II. TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Konsep Risiko Produksi dan Harga Produk
Risiko dan ketidakpastian sering digunakan secara bersama-sama baik
dalam jurnal maupun beberapa tulisan lainnya. Silberberg (1990), Henderson dan
Quandt (1980) dan Varian (1992) menggunakan istilah ketidakpastian
(uncertainty) terkait dengan peluang (probability). Sedangkan Robison dan Barry
(1987) menjelaskan terdapat perbedaan antara konsep risiko dan ketidakpastian.
Jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh pembuat keputusan, yang
Sedangkan jika peluang suatu kejadian tidak dapat diketahui oleh pembuat
keputusan maka hal tersebut menunjukkan konsep ketidakpastian.
Beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya
adalah risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga, risiko kelembagaan, risiko
kebijakan dan risiko finansial (Ellis, 1988; Harwood et al., 1999; Moschini dan
Hennessy, 1999). Dari beberapa sumber risiko tersebut, ternyata risiko yang
paling utama dihadapi rumahtangga petani diantaranya adalah risiko produksi dan
harga produk (Patrick et al., 1985; Wik et al., 1998).
Selanjutnya Ellis (1988) menjelaskan terdapat beberapa pendekatan yang
berbeda dalam melihat mengenai peluang dengan risiko. Pada kegiatan produksi
usahatani, risiko merupakan peluang terjadinya suatu peristiwa yang
menghasilkan pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang
diharapkan dalam serangkaian musim panen. Sedangkan pada perspektif asuransi
terhadap kerugian atau kerusakan, risiko sebagai peluang adanya bencana yang
menimbulkan kerugian.
Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan
(decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan
keputusan. Alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility
model (Anderson et al., 1977; Henderson dan Quandt, 1980; Robison dan Barry,
1987; Moschini dan Hennessy, 1999; Ellis, 1988). Lebih lanjut dijelaskan lima
komponen yang digunakan dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah the
states of nature, the possible outcomes, the probabilities of outcomes, the choices
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko dapat menggunakan
expected utility model. Model ini digunakan karena adanya kelemahan yang
terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh
seseorang bukan nilai (return) tetapi kesejahteraan (utility). Variance merupakan
salah satu ukuran yang dapat digunakan dalam menganalisis mengenai risiko.
Selanjutnya bila dilihat dari sikap pembuat keputusan dalam menghadapi
risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut (Robison
dan Barry, 1987):
1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan
yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan.
2. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat
keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang
diharapkan.
3. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini
menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat
keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan
keuntungan yang diharapkan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa perilaku pembuat keputusan risk aversion
menjadi subyek ketertarikan ahli ekonomi, dan perilakunya pada usahatani
didasarkan tidak pada maksimisasi utilitas tetapi ekspektasi maksimisasi profit
Memperhatikan hal tersebut diatas, penelitian mengenai risiko sangat
penting dilakukan terkait dengan pengambilan keputusan pada petani, khususnya
pada kegiatan produksi (Just, 1974). Indikasi adanya risiko mencakup adanya
perubahan atau variasi seperti dalam produksi, harga maupun pendapatan.
Beberapa model yang menyangkut risiko diantaranya penentuan input
yang optimal pada kondisi risiko harga produk, risiko harga input, risiko kualitas
input, dan risiko fungsi produksi. Khususnya pada model dengan risiko harga
produk, keputusan menanam sangat tergantung pada harga barang, sehingga bila
harga rendah tidak akan menarik petani untuk menanam.
Dalam analisis risiko, fungsi produksi merupakan fungsi produksi rata-rata
(mean production function) dan produksi variance (variance production function),
yang masing-masing dipengaruhi oleh penggunaan input dalam kegiatan produksi
(Just dan Pope, 1979). Model Just dan Pope tersebut telah digunakan oleh Walter
etal. (2004), Hutabarat (1985), Antle (1987), Buccola dan McCarl (1986) dalam
menganalisis mengenai risiko produksi. Pendugaan terhadap fungsi produksi
dapat dilakukan terpisah antara fungsi produksi rata-rata (mean production
function) dan fungsi produksi variance (variance production function). Baik
fungsi produksi rata-rata maupun produksi variance dipengaruhi oleh variabel
input faktor seperti lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida (Walter et al.,
2004; Hutabarat, 1985; Anderson et al., 1977). Sedangkan Antle (1987) dan
Beach et al. (2005) mengakomodasi parameter risiko sebagai faktor yang
mempengaruhi penggunaan input.
