• Tidak ada hasil yang ditemukan

Low Cost Carrier dan Dampaknya Terhadap Keamanan dan

BAB II : TINJAUAN TENTANG LOW COST CARRIER DAN

B. Maskapai Penerbangan Murah dan Terbesar di Eropa dan Dunia

2. Low Cost Carrier dan Dampaknya Terhadap Keamanan dan

Penerbangan

Sejarah dunia penerbangan dimulai sejak 17 Desember 1903, saat Wright bersaudara di Kitty Hawk North Carolina Amerika Serikat untuk pertama kalinya berhasil menerbangkan sebuah pesawat terbang bermesin. Maka sejak itulah manusia terus berusaha menyempurnakan penemuan spektakuler tersebut. Pesawat terbang dimanfaatkan manusia untuk kepentingan militer dan angkutan udara manusia dan barang. Hingga saat ini, manusia sangat merasakan manfaat tranportasi udara yang jauh lebih unggul dibandingkan transportasi darat dan laut. Bisnis penerbangan menjadi bisnis yang menjanjikan dan menarik minat banyak pengusaha.

Dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia muncul beberapa operator penerbangan yang berlomba-lomba mencoba mengais keuntungan dari demam terbang. Masyarakat yang tadinya hanya menggunakan sarana transportasi darat bus dan kereta api, serta kapal laut kemudian mulai merasakan manfaat jasa transportasi penerbangan.

Pada awalnya operator menekan harga ongkos angkut, merangsang mereka yang akan bepergian, diterapkannya LCC, mengakibatkan harga bersaing dengan kereta api. Yang terjadi kemudian adalah penurunan kewaspadaan regulator

81

(pemerintah) karena kepentingan dan pengaruh kuat dari operator (pengusaha bisnis penerbangan). Para pebisnis penerbangan hanya melihat persaingan dalam perebutan penumpang, yang kadang-kadang tanpa mengindahkan aturan keamanan dan keselamatan penerbangan. Sebagai akibatnya dalam beberapa tahun terakhir kemudian terjadilah kecelakaan demi kecelakaan yang apabila diteliti lebih lanjut merupakan sesuatu hal yang sebenarnya dapat dihindarkan, paling tidak dapat diminimalisir.

Ada suatu hal yang dilupakan oleh manusia, hal yang paling mendasar apabila akan bergelut di dunia penerbangan yaitu masalah kodrat. Manusia diciptakan di dunia dengan kodratnya hidup di atas tanah, bukan diciptakan untuk dapat terbang atau hidup di dalam air. Hanya dengan akalnya kemudian manusia mampu menciptakan pesawat untuk dipakai terbang. Karena pesawat buatan manusia, maka semua persyaratan terbang yang sudah ditetapkan oleh pembuat pesawat haruslah ditaati dengan ketat. Kesalahan sekecil apapun dalam dunia penerbangan tidak dapat ditolerir, dapat berakibat manusia akan bertemu dengan kodratnya yaitu mengalami kecelakaan dan bahkan kematian.82

Kecelakaan pesawat seperti hilangnya pesawat Boeing 737-400 milik Adam Air jurusan Surabaya-Manado yang oleh beberapa pihak dituding akibat dari strategi

Low Cost Carrier (LCC) yang dijalankan maskapai tersebut,83 akan tetapi ada juga

82

Prayitno Ramelan., “Angkatan Udara dan Bisnis Penerbangan”, Artikel, Posted Friday tanggal 05 Juni 2009, hal. 1.

83

Wenseslaus Manggut., dan Yosep Suprayog., ”Majalah Berita Mingguan Tempo”, Edisi.

maskapai yang sukses dengan penerapan LCC ini yaitu maskapai Air Asia. Apakah dampak LCC merupakan hal yang buruk untuk diterapkan?

LCC merupakan sebuah strategi yang populer di kalangan maskapai penerbangan di Indonesia sejak awal 2000-an. Saat ini bisnis harus lebih kompetitif. Untuk itu, setiap perusahaan dituntut untuk bisa lebih kreatif/inovatif yakni Inovative

