• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PERSAINGAN DALAM DUNIA PENERBANGAN PADA LOW

A. Larangan Jual Rugi (Predatory Pricing) Menurut Undang-

1. Konsep Predatory Pricing

Predatory pricing melalui potongan harga besar-besaran adalah tidak

menguntungkan bagi jalannya usaha dalam jangka pendek karena akan memicu perang harga dan akan menyebabkan hilangnya keuntungan. Tetapi perusahaan yang melakukan predatory pricing untuk medapatkan keuntungan jangka panjang. Hal ini terjadi karena para pesaing yang tidak mempunyai kekuatan financial yang setara atau lebih kuat akan lebih menderita, baik karena mundurnya usaha atau turunnya keuntungan yang disebabkan oleh persaingan harga yang agresif. Praktek predatory

pricing ini akan terus berlanjut sampai perusahaan pesaing melakukan kesalahan,

dimana pesaing tersebut tidak bisa lebih efisien dari perusahaan predatory pricing sehingga tidak dapat menawarkan harga yang kompetitif dan terpaksa meninggalkan pasar. Setelah pesaing yang lebih lemah, disingkirkan, perusahaan yang bertahan tersebut dapat bertindak sebagai monopolis dan akan menetapkan harga melebihi harga kompetitif (supra competitive pricing). Perusahaan tersebut berharap kemudian akan meraup keuntungan dan pendapatan yang akan menutupi kerugian saat

predatory pricing.100

Pada intinya, perusahaan yang melakukan predatory pricing, akan menderita dalam jangka pendek tetapi akan untung dalam jangka panjang. Oleh karena itu,

99

“Predatory Pricing”, Op, cit.

100

supaya bisa bertahan lama, maka perusahaan yang melakukan predatory pricing haruslah mempunyai kekuatan yang cukup baik dalam bidang keuangan maupun sumber-sumber lain yang memberi pendapatan untuk bertahan dalam periode sulit sebelumnya atau seharusnya ada penghalang bagi pintu masuknya bagi para pesaing.101

Startegi ini mungkin gagal, jika para pesaing tidak selemah yang diperkirakan, atau jika para pesaing yang tersingkirkan dan digantikan oleh pesaing yang lain. Dalam kedua kasus tersebut, proses predatory pricing akan diperpanjang sampai mungkin perusahaan yang melakukan predatory pricing tersebut menyerah untuk memperjuangkan hasil yang diharapkan. Strategi ini juga mungkin tidak berhasil jika perusahaan yang melakukan predatory pricing tersebut tidak mampu bertahan dalam kerugian dan jangka waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, praktek predatory

pricing ini adalah sebuah startegi yang mahal harganya.102

Strategi ini dapat diharapkan berhasil jika perusahaan tersebut lebih kuat atau mampu menciptakan pengahalang (barier to entry) tinggi bagi masuknya pesaing di pasar, penghalang ini akan mampu menutup pintu masuknya pesaing baru di pasar yang akan menggantikan pesaing yang telah disingkirkan sehingga harga yang melebihi kemampuan kompetitif akan dapat menang dalam jangka waktu tertentu sehingga menutupi kerugian jangka pendek yang dialami perusahaan tersebut. Akan tetapi predatory pricing ini biasanya tidak sukses karena predatory pricing akan

101

Ibid.

102

berhasil jika perusahaan yang melakukannya mampu meraih keuntungan ekstra yang besar sehingga membenarkan pengambilan resiko yang telah diambil, padahal resiko tersebut tidaklah kecil.

Bagaimanapun hilangnya salah satu pesaing tidaklah membuat langsung perusahaan yang melakukan predatory pricing serta merta bebas dan untung. Kebangkrutan tidaklah menghancurkan pabrik dari para pesaing atau membunuh orang-orang terampil yang telah membangun bisnis tersebut. Asumsi utamanya adalah penutupan satu pesaing dapat menumbuhkan bisnis baru segera saat harga telah kembali normal atau naik kembali sehingga cukup menghasilkan keuntungan.103

Dalam rangka sistem persaingan, harga suatu produk atau jasa adalah parameter terpenting bagi seseorang pelaku usaha. Menjual barang dengan harga murah untuk merugi terlebih dahulu (jual rugi) dalam definisi predatory pricing harus ditentukan terlebih dahulu parameter biaya yang digunakan untuk menghitung apakah harga murah tersebut menjadikan pelaku usaha merugi ataukah tetap untung. Biaya dalam konteks predatory pricing adalah biaya riil yang terdiri dari harga pokok ditambah biaya yang timbul sehingga dengan barang bersangkutan atau biaya produksi sendiri.104 Sedangkan untuk membuktikan menetapkan harga yang sangat rendah, digunakanlah ukuran pembanding yaitu harga rata-rata yang ditagih di pasar yang sejenis.105 Selain itu, terdapat pula kriteria yang juga penting untuk

103

Ibid.

104

Knud Hansen et al., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Jakarta: Katalis, 2001), hal. 303.

105

membuktikan bahwa strategi menjual murah tersebut merupakan predatory pricing, yaitu jangka waktu dilakukannya startegi tersebut yang nantinya membuat pesaing menyingkir dari pasar yang bersangkutan.106

Menjual rugi berhasil dilakukan bila mampu mempertahankan harga monopoli cukup lama dengan tujuan baik untuk mendapatkan ganti rugi ketika menjual di bawah harga produksi, maupun untuk mendapatkan keuntungan yang seharusnya didapat atau hilang bila tidak menjual harga rugi.107

Pengaturan mengenai predatory pricing di Indonesia diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur pelaku usaha dilarang melakukan jual-rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan (predatory pricing). Larangan ini dirumuskan bagi pelaku usaha yang melakukan

predatory pricing.

Namun, kata-kata lanjutannya mementahkan rumusan tersebut dengan menyatakan, ”sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”. Dengan dicantumkannya kalimat ”dapat mengakibatkan”, maka maksud dari pasal tersebut dapat ditafsirkan perumusannya adalah rule of reason. Sebab, yang dilarang adalah yang memiliki akibat. Jika tidak terjadi akibat sebagaimana dimaksud oleh pasal tersebut, maka tidak melanggar hukum persaingan usaha. Oleh karena itu, maka Munir Fuady mengatakan mengenai

106

Ibid.

107

hal tersebut merupakan yakni, ”rule of reason tidak tegas” karena dipergunakan kalimat ”dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”.108

Dari sudut pandang yuridis Pasal 1 Angka 6 UU Persaingan Usaha memberikan rumusan persaingan usaha tidak sehat adalah, ”Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”.

Dengan demikian, persaingan usaha tidak sehat itu adalah setiap kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:109

a. Ada unsur yang tidak jujur dalam kegiatan usaha, baik di bidang produksi atau pemasaran;

b. Cara yang dilakukan itu merupakan perbuatan melawan hukum;

c. Perbuatan melawan hukum itu bertujuan untuk meniadakan persaingan; d. Ada unsur perbuatan restrictive trade practice atau barrier to entry; dan e. Perbuatan itu dilakukan antara sesama pelaku usaha.