu berkomunikasi dengan desa guna melakukan pendataan terhadap kelompok sasaran, permasalahan terhadap stunting, cakupan pelayanan dasar kepada masyarakat serta kondisi penyediaan pelayanan di desa”. Hasil wawancara dengan bapak AM, 11/09/2020) Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, kepala desa selalu bersosialisasi tentang percepatan penurunan stunting kepada puskesmas labbo untuk bersosialisasi tentang percepatan penurunan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng.

Masalah partisipasi masyarakat juga dialami oleh beberapa OPD dalam pelaksanaan programnya yaitu terdapat masyarakat sasaran yang kurang bersungguh-sungguh dalam mengikuti program yang bersangkutan sehingga keberjalanan program menjadi terhambat dan kurang maksimal. Sedangkan dukungan dari pemerintah Desa labbo Kabupaten Bantaeng terkait percepatan penurunan dan penanggulangan stunting menunjukkan dukungan positif dengan dibentuknya Peraturan Desa tentang percepatan penurunan Stunting.

Kurangnya kesadaran masyarakat terkait pentingnya pola hidup sehat yang meliputi kesehatan lingkungan, kesehatan reproduksi, dan asupan makanan bergizi dalam percepatan penurunan stunting di Desa labbo Kabupaten Bantaeng. Serta ketersediaan data masyarakat miskin yang kurang valid sehingga beberapa program yang terdapat dalam kebijakan intervensi gizi sensitif penurunan stunting menjadi tidak tepat sasaran karena beberapa sasaran program tersebut berdasarkan pada data penduduk miskin.

Masalah yang nampak adalah kapasitas birokrasi dari aktor perumus kebijakan belum mampu dalam melakukan analisis permasa- lahan yang terjadi dan belum dapat mengin- tegrasikan isu yang ada. Dominasi dari para pemangku

kebijakan masih dirasakan begitu kuat dalam perumusan kebijakan pengelolaan pertambangan. Hal yang ini juga dikatakan oleh informan dalam wawancara, bahwa:

“Pemerintah desa labbo berusaha meningkatkan sumber daya manusia untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tentu hal ini didukung dengan usaha peningkatan pemberian makanan yang bergizi bagi masyarakat desa labbo dan ini di lihat dari banyaknya balita yang kekurangan asupan gizi yang ada di desa labbo kabupaten bantaeng”.

Hasil wawancara dengan bapak AM, 11/09/2020)

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa, pemerintah desa labbo berusaha meningkatkan SDM untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hal ini di dukung dengan adanya pemberian makanan yang bergizi untuk masyarakat dan dilihat dari banyaknya balita yang kekurangan asupan gizi yang ada di desa tersebut.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng. Hal ini dilihat dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa indikator yaitu:

1. Model pola kerja sama (bargaining), Model Perumusan Kebijakan Stunting Kabupaten Bantaeng dapat di lihat banyak memiliki keunggulan dari posyandu di desa dalam menangani gizi buruk pada anak. Dan memiliki kebjikan dalam merumuskan kebijakan stunting yang di rumuskan oleh pemerintah daerah.

2. Model persuasif (persuasion), Model Perumusan Kebijakan Stunting Di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng memiliki kendala dalam mengumpulkan pendapat kelompok aktor adalah susahnya memberikan pengertian kepada masyarakat yang SDM relative rendah dan dasar pendididkan yang sangat minim.

3. Pengarahan (commanding), kerjasama antara pemerintah desa dengan kepala desa labbo dalam membantu masyarakat untuk menurunkan angka stunting serta menitoring langsung yang dilakukan untuk melihat kendisi belum melakukan pelatihan pegawai secara merata. Masyarakat yang ada di desa.

Program ini diterealisasikan di Desa Labbo, program stunting ini dibentuk pada tahun 2018, di desa labbo sendiri pada tahun 2019 telah merealisasikan program stunting ini.

4. Faktor yang mempengaruhi perumusan kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng, kebijakan desa dibuat karena adanya peraturan presiden tentang gerakan percepatan perbaikan gizi dan peraturan bupati tentang konvergensi program pencegahan stunting maka dari itu dibuatlah kebijakan desa atau perdes No. 04 Tahun 2019 tentang percepatan penurunan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng terdapat beberapa saran yaitu sebagai berikut:

1. Pentingnya peran aktif pemerintah dan tenaga kesehatan dalam penanganan stunting pada balita di setiap desa.

2. Melakukan sosialisasi yang terkait dengan stunting harus diperbaiki agar semua kalangan masyarakat mengetahui stunting baik proses pencegahannya maupun penanggulangannya.

3. Diharapkan kepada masyarakat untuk menerapkan pola makan yang bergizi dan seimbang, pemenuhan air bersih untuk meningkatkan kesehatannya.

4. Intervensi penurunan stunting harus dilakukan diseluruh desa yang ada di Kabupaten Bantaeng karena tidak menutup kemungkinan akan ada anak stunting di desa lainnya.

65

DAFTAR PUSTAKA

Dunn, William N 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik . Yogyakarta:

Hanindita Graha Widya.