means be different. Untuk strategi LCC, hal-hal yang umum dan sifatnya tidak

mendasar akan dihilangkan dan diganti dengan hal-hal lain yang berbeda dengan kompetitor. Hal-hal lain yang dihilangkan seperti nilai (value), pelayanan (service), bisa saja makanan, lounge (ruang tunggu khusus), pilihan kelas (hanya satu kelas yaitu kelas ekonomi), tiket murah, dan sebagainya. Tetapi justru harus ada value lain yang ditingkatkan atau dibuat baru (kompetitor belum menawarkan), misal pengamanan (safety), ketepatan waktu (on time), untuk tujuan akhir yang jauh tidak langsung ke tujuan tetapi transit di satu atau dua kota untuk mengangkut jumlah penumpang ke berbagai tujuan, dan yang pasti harga lebih murah dan signifikan. Lalu apa dampak yang diakibatkan dari penerapan strategi LCC ini terhadap eksistensi industri penerbangan di Indonesia? Kehadiran LCC di Indonesia justru telah banyak membawa maut bagi para penumpang maskapai penerbangan tersebut.

Pesawat Boeing 737-400 milik Adam Air jurusan Surabaya-Manado jatuh dari langit Sulawesi. Banyak yang menuding era penerbangan murah menjadi penyebab menurunnya keselamatan penerbangan. Sejak era LCC menyerbu masuk ke Indonesia pada tahun 2000-an, jumlah penumpang pesawat terbang meningkat 130% dari periode lima tahun sebelumnya. Jumlah penerbangan juga meningkat 26%. Sejak

2001-2005 terjadi 29 kali kecelakaan penerbangan nasional. Sedangkan lima tahun sebelumnya, kecelakaan tercatat 26 kali. Memang tak ada perbedaan signifikan dalam jumlah kecelakaan, tetapi harus waspada terhadap dampak jangka panjang era penerbangan LCC ini.

Beberapa kesalahan yang terjadi akibat dari kurangnya perawatan terhadap kesehatan pesawat, termasuk kelengkapan peralatan canggih serta akibat mengejar motif ekonomi bagi industri penerbangan nasional indonesia. Menurut peneliti, bahwa industri pesawat terbang di Indonesia pada umumnya melaksanakan LCC tidak murni karena LCC yang diterapkan di Indonesia tidak disertai dengan pelayanan kesehatan industri pesawat terbang itu sendiri. Dengan demikian membawa akibat buruk terhadap eksistensi penerbangan nasional baik di dalam negeri maupun di mata dunia internasional.

D. Eksistensi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (disebut juga UU Antimonopoli dan di dalam penelitian ini disebut UU Persaingan Usaha) berumur kurang lebih sepuluh tahun sejak diundangkan sampai saat ini karena diundangkan pada tahun 2000.

Untuk mengetahui dampak UU Antimonopoli terhadap dunia bisnis/UU Persaingan Usaha, maka perlu dilihat tujuan UU Persaingan Usaha itu sendiri. Berhasil atau tidak pelaksanaan UU Persaingan Usaha tersebut dapat diukur, jika

tujuan UU Persaingan Usaha tersebut dapat dicapai. Dari kaca mata pelaku usaha tujuan UU Persaingan Usaha yang ditetapkan di dalam Pasal 3 tersebut adalah menjadi harapan para pelaku usaha, yaitu:84

1. Terwujudnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha, bagi pelaku usaha besar, menengah dan pelaku usaha kecil;

2. Mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat; 3. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha; dan

4. Sebagai akibat dari tiga tujuan sebelumnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

Dari keempat tujuan tersebut dapat dirumuskan secara sederhana menjadi tiga tujuan, yakni Pertama, memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang/pelaku usaha untuk melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, Kedua, menciptakan (terselenggararanya) persaingan usaha yang sehat, dan yang Ketiga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertanyaannya adalah apakah tujuan tersebut telah dapat dicapai setelah UU Persaingan Usaha diberlakukan? Sejak diberlakukannya UU Persaingan Usaha mulai tanggal 5 Maret 2000 ada satu perubahan yang merupakan dampak mendasar dalam sistem perekonomian di Indonesia, yaitu sistem ekonomi Indonesia menganut sistem ekonomi pasar.85

Di dalam sistem ekonomi pasar terdapat persaingan bebas di antara pelaku usaha. Artinya, pelaku usaha bebas melakukan kegiatan usahanya dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional, tanpa intervensi pemerintah. Pasar di Indonesia

84

Anton J. Supit., “Peranan UU No. 5 Tahun 1999 Dalam Dunia Bisnis Indonesia”, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari: “Refleksi Lima Tahun UU No. 5/1999” diselenggarakan oleh KPPU pada tgl. 3 Maret 2004 di Hotel Sahid Jakarta, hal. 1.

