LANDASAN TEORI
5. Konsep E-Learning
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat saat ini telah memunculkan pergeseran paradigma dalam penyelenggaraan proses belajar dan mengajar. Cheng (2005: 95) menyebutkan sekurang-kurangnya terdapat 4 pergeseran paradigma pembelajaran dewasa ini, yakni (1) dari terpusat pada guru menuju terpusat pada siswa, (2) dari sekedar penyampaian pengetahuan menuju pengembangan kecerdasan multi konteks, (3) dari pengajaran berbasis tempat terbatas menuju belajar berwawasan global, lokal dan individual, dan (4) dari buku teks yang terbatas menuju sumber-sumber belajar yang sangat beragam termasuk pengalaman-pengalaman dari suatu komunitas, belajar berbasis web, ekspos internasional dan materi-materi kelas dunia. Salah satu wujud hasil
92
pergeseran paradigma pembelajaran adalah munculnya konsep E-Learning dalam proses pembelajaran. E-Learning telah berkembang menjadi bagian dari proses penyelenggaraan pendidikan modern menjangkau di berbagai level pendidikan. Saat ini telah banyak institusi pendidikan dari tingkat menengah sampai perguruan tinggi yang menerapkan proses pembelajaran E-Learning, dan bahkan telah mendukungnya dengn kebijakan implementasi.
a. Definisi E-Learning
Definisi E-Learning sangat beragam dan dinamis tergantung pada tekanan yang ingin diberikan, beberapa definisi di antaranya terfokus pada pengembangan isi dan lainnya terfokus pada piranti komunikasi dan teknologi yang dilibatkan (Masson & Rennie, 2006: xiv) dan bahkan Horton (2006: 1) menyebutkan terdapat banyak definisi kompleks tentang E-Learning yang telah dibuat.
Selanjutnya Masson dan Rennie menyatakan bahwa salah satu definisi awal tentang E-Learning diberikan oleh ASTD (American Society for Training &
Development), yakni sesuatu yang meliputi berbagai aplikasi dan proses yang
sangat luas untuk mendukung pembelajaran berbasis web, pembelajaran berbasis komputer, kelas virtual, kolaborasi digital dan termasuk di dalamnya adalah penyampaian materi-materi pelajaran lewat media pita audio maupun video, siaran satelit, televisi yang bersifat interaktif dan keping CD-ROM (compact
disk-read only memory).
Pengertian ini menegaskan bahwa E-Learning merujuk pada penggunaan berbagai peralatan elektronika sebagai pendukung proses pembelajaran dan hal ini sesuai dengan pernyataan Niadu (2006: 1) bahwa huruf e atau E pada istilah
93
pendidikan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang bekerja secara
online maupun offline, synchronously maupun asynchronously, melalui komputer
yang berdiri sendiri (standalone) maupun jaringan dan piranti-piranti elektronika lainnya.
Seiring dengan laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat, definisi E-Learning mengalami perubahan dan penyesuaian. Merujuk pada perkembangan tersebut, E-Learning didefinisikan sebagai penggunaan teknologi komputer dan informasi untuk menciptakan pengalaman belajar (Horton, 2006: 1). Defisinisi lain diberikan oleh Open and Distance
Learning Quality Council dari Inggris yang menyatakan bahwa E-Learning
adalah proses belajar efektif yang diciptakan dengan mengkombinasikan isi (content) yang disampaikan secara digital dengan layanan dan dukungan belajar (Masson & Rennie, 2006: xiv). Pengertian E-learning sering dihubungkan dengan penggunaan secara intensif teknologi jaringan informasi dan komunikasi dalam proses belajar dan mengajar termasuk di dalamnya adalah online learning, virtual
learning, distributed learning, network dan web-based learning, atau secara
fundamental merujuk pada proses-proses pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memediasi aktivitas belajar dan mengajar secara synchronous maupun asynchronus (Naidu, 2006, 1).
b. Klasifikasi E-Learning
Sebagai istilah yang relatif baru dalam bidang pendidikan, tidak hanya definisinya saja yang bersifat dinamis, pengklasifikasian E-Learning pun sifatnya masih tentatif. Sebagai contoh, Australian Flexible Learning Framework for the
94
sebagai bagian atau komponen belajar luwes (flexible learning), sedangkan
Learning Circuits, sebuah American Glossary, menempatkan E-Learning sebagai
bagian dari pendidikan jarak jauh (distance education). Setelah melakukan kajian yang bersifat terminologis terhadap berbagai istilah yang terkait dengan kedudukan E-Learning dalam konstelasi jenis-jenis pendidikan, Masson & Rennie (2006: xvii) akhirnya mencoba menyusun hierarki istilah seperti tersaji pada gambar berikut ini.
