• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung"

Copied!
692
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI DAN HARGA PRODUK

DI KECAMATAN PANGALENGAN

KABUPATEN BANDUNG

DISERTASI

ANNA FARIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA PRODUK DI

KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2008

Anna Fariyanti Nrp. A161020011

(3)

The Influence of Product Price and Production Risks in Pangalengan Bandung (KUNTJORO as Chairman, SRI HARTOYO and ARIEF DARYANTO as Members of the Advisory Committee)

The vegetable farm households face many risks, especially, product price and production risks. The product price and production risks will influence the vegetable farm household economic behavior. The objectives of this research are (1) to analyze the product price and production risks, (2) to analyze the influence of product price and production risks and the linkage factors incorporated on the vegetable farm household economic behavior in decisions making of production, consumption and labor allocation, (3) to analyze the effect of production risk, product price risk and agricultural wage increase in the vegetable farm household economic behavior, and (4) to arrange the production activities which can mitigate product price and production risks.

The data used in this research are cross section data of 143 the vegetable farm households as samples. Panel data in three seasons are used to analyze the production risks. Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity model is used to analyze the production risks. Simultaneous equations is used to analyze the vegetable of farm household economic behavior.

The production risk of potato and cabbage is affected significantly by the production risk of previous period. Potato production risk is higher than cabbage's. On the contrary, potato production price risk is lower than cabbage's. Portfolio risk in diverse culture of potato and cabbage is lower than specialization in potato or cabbage only.

The vegetable farm household economic behavior in production decision making under the influence of product price and production risks will reduce the land, seed, fertilizer, pesticides and labor use. Whereas, in consumption decision making, the vegetable farm households reduce expenditure of food, non food, health, education, saving and production investment. In the labor allocation decision making under the influence of product price and production risks, the vegetable farm households increase labor use on off farm and non farm activities. The increase in production risk, product price risk and agricultural wage will lead to decreasing vegetable farm household economic variables.

The strategies to mitigate production risk are using disease and drought resistant seeds, employing irrigation technology and diversificating farm and non farm activities. Meanwhile, developing cold storage infrastructure, employing contract farming and exploiting marketing institution are alternative ways to mitigate product price risk.

(4)

Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung (KUNTJORO sebagai Ketua, SRI HARTOYO dan ARIEF DARYANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Rumahtangga petani sayuran selalu dihadapkan pada risiko, khususnya risiko produksi dan harga produk. Adanya risiko produksi dan harga produk akan mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis risiko produksi dan risiko harga produk dalam kegiatan usahatani, (2) menganalisis pengaruh risiko produksi dan risiko harga produk serta keterkaitan faktor-faktor terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja, (3) menganalisis pengaruh peningkatan risiko produksi, risiko harga produk dan upah pada kegiatan usahatani terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran, dan (4) menyusun aktivitas produksi yang dapat mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk.

Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data cross section dengan sampel sebanyak 143 rumahtangga petani sayuran. Khusus untuk analisis risiko digunakan data panel untuk tiga musim tanam. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Sedangkan analisis perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran digunakan model persamaan simultan.

Risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga kentang lebih rendah dari pada kubis. Diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis.

Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan harga produk adalah mengurangi penggunaan lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Sedangkan dalam keputusan konsumsi, rumahtangga petani sayuran mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan, non pangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi. Dalam pengambilan keputusan alokasi tenaga kerja, rumahtangga petani sayuran akan meningkatkan penggunaan tenaga kerja pada kegiatan off farm dan non farm sebagai akibat adanya risiko produksi dan harga produk.

Strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yaitu penggunaan benih yang tahan terhadap kekeringan dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan usahatani maupun luar usahatani. Sedangkan untuk mengatasi risiko harga produk, diperlukan penyediaan sarana serta prasarana penyimpanan secara berkelompok pada tingkat petani, pengembangan sistem contract farming dan kelembagaan pemasaran.

(5)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(6)

PRODUKSI DAN HARGA PRODUK

DI KECAMATAN PANGALENGAN

KABUPATEN BANDUNG

ANNA FARIYANTI

Disertasi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Bandung

Nama Mahasiswa : Anna Fariyanti Nomor Pokok : A161020011

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro Ketua

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)

21 September 1964 di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Orang tua penulis adalah Bapak Koendhori dan Ibu Siti Farokah.

Pendidikan Sekolah Dasar telah diselesaikan penulis pada tahun 1975 di SDN VII Cepu, Blora. Pada tahun 1979 penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN Cepu, Blora dan pada tahun 1982 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN Cepu, Blora. Pada tahun 1982, melalui jalur Proyek Perintis II, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB ) dan lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1991 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Tim Penyelenggaraan Program Doktor (TMPD) dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2002 penulis memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) untuk melanjutkan studi program Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB.

(9)

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dengan perkenanNya penulis diberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini merupakan hasil penelitian tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung dalam kaitannya dengan risiko produksi dan harga produk dengan menggunakan pendekatan model ekonomi rumahtangga. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi rumahtangga petani dan pengambil kebijakan dalam mengatasi adanya risiko produksi dan harga produk yang dihadapi rumahtangga petani sayuran.

Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Kuntjoro selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Sri Hartoyo,

MS dan Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc selaku Anggota Komisi Pembimbing. 2. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, APU dan Dr. Ir. Hermanto Siregar MEc sebagai

dosen penguji luar komisi dalam ujian sidang terbuka.

3. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc, Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi dan Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS sebagai dosen penguji dalam ujian sidang tertutup. 4. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) yang

telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti program S3 di IPB. 5. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan yang telah

(10)

7. Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB yang telah memberikan kesempatan penulis melanjutkan studi. 8. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB serta Ketua Departemen

Agribisnis yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan studi. 9. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc dan Ir. Harmini,

MS yang selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi.

10.Orangtua tercinta, Bapak Koendhori dan Ibu Siti Farokah, serta keluarga Cepu yang selalu mendukung dan mendoakan penulis setiap waktu.

11.Ibu Mertua E. Sudjinah dan keluarga Bogor yang selalu mendoakan penulis. 12.Suami tercinta H.Yana Supriyatna, SE dan ananda Rifki Aldi Ramadhani yang

selalu memahami, mengerti, memberikan dukungan dan doa bagi penulis. 13.Rekan-rekan EPN : pak Ilham, pak Ardi, pak Ridwansyah, pak Slamet, pak

Tidar, pak Irvan, bu Evi, bu Sri Hery, bu Femi dan bu Yetti.

14.Rekan-rekan Departemen Agribisnis dan D III MAB : Ir.T. Hanafiah, Ir. Dwi Rachmina, MS, Dra. Yusalina, MSi, Eva Yolinda SP,MM, Ir. Anita R. MSi, Amzul Rifin, SP,MA, Evi, Hamid, Pian dan Angga.

15.Sekretariat Program Studi EPN : mbak Ruby dan mbak Yani.

16.Para enumerator : Pipit, Retno, Zaenab dan Yeti serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Harapan penulis, semoga disertasi ini memberikan manfaat yang besar.

Bogor, Januari 2008

(11)

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA... 13

2.1. Konsep Rumahtangga Petani ... 13

2.2. Model Ekonomi Rumahtangga ... 15

2.3. Konsep Risiko Produksi dan Harga Produk... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 30

3.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani ... 30

3.1.1. Pengambilan Keputusan Produksi... 30

3.1.2. Pengambilan Keputusan Konsumsi ... 33

3.1.3. Pengambilan Keputusan Tenaga Kerja... .... 35

3.1.4. Model Umum Ekonomi Rumahtangga Petani ... 35

3.1.5. Pendekatan Model Ekonomi Rumahtangga Petani pada Kondisi Risiko... 45

3.1.6. Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk ... 53

3.2. Kerangka Pemikiran Konsepsional ... 56

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 63

4.1. Penentuan Lokasi Penelitian ... 63

4.2. Metode Pengambilan Sampel... 65

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 66

(12)

4.4.3. Blok Penggunaan Input ... 76

4.4.4. Blok Penggunaan Tenaga Kerja... 81

4.4.5. Blok Pendapatan ... 90

4.4.6. Blok Pengeluaran. ... 95

4.5. Identifikasi dan Pendugaan Model... 98

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN . 103

5.1. Penguasaan Lahan Usahatani... 104

5.2. Pola Tanam Usahatani ... 107

5.3. Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk ... 112

5.3.1. Risiko Produksi Komoditas Sayuran ... 112

5.3.2. Hubungan Risiko Produksi dan Produktivitas yang Diharapkan ... 119

5.3.3. Risiko Harga yang Dihadapi Rumahtangga Petani... 128

5.4. Karakteristik Petani dan Anggota Keluarga... 136

5.5. Kegiatan Kerja Anggota Rumahtangga Petani ... 140

5.6. Penggunaan Input Usahatani... 144

5.6.1. Penggunaan Input Usahatani Kentang ... 144

5.6.2. Penggunaan Input Usahatani Kubis. ... 148

5.7. Struktur Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga ... 150

VI. MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN... 152

6.1. Penentuan Risiko Produksi ... 152

6.1.1. Penentuan Risiko Produksi Kentang... 153

6.1.2. Penentuan Risiko Produksi Kubis ... 159

6.1.3. Risiko Portofolio Produksi Sayuran... 162

6.1.4. Risiko Harga Kentang dan Kubis... 165

6.2. Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran ... 167

6.2.1. Produksi Rumahtangga Petani Sayuran ... 169

6.2.2. Penggunaan Input Usahatani... 181

6.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja ... 197

(13)

6.3. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran pada

Kondisi Risiko Produksi dan Harga Produk... 248

6.3.1. Perilaku Rumahtangga Petani Sayuran dalam Pengambilan Keputusan Produksi... 248

6.3.2. Perilaku Rumahtangga Petani Sayuran dalam Pengambilan Keputusan Alokasi Tenaga Kerja... 251

6.3.3. Perilaku Rumahtangga Petani Sayuran dalam Pengambilan Keputusan Konsumsi... 253

6.4. Strategi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk ... 254

VII. PENGARUH PENINGKATAN RISIKO PRODUKSI DAN HARGA PRODUK SERTA UPAH USAHATANI TERHADAP PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN. ... 265

