3.4 Kajian Fungsional Sulim
3.4.1 Sistem pelarasan ( tuning )
Wilayah nada (range) dan jangkauan nada (ambitus) yang terdapat pada
sulim dibedakan menurut besar kecilnya diameter bambu. Apabila diameter bambu
memiliki ukuran yang besar maka akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada (ambitus) yang rendah. Sebaliknya apabila memiliki diameter yang kecil maka
otomatis akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada (ambitus) yang tinggi.
Secara umum ambitus nada paling tinggi yang mampu dijangkau oleh sipemain
pada sebuah instrumen sulim adalah nada oktaf ke-2 dalam wilayah nada (range) 2
menentukan tinggi rendahnya nada sulim adalah besar kecilnya lobang dan panjang
pendeknya jarak antar lobang nada.
Sistem pelarasan nada sulim pada zaman sekarang ini tentunya tidak
terlepas dari peran nada-nada standard yang ada pada piano atau instrumen yang lain yang dianggap memiliki standardisasi bunyi/nada. Berbicara tentang hal pelarasan nada pada sulim, sesungguhnya tidak ada ilmu atau metode tertentu yang
dapat menjamin secara pasti penentuan kunci atau nada dasar sulim yang akan
dihasilkan. Sebab sulim termasuk jenis instrumen yang bersifat alami yang secara
teknis tidak sama dengan instrumen tiup Barat yang ada pada umumnya. Seperti diketahui bahwa setiap instrumen tiup Barat seperti saxofon, flute, trompet, dan lain sebagainya dapat memainkan keseluruhan tangga nada yang ada pada sistem tangga nada diatonis musik Barat, sementara sebuah sulim hanya mampu mewakili satu
atau dua nada dasar saja. Oleh karena itu, sistem pelarasan dilakukan hanya dengan mengandalkan penafsiran, perkiraan, dan perasaan semata.
Menurut Bapak Sinurat, hal pertama yang dilakukan untuk penentuan nada dasar pada sebuah sulim adalah dengan melihat besar-kecilnya diameter bambu dan
panjang-pendeknya bambu yang akan dibuat. Biasanya seorang pengrajin sulim
yang baik akan mampu menafsirkan secara umum bahwa bambu yang akan dibuat akan menghasilkan sulim dengan nada dasar tertentu hanya dengan melihat besar-
kecilnya diameter dan panjang-pendeknya ruas bambu tersebut. Apabila penafsiran sedikit meleset ada metode tertentu yang dapat dilakukan. Misalkan sebuah sulim
yang ditafsir akan menghasilkan kunci E tetapi ternyata pitch (ketepatan nada) yang
diperkirakan kurang mencapai, caranya adalah dengan memperbesar atau menambah sedikit demi sedikit besar keseluruhan lobang tiupan dan lobang nada. Walaupun untuk itu dibutuhkan ketelitian dalam melakukan pekerjaan tersebut,
karena apabila terjadi kesalahan sedikit saja akan mengakibatkan hal yang fatal. Apabila terjadi kesalahan dalam pelobangan maka nada dasar yang dihasilkan pun akan kedengaran sumbang (fals) dan akan sangat susah untuk mencari solusi untuk memperbaikinya kembali. Jalan keluarnya adalah hanya dengan mengganti bahan.
Penambahan besar lobang bertujuan untuk meninggikan pitch (nada) yang
dibutuhkan. Oleh karena itu, apabila keseluruhan lobang yang diperbesar ternyata terlalu besar otomatis pitch (nada ) yang dihasilkan pun terlalu tinggi dan akan
melebihi pitch atau nada dasar E yang sebenarnya. Beliau juga menambahkan kalau dalam hal pelarasan sulim lebih baik pitch yang diharapkan kurang mencapai
daripada melebihi ketinggian nada yang diharapkan. Sebab kalaupun terjadi kekurangan pitch masih bisa diantisipasi dengan cara memperbesar keseluruhan lobang yang tentunya akan memperkecil jarak antar lobang. Sedangkan apabila pitch yang dihasilkan melebihi dari yang diharapkan maka tidak akan mungkin lagi diantisipasi dengan cara memperkecil lobang dan memperbesar jarak antar lobang. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar poses pelobangan dimulai dengan membuat lobang yang lebih kecil terlebih dahulu.
Pada dasarnya sulim mempunyai tonika yang diawali dari nada yang paling
rendah (semua lobang ditutup dengan jari), dimana nada tersebut menjadi nada awal dalam menghasilkan nada-nada dalam tangga nada diatonis. Untuk menentukan nada dasar sulim yang telah dibentuk, maka yang harus dilakukan
adalah menyelaraskan nada sulim dengan nada piano. Caranya adalah dengan
meniup sulim dengan posisi keenam jari menutup keenam lobang nada. Setelah
ditiup, carilah nada tersebut di antara kedua belas nada yang ada pada tuts piano. Apabila nada yang dihasilkan adalah nada “F” pada tuts piano, maka nada dasar
menutup keenam lobang nada maka akan menghasilkan nada “do(1)”, dan apabila ada sebuah sulim yang ukurannnya lebih kecil juga ditiup dengan posisi keenam jari
menutup keenam lobang nada yang menghasilkan nada “A” pada tuts piano, maka nada dasar sulim tersebut adalah “A=do”, dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui interval dan tangga nada yang terdapat pada sulim dapat
dilihat berdasarkan posisi setiap lobang nada yang dimainkan. Di bawah ini kita akan melihat contoh gambar interval nada pada sulim yang memiliki nada dasar
“F=do”
Gambar -26. Posisi lobang nada sulim
Gambar-27. Semua lobang nada tertutup akan menghasilkan nada “F”
Gambar-28 Lobang nada 1 dibuka akan menghasilkan nada “G”
Gambar-29. Lobang nada 1,2 dibuka akan menghasilkan nada “A”
Gambar-31. Lobang nada 1,2,3,4 dibuka akan menghasilkan nada “C”
Gambar-32. Lobang nada 1,2,3,4,5 dibuka akan menghasilkan nada “D”
Gambar-34. Lobang nada 1,2,3,4,5 ditutup sedangkan lobang nada ke-6 dibuka akan menghasilkan nada “F oktaf (f’)”
Dari beberapa gambar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem interval nada pada sulim sama dengan interval nada yang ada dalam tangga nada
diatonis Barat. Apabila disusun dengan deret naik, maka nada-nada yang terdapat pada sulim “F” adalah sebagai berikut :
Nada F G A Bes C D E F Interval 2M 2M 2M 2m 2M 2M 2m
Keterangan :
• 2M = interval second major atau sekunda mayor
• 2m =interval second minor atau sekunda minor