3.4 Kajian Fungsional Sulim
3.4.2 Teknik permainan
3.4.2.1 Teknik permainan lidah
3.4.2.1.1 Mangarutu
Mangarutu adalah teknik permainan lidah dengan kombinasi double
tonguing yang memberikan penekanan ritem lidah seperti melafalkan kata “tu” dan
“ru” dengan mengeluarkan desis tiupan tanpa mengeluarkan suara/bunyi dari mulut. Kata “tu” dilafalkan pada penekanan ritem pertama dan kata “ru” dilafalkan pada penekanan ritem kedua. Pola mangarutu dikembangkan dengan melipatgandakan
not seperempat (1/4) atau not seperdelapan (1/8) menjadi not seperenambelas (1/16). Teknik ini sering muncul pada berbagai lagu/repertoar yang bertempo sedang atau cepat yang memiliki ritem rapat dengan not seperenambelas (1/16). Teknik mangarutu biasanya lebih enak dan nyaman jika dimainkan untuk repertoar yang bertempo sedang/cepat dibandingkan repertoar yang bertempo lambat, karena jika dimainkan pada lagu atau repertoar lambat kesannya akan terdengar kasar dan seakan dimainkan tidak pada tempatnya. Contoh teknik mangarutu dapat dilihat
Contoh :
Keterangan :
Setiap nada pertama dan nada ganjil pada pola teknik mangarutu di atas ditiup dengan menggunakan penekanan lidah seperti pelafalan kata “tu”, sedangkan nada kedua dan nada genap yang lain ditiup dengan meggunakan penekanan lidah seperti pelafalan kata “ru”.
Secara praktis, teknik memainkan pola mangarutu pada repertoar dapat
dilihat pada penggalan melodi gondang siburuk berikut ini:
3.4.2.1.2 Mandila-dilai
Mandila-dilai merupakan teknik permainan lidah dengan memberikan
tekanan atau aksen lebih pada setiap nada yang dimainkan. Dalam istilah musik, teknik ini lazim dikenal dengan istilah staccato. Untuk menghasilkan teknik
mandila-dilai atau staccato dalam permainan sulim biasanya diimitasikan dengan
dimainkan jika hanya sesuai terhadap lagu atau repertoar yang dimainkan. Sebab pada umumnya tidak semua lagu atau repertoar “enak dan cocok” jika disajikan secara terus menerus dengan memakai pola staccato, paling hanya sedikit repertoar
dapat dimainkan dengan pola ini dan itu pun hanya di beberapa bagian tertentu saja. Hal ini disebabkan karena umumnya repertoar Batak Toba jarang dimainkan dengan pola staccato kecuali ditemui pada bagian penggalan melodi gondang hata
sopisik saja. Jika ada yang memainkan pola staccato dalam bentuk repertoar yang
lain, biasanya hal itu merupakan bagian dari improvisasi dari sipemain tersebut. Oleh karena itu, teknik ini biasanya hanya muncul sesekali dalam penyajiannya. Contoh teknik mandila-dilai dapat dilihat pada penggalan melodi repertoar
gondanghatasopisik di bawah ini.
3.4.2.2 Mangangguk (Teknik permainan lidah dan tiupan)
Di dalam teknik permainan ini yang paling berperan penting adalah penekanan lidah dan keras lembutnya tiupan nafas. Teknik permainan yang melibatkan lidah dan tiupan ini dinamakan teknik mangangguk.