7.1. Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran ... 265

7.2. Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Produk dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran... 270

7.2.1. Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi Kentang... 272

7.2.2. Pengaruh Peningkatan Risiko Harga Kubis ... 276

7.2.3. Pengaruh Peningkatan Upah Usahatani ... 279

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN... 283

8.1. Kesimpulan ... 283

8.2. Implikasi Kebijakan ... 284

DAFTAR PUSTAKA ... 287

LAMPIRAN... 294

(14)

Nomor Halaman 1. Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditas Sayuran di

Indonesia Tahun 1990 -2005... 4

2. Perkembangan Harga Mingguan Beberapa Komoditas Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2005... 6

3. Model Rumahtangga Petani Chayanov... 37

4. Home Production Model... 38

5. Model Rumahtangga Petani Barnum-Squire ... 40

6. Kerangka Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran pada Kondisi Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk ... 58

7. Keterkaitan Antara Variabel dalam Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran ... 102

8. Pola Tanam Komoditas Sayuran pada Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Petani Sayuran Sampel, di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ... 109

(15)

Nomor Halaman 1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Komoditas Hortikultura

di Indonesia Tahun 2005 dan 2006 ... 2 2. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Komoditas Hortikultura

di Indonesia Tahun 2004-2005 ... 3 3. Rata-rata Produktivitas Aktual dan Produktivitas Potensial

Beberapa Komoditas Sayuran di Indonesia ... 5 4. Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Status

Kepemilikan Lahan dan Skala Usahatani di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ... 105 5. Luas Penguasaan Lahan Rumahtangga Petani Sayuran Sampel

Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan dan Skala Usahatani di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ... 107 6. Penggunaan Lahan Garapan Kentang dan Kubis Selama Satu

Tahun pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2005/2006 ... 111 7. Rata-rata Produktivitas Kentang dan Peluang yang Dihadapi

Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Tahun 2005/2006 ... 121 8. Rata-rata Produktivitas Kubis dan Peluang yang Dihadapi

Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Tahun 2005/2006 ... 123 9. Rata-rata Harga Kentang dan Kubis serta Peluang yang

Diperoleh Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2005/2006 ... 131 10. Karakteristik Petani dan Anggota Keluarga Rumahtangga Petani

Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ... 137 11. Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan

(16)

12. Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani dan Rata-rata Tingkat Pendidikan Anggota Keluarga Pria dan Wanita di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2005/2006 ... 139 13. Jumlah Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan

Kegiatan Anggota Keluarga dan Skala Usahatani di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006 ... 141 14. Rata-rata Potensi dan Curahan Waktu Kerja Selama Satu Tahun

pada Anggota Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Kegiatan dan Skala Usahatani di Kecamatan Pangalengan,

Kabupaten Bandung, Tahun 2005/2006... 143 15. Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani

Kentang per Hektar Menurut Musim Tanam pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2005/2006 ... 145 16. Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani

Kubis per Hektar Menurut Musim Tanam pada Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2005/2006 ... 149 17. Pendapatan On Farm, Off Farm, dan Non Farm serta Kontribusi

Terhadap Total Pendapatan Rumahtangga Petani Sayuran Sampel di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun

2005/2006... 150 18. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Logaritma Produksi dan

Variance Produksi Kentang di Kecamatan Pangalengan,

Kabupaten Bandung, Tahun 2006... 153 19. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Logaritma Produksi dan

Variance Produksi Kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten

Bandung Tahun 2006 ... 160 20. Perbandingan Risiko Produksi Kentang, Kubis dan Portofolio

Hasil Estimasi dan Aktual di Kecamatan Pangalengan,

Kabupaten Bandung, Tahun 2006... 163 21. Perbandingan Risiko Harga Kentang dan Kubis di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 166 22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Lahan Garapan

Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Tahun 2006 ... 170

(17)

24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Kentang di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 176 25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Kubis di

Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Tahun 2006 ... 178 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Benih

Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Tahun 2006... 182 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Benih Kubis

di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 185 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk

Nitrogen pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan,

Kabupaten Bandung, Tahun 2006... 187 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk

Phosphor pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan,

Kabupaten Bandung, Tahun 2006... 189 30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk NPK

pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2006 ... 192 31. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Obat-obatan

pada Usahatani Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2006 ... 194 32. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Obat-obatan

pada Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2006 ... 195 33. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Pria Dalam Keluarga pada Usahatani Kentang di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 198 34. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Usahatani Kentang di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 202 35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Pria Dalam Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung,Tahun 2006 ... 205

(18)

37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria Luar Keluarga pada Usahatani Kentang di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 210 38. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Wanita Luar Keluarga pada Usahatani Kentang di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 212 39. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Pria Luar Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 214 40. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Wanita Luar Keluarga pada Usahatani Kubis di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 216 41. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Pria Dalam Keluarga pada Kegiatan Off Farm di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 218 42. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Kegiatan Off Farm di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 220 43. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Pria Dalam Keluarga pada Kegiatan Non Farm di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 223 44. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga

Kerja Wanita Dalam Keluarga pada Kegiatan Non Farm di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 227 45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Pria pada

Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2006 ... 230 46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Wanita pada

Kegiatan Off Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2006 ... 232 47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pendapatan Pria pada

Kegiatan Non Farm di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung, Tahun 2006 ... 234

(19)

49. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pangan di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 238 50. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Non Pangan

di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 240 51. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Kesehatan

di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 242 52. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pendidikan

di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 243 53. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 246 54. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Produksi di

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 2006 ... 247 55. Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi Kentang Terhadap

Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Tahun 2006... 273 56. Pengaruh Peningkatan Risiko Harga Kubis Terhadap Perilaku

Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun

2006... 277 57. Pengaruh Peningkatan Upah Usahatani Terhadap Perilaku

Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun

2006... 281

(20)

Nomor Halaman 1. Hasil Estimasi Fungsi Variance Produksi Kentang Rumahtangga

Petani Sayuran di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung

dengan Menggunakan GARCH (1,1) Program Eviews Versi 4.1. ... 295 2. Hasil Estimasi Fungsi Variance Produksi Kubis Rumahtangga

Petani Sayuran di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung

dengan Menggunakan GARCH (1,1) Program Eviews Versi 4.1. ... 296 3. Program Komputer Estimasi, Validasi dan Simulasi Model

Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Menggunakan Program

SAS Versi 9.0... 297 4. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran

Lahan Sempit ... 304 5. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran

Lahan Sedang ... 308 6. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran

Lahan Luas ... 312 7. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model

Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran Berdasarkan Strata Luas Lahan di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun

2006 ... 316 8. Bias Proportions (UM), Variance Proportions (US) dan

Covariance Proportions (UC) Model Ekonomi Rumahtangga

Petani Sayuran Menurut Strata Luas Lahan Tahun 2006 ... 318 9. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang

Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga

Petani Sayuran Lahan Sempit ... 320 10. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang

Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga

Petani Sayuran Lahan Sedang ... 321 11. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Risiko Produksi Kentang

Sebesar Lima Persen Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga

Petani Sayuran Lahan Luas ... 322 12. Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko

(21)

13. Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko Harga Kubis dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi

Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Sedang... 325 14. Rekapitulasi Pengaruh Peningkatan Risiko Produksi, Risiko

Harga Kubis dan Upah Usahatani Terhadap Perilaku Ekonomi

Rumahtangga Petani Sayuran Lahan Luas... 327

(22)

1.1. Latar Belakang

Sebagian besar rumahtangga petani di Indonesia merupakan rumahtangga

petani dengan penguasaan lahan yang sempit. Hal ini mendukung pendapat Ellis

(1988) yang menyatakan bahwa sekitar seperempat penduduk dunia merupakan

rumahtangga petani kecil (peasant household) dan sebagian besar penduduk

tersebut terdapat di negara sedang berkembang. Sementara itu produksi pertanian

yang dihasilkan sering tergantung pada perilaku rumahtangga petani. Perilaku

rumahtangga petani sangat terkait dengan pengambilan keputusan rumahtangga

petani baik pada kegiatan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja.

Menurut Nakajima (1986), rumahtangga merupakan satu unit atau

kesatuan ekonomi yang relevan untuk analisis pengambilan keputusan baik

keputusan produksi, konsumsi maupun tenaga kerja. Dalam analisis tersebut

rumahtangga petani dipandang sebagai farm firm, laborer’s household dan

consumer’s household. Sementara itu Sadoulet dan de Janvry (1995) melihat

terdapat kekhasan pada rumahtangga petani dalam mengintegrasikan pengambilan

keputusan baik keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja.

Di Indonesia, sekitar 34.01 persen dari rumahtangga pertanian merupakan

rumahtangga petani hortikultura (Badan Pusat Statistik, 2004). Diantara

rumahtangga petani tersebut adalah rumahtangga petani sayuran. Komoditas

sayuran menjadi pilihan rumahtangga petani karena kondisi biofisik dan sosial

ekonomi yang mendukung pengembangan komoditas sayuran.

Berdasarkan perkembangan produksi hortikultura pada tahun 2004-2005,

(23)

(3.05%), tanaman hias (9.28%) dan tanaman biofarmaka (47.76%). Sedangkan

perkembangan luas panen sayuran dan tanaman hias mengalami penurunan

masing-masing sebesar 3.36 persen dan 4.88 persen, sebaliknya terjadi

peningkatan untuk buah-buahan dan biofarmaka masing-masing sebesar 1.46

persen dan 31.15 persen (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006). Pada tahun

2005-2006, perkembangan luas panen dan produksi tanaman hortikultura tidak

jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun 2005 dan 2006

Luas Panen (Ribu Ha)

Produksi (Juta Ton)

Perkembangan (%) Komoditas

2005 20061 2005 20061 Luas Produksi Sayuran 944.7 953.8 9.1 9.4 0.96 2.73 Buah-buahan 717.4 744.9 14.8 15.4 3.83 4.03 Tanaman Hias 2.4 2.5 173.2* 189.9* 2.24 9.65 Biofarmaka 18.9 19.6 0.3 0.4 3.45 5.30 Keterangan : * satuan produksi yaitu juta tangkai

1

Angka prognosa Sumber : Bahar (2007)

Pada tahun 2005-2006, peningkatan luas panen dan produksi sayuran

(0.96% dan 2.73%) paling rendah dibandingkan buah-buahan, tanaman hias dan

tanaman biofarmaka. Sementara kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB)

sayuran terhadap PDB hortikultura pada tahun 2006 (36.7%) menempati urutan

kedua setelah buah-buahan (Bahar, 2007).

