• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Labelisasi Halal 1. Labelisasi

Dalam dokumen SKRIPSI. IWAN Nomor Stambuk : (Halaman 44-53)

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Koordinasi

D. Konsep Labelisasi Halal 1. Labelisasi

a. Pengertian

Labelisasi halal adalah Pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal .Produk halal adalah produk pangan, obat, kosmetika dan produk lain yang tidak mengandung unsur atau barang haram dalam proses pembuatanya serta dilarang untuk dikonsumsi.

Labelisasi halal adalah fatwa terulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu barang berdasarkan syariat islam. sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mencantumkan label halal. Sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan untuk memebrikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap konsumen, serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional .

Tiga sasaran utama yang ingin dicapai adalah:

a. Menguntungkan konsumen dengan memberikan perlindungan dan kepastian hukum.

b. Menguntungkan produsen dengan peningkatan daya saing dan omset produksi dalam penjualan.

c. Menguntungkan pemerintah dengan mendapatkan tambahan pemasukan kas negara.

Pada Pasal 30 ayat (1), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan disebutkan setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia makanan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan labelisasi pada, didalam, dan atau dikemasan pangan. Pada ayat (2) Disebutkan labelisasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Memuat sekurang kurangnya keterangan mengenai :

a. Nama produk

b. Daftar bahan yang digunakan c. Berat bersih atau isi bersih

d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia

e. Keterangan tentang halal dan

f. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluarsa.

Pada ayat (3) diatur selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang untuk dicantumkan pada label makanan. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur dalam Pasal 8 mengenai kewajiban pengusaha yang antara lain adalah:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Selanjutnya di dalam Bab IV Pasal 8, pengusaha dilarang :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang/jasa tersebut.

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengelolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa jasa tersebut.

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan dan promosi penjualan barang/jasa tersebut.

g. Tidak mencantumkan tanggal kadarluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syariat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, yaitu:

a. Tidak mangandung babi dan bahan yang berasal dari babi.

b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti: bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah kotor-kotoran, dan lain sebagainya.

c. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembilih menurut tata cara syariat Islam.

d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika

pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur dalam syariat Islam.

e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.

Bila ada perusahaan yang terkait dengan produk halal harus dikonsultasikan dengan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia oleh Auditor Halal Internal. Banyak umat bertanya, bagaimana kami tahu bahwa suatu makanan itu halal atau tidak kalau tidak ada label. Dalam hal ini Majelis Ulama Indonesiea memang tidak berdaya. Sebab masalah label adalah haknya Pemerintah. Majelis Ulama Indonsia akan mendukung labelisasi melalui sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik. Pada tahun 1996 setelah mengalami diskusi yang panjang maka dapatlah dicapai kerjasama antara Depkes,Depag,MUI tentang labelisasi Halal.

Hingga saat ini, piagam kerja sama tersebut menjadi landasan tindak bagi pihak terkait dalam melaksanakan sertifikasi dan labeliasi. Permintaan Sertifikat dan Label Halal dilakukan melalui satu pintu Pemeriksaan dilakukan oleh tim gabungan Depkes, Depag dan MUI. kemudian disidangkan oleh tenaga ahli MUI dan akhirnya kehalalan ditentukan oleh Komisi Fatwa MUI. Izin label halal diberikan oleh Depkes berdasarkan Fatwa MUI yang dikeluarkan sebagai Sertifikat Halal.

Kebijakan labelisasi halal dan sertifikasi merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan labelisasi halal. Hasil dari kegiatan sertifikasi labelisasi halal adalah diterbitkannya sertifikat labelisasi halal apabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk labelisasi halal. Sertifikasi labelisasi halal dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya.

Tujuan akhir dari labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Sedangkan sertifikasi labelisasi halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal.

2. Halal

a. Pengertian

Dalam produk halal bukan hanya dinyatakan halal secara syar’i namun juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Produk ini mudah dikenali dengan adanya label halal yang dikeluarkan oleh MUI pada kemasannya. Produk halal yang akan dilihat mencakup makanan dan minuman yang dikemas yang dikelola oleh pabrik makanan dan minuman yang dihidangkan oleh restoran/rumah makan. (Karim, Muchith, 2013:11-12)

Kata halal merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti diijinkan atau sesuai dengan hukum (lawful) (Abdul & Bisyri,1999:131).

Qardhawi (2003:31) mengartikan halal sebagai segala sesuatu yang tidak mengandung zat-zat yang membahayakan dan diperbolehkan oleh Allah swt.

Menurut MUI, yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.

a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.

b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan, antara lain bahan yang diambil dari organ manusia, kotoran, dan darah

c. Semua hewan halal yang disembelih sesuai dengan tuntunan syariat Islam d. Seluruh penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan dan

transportasi bahan tersebut bukan bekas dipakai untuk babi, kecuali setelah dibersihkan dengan tata cara syariat Islam.

e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar (Depag,2003:2).

Pembahasan halal merupakan satu pembahasan yang amat luas. Sebagai contoh, jika dilihat dari aspek makanan saja, sesuatu makanan yang diproses boleh dikelaskan sebagai halal sekiranya ia dihasilkan dengan menggunakan bahan mentah, komponen dan aditif yang halal serta pemprosesannya berasaskan panduan yang ditetapkan syarak.

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dengan memperhatikan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa barang yang halal dan haram sudah jelas patokannya dalam syari‟at Islam (2006:16).

Halal dan haram berdasarkan Al-Qur‟an (Panduan Umum Sistem Jaminan Halal,2008:42 - 44):

a. Al-Baqarah 168 : “Hai sekalian umat manusia makanlah dari apa yang ada di bumi ini secara halal dan baik. Dan janganlah kalian ikut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian”.

b. Al-Baqarah 172-173 : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kalian menyembah.

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa dalam keadaan terpaksa, sedangkan ia tidak berkehendak dan tidak melampaui batas, maka tidaklah berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”.

c. Al-Anam 145 : “Katakanlah, saya tidak mendapat pada apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi yang memakannya, kecuali bangkai, darah yang tercurah, daging babi karena ia kotor atau

binatang yang disembelih dengan atas nama selain Allah. Barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidaklah berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”.

d. Al-Maidah 3 : “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih dengan atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang kalian sempat menyembelihnya. Dan diharamkan pula bagi kalian binatang yang disembelih di sisi berhala”.

e. Al-Maidah 90-91 : “Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.

Sesungguhnya syetan itu hendak menimbulkan permusuhan dan perbencian diantara kalian lantaran meminum khamar dan berjudi dan menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat, maka apakah kalian berhenti dari mengerjakan pekerjaan itu.”

f. Al-Maidah 96 : “Dihalalkan untuk kalian binatang buruan laut dan makanannya”.

g. Al-A‟raf 157 : “Dia menghalalkan kepada mereka segala yang baik dan mengharamkan kepada mereka segala yang kotor”

Dalam dokumen SKRIPSI. IWAN Nomor Stambuk : (Halaman 44-53)