Gambar 7.
Kedudukan E-Learning Dalam Distributed Learning Menurut Masson & Rennie (2006: xvii)
Masson dan Rennie selanjutnya menjelaskan bahwa dalam hierarki tersebut, pendidikan terdistribusi (distributed learning) merupakan pengertian pendidikan yang sifatnya lebih luas mencakup pendidikan jarak jauh (distance
learning) maupun online learning serta blended education yang merupakan
gabungan dari tatap muka (face to face atau disingkat f2f) dengan distance
learning dan E-Learning. Oblinger, Barone & Hawkins, (2001: 1) menyatakan
bahwa distibuted education merupakan masalah paling rumit saat ini, namun akan menjadi pendidikan alternatif masa depan di institusi perguruan tinggi dan dalam
95
pelaksanaannya pendidikan ini dapat terjadi di dalam atau di luar kampus serta menyediakan fleksibilitas yang besar dan menghilangkan waktu sebagai penghalang. Selanjutnya dikatakan oleh Oblinger, Barone dan Hawkins bahwa
distance learning adalah bagian dari distributed learning yang diselenggarakan
untuk melayani siswa yang terpisah oleh ruang dan waktu terhadap pasangan dan instruknya serta didukung oleh pembelajaran E-Learning yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat yang dinamis juga telah memicu munculnya beragam bentuk E-Learning. Dari sisi cara pelaksanaannya,
E-Learning dapat diselenggarakan dalam empat bentuk yakni online individual,
offline individual, berbasis kelompok secara sinkron, dan berbasis kelompok
secara asinkron (Naidu, 2006: 2). Dalam E-Learning jenis online individual, siswa melakukan kegiatan belajar sendiri dengan mengakses sumber-sumber seperti basis data yang mengandung materi pelajaran secara online lewat intranet atau internet. Sedangkan pada jenis offline individual, siswa belajar sendiri menggunakan sumber-sumber seperti paket belajar berbasis komputer offline yang tidak tersambung ke jaringan intranet atau internet atau belajar sendiri lewat piranti elektronik dengan menggunakan media harddisk, CD atau DVD. Jenis
E-Learning berbasis kelompok secara sinkron merujuk pada kegiatan kelompok
siswa yang bekerja bersama-sama dalam satu waktu melalui intranet atau internet, dan termasuk dalam jenis ini adalah kegiatan konferensi berbasis teks dan konferensi audio atau video baik satu maupun dua jalur. Pada E-Learning berbasis kelompok asinkron, kelompok siswa bekerja melalui intranet atau internet dalam
96
waktu yang tidak bersamaan seperti melalui mailing list atau forum diskusi atau konferensi berbasis teks dalam learning management system (LMS).
Pada E-Learning jenis online baik yang bersifat individual maupun kelompok pola interaksi komponen-komponen yang ada di dalamnya dapat mencakup interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan materi, siswa dengan guru, guru dengan materi, guru dengan guru, materi dengan materi dan tata hubungan interaksi tersebut dapat digambarkan dalam sebuah model pembelajaran online seperti gambar berikut ini (Anderson, 2008: 61).
SU MB ER -SU MB ER BE LAJA R TE RS TR UK TUR SISWA GURU ANTARMUKA MATERI MEDIA KOMUNIKASI SINKRON/ ASINKRON SISWA-MATERI SIS WA -SIS WA S ISW A -GU R U PE MB ELA JAR AN KO LAB OR AS I GU RU -MA TER I S ISW A -M A TER I MATERI-MATERI BE LA JAR M AN D IRI PENCARIAN INFORMASI, TUTORIAL, SIMULASI, PERMAINAN, E-BOOK, LAINNYA KO M UN ITA S INK U IRI G U R U -G U R U GURU LAINNYA Gambar 8.