Meskipun dari perkembangan produksi kurang memuaskan, namun

demikian Tabel 2 menunjukkan peningkatan volume ekspor sayuran (13.7%)

lebih tinggi dibandingkan peningkatan volume impornya (9.43%) pada tahun

(24)

mengindikasikan bahwa peluang pasar komoditas sayuran masih cukup besar baik

peluang pasar domestik maupun ekspor.

Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Komoditas Hortikultura di Indonesia Tahun 2004-2005

Ekspor (Ribu Ton)

Impor (Ribu Ton)

Perkembangan (%) Komoditas

2004 2005 2004 2005 Ekspor Impor

Sayuran 73.8 83.9 362.2 396.4 13.7 9.4

Buah-buahan 115.6 157.2 266.5 288.4 36.0 8.2 Tanaman Hias 10.9 13.6 0.6 0.8 23.9 39.9 Biofarmaka 1.8 5.6 0.3 0.2 214.6 (25.9) Keterangan : ( ) : penurunan

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2006)

Gambaran di atas menunjukkan komoditas sayuran sangat potensial dan

mempunyai peluang untuk dikembangkan. Beberapa komoditas sayuran yang

termasuk unggulan diantaranya kentang, kubis, tomat, wortel dan cabe.

Perkembangan produktivitas beberapa komoditas sayuran dapat dilihat pada

Gambar 1.

Pada periode tahun 1990 – 2005 perkembangan produktivitas sayuran

khususnya kentang, kubis dan wortel ternyata berfluktuasi. Banyak faktor yang

dapat mempengaruhi fluktuasi produktivitas tersebut. Salah satu faktor yang dapat

menjadi penyebab fluktuasi tersebut bersumber dari cuaca maupun hama dan

penyakit tanaman (HPT). Produktivitas sayuran yang berfluktuasi

mengindikasikan adanya variasi setiap waktu. Kondisi tersebut menunjukkan

bahwa pengelolaan usahatani sayuran sangat dipengaruhi oleh adanya risiko

(25)

Gambar 1. Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditas Sayuran di Indonesia Tahun 1990-2005 (Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006)

Produktivitas sayuran yang digambarkan tersebut menunjukkan

produktivitas aktual, yaitu produktivitas yang dihasilkan rumahtangga petani.

Sementara itu produktivitas potensial menunjukkan produktivitas yang seharusnya

dapat dicapai rumahtangga petani dengan kondisi tertentu. Perbandingan

produktivitas aktual beberapa komoditas sayuran dan produktivitas potensialnya

dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3 produktivitas aktual beberapa komoditas sayuran

yang dihasilkan petani lebih rendah dari produktivitas potensialnya. Salah satu

penyebab tidak tercapainya produktivitas potensial diantaranya dikarenakan 0

5 10 15 20 25 30

1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

Kubis

Kentang

Wortel

2005

(26)

adanya risiko produksi. Risiko produksi menjadi salah satu penyebab tidak

tercapainya produktivitas potensial dikarenakan dengan adanya fluktuasi kondisi

cuaca serta gangguan hama dan penyakit tanaman yang tidak stabil atau

berubah-ubah menyebabkan produktivitas sayuran yang dihasilkan petani berfluktuasi.

Adanya fluktuasi dalam produktivitas menggambarkan bahwa produktivitas aktual

lebih rendah dari produktivitas potensialnya.

Tabel 3. Rata-rata Produktivitas Aktual dan Produktivitas Potensial Beberapa Komoditas Sayuran di Indonesia

Komoditas Produktivitas Aktual 2 (Ton/Ha)

Produktivitas Potensial 1 (Ton/Ha)

Kentang 15.18 36

Kubis 21.40 30-40

Cabe Merah 19.18 30

Wortel 13.98 20-30

Sumber : 1Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2002) 2 Badan Pusat Statistik (2006)

Selain risiko produksi, dalam pengelolaan usahatani rumahtangga petani

juga dihadapkan pada risiko harga produk. Pada umumnya harga produk sayuran

pada masa panen sering tidak diketahui pada waktu rumahtangga petani

melakukan keputusan menanam. Artinya keputusan melakukan penanaman yang

dilakukan oleh rumahtangga petani tanpa didasarkan kepastian harga pada saat

panen. Kondisi tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara penerimaan

aktual yang diperoleh rumahtangga petani dengan penerimaan yang diharapkan

oleh rumahtangga petani.

Perkembangan harga mingguan beberapa komoditas sayuran khususnya di

pasar Induk Kramat Jati Jakarta dapat dilihat Gambar 2. Pasar Induk Kramat Jati

(27)

Perkembangan harga mingguan komoditas sayuran tersebut di pasar Induk Kramat

Jati Jakarta pada tahun 2005 berfluktuasi. Fluktuasi harga tersebut tidak terlepas

dari kondisi penawaran dan permintaan komoditas sayuran yang mana kekuatan

tersebut di luar kendali rumahtangga petani.