Mangangguk merupakan teknik permainan sulim dengan penggarapan
sebuah nada yang bersifat ritmik dengan memunculkan 2 (dua) nada yang sama dengan jenis warna yang berbeda yakni nada oktaf atas (nada balikan) dan nada oktaf bawah dalam interval dan wilayah nada satu oktaf. Dalam hal ini, ritme dari satu ketuk nada panjang tersebut dilipatgandakan ke dalam bentuk not
seperenambelas (1/16). Untuk menghasilkan warna nada yang pertama yakni nada oktaf atas dilakukan dengan penekanan lidah dengan teknik peniupan seperti melafalkan kata “tu”, sedangkan warna nada kedua yakni nada oktaf bawah dihasilkan melalui tiupan lembut tanpa tekanan lidah dengan teknik peniupan seperti melafalkan kata “hu”. Teknik ini biasanya dipakai ketika memainkan lagu atau repertoar yang yang bernuansa andung-andung (nyanyian ratapan) dengan
tempo yang lambat ataupun sedang. Contoh teknik mangangguk dapat dilihat dalam
penggalan lagu andung berjudul “Sawan” berikut ini:
Keterangan :
Nada “g” oktaf bawah (g) yang menghasilkan bunyi “hu” dan nada “g “ oktaf atas (g’) yang menghasilkan bunyi “tu” menunjukkan pola garapan ritmis dalam teknik mangangguk.
3.4.2.3 Mangenet (Teknik permainan jari dan tiupan)
Teknik mangenet merupakan kebalikan dari mangangguk dimana teknik ini
dimainkan dengan permainan jari dan tiupan nafas. Mangenet adalah suatu teknik
permainan nada dengan cara membuka dan menutup sedikit demi sedikit lobang nada oleh jari dan mengkombinasikannya dengan keras-lembutnya tiupan nafas yang bertujuan untuk menghasilkan nada yang bunyinya terkesan seperti ratapan tangis. Teknik ini merupakan salah satu teknik yang bersifat improvisatoris yakni pengembangan teknik yang biasanya dimainkan di luar melodi lagu atau repertoar
yang dimainkan dengan tujuan untuk memperindah lagu atau repertoar yang dimainkan. Sesuai dengan suara yang dihasilkan, teknik ini biasa dipakai untuk lagu-lagu yang bernuansa kesedihan dengan memainkan tempo lagu atau repertoar yang lambat. Teknik mangenet dapat dilihat dari contoh penggalan lagu andung
yang berjudul tiopemual berikut ini :
Contoh penggalan melodi pokok vokal :
Contoh penggalan melodi dalam bentuk instrumen sulim dengan teknik
mangangguk :
Contoh penggalan melodi lagu dalam bentuk instrumen sulim dengan menggunakan
teknik mangangguk yang diakhiri dengan teknik mengenet :
Keterangan :
Teknik mangenet dalam penggalan melodi di atas dapat dilihat dalam pengembangan pola nada akhir yakni dari bentuk nada akhir penggalan
melodi kedua menjadi nada akhir penggalan melodi ketiga
Untuk menghasilkan nada “es” dalam penggalan nada
diperoleh melalui teknik mangenet yakni dengan cara membuka sedikit
demi sedikit nada “d” (posisi nada keenam ditutup secara utuh) pada sulim
dengan nada dasar “F=1” sehingga lobang nada keenam yang ditutup secara utuh menjadi terbuka setengah bagian sehingga perlahan akhirnya membentuk nada “es”.