Penggunaan setiap input mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
antara pengambilan keputusan input dan risiko produksi ternyata penggunaan
pestisida dalam produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing effect)
sedangkan input yang lain sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing
effect) dalam produksi (Just dan Pope, 1979).
Hasil penelitian penelitian Hutabarat (1985) berbeda dengan Just dan Pope
(1979) yang menunjukkan bahwa pada musim hujan ternyata input benih, pupuk
nitrogen, pupuk phospor, kepemilikan lahan dan insektisida merupakan faktor
yang menyebabkan risiko produksi (risk inducing factors). Sedangkan input
tenaga kerja manusia dan ternak merupakan faktor pengurang risiko produksi
(risk-reducing factors). Sedangkan pada musim kemarau semua faktor produksi
merupakan faktor yang menyebabkan risiko (risk-inducing factors).
Selanjutnya dari segi metodologi, Antle (1987) menggunakan
ekonometrika untuk mengestimasi distribusi risiko pada produsen. Prosedur
ekonometrika berguna pada data produksi cross section dengan time series atau
pooled data. Pendekatan estimasi dengan Generalize Method of Moments
digunakan untuk mengestimasi parameter.
Wincoop (1992) mempelajari respon tabungan dan struktur produksi
terhadap peningkatan ketidakpastian perdagangan. Peningkatan ketidakpastian
perdagangan menyebabkan kekuatan tenaga kerja terpecah semakin besar pada
sektor yang tidak diperdagangkan (non tradeable). Sementara itu Kingwell (1994)
menggunakan stochastic programming model dari sistem usahatani untuk menguji
pengaruh perilaku risk aversion terhadap penawaran gandum.
Hartoyo et al. (2004) menggunakan quadratic utility function dalam
Kemang, Kabupaten Cianjur mempunyai karakter sebagai pengambil keputusan
yang berperilaku risk neutral. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa
produksi padi dipengaruhi oleh variasi harga padi, karena sekitar 63.5 persen dari
total produksi dikonsumsi sendiri oleh rumahtangga petani. Beberapa variabel
yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi padi yaitu ekspektasi
produksi padi, ekspektasi harga padi, kuadrat dari ekspektasi harga padi dan
ekspektasi harga pupuk TSP.
Namun demikian kajian Purwoto (1990) menunjukkan hasil yang berbeda
yaitu sikap petani dan khususnya hasil pengukuran dari sisi alokasi jumlah pupuk
buatan, menunjukkan secara umum petani takut menghadapi risiko (risk aversion)
yang ditunjukkan nilai koefisien keengganan petani dalam menghadapi risiko
lebih besar dari nol.
Sementara itu Ellis (1988) menunjukkan bahwa perilaku rumahtangga
petani kecil pada umumnya adalah risk averse. Adanya ketidakpastian dalam
produksi akan menghasilkan keputusan ekonomi yang sub optimal pada tingkat
produksi. Produsen yang berperilaku risk averse dalam menghadapi risiko
produksi akan memproduksi lebih rendah dibandingkan produsen yang
berperilaku risk neutral dan jika terjadi peningkatan risiko maka produsen risk
averse akan mengurangi output (Wik et al. 1998). Salah satu strategi produksi risk
averse adalah tumpangsari (mixed cropping) yang memberikan banyak
keuntungan. Kebijakan yang dapat merespon ketidakpastian alami diantaranya
irigasi, asuransi tanaman dan varietas benih yang tahan terhadap hama dan
mengatasi ketidakpastian harga meliputi stabilitas harga, informasi pasar dan
kredit.