0

Gambar 2. Perkembangan Harga Mingguan Beberapa Komoditas Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2005 (Sumber : Dinas Pasar Induk Kramat Jati, 2005)

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa menganalisis

rumahtangga petani perlu memperhatikan unsur risiko. Oleh karena itu sangat

penting melakukan penelitian mengenai perilaku ekonomi rumahtangga petani

dengan mengintegrasikan keputusan produksi, konsumsi dan tenaga kerja dengan

memasukkan unsur risiko produksi dan harga produk dalam model ekonomi

(28)

1.2. Perumusan Masalah

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di

Indonesia. Komoditas sayuran yang menjadi komoditas unggulan di Jawa Barat

diantaranya kentang dan kubis (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat,

2003). Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata luas tanam per tahun, ternyata

kentang mempunyai kontribusi terbesar (11,6%) dibandingkan tanaman sayuran

lainnya diikuti kubis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2006).

Luas tanam kentang tertinggi di Jawa Barat yaitu Kabupaten Bandung

(66,7%). Rata-rata luas tanam per tahun komoditas kentang menempati posisi

tertinggi (40,5%), diikuti dengan komoditas kubis (30.3%) (Dinas Pertanian

Kabupaten Bandung, 2006).

Pada umumnya rumahtangga petani sayuran melakukan diversifikasi

usahatani kentang dan kubis pada lahan yang berbeda dengan waktu yang

bersamaan. Kentang dan kubis yang diusahakan oleh rumahtangga petani pada

umumnya dijual dalam bentuk segar (cash crop). Hal ini berbeda dengan tanaman

lain, seperti padi, dimana sebagian hasil produksi yang diusahakan oleh

rumahtangga dikonsumsi dan sisanya dijual ke pasar (market surplus).

Dibandingkan dengan tanaman padi dan palawija, sayuran mempunyai risiko

produksi yang lebih tinggi.

Dalam pengelolaan usahatani sayuran, rumahtangga petani menghadapi

adanya risiko produksi dan risiko harga produk. Indikasi adanya risiko produksi

dan harga produk ditunjukkan oleh fluktuasi produksi maupun harga yang

diperoleh rumahtangga petani pada setiap musim. Dengan adanya risiko produksi

(29)

Rata-rata produktivitas aktual sayuran mencapai sekitar 58 persen terhadap

produktivitas potensial (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002; Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Jawa Barat, 2006). Sumber utama risiko yang umumnya

dirasakan rumahtangga petani diantaranya yaitu ketidakpastian cuaca, hama dan

penyakit tanaman serta ketidakpastian harga produk (Patrick et.al, 1985). Risiko

produksi dan penurunan produktivitas dapat dijelaskan melalui perubahan cuaca

dan tingginya hama dan penyakit tanaman. Ketersediaan air pada musim kemarau

dan tingginya intensitas serangan hama dan penyakit tanaman pada musim hujan

mengakibatkan produktivitas sayuran mengalami penurunan.

Sementara itu sumber utama risiko harga adalah ketidakpastian harga

produk ketika rumahtangga petani membuat keputusan menanam. Adanya risiko

harga produk menyebabkan harga yang diperoleh rumahtangga petani mengalami

fluktuasi. Risiko harga produk sayuran sangat ditentukan kekuatan penawaran dan

permintaan sayuran di pasar. Berdasarkan Dinas Pasar Induk Kramat Jati (2005)

pada tahun 2005 penurunan harga kentang tertinggi ke harga rendah sekitar 62

persen (Rp 4500/kg-Rp 1700/kg) dan penurunan harga kubis sekitar 77 persen

(Rp 3500/kg-Rp 800/kg). Kondisi tersebut akan menyebabkan pendapatan

usahatani yang diperoleh rumahtangga petani akan mengalami penurunan.

Selain melakukan kegiatan usahatani (on farm), rumahtangga petani juga

mengalokasikan tenaga kerja dari anggota keluarganya pada kegiatan di luar

usahataninya (off farm) dan luar pertanian (non farm). Dengan adanya kegiatan

ganda tersebut menunjukkan adanya sumber-sumber pendapatan rumahtangga

baik dari kegiatan on farm, off farm dan non farm. Pendapatan rumahtangga

(30)

produksi dan risiko harga produk yang dihadapi rumahtangga petani akan

berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani baik dalam

pengambilan keputusan produksi, konsumsi maupun alokasi tenaga kerja.

Selain kondisi tersebut di atas, perilaku ekonomi rumahtangga petani tidak

terlepas dari pengaruh perubahan seperti peningkatan risiko produksi dan harga

produk serta upah pada kegiatan usahatani. Perubahan tersebut tidak hanya

berpengaruh pada kegiatan produksi saja tetapi juga akan berpengaruh terhadap

kegiatan konsumsi maupun alokasi tenaga kerja.

Dari uraian tersebut diatas maka perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam

mengambil keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja sebagai

akibat adanya risiko produksi dan risiko harga produk ?

2. Bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam

menghadapi adanya peningkatan risiko produksi dan harga produk serta

upah pada kegiatan usahatani ?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sangat penting untuk dijawab. Oleh

karena itu penelitian perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dengan

memasukkan unsur risiko produksi dan risiko harga produk akan menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah menganalisis perilaku ekonomi

rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan risiko harga

(31)

1. Menganalisis risiko produksi dan risiko harga produk dalam kegiatan

usahatani.

2. Menganalisis pengaruh risiko produksi dan risiko harga produk serta

keterkaitan faktor-faktor terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani

sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga

kerja.

3. Menganalisis pengaruh peningkatan risiko produksi dan harga produk serta

upah pada kegiatan usahatani terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani

sayuran.

4. Menyusun aktivitas produksi yang dapat mengurangi risiko produksi dan

risiko harga produk

Hasil penelitian ini diharapkan sangat berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan. Salah satu pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan

dengan penelitian ini yaitu dibangunnya model perilaku ekonomi rumahtangga

petani dengan memasukkan unsur risiko produksi dan risiko harga produk.

Di samping bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan

dalam hal ini pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,

dalam penyusunan kebijakan pertanian. Secara khusus kebijakan difokuskan

dalam pengembangan komoditas sayuran dan peningkatan kesejahteraan

rumahtangga petani serta alternatif menghadapi risiko produksi dan harga produk.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan data input output usahatani selama tiga musim

(32)

risiko produksi. Sementara itu untuk menganalisis model ekonomi

rumahtangga petani digunakan data untuk satu tahun. Set data dalam analisis

risiko berbeda dengan set data model ekonomi rumahtangga sehingga

estimasi terhadap parameter dugaan dilakukan terpisah antara analisis risiko

dengan model ekonomi rumahtangga petani. Data input-output usahatani

difokuskan pada komoditas yang dominan diusahakan yaitu kentang dan

kubis.

2. Risiko yang ditelaah dalam penelitian ini adalah risiko produksi dan harga

produk, dimana kedua jenis risiko tersebut sering dihadapi oleh

rumahtangga petani dibandingkan risiko lainnya. Risiko produksi dilihat

secara agregat merupakan resultan dari berbagai hal atau sumber-sumber

risiko seperti penggunaan input, teknologi, cuaca dan lainnya.

3. Penentuan risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model GARCH

(1,1) dengan menduga persamaan fungsi produksi dan variance produksi.

Sedangkan penentuan risiko harga produk tidak menggunakan model

GARCH karena harga merupakan variabel eksogen yang ditentukan diluar

sistem, sehingga nilai variance harga dihitung didasarkan pada penjumlahan

selisih kuadrat harga dengan ekspektasi harga dikalikan dengan peluang

pada setiap kejadian (kejadian harga tinggi, rendah dan normal). Dari hasil

pendugaan fungsi produksi dan variance produksi kemudian dihitung nilai

variance produksi untuk setiap responden yang selanjutnya dimasukkan

dalam model ekonomi rumahtangga petani sebagai variabel eksogen. Risiko

produksi dan harga yang dibahas ke dalam model ekonomi rumahtangga

(33)

4. Stratifikasi rumahtangga petani sebagai responden ditentukan setelah data

terkumpul karena pada tahap awal dihadapi kesulitan dalam menentukan

sample frame. Analisis terhadap perilaku rumahtangga petani berdasarkan

strata lahan sempit, sedang dan luas dilakukan pada waktu simulasi model

ekonomi rumahtangga petani.

5. Penelitian ini dalam pengolahan data tidak membedakan beberapa hal

seperti penggunaan benih yang didasarkan dari segi varietas, rumahtangga

yang melakukan kerjasama petani dengan kelompok usaha lain serta jarak

lokasi usahatani dengan pasar. Namun demikian hanya penjelasan secara

deskriptif untuk beberapa hal tersebut.

6. Pendapatan yang dianalisis hanya pendapatan yang berasal dari kegiatan on

farm, off farm dan non farm. Sedangkan pendapatan yang berasal dari non

activity seperti warisan, kiriman, hadiah dan lainnya tidak dianalisis.

Khusus untuk pendapatan usahatani hanya dianalisis input outputnya untuk

usahatani kentang dan kubis sedangkan komoditas sayuran lainnya hanya

dilakukan secara total.

7. Konsumsi yang dianalisis dalam model rumahtangga petani sayuran hanya

untuk barang yang dibeli di pasar (market good), sedangkan untuk waktu

santai (leisure) dan pekerjaan rumah (home production) tidak dianalisis

karena terbatasnya data yang dikumpulkan.

