• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. Konsep Zakat

Untuk mengetahui zakat, maka penulis akan menjelaskan definisi zakat, dasar hukum zakat dan juga penerima zakat yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Definisi Zakat

Menurut bahasa, zakat memiliki arti nama` yang memiliki makna kesuburan, kemudia memilik arti thaharah yang bermakna suci, dan barakah yang memiliki makna keberkatan. Dari aspek

fiqh zakat memiliki arti sebagian harya yang diwajibkan Allah

untuk dikeluarkan kepada orang yang berhak menerima (Widiastuti, 2015). Zakat menurut Mazhab Syafi`i diartikan sebagai ukuran dari beberapa jenis harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat dan diberikan kepada kriteria manusia tertentu. Selanjutnya Mazhab Mailiki mengartikan zakat tersebut sebagai mengeluarkan sebagian dari harta yang khusus yang wajib dizakatkan dengan syarat harta tersebut memiliki hak pemilikan penuh dan mencapai waktunya (hawl) kemudian diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq).

Selain mazhab Syafi`i dan mazhab Maliki, Mazhab Hanafi juga memberikan pengertian terhadap zakat yang memiliki makna menjadikan sebagian harta yang khusus yang diberikan kepada orang yang khusus pula yang telah ditentukan oleh syara` dari Allah SWT. Serta Mazhab Hanabila memberikan definisi zakat sebagai hak wajib yang dikeluarkan dari harta tertentu dan pada waktu tertentu yang diberikan kepada kelompok yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam al-Qur`an (Balwi dan Halim, 2016).

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa zakat tersebut merupakan harta yang wajib dikeluarkan apabila telah mencapai waktu (hawl) serta batasan ukuran zakat yang dikeluarkan yang diberikan kepada orang-orang yang sudah ditetapkan Allah dalam kitab al-Qur`an. b. Dasar Hukum Zakat

Dalam al-Qur`an terdapat beberapa kali disebutkan perintah zakat. Diantara dasar hukum zakat terdapat dalam al-Qur`an dan Hadist yaitu:

1) Al-Qur`an

Diantara ayat al-Qur`an yang menjelaskan tentang zakat atau perintah pemberian zakat kepada orang yang berhak menerimanya, disebutkan dalam al-Qur`an Surat at-Taubah ayat 60:















































Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam

perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dalam ayat tersebut, harta yang terkumpul dari zakat tidak diarahkan sebagai hak milik pribadi, namun harta zakat yang terkumpul diberikan kepada orang-orang yang dikategorikan kedalam ashnaf delapan. (BAZNAS, 2017:14)

Selain dalam Qur`an Surat at-Taubah juga terdapat dalam al-Qur`an Surat adz-Dzariyat ayat 19:













Artinya: dan pada harta-harta mereka ada hak untuk

orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.

Dalam ayat di atas, menunjukkan adanya kebijakan yang diberlakukan untuk pendistribusian zakat yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat. (Aibak, 2015: 207)

2) Hadist

Selain terdapat dalam al-Qur`an, zakat juga terdapat dalam hadist, yaitu:

ْيَع َقاَحْسِإ ِيْبَء اَّيِشَمَص ْيَع ٍذَلْخَه ُيْب ُكاَحَّضلا ٍنِصاَع ىُبَأ اٌََث َّذَح

َع ٍذَبْعَه يِبَأ ْيَع ٍّيِفْيَص ِيْب ِالله ُذْبَع ِيْب َي ْحَي

الله َيِضَس ٍساَّبَع ِيْبا ْي

ىَلِإ ُهٌَْع الله َيِضَساًر اَعُه َثَعَب َنَّلَسَو ِهْيَلَع الله َّلَص َّيِبٌَّلا َّىَأ اَوُهٌَْع

ْنُه ْىِئَف الله َلىُسَس يًَِّأَو الله َّلَِإ َهَلِإ َلَ ْىَأ ِةَد اَهَش ىَلِإ ْنُهُعْدا َلاَقَف ِيَوَيْلا