Model Pembelajaran Online
Selanjutnya Anderson menjelasakan bahwa pada bagian sebelah kiri dari gambar tersebut menggambarkan model pembelajaran online dengan pendekatan
97
kolaboratif, ditunjukkan adanya interaksi antara siswa dengan siswa secara sinkron maupun asinkron, dan pembelajaran umum seperti kelas online yang ditunjukkan adanya interaksi antara guru dengan siswa. Sedang pada sisi kanan gambar menunjukkan model pembelajaran online studi mandiri, ditunjukkan adanya interaksi secara langsung antara siswa dengan materi. Interaksi guru dengan materi pada sisi kanan gambar menunjukkan kegiatan guru difokuskan pada penyusunan silabus, materi pembelajaran dan perencanaan aktivitas pembelajaran. Melalui interaksi ini, guru dapat melakukan pemantauan, penyusunan, maupun pembaharuan materi dan aktivitas pembelajaran yang akan dijalankan.
Interaksi antara materi dengan materi yang ditunjukkan gambar di atas adalah model interaksi baru dalam pendidikan yang muncul seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui model pembelajaran online suatu materi pembelajaran dapat diprogram agar secara otomatis dapat berinteraksi dengan sumber-sumber materi pembelajaran lainnya guna pengayaan maupun pembaharuan isinya Sedangkan interaksi antara guru dengan guru lainnya diselenggarakan agar pembelajaran online dapat dijamin keberlangsungannya untuk guru maupun materi yang berbeda.
E-Learning juga dapat diimplementasikan dalam bentuk antara lain:
standalone courses, virtual-classroom courses, learning games and simulations,
embedded e-learning, blended learning, mobile learning, dan knowledge
management (Horton, 2006: 2). Selanjutnya Horton menjelaskan bahwa
standalone courses dimaksudkan sebagai proses belajar yang dilakukan oleh
98
melalui kegiatan akses sumber-sumber belajar pada piranti-piranti elektronik seperti komputer secara offline maupun online. Virtual-classroom courses menyediakan fasilitas sinkron maupun asinkron untuk pembelajaran dan mengandung pula komponen online meeting yang merupakan fasilitas pembelajaran interaktif bersifat sinkron dan online presentation sebagai fasilitas pembelajaran yang tidak interaktif dan asinkron. Learning games and simulations merupakan kegiatan belajar dengan cara melakukan aktivitas simulasi yang mengandung eksplorasi sehingga siswa dapat memperoleh suatu penemuan. Jenis
embedded merupakan E-Learning yang tertanam pada program komputer lain,
dan blended learning merupakan kegiatan belajar yang mengkombinasikan berbagai bentuk pembelajaran dan E-Learning untuk pencapaian satu tujuan. Sedangkan mobile learning merupakan bentuk E-Learning yang didukung oleh piranti elektronik seperti PDA (personal digital assistance) dan telepon genggam cerdas.
c. Kelengkapan E-Learning
Hasil review terhadap banyak paper tentang E-Learning di institusi pendidikan tinggi yang dilakukan oleh Coomey & Stephenson (2001) dalam Masson & Rennie (2006: xx), mengindikasikan terdapat sekurang-kurangnya empat kelengkapan, yakni dialog, keterlibatan, dukungan dan pengendalian atau kontrol terhadap aktivitas-aktivitas belajar, agar E-Learning dapat diselenggarakan dengan baik. Keempat kelengkapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
99
1) Dialog. Kelengkapan dialog dalam praktik penyelenggaraan E-Learning diimplementasikan dalam bentuk email, bulletin board, real-time chat,
asynchronous chat, kelompok diskusi dan debat, serta content interaktif.
2) Keterlibatan. Kelengkapan ini diwujudkan dalam format penyediaan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan terjadinya respons di dalam tugas-tugas terstruktur, materi-materi yang mendorong keterlibatan aktif, dan aktivitas kolaborasi dalam kelompok kecil.
3) Dukungan. Kelengkapan ini diimplementasikan dalam bentuk penyediaan kesempatan untuk kontak f2f, peer support, nasehat pakar, umpanbalik terhadap kinerja, dukungan layanan dan tools perangkat lunak. Dukungan adalah kelengkapan paling penting dari kesuksesan proses pembelajaran
online.