8. Model rumahtangga petani sayuran ini tidak mengakomodasi market surplus

karena produksi sayuran kentang dan kubis bersifat cash crop dalam arti

(34)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Rumahtangga Petani

Rumahtangga dapat dilihat sebagai kesatuan dari kumpulan orang-orang

yang mana aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi dilakukan. Rumahtangga

juga sebagai kelembagaan sosial yang terkecil yang mana terdapat hubungan

manusia satu dengan yang lain, pada satu rumah atau satu dapur yang tinggal

dalam hubungan ekonomi, sosial dan budaya dalam rangka untuk memenuhi

kebutuhan. Selanjutnya Dharmawan (2002) menjelaskan terdapat enam fungsi

utama dari rumahtangga yaitu (1) mengalokasikan sumberdaya yang tersedia

untuk memenuhi kebutuhan, (2) mencapai bermacam-macam tujuan, (3)

memproduksi barang dan jasa, (4) mengambil keputusan mengenai penggunaan

pendapatan dan konsumsi, (5) melakukan hubungan sosial, dan (6) reproduksi dan

menjaga keamanan anggota rumahtangga. Dari keenam fungsi tersebut

menunjukkan bahwa rumahtangga mempunyai dua fungsi pokok yang

dikelompokkan sebagai fungsi sosial dan ekonomi.

Sesuai dengan teori ekonomi, rumahtangga diasumsikan selalu bertindak

rasional dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkonsumsi barang dan jasa.

Perilaku ekonomi rumahtangga tersebut menunjukkan respon rumahtangga

sebagai produsen dan konsumen terhadap perubahan kekuatan pasar yang terjadi,

yang dilandasi dengan tujuan maksimisasi kepuasan atau utilitas.

Terdapat bermacam-macam rumahtangga sesuai dengan aktivitas yang

dilakukan seperti rumahtangga pertanian, rumahtangga pengrajin, rumahtangga

industri, dan rumahtangga lainnya. Khusus mengenai rumahtangga pertanian,

(35)

pertanian (agricultural household) dan rumahtangga petani (farm household)

(Singh et al., 1986; Nakajima, 1986; Ellis, 1988). Menurut Nakajima (1986), jika

pertanian dipandang sebagai suatu industri, maka terdapat beberapa karakteristik

yang dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori sebagai berikut yaitu :

1. Karakteristik teknologi produksi pertanian

2. Karakteristik rumahtangga petani sebagai kesatuan ekonomi

3. Karakteristik produk pertanian

Dari ketiga karakteristik tersebut di atas, rumahtangga petani sebagai

karakteristik kedua merupakan satu unit atau kesatuan ekonomi yang relevan

untuk analisis pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi

maupun tenaga kerja. Selain itu dalam rumahtangga terdapat kekhasan

mengintegrasikan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja

(Nakajima, 1986; Sadoulet dan de Janvry, 1995). Karakteristik tersebut

menunjukkan bahwa rumahtangga petani dapat dipandang sekaligus sebagai

perusahaan pertanian (produsen), tenaga kerja dan konsumen. Dengan dihadapkan

pada proses pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi maupun

tenaga kerja maka tujuan yang ingin dicapai rumahtangga dari pengambilan

keputusan tersebut masing-masing adalah untuk memaksimumkan profit dan

memaksimumkan utilitas.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, konsep rumahtangga petani yang

digunakan dalam penelitian ini adalah rumahtangga sebagai kesatuan ekonomi

dari sekumpulan individu yang hidup dalam satu atap rumah untuk mengatur

sumberdaya dan menyatukan pendapatan dari anggota keluarga, yang digunakan

(36)

sebagai organisasi terdiri dari rumahtangga itu sendiri, anggota keluarga dan

usahatani. Penelitian mengenai rumahtangga pada umumnya memberikan

pengertian yang sama mengenai konsep rumahtangga.

2.2. Model Ekonomi Rumahtangga

Perilaku ekonomi rumahtangga petani dapat dilihat dari segi pengambilan

keputusan. Pengambilan keputusan pada rumahtangga petani dapat didasarkan

pada peran rumahtangga dalam mengambil keputusan ekonomi. Terdapat dua

peran rumahtangga dalam pengambilan keputusan ekonomi yaitu peran tunggal

dan ganda.

Pada model rumahtangga berperan tunggal, rumahtangga hanya sebagai

produsen atau konsumen saja. Dalam teori ekonomi, terdapat dua permasalahan

yang menjadi perhatian yaitu masalah produsen dalam mengambil keputusan

produksi dan masalah konsumen dalam mengambil keputusan konsumsi

(Henderson dan Quandt, 1980; Beattie dan Taylor, 1985; Debertin, 1986;

Chambers, 1988). Pada umumnya kedua permasalahan tersebut dianalisis secara

terpisah melalui perilaku produsen saja atau konsumen saja. Analisis tersebut

dilakukan untuk menyederhanakan fenomena yang terdapat di lapangan.

Sedangkan pada model rumahtangga berperan ganda, pengambilan

keputusan produksi dan konsumsi dilakukan sebagai satu kesatuan oleh

rumahtangga dan dianalisis secara terintegrasi. Dalam model rumahtangga

berperan ganda ini, rumahtangga petani bertindak baik sebagai produsen dan

konsumen. Model rumahtangga berperan ganda lebih realistis karena realitanya

rumahtangga petani di negara-negara berkembang pada umumnya merupakan

(37)

Model ekonomi pengambilan keputusan rumahtangga pertama kali

dikemukakan oleh Chayanov (Ellis, 1988) dengan teori maksimisasi utilitas

rumahtangga. Teori tersebut memfokuskan