َلِل َزِلاىُع اَطَأ

ٍّلُم يِف ٍثاَىَلَص َسْوَخ ْنِهْيَلَع َضَشَتْفا ْذَق الله َّىَأ ْنُهْوِلْعَأَف

ًتَقَذَص ْنِهْيَلَع َضَشَتْفا الله َّىَأ ْنُهْوِلْعَأَف َلِلَزِل ا ْىُع اَطَأ ْنُه ْىِئَف ٍتَلْيَلَو ٍمْىَي

َقُف ىَلَع ُّدَشُتَو ْنِهِئ اَيٌِْغَأ ْيِه ُزَخ ْؤًت ْنِهِلاَىْهَأ يِف

ْنِهِئاَش

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu `Ashim

Adh-Dlohlak bin Makhlad dari Zakariya` bin Ishaq dari Yahya bin `Abdullah bin Shayfiy dari Abu Ma`bad dari Ibnu `Abbas R.A bahwa Nabi Shallallahhu`alaihhiwasallam

mengutus Mu`adz r.a ke negeri Yaman beliau berkata: “Ajaklah mereka kepada Syahadah (persaksian) tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan jika mereka telah mena`atinya, maka bertahukanah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka. (Hadist Buhkari, kitab ke 13 Bab

868)

Dalam hadits di atas, terdapat perintah membayar zakat bagi orang kaya dan memberikannya kepada orang-orang faqir diantara mereka.

c. Penerima Zakat

Penerima zakat atau yang biasa disebut dengan Asnaf merupakan golongan yang berhak menerima zakat dari orang yang wajib berzakat. Sebagaimana Asnaf zakat ini sudah ditetapkan dalam al-Qur`an Surat al-Baqarah ayat 60:















































Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Golongan yang berhak menerima zakat memiliki kategori sebagai berikut:

1) Fakir

Fakir yang dimaksudkan yaitu orang yang

dikategorikan tidak mempunyai harta dan tidak memiliki mata pencaharian. Apabila seseorang memiliki mata pencaharian namun belum terpenuhi keperluan dari kebutuhannya.

2) Miskin

Orang yang dikategorikan miskin yaitu orang-orang yang memiliki harta atau mata pencaharian namun hanya dapat memenuhi keperluan sementara namun apabila kebutuhan tersebut digunakan untuk memenuhi keinginan sendiri dan juga keluarga belum dapat terpenuhi.

3) Amil

Golongan amil yang dikategorikan penerima zakat atau asnaf yaitu setiap amil yang berkontribusi dalam pengurusan dan pengelolaan zakat. Sebagaimna diketahui bahwa orang yang dikategorikan amil ini dapat memperoleh dari hasil pungutan zakat. Tugas-tugas yang dipercayakan

4) Mu`alaf

Mu`alaf dalam penerima zakat yaitu orang yang baru masuk agama Islam atau orang yang diizinkan hatinya untuk tetap memeluk agama Islam. Hal ini dilakukan karena golongan ini memilih jalan yang baik dengan cara memilih agama Islam. Tugas yang diamanahkan kepada amil bersifat pemberian kuasa karena tugas yang diberikan kepada amil berhubungan dengan tugas pokok dan kepemimpinan sehingga syarat-syarat yang diperlukan menjadi seorang amil yaitu merupakan seorang muslim yang mengetahui hukum zakat. Selain itu tugas tambahan yang diberikan yaitu orang yang memiliki kemampuan bidang akuntansi, pemeliharaan

harta atau aset yang dikelola oleh lembaga zakat, serta memiliki pengetahuan tentang ilmu zakat. (Suryadi, 2018: 5) 5) Memerdekakan budak