4) Kontrol. Fasilitas ini disediakan untuk mendorong siswa agar mampu melakukan pengendalian terhadap aktivitas-aktivitas kunci agar mereka sukses dalam mengikuti proses pembelajaran.
d. Strategi E-Learning
Agar E-Learning dapat terselenggara secara efektif perlu dipilih strategi dalam implementasinya. Shank (2007: 28-30) memberikan informasi adanya empat jenis pilihan yang harus diputuskan secara strategis dalam mengimplementasikan E-Learning yakni sebagai berikut.
1) Dalam pengembangan content, implementasi E-Learning dihadapkan pada dua pilihan yakni content yang bersifat instruktif atau informatif. Kedua jenis
content ini harus dipilih secara tepat sesuai dengan tujuan penyelenggaraan
100
yang bersifat instruksional memerlukan usaha yang lebih besar dibandingkan
content yang bersifat informatif. Contoh content dalam bentuk intsruksi
adalah modul, materi pelajaran, tutorial, demo, permainan, latihan, simulasi,
quiz dan tes, sedangkan content dalam bentuk informasi antara lain file PDF
yang diunduh dari suatu server berisi uraian tentang kelengkapan (features) dan spesifikasi suatu produk/alat. Atribut content yang bersifat instruktif dan informatif dalam E-Learning disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 15.
Atribut Instruksi dan Informasi
Atribut Instruksi Informasi
Kegunaan Penguatan pengetahuan dan keterampilan lewat
latihan/praktik dan umpan balik
Peningkatan pemahaman
Peserta/Audien Terbatas Luas
Isi Terbatas dan menyediakan link ke content tambahan
Tidak terbatas karena untuk melayani pengguna yang lebih luas
Antarmuka Sederhana sehingga pengguna segera mengetahui sesuatu diharapkan
Memerlukan antarmuka yang lebih kompleks
Aktivitas Mendukung belajar dan transfer pengetahuan
Mempercepat penemuan informasi
Multimedia Digunakan saat dibutuhkan untuk meningkatkan pembelajaran
Digunakan saat dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman
Penilaian Tes, kinerja, kinerja kehidupan nyata
Survei, tes pilihan ganda
2) Pilihan lain yang harus diputuskan dalam pengembangan E-Learning adalah jenis lingkungan belajar yang ingin diciptakan meliputi ruang kelas, online atau kehidupan nyata (real life). Jenis lingkungan belajar yang terakhir banyak diselenggarakan untuk keperluan pelatihan-pelatihan di lingkungan
101
tempat kerja (on-the-job). Setiap lingkungan belajar memiliki keuntungan dan tantangan masing-masing seperti tersaji pada tabel berikut ini.
Tabel 16.
Keuntungan dan Tantangan Berbagai Lingkungan Belajar
Lingkungan Keuntungan Tantangan
Ruang Kelas (f2f)
Dukungan dan umpan balik dapat diberikan dengan segera, lebih mudah dalam
membangkitkan aspek-aspek sosial, sederhana dalam melihat kinerja
Partisipasi peserta dibatasi oleh waktu secara ketat, perjalanan ke tempat belajar memerlukan biaya, peningkatan kapasitas tidak mudah dilakukan
Online Peningkatan kapasitas mudah
dilakukan, memungkinkan untuk penyesuaian (customizing), standarisasi mudah, berpotensi dalam peningkatan peserta, efisiensi biaya dapat tercapai ketika tersebar ke audien yang luas
Membosankan jika tidak mampu memenuhi kebutuhan interaksi, dalam penggunaan menimbulkan tantangan, dukungan dan umpanb balik tertunda dan bahkan tidak ada, dirasakan sebagai jarak jauh
Kehidupan Nyata (Real Life)
Belajar dengan contoh nyata bukan imitasi, umpan balik dan dukungan dapat diberikan dengan segera, mampu melihat kompleksitas materi secara penuh, memungkinkan
