• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembagian kelompok keturunan bagi masyarakat Batak diyakini berasal dari satu nenek moyang yang sungguh-sungguh ada, dan atau karena anggapan mitologi seperti disebutkan dalam pembahasan di atas. Garis keturunan yang disandang oleh setiap orang Batak sekarang ini berasal dari satu sumber yang secara eksklusif ditarik lurus dari pihak laki-laki (keturunan agnatic, patrilineal atau laki-laki). Garis patrilineal ini dipakai guna menentukan status keanggotaan dalam sebuah kelompok yang dinamai marga (klan). Sedangkan patrilineal adalah garis keturunan menurut laki-laki. Sehingga, kelompok marga Batak adalah sebuah

organisasi keluarga yang luas. Kekerabatan dari kelompok keturunan bagi orang Batak banyak dijumpai menurut wilayah kediaman masyarakat Batak Toba. Mereka membentuk grup-grup menjadi sebuah kelompok marga (descent group) sebagai

kesatuan sosial. Kesatuan yang diakui (de facto) oleh umum.

Sejak dulu sampai sekarang, masyarakat Batak Toba dalam beberapa hal merupakan masyarakat yang patriakal10

Adat Batak Toba mendorong seseorang segera menikah setelah masa pubertas dan bagi laki-laki menikah dianggap sebagai sebuah tugas. Sistem marga Batak Toba bersifat hirarkis, dalam arti bahwa marga (hula-hula), yang telah

memberikan anak perempuannya agar dinikahi marga yang lain dianggap lebih tinggi dari pada marga yang menerima isteri tersebut (boru). Di pihak lain, marga

yang lebih tinggi juga berhubungan dengan marga-marga yang lain yang telah memberikan anak-anak perempuan kepada mereka, yaitu yang dianggap lebih tinggi. Tiga marga adalah marga milik seseorang (dongan sabutuha, teman dari . Dalam masyarakat tradisional, posisi perempuan seringkali sulit. Jika seorang perempuan telah melahirkan banyak anak laki-laki dan satu anak perempuan akan sangat dihargai, tetapi jika perempuan tidak melahirkan anak laki-laki akan dianggap rendah. Karena sistem marga diambil dari anak laki-laki, seorang laki-laki yang tidak memiliki anak laki-laki tidak dapat mengabadikan marganya. Keadaan ini dianggap sebagai rasa malu yang besar dan laki-laki itu didesak untuk memiliki istri lagi, karena anak-anak membawa kebanggaan dalam sebuah marga, biasanya laki-laki yang memiliki kekayaan sering memiliki lebih dari satu istri. Karena marga adalah eksogamus, perkawinan antara orang-orang dari marga yang sama dianggap tabu.

10

Patriakal merupakan sistem pewarisan garis keturunan menurut garis keturunan/marga sibapak.

satu rahim), hula-hula dan boru disebut dalihan na tolu, yang merujuk pada tiga

batu yang diletakkan dibawah tungku untuk memasak. Dalam hal ini tidak seorang pun berada diatas karena setiap orang memiliki hubungan dengan sebuah marga yang mereka anggap lebih tinggi.

Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba, tidak dapat dipisahkan dari filsafat hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan yang tertentu yaitu kaum kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari pihak perempuan. Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak Toba, masing-masing memiliki nama sebutan panggilan yang menunjukkan status kekerabatan. Filsafat hidup kekerabatan inilah yang disebut Dalihan Na Tolu (tungku nan tiga) yang

terdiri dari:

1. Hula-hula atau dinamai parrajaon (pihak yang dirajakan) yaitu marga ayah

mertua seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula bukan hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu

marga asal nenek (istri kakek) ego lima tingkat ke atas atau lebih, tulang yaitu

saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang (tulang

kandung dari bapak ego), tulang tangkas (tulang ego saudara), tulang ro robot

(ipar dari tulang), lae atau tunggane (ipar) yang termasuk di dalamnya anak dari

tulang anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar dari ipar, cucu ipar; bao

(istri ipar) yaitu istri ipar dari pihak hula-hula mertua perempuan dan anak laki- laki, anak perempuan dari tulang ro robot; paraman dari anak laki-laki,

termasuk di dalamnya anak ipar dari hula-hula, cucu pertama, cucu dari tulang,

saudara dari menantu perempuan, paraman dari bao; hula-hula hatopan yaitu

2. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang termasuk

di dalamnya namboru (bibi) yang terdiri dari iboto ni ama niba (saudara

perempuan bapak), mertua perempuan dari saudara perempuan, nenek dari menantu laki-laki; amang boru (suami bibi) yang termasuk di dalamnya mertua

laki-laki dari saudara perempuan, kakak dari menantu laki-laki; iboto (saudara

perempuan) yang termasuk di dalamnya putri dari namboru, saudara perempuan

nenek, saudara perempuan dari abang atau adik kita; lae (ipar) yang termasuk di

dalamnya saudara perempuan, anak namboru, mertua laki-laki dari putri, amang

boru dari ayah, bao dari saudara perempuan. Boru (putri) yang termasuk di

dalamnya boru tubu (putri kandung), boru ni pariban (putri kakak atau adik

perempuan), hela (menantu), yang termasuk di dalamnya suami dari putri, suami

dari putri abang atau adik kita, suami dari putri; bere atau ibebere (kemenakan)

atau anak dari saudara perempuan; boru natua-tua yaitu semua keturunan dari

putri kakak kita dari tingkat kelima.

3. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya

segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan laki-laki dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam posisi sebagai

dongan tubu, hula-hula dan boru terhadap orang lain. Terhadap hula-hula-nya,

dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia merupakan hula-hula dan

terhadap garis keturunannya sendiri dia merupakan dongan tubu. Penyebutan

kata somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu adalah salah

satu semboyan yang hidup hingga saat ini pada masyarakat Batak Toba yang mencerminkan keterkaitan hubungan ketiga sistem kekerabatan ini. Artinya

hula-hula menempati kedudukan yang terhormat diantara ketiga golongan

harus dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga golongan ini. Hula-hula, mata ni mual si patio-tioon, mata ni ari so husoran

artinya hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya tetap jernih dan matahari yang tidak boleh ditentang. Hula-hula diberi sebutan sebagai

debata na tarida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat, karena merupakan sumber

berkat, perlindungan dan pendamai dalam sengketa. Elek marboru artinya hula-

hula harus selalu menyayangi borunya dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan boru. Manat mardongan tubu artinya orang yang semarga harus

berperasaan seia sekata dan sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormat menghormati.

Adapun fungsi dalihan na tolu dalam hubungan sosial antar marga ialah

mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan, hak dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba, secara otomatis berlaku fungsi dalihan na tolu, dan selama orang Batak Toba tetap

mempertahankan kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan na tolu

tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya.

Dokumen terkait