3.4.2.4 Manganak-anaki (Teknik permainan lidah dan jari)
Dalam teknik permainan ini yang paling memiliki peranan penting adalah fungsi lidah dan jari artinya, teknik manganak-anaki dapat terjalin jika ada kerja
sama yang baik antara lidah dan jari. Manganak-anaki merupakan sebuah teknik
dengan pola permainan nada yang mengkombinasikan permainan lidah dengan jari dalam penggarapan ritem dasar dari suatu komposisi lagu. Secara bentuk, Pola penggarapan pada teknik menganak-anaki sebenarnya sama dengan pengembangan
pola mangarutu, yaitu sama-sama dikembangkan dengan cara melipatgandakan not
seperempat (1/4) atau not seperdelapan (1/8) ke dalam bentuk not seperenambelas (1/16). Yang membedakannya hanya pada teknik memainkannya. Mangarutu lebih
memaksimalkan fungsi lidah, sedangkan manganak-anaki lebih memaksimalkan
Dalam hal ini sistem kerjasama antara fungsi lidah dan jari dapat ditunjukkan melalui penekanan lidah pada bentuk ritem pertama yang kemudian disambut oleh jari pada ritem berikutnya. Teknik penekanan lidah pada ritem yang pertama dilakukan seperti pelafalan kata “tu” dan penekanan ritem yang kedua yang disambut oleh jari dilakukan dengan teknik peniupan seperti melafalkan kata “wu”, sehingga apabila kerjasama ini terjalin dengan baik, maka bunyi yang dihasilkan akan membentuk 2 (dua) warna yang berbeda dari 2 (dua) nada yang sama. Teknik ini biasanya muncul ketika memainkan lagu atau repertoar yang bertempo sedang ataupun cepat. Secara praktis, teknik memainkan pola manganak- anaki pada repertoar dapat dilihat pada contoh penggalan repertoar SihuturSanggul
berikut ini:
Keterangan :
Pola not seperenambelas pada teknik manganak-anaki
sama dengan pengembangan pola not seperenambelas pada teknik
mangarutu, yang membedakannya hanyalah pada teknik memainkan dan
produksi bunyinya. Jika diimitasikan ke dalam bentuk bunyi, pola not seperenambelas pada teknik manganak-anaki tersebut dimainkan dengan
membentuk pola “tuwutuwu tuwutuwu”, sedangkan pola not seperenambelas yang dimainkan pada teknik mangarutu dimainkan dengan
3.4.2.5 Mangaroppol (Kombinasi teknik permainan lidah, jari dan tiupan)
Di dalam teknik permainan sulim, mangaroppol merupakan sebuah teknik
yang paling kompleks dibandingkan teknik yang lain karena teknik ini mampu memaksimalkan ketiga fungsi yakni lidah, jari, dan tiupan nafas dalam porsi yang relatif sama. Selain itu mangaroppol juga merupakan sebuah teknik permainan
yang memadukan berbagai teknik ke dalam satu bentuk permainan.
Pada prinsipnya, setiap pemain sulim memiliki karakter yang berbeda-beda
dalam bermain. Ada seorang pemain sulim yang memiliki ciri khas mangarutu
dalam setiap permainannya, ada pula orang tidak mampu memakai teknik
mangarutu sehingga mengakibatkan dia bermain dengan memakai teknik
manganak-anaki sebagai ciri khasnya, dan ada pula pemain sulim yang tidak bisa
memainkan kedua-duanya sehingga dia selalu memakai teknik mangangguk dalam
setiap permainannya baik ketika memainkan lagu atau repertoar yang lambat maupun yang cepat.
Tetapi selain daripada ketiga bentuk ciri khas pemain di atas ada pula seorang pemain sulim yang mampu memainkan ketiga bentuk karakter permainan
tersebut.20
20
Tingkat kemudahan antara ketiga teknik permainan tersebut tergantung pada kebiasaan dan kemampuan sipemain itu sendiri. Masing-masing teknik tersebut diperoleh melalui proses yang berbeda-beda, ada yang belajar secara otodidak (marsiajar sandiri) dan ada yang belajar dari seorang guru/ahli sulim (marguru)
Orang yang mampu memainkan ketiga bentuk karakter permainan tersebut di atas biasanya selalu menyuguhkan lagu atau repertoar yang dimainkan dengan metode penggabungan ketiga teknik tersebut yang dinamakan dengan teknik mangaroppol. Ketiga bentuk permainan tersebut merupakan teknik dasar
yang pada prinsipnya harus diketahui oleh setiap pemain sulim. Oleh karena itu,
seorang pemain sulim yang baik diharapkan mampu memainkan teknik
teknik mangaroppol yakni teknik yang memadukan antara teknik mangarutu,
mangangguk, dan manganak-anaki dapat dilihat dalam bentuk penyajian penggalan
melodi pembuka atau introduce repertoar gondangbatara guru berikut ini:
Keterangan :
Pola “tu ru” mewakili teknik mangarutu
Pola “tu wu” mewakili teknik manganak-anaki
Pola “tu hu” mewakili teknik mangangguk