Budak yang akan dimerdekakan yaitu budak yang sepenuhnya dikuasai oleh tuannya, sehingga dengan diberikannya zakat kepada budak ini dapat melepaskan dirinya dari perbudakan. Selain itu zakat juga diberikan kepada budak mukatab yang disebutkan sebagai budak yang sedang malakukan pembayaran cicilam untuk melepaskan dirinya dari majikan untuk tetap hidup. (Suryadi, 2018:6) 6) Gharim

Gharim disbutkan yaitu orang yang sedang terbebani

dengan hutang. Gharim yang dimaksudkan dalam kategori penerima zakat yaitu orang yang berhutang untuk kepentingan umum yang digunakan untuk mendamaikan perbedaan atau perselisihan yang terjadi dalam keluarg, atau untuk menjaga kesatuan umat dan juga untuk memberikan pelayanan untuk kegiatan berdakwah. (Suryadi, 2018:7) 7) Fii Sabilillah

Menurut Yusuf Qardhawi dalam Qulub dan Munif (2015) menyebutkan bahwa yang digolongkan kepada fii

sabilillah yaitu yang mencakup kepada orang yang

membebaskan negara Islam dari hukum orang kafir. Selain itu juga dikatakan fii sabilillah yaitu orang yang

mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk

menumbuhkan ajaran Islam dengan benar. (Qulub dan Munif, 2015: 622)

8) Ibnu Sabil

Menurut Yusuf Qardhawi dalam memberikan pendapat tentang ibnu Sabil dalam penerimaan zakat yaitu setiap bentuk perjalanan untuk kebaikan masyarkat Islam.

Sebagaiman ulam fiqih juga memberikan syarat bagi orang yang melakukan perjalanan, yaitu mereka yang sedang dalam keadaan membutuhkan serta melakukakn perjalanan untuk kemashlahatan bukan untuk maksiat. (Suryadi, 2018: 9)

3. Zakat Community Development

a. Definisi Zakat Community Development

Zakat Commuinty Development merupakan program pengembangan suatu komunitas dengan menggabungkan aspek sosial yang dilihat dari pendidikan, kesehatan, agama, lingkungan dan aspek ekonomi yang bersumber dari zakat, infak serta sedekah yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang mandiri. (BASNAS 2017: 112).

b. Prinsip Program Zakat Community Development

Pelaksanaan program zakat community development mengandung beberapa prinsip dalam pelaksanaan program, di antaranya: (BAZNAS 2017)

1) Berbasis Komunitas

Program ini dilaksanakan dengan tujuan utama kepada mustahik atau penerima manfaat yang berada dalm suatu wilayah geografis atau bisa juga dalam kondisi khusu dan dalam berbagai bentuk kerjasama yang disepakati. Di Indonesia, kelompok ini disetarakan kepada kelompok kecil di masyarakat yaitu setingkat desa.

2) Syari`ah Islam

Pelaksanaan program zakat community development didasarkan kepada ketentuan hukum Islam dalam kaitannya dengan penyaluran zakat. Kaitan yang paling khusus dilihat kepada penerima manfaat harus tergolong kepada delapan

ashnaf.

Program zakat community development dalam pelaksanaanya melibatkan langsung mustahik atau penerima manfaat diawali dari proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan.

4) Kemanfaatan

Melalui prinsip kemanfaatan, program zakat

community development memberikan nilai tambah secara meterial dan non material bagi mustahik atau penerima manfaat. Melalui program ini juga, para mustahik dapat mendapatkan manfaat finansial dan pembinaan spiritual dengan baik.

5) Kesinambungan

Program ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan kegiatan yang saling memiliki hubungan dalam mencapai tujuan program. Dengan adanya program ini, diharapkan adanya proses yang berkelanjutan dari awalnya menjadi pengelola program menjadi masyarakat dampingan, sehingga program tersebut dapat berkembang secara mandiri oleh masyarakat.