pembinaan dari waktu ke waktu
Kualitas materi tidak standar, memerlukan banyak waktu, diperlukan pembatasan kegiatan praktik untuk menjamin
keamanan dan faktor lainnya yang menjadi perhatian, peserta merasa kewalahan
Setiap lingkungan belajar memiliki komponen-komponen pendukung kegiatan. Komponen-komponen dalam jenis lingkungan belajar ruang kelas meliputi: (1) buku pelajaran dan slide presentasi sebagai sarana penyampaian isi, (2) contoh-contoh, simulasi, kasus, dan peralatan praktik sebagai sarana beraktivitas, (3) checklist, tes dan ukuran kinerja sebagai alat evaluasi, dan (4) instruktur, pasangan belajar, dan materi-materi instruksional sebagai dukungan dan umpan baliknya. Pada lingkungan belajar online komponen-komponen yang terlibat adalah: (1) pelajaran, animasi, slide dengan narasi
102
dan webinar sebagai sarana penyampaian isi, (2) demo, simulasi, tutorial, studi kasus, dan penyelesaian masalah sebagai bentuk aktivitas, (3) checklist, tes dan simulasi sebagai alat evaluasi, dan (4) referensi online maupun versi cetak, tools pendukung kinerja, sharing aplikasi, layanan pakar, dokumen yang mudah dicari, dan daftar sumber sebagai dukungan dan umpan balik. Sedangkan pada lingkungan belajar real life mengandung komponen-komponen: (1) penyampaian isi berupa: kebijakan, manual dan alat-alat bantu pekerjaan, (2) aktivitas dalam bentuk latihan-latihan kehidupan nyata dan job
shadowing, (3) evaluasi dalam bentuk tes kinerja, dan (4) umpan balik dalam
bentuk supervisor, pelatih on-the-job, dan sumber real life lainnya.
3) Pengembangan E-Learning juga memerlukan pemilihan dari aspek strategi penyampaian yang dapat terdiri atas sinkron dan asinkron. Keuntungan dan tantangan kedua strategi tersebut disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 17.
Keuntungan dan Tantangan E-Learning Secara Sinkron dan Asinkron
Sinkron Asinkron
Keuntungan Dilakukan dengan menyisihkan waktu, demonstrasi bersifat real-time, umpan balik dilakukan dengan segera, tampilan isyarat visual banyak sehingga memudahkan dalam memperoleh pengertian, cocok bagi peserta yang kurang mampu dalam membaca dan menulis, instruksi pembelajaran diarahkan oleh guru/dosen/pelatih
Dapat dilaksanakan pada sembarang waktu, dapat diakses dari sembarang tempat, cukup waktu untuk refleksi, lebih privasi karena tampilan visual terbatas, content terstandar, diperlukan review materi sehingga cocok bagi peserta yang mampu membaca, instruksi pembelajaran diarahkan oleh diri sendiri
Tantangan Kurang nyaman karena ketersediaan waktunya terbatas, tidak ada waktu untuk refleksi, berorientasi pada jadwal, dikendalikan oleh guru/ dosen/pelatih
Kurangnya kedekatan,
menimbulkan potensi salah paham, dan rasa frustrasi ketika butuh bantuan, serta lebih mudah untuk dihindari
Contoh Aplikasi sharing, chat, instant messaging, kolaborasi real-time, audio conference, web conference
Modul self-paced, forum diskusi, tutorial, tools untuk kolaborasi writing
103
Strategi sinkron memungkinkan terjadinya interaksi antara dosen/guru dengan mahasiswa/siswa dalam waktu bersamaan, sedangkan asinkron mengkondisikan interaksi terjadi pada waktu yang berbeda. Dalam berbagai kasus menunjukkan bahwa kombinasi penyampaian secara sinkron dan asinkron memberikan hasil yang lebih baik.