85

Ibid, Sistem ekonomi pasar itu sudah berlangsung lama, yaitu khususnya sejak adanya deregulasi industri dan perbankan pada pertengahan tahun 1980-an.

menjadi terbuka bagi pelaku usaha domestik (usaha kecil menengah dan besar) maupun pelaku usaha asing. Artinya, tujuan kesempatan berusaha bagi setiap palaku usaha telah terpenuhi. Oleh sebab itu, maka proteksi-proteksi pemerintah dalam ekonomi pasar tidak dikenal lagi dan peranan pemerintah sebagai pelaku usaha perlahan-lahan dihilangkan, pemerintah menjadi sebagai regulator dan fasilitator saja. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan persaingan usaha dalam mendukung dan menyelenggarakan persaingan usaha yang sehat pada pasar yang bersangkutan. Jadi, persaingan yang bebas dalam ekonomi pasar bukanlah bebas sebebas-bebasnya dalam pengertian laissez fair, melainkan bebas tetapi terikat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ekonomi pasar mempunyai esensi desentralisasi keputusan yang berkaitan dengan apa, berapa banyak dan bagaimana proses produksi. Artinya, pelaku usaha diberi ruang gerak untuk mengambil keputusan tertentu. Dengan demikian terdapat pelaku-pelaku usaha dalam jumlah yang cukup yang menyediakan pemasokan dan permintaan dalam suatu pasar, karena proses pasar memerlukan aksi dan reaksi pelaku-pelaku usaha yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Adanya persyaratan- persyaratan yang demikian menimbulkan suatu persaingan. Persaingan memberikan suatu kebebasan bagi setiap pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk atau meningkatkan kualitas pelayanan jasanya. Persaingan mendorong pelaku usaha melakukan inovasi-inovasi supaya tetap dapat bersaing (eksis) pada pasar yang bersangkutan. Hal ini merupakan tujuan UU Persaingan Usaha di Indonesia yakni

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Konsekuensi atau manfaat diberlakukannya UU Persaingan Usaha menjadikan pasar menjadi terbuka, misalnya sejak tahun 1999 pada sektor penerbangan perusahaan swasta dibolehkan masuk oleh pemerintah. Artinya, pelaku usaha disektor penerbangan semakin bertambah. Sejak sektor penerbangan dibuka bagi swasta terdapat 16 airline yang mendapat ijin dari pemerintah. Dengan demikian semakin banyak pilihan bagi konsumen untuk memilih airline yang disukainya.

Konsumen biasanya akan memilih harga yang murah dan pelayanan jasa yang lebih baik. Dan pada tahun 2001 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan saran dan pertimbangannya kepada pemerintah untuk mencabut wewenang INACA yang menetapkan harga batas bawah dan atas penerbangan. Saran dan pertimbangan tersebut diterima oleh pemerintah. Akibatnya terjadi persaingan harga tiket airline. Pada tahun 1998 misalnya harga tiket Jakarta-Medan (Pergi- Pulang) hingga mencapai Rp.2 juta lebih. Sekarang dengan uang kurang dari Rp.500.000,- seseorang dapat naik pesawat dari Jakarta ke Medan, demikian juga dari Jakarta ke Surabaya dan dari Jakarta ke Batam seseorang dapat naik pesawat terbang dengan uang kurang dari Rp.300.000,-. Hal ini tentunya sangat menguntungkan konsumen.

Dari contoh di atas menunjukkan, bahwa UU Persaingan Usaha memberikan kebebasan bagi pelaku usaha menjalankan usahanya dengan catatan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Dengan demikian

UU Persaingan Usaha menjadi salah satu sarana dan pedoman bagi pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan usahanya secara fair. Di negara-negara yang belum lama mempunyai UU Persaingan Usaha, seperti di Indonesia penerapan ketentuan UU Persaingan Usaha bukan merupakan hal yang mudah. Walaupun saat ini UU Persaingan Usaha di Indonesia telah berusia 10 tahun setelah diberlakukan pada tahun 2000, akan tetapi tidak mudah dalam penerapannya, karena disiplin ilmu hukum persaingan usaha ini merupakan hal yang baru, bagi para akademisi, praktisi hukum, pengadilan, KPPU dan bagi pelaku usaha. Misalnya dalam dunia akademisi mempelajari ilmu hukum persaingan usaha ini masih belum menyeluruh dipelajari mahasiwa tingkat sarjana melainkan dipelajari di tingkat megister itupun tidak semua universitas menerapkan disiplin ilmu ini.