Kajian Fukui et al. (2004) menganalisis ekonomi rumahtangga petani
dengan memasukkan beberapa variabel ke dalam model seperti variabel bahaya
hama dan penyakit tanaman, sistem bagi hasil dan rasio pendapatan yang berisiko
(risky income ratio), yang diukur dari rasio pendapatan padi terhadap pendapatan
rumahtangga. Ketiga variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap permintaan input selain kiriman uang, harga produk, harga pupuk dan
modal tetap. Namun demikian rasio pendapatan yang berisiko tidak signifikan
terhadap permintaan tenaga kerja dan kredit, sebaliknya sistem bagi hasil dan
bahaya pestisida mempunyai pengaruh yang signifikan.
Beberapa mekanisme yang digunakan untuk mengatasi risiko yaitu kredit,
kepemilikan aset dan diversifikasi sumber pendapatan. Sedangkan mekanisme
mengurangi risiko yaitu dengan teknologi pengurang risiko seperti penerapan
pestisida, penggunaan varietas, sistem kerjasama seperti bawon untuk kontrak
tenaga kerja dan bagi hasil. Sharing risiko juga dikaji oleh Cox dan Jimenez
(1998) sedangkan Guiso et al. (1996) dan Ameriks (2001) menekankan pada
keputusan portofolio.
Selanjutnya Saha dan Stroud (1994) menggunakan model rumahtangga
pertanian untuk menganalisis keputusan konsumsi, penyimpanan, menabung dan
tenaga kerja dibawah risiko harga pada rumahtangga petani. Kajian tersebut
menggunakan panel data dan model dinamik (dynamic model). Penyimpanan
mempunyai pengaruh negatif dan secara positif oleh musim panen, full income,
upah tenaga kerja keluarga, kuadrat current price dan kuadrat lag harga.
Masih dalam hubungannya dengan risiko dengan model ekonomi
rumahtangga, Beach et al. (2005) melakukan pendugaan terhadap beberapa
persamaan penggunaan input yang terdiri dari persamaan luas lahan, tenaga kerja
dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga dan penggunaan input lain.
Penggunaan input dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti ekspektasi harga,
variance harga, ekspektasi produksi, variance produksi, upah, harga input, harga
output dan karakteristik rumahtangga. Ekspektasi dan variance sebagai
pendekatan yang digunakan untuk menganalisis mengenai risiko. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekspektasi penerimaan tembakau dan variance produksi
mempunyai tanda yang berlawanan dengan yang diharapkan dan tidak signifikan
terhadap luas areal penanaman tembakau.
Sementara itu Wik et al. (1998) mengestimasi variabel endogen koefisien
risk aversion, penggunaan pupuk dan proporsi lahan tanaman gandum terhadap
total lahan yang ditanamani. Variabel tersebut dipengaruhi oleh luas lahan,
pendapatan off farm, karakteristik rumahtangga (seperti umur, pendidikan, jenis
kelamin), tenaga kerja rumahtangga (pria dan wanita), ukuran rumahtangga,
kekayaan (jumlah sepeda, rumah dan binatang), jarak dengan kota dan rasio
penggilingan penggunaan pupuk. Pada penggunaan pupuk, beberapa variabel
yang mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen
diantaranya total pendapatan, jumlah sepeda, total lahan usahatani.
Pengaruh risiko terhadap keputusan yang dibuat oleh petani risk neutral
diharapkan dianalisis dengan menggunakan response model dalam kaitannya
dengan aplikasi herbisida. Pengaruh risiko bagi pengambil keputusan risk neutral
yaitu dengan mengurangi penggunaan herbisida, karena pengurangan tingkat
optimal herbisida atau peningkatan ambang batas rumput liar. Alasan penurunan
penggunaan herbisida adalah bahwa risiko mengurangi produk marginal herbisida.
Ketidakpastian akan berhubungan dengan daya saing rumput liar sehingga dapat
mengurangi kehilangan produksi rata-rata.
Moller et al. (2000) menggunakan teknik dynamic programming dengan
data rumahtangga petani. Peningkatan ketidakpastian tidak secara umum
mengurangi penambahan konsumsi atau meningkatkan penambahan saving.