4) Strategi lain yang perlu dipertimbangkan dalam mengimplementasikan
E-Learning adalah memilih disain instruksional antara tradisional dan cepat
(rapid). Pemilihan ini sangat penting mengingat jenis disain akan berimplikasi pada biaya dan waktu yang dikeluarkan. Walaupun disain tradisional dapat memberikan tingkat pengembangan yang lebih teliti dan sempurna, namun memerlukan biaya dan waktu yang besar. Pengembangan
E-Learning asinkron di Amerika Serikat menggunakan disain tradisional
memerlukan biaya antara $10.000 sampai dengan $100.000 per jam pelajaran tergantung pada kompleksitas pemrograman dan elemen-elemen multimedia yang digunakan. Shank selanjutnya menyebutkan bahwa biaya ini sangat besar untuk sebuah materi E-Learning yang cepat usang. Disain tradisional memakan waktu yang lama dan biaya yang besar karena pada siklus proses ini setiap langkah dilakukan evaluasi. Pada disain cepat, beberapa langkah dari prosesnya telah dieliminasi sehingga implementasi E-Learning dapat dilakukan dalam waktu cepat. Pemilihan disain instruksional ini didasarkan pada tiga pertimbangan yakni level tujuan instruksional yang ingin dicapai, kebutuhan terhadap keterampilan yang ingin dicapai dan sensitivitas waktu dari materi pelajaran yang disampaikan. Dari sisi level tujuannya, disain cepat biasanya cocok untuk tujuan level rendah yang mencakup aspek pengetahuan,
104
pemahaman dan aplikasi, sedangkan disain tradisional lebih cocok untuk tujuan level tinggi yakni analisis, sintesis dan evaluasi.
e. Implementasi E-Learning
Perkembangan perangkat lunak saat ini telah sampai pada tingkat yang mampu menyediakan fungsi pengaturan E-Learning sehingga implementasinya dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Perangkat lunak yang menyediakan fungsi ini di Inggris pada umumnya disebut sebagai Virtual Learning
Environment (VLE) dan di Amerika Serikat disebut dengan istilah Learning
Management System (LMS), sedangkan untuk istilah yang merujuk pada fungsi
pengaturan isi dari E-Learning digunakan Course Management System atau CMS (Masson & Rennie, 2006: xxxiii) atau disebut juga dengan istilah Learning
Content Management System atau LCMS (Naidu, 2006: 43).
Selanjutnya Naidu menyebutkan bahwa LMS adalah perangkat lunak yang menyediakan fungsi pengaturan dan fasilitasi terhadap layanan maupun aktivitas belajar dan mengajar. Sebagian besar LMS online menyatu dengan LCMS yang merupakan himpunan tools perangkat lunak yang memungkinkan isi materi pelajaran dapat dibuat, disimpan, digunakan dan dimanfaatkan kembali. Sebagian dari perangkat lunak LMS yang banyak dikenal saat ini adalah Blackboard,
WebCT, FirstClass, dan Moodle. Umumnya, LMS akan memiliki kelengkapan
seperti kemampuannya dalam penyampaian isi pelajaran, pengaturan transaksi kelas secara online, pelacakan dan pelaporan kemajuan siswa, penilaian hasil belajar, pelaporan pencapaian dan penyelesaian tugas-tugas, pengaturan belajar kolaboratif, serta pengaturan dokumen siswa.
105
Berdasarkan uraian tentang E-Learning seperti telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa lingkungan belajar ini sangat memungkinkan digunakan sebagai pendukung implementasi pembelajaran praktik online. Dari aspek pelaksanaannya, pembelajaran praktik online dapat diselenggarakan dengan memanfaatkan lingkungan E-Learning melalui pendekatan blended
learning yang menggabungkan kegiatan tatap muka dengan aktivitas online baik
secara sinkron maupun asinkron.
Blended learning dalam pembelajaran praktik yang menggunakan
simulator, menjadi penting untuk dipertimbangkan mengingat dalam kegiatan praktik ini ini menurut Ma & Nickerson (2006: 6), dan Shokri & Faraahi (2010: 1357) dipersyaratkan agar mahasiswa memiliki kemampuan awal terlebih dahulu dalam menjalankan simulasi sebelum praktik dilaksanakan. Dalam konteks
blended learning, tatap muka (f2f) dapat diselenggarakan pada awal praktikum
sebagai kegiatan untuk memperkenalkan simulator yang akan digunakan dalam praktikum, dan untuk kegiatan selanjutnya dapat dilaksanakan secara online.
E-Learning juga menyediakan kelengkapan belajar kolaboratif yang dapat
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan pembelajaran praktik melalui aktivitas
small group sebagai ciri kegiatan inkuiri seperti dikemukakan Millar (2001: 1).