6) Sinergi

Bersinergi dalam menjalankan program zakat

community development ini sangatlah diperlukan, terutama dalam memberikan ide, sumber daya manusia serta pembiayaan.

c. Tujuan Program Zakat Community Developmetn

Program zakat community development memiliki tujuan sebagai berikut: (BAZNAS, 2017: 117)

1) Memberikan kesadaran dan kepedulian mustahik atau penerima manfaat zakat tentang kehidupan yang berkualitas

2) Menumbuhkan partisipasi menuju kehidupan mandiri dalam masyarakat, sehingga masyarakat dalam program zakat

community development dapat bermanfaat dan berkontribusi

bagi banyak orang.

3) Menumbuhkan hubungan sosial ekonomi dalam masyarakat, sehingga mustahik atau penerima manfaat zakat dapat menjalani kehidupan bermasyarakat lebih baik lagi dalam meningkatkan perekonomian.

4) Menciptakan program pemberdayaan yang

berkesinambungan dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemandirian dalam masyarakat.

d. Pemberdayaan zakat dengan program Zakat Community Development

Program Zakat community development terdapat suatu tujuan dan strategi yang dilakukan untuk melaksanakan program pemberdayaan mustahik untuk memahami, mendalami, serta mendayagunakan kemampuan mustahik dengan tujuan keluar dari angka kemiskinan (Nurhasanah, 2019). Pemberdayaan pada saat ini mulai mengalami perkembangan dengan tujuan untuk mendorong pembangunan masyarakat secara merata. Untuk mencapai tujuan tersebut, masyarakat memiliki peran secara langsung dan mandiri terhadap kehidupannya sehingga kebutuhan dalam hidup dapat terpenuhi oleh masyarakat secara menyeluruh (Rijal, 2019: 192). Pemberdayaan merupakan suatu usaha dalam memperkuat keadan sosial dan ekonomi dengan tujuan untuk mencapai kekuatan kemampuan mustahik melalui bantuan pada umumnya berupa usaha produktif, sehingga mustahiq dapat meningkatkan pendapatannya dan dapat membayar kewajibannya dalam bentuk zakat dari hasil usaha yang didapatkan.

Dengan kondisi lain, pemberdayaan juga dikaitakan

dengan kepemilikan harta zakat kepada yang berhak.

Pemberdayaan diberikan kepada sebagaian kelompok yang berhak dari harta zakat, sehingga dengan memberikan modal kepada mustahik dengan ketentuan memiliki skill tertenu, sehingga dapat meneruskan kegiatan sebelum memiliki modal (Nasution, Nisa, Zakaria, 2018: 31). Selain itu, Siti Aminah Chaniago menambahkan pemberdayaan zakat kepada mustahik juga dilakukan dengan membuka lapangan pekerjaan bagi mustahik yang belum memiliki skill dalam mengelola usaha sendiri (Chaniago, 2015: 54). Salah satu pemberdayaan zakat komunitas yang dilaksanakan oleh baznas yaitu melalui program zakat community development dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat komunitas yang sejahtera dan mandiri.

Pelaksanaa zakat community development dalam

praktiknya disesuaikan dengan potensi, kondisi serta situasi di masyarakat setempat. Beberapa aspek dalam kegiatan program pembangunan masyarakat melalui zakat community development ini diantaranya pda aspek kehidupan dengan tujuan masyarakat memiliki keberdayaan dalam pendidikan, kesehatan, dan beragama yang selalu disebut “Caturdaya Masyarakat”.