Petani yang menghadapi kendala kredit, investasi dan konsumsi sangat penting
menentukan perilaku saving karena saving digunakan untuk membiayai investasi
dan kelancaran konsumsi.
Metoda lain dapat digunakan dalam menganalisis risiko khususnya dengan
ekonometrika modern. Verbeek (2000) menjelaskan bahwa adanya fluktuasi
(volatility) dari observasi dapat dianalisis dengan model variance error seperti
model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH).
Model tersebut telah mengakomodasi variance error dan error kuadrat periode
sebelumnya dalam menganalisis mengenai risiko.
Model standar GARCH (1,1) sering digunakan dalam beberapa penelitian
seperti oleh Huang et al. (2004) yang menganalisis mengenai penawaran produk
cabe. Dalam model tersebut, persamaan penawaran dipengaruhi oleh beberapa
variabel eksogenous sedangkan persamaan variance dipengaruhi oleh variance
Sementara itu Moschini dan Hennessy (1999) menyatakan bahwa dalam
model ekspektasi untuk persamaan variance, beberapa faktor yang mempengaruhi
keputusan penawaran pada periode tertentu yaitu ekspektasi harga, variance harga
dan variabel lainnya. Selanjutnya De Wet (2005) menggunakan model GARCH
untuk menganalisis mengenai risiko karena adanya fluktuasi pada tiga variabel
finansial. Analisis dilakukan secara simultan dengan menggunakan data
mingguan.
Berdasarkan pada uraian tersebut, bagian terakhir bab ini akan
menyimpulkan mengenai model ekonomi rumahtangga petani. Model ekonomi
rumahtangga petani digunakan karena adanya keterkaitan antara keputusan
produksi dan konsumsi yang terdapat pada rumahtangga petani yang berperan
ganda sebagai produsen dan konsumen. Model ekonomi rumahtangga petani dapat
dibangun secara separable atau recursive maupun non separable atau non
recursive. Model separable atau recursive digunakan karena keputusan produksi
mempengaruhi keputusan konsumsi tetapi keputusan produksi tidak dipengaruhi
oleh keputusan konsumsi. Sedangkan dalam model non separable, keputusan
produksi mempengaruhi dan dipengaruhi keputusan konsumsi. Dalam model
separable atau recursive, variabel harga sebagai variabel eksogen sebaliknya
dalam model non separable, variabel harga merupakan variabel endogen.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam menganalisis model ekonomi
rumahtangga petani dapat dilakukan dengan persamaan simultan. Persamaan
dalam model pada intinya mencakup kegiatan produksi, seperti penawaran output
atau produksi, kegiatan konsumsi seperti permintaan barang konsumsi atau
kerja. Persamaan-persamaan yang dibangun tersebut dikembangkan sesuai dengan
fenomena yang terjadi di lapangan.
Penelitian-penelitian mengenai ekonomi rumahtangga petani sudah banyak
yang melakukan baik di Indonesia maupun di negara lain. Di Indonesia penelitian
risiko masih sedikit yang melakukan dan hanya difokuskan pada kegiatan
produksi, sementara itu penelitian model ekonomi rumahtangga petani pada
umumnya jarang yang mengakomodasi unsur risiko produksi maupun risiko harga
produk. Dengan memperhatikan hal tersebut maka penelitian ini akan
mengakomodasi unsur risiko produksi dan risiko harga produk dalam model
ekonomi rumahtangga petani sayuran.
Selain hal tersebut diatas, dapat dilihat dari segi metodologi, yang mana
dalam kaitannya dengan pengukuran risiko khususnya risiko produksi, yang
diukur dari nilai variance, telah menggunakan model GARCH (1,1) yang sudah
mengakomodasi pendugaan secara sekaligus untuk fungsi produksi rata-rata
(mean production function) dan variance (variance production function). Dari
hasil estimasi, nilai variance dari setiap responden selanjutnya akan dimasukkan
dalam model ekonomi rumahtangga petani. Selain nilai variance produksi,
beberapa variabel seperti variance harga, ekspektasi produksi dan ekspektasi