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 3 (no. 2) kejadian stunting pada balita usia 12-36 Bulan: Mei 2015

Febriyanto, R. Formulasi Kebijakan Perencanaan Pembangunan Kelurahan Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2015 (Study Kasus Musrenbang Kelurahan Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2015). Formulasi Kebijakan Perencanaan Pembangunan Kelurahan Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2015 (Study Kasus Musrenbang Kelurahan Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2015).

Fikawati, S., & Syafiq, A. Veratamala.2017. Gizi Anak dan Remaja. PT RajaGrafindo Persada: Depok.

Fischer, Frank, Gerald J. Miller and Mara S. Sidney (Eds.). 2007. Handbook of Pub- lic Policy Analysis: Theory, Politics and Methods, Boca Raton: CRC Press.

http://adhymuliadi.blogspot.com/2014/06/model-model-formulasi-kebijakan-publik.html

Islamy, M.Irfan. 1998. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaaan Negara.

Jakarta: Bumi Aksara.

Islamy, M.Irfan. 2002. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksana-an Negara.

Jakarta: Bumi Aksara.

Ismail MH. 2016. Konsep Dan Kajian Teori Perumusan Kebijakan Publik. Jurnal Review Politik

Kania, I., Wang, B., & Szwedo, J. (2015). Dicranoptycha Osten Sacken, 1860 (Diptera, Limoniidae) from the earliest Cenomanian Burmese amber. Cretaceous Research, 52, 522-530.

Kemenkes, R. I. 2018. Buku saku pemantauan status gizi tahun 2017. Jakarta:

Direktorat Gizi Masyarakat.

Kusumawati, Rahardjo, Sari, Model Pengendalian Faktor Risiko Stunting pada Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 3, Februari 2015

Kostadia Yunita San Roja, 2017. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Kasus Gizi Buruk Di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur.Laniari, M. 2015. Pelaksanaan Pengelolaan Kebijakan Alokasi Dana Nagori (ADN) dalam Meningkatkan Pembangunan Nagori di Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

Luqyana, Bevaola, 2019. Intervensi Aktor dalam Mempengaruhi Formulasi Kebijakan Lingkungan: Studi Kasus Kebijakan Relokasi Tambak Udang diYogyakarta. Jurnal Borneo Administrasi

Muhlis Madani, 2011. Dimensi Interaksi Aktor Dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Nurhidayati, 2013. Proses Perumusan Kebijakan Pertambangan di Kabupaten Sumbawa. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik

Nasution, Rina Susanti. 2017. Naskah PublikasiPersiapan Menuju Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Penuh Studi Pada Tiga Puskesmas Di Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang, (Daring), (http://repository.ugm.ac.id, diakses 9 Oktober 2017).

Parsons, Wayne. 1997. Public Policy. Cheltenham : Edward Elgar

Prihatini, D., & Subanda, I. N. (2020). Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Dalam Upaya Pencegahan Stunting Terintegrasi. Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi), 4(2), 46-59.

Pritasari, L. A., & Kusumasari, B. 2019. Intervensi Aktor dalam Mempengaruhi Formulasi Kebijakan Lingkungan: Studi Kasus Kebijakan Relokasi Tambak Udang di Yogyakarta. Jurnal Borneo Administrator, 15(2), 179-198.

Probohastuti, N. F., & Rengga, A. (2019). Implementation Of Nutrition-Sensitive Interventions Policy For Stunting Decrease In Blora Regency. Journal of Public Policy and Management Review, 8(4), 251-266.

Rijal, F., Madani, M., & Fatmawati, F. 2013. Interaksi Aktor dalam Perumusan Kebijakan Pengelolaan Pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara.

Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan

Rijal, F., Madani, M., & Fatmawati, F. 2013. Interaksi Aktor dalam Perumusan Kebijakan Pengelolaan Pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara.

Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintaha

Tjukarni, T., Prihartini, S., & Hermina, H. 2011. Faktor Pembeda Prevalensi Gizi Kurang Dan Buruk Pada Balita Di Daerah Tidak Miskin. Buletin Penelitian Kesehatan, 39(2 Jun), 52-61.

Winarno, B. 2012. Kebijakan publik: teori, proses, dan studi kasus: edisi dan revisi terbaru. Center for Academic Publishing Service.

World Bank (2014). Better Growth through Improved Sanitation and Hygiene Practices.

L A M

P

I

R

A

N

DOKUMENTASI PENELITIAN

Profil Kantor Desa Labbo

Wawancara Oleh Sekertaris Desa Labbo

Rapat Kerja Tentang Pembahasan Percepatan Penurunan Stunting

Rapat Kerja Tentang Pembahasan Percepatan Penurunan Stunting

Sosialisasi Tentang Penurunan Stunting Kepada Masyarakat Desa Labbo

Peraturan Desa Labbo Kabupaten Bantaeng

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ANDI SRI SULASTRI, di lahirkan di Kabupaten Bantaeng tepatnya di Kelurahan Lembang Gantarang Keke Kecamatan Tompobulu pada hari Selasa 01

ANDI SRI SULASTRI, di lahirkan di Kabupaten Bantaeng tepatnya di Kelurahan Lembang Gantarang Keke Kecamatan Tompobulu pada hari Selasa 01

Dokumen terkait