Caturdaya masyarakat dalam program zakat community development ini merupakan salah satu unsut utama dan memiliki keterkaitan dengan unsur yang lain. Apabila terpenuhinya empat unsur kesejahteraan, maka masyarakat dikategorikan kepada masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Keempat unsur tersebut

meliputi keagamaan, ekonomi, pendidikan dan

kesehatan.(BAZNAS, 2017:113)

zakat community development pada dasarnya mengutamakan perkembangan sektor ekonomi ummat, untuk mencapai tersebut, perlu dorongan untuk peningkatan kemampuan

keuangan masyarakat yang didampingi. Dengan berlangsungnya program zakat community development ini, kemampuan keuangan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya perlu

pendampingan secara moril dan spiritual untuk menanamkan mental secara mandiri. Sehingga tidak hanya diri dan keluarga, akan tetapi juga memiliki manfaat dan membantu orang lain yang membutuhkan (BAZNAS, 2017: 117).

Mursyidah menambahkan beberapa indikator yang digunakan dalam pemberdayaan mustahik pada program zakat

community development, di antaranya:

1) Aspek penguatan lembaga

Indikator yang digunakan untuk mengukur aspek lembaga merupakan salah satu alat yang strategis dengan tujuan menjadikan mustahik menjadi muzakki sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Menurut Juwaini dalam Mursyidah (2009) menyatakan indikator aspek lembaga dengan tujuan pengurangan kemiskinan dengan mengupayakan mustahik menjadi muzakki ini sangatlah penting dikarenakan bagi masyarakat yang dikategorikan miskin belum tentu dapat mengatasi kemiskinan secara perorangan.

Program zakat community development dalam aspek penguatan lembaga terdiri dari beberapa sub indikator:

a) Pertemuan Anggota b) Organisasi Kelompok

c) Kegiatan-kegiatan yang dilakukn dalam kelompok

d) Peran-peran Struktur Kelompok dalam Menjamin

Kemandirian Manajemen

e) Kepercayaan Pihak Luar dalam Kelompok 2) Aspek penguatan kualitas mustahik

Penguatan mustahik dalam meningaktkan pemberdayaan bertujuan agar kemampuan atau skill dan kemandirian

mengalami peningkatan dalam mengelola kelompok organisasi serta betujuan untuk peningkatan akses sumber teknologi, informasi serta pembiayaan pasar. Aspek penguatan kualitas

mustahik dalam indikator program zakat community development terdiri dari beberapa sub indikator, diantaranya:

a) Pemahaman terhadap suatu kelompok b) Peningkatan keterampilan

c) Peningkatan atitude atau nilai moral

d) Penerapan kapasitas yang dimiliki dalam pengembangan ekonomi

3) Aspek perkembangan usaha masyarakat

Dalam menjalankan program zakat community

development, mustahik diarahkan untuk melakukan usaha

dengan skala kecil atau menengah serta dilaksanakan beberapa pelatihan dan pembinaan bagi kelompok-kelompok supaya usaha yang dilakukan dapat berkembang. Indikator pada Program zakat community development dalam aspek perkembangan usaha masyarakat juga terdiri dari beberap sub indikator, yaitu sebagai berikut:

a) Pengembangan modal usaha kelompok

b) Jenis dan karakteristik usaha yang dikembangkan c) Skala dan pendapatan usaha yang dikembangkan d) Alokasi pendapatan usaha yang dikembangkan e) Pengelolaan usaha yang dikembangkan

4) Aspek perkembangan jaringan kerja

Untuk peningkatan pemberdayaan mustahik pada program zakat community development dilaksanakan dengan melakukan pengembangan jaringan kerja dengan tujuan dapat menambah kepercayaan dari pihak-pihak tertentu. Di antara perkembangan jaringan kerja dalam pemberdayaan kelompok

yang perlu diperhatikan yaitu jumlah jaringan kerja, tingkat hubungan serta pola kerjasama yang dikembangkan.

5) Aspek penilaian spiritual

Kondisi spiritual yang perlu diperhatikan dalam peningkatan pemberdayaan mustahik diantaranya, pelaksanaan shalat, puasa, zakat dan infak, kondisi lingkungan spiritual yang baik serta penerapan sifat-sifat terpuji.

4. Pengaruh Program Zakat Community Development terhadap

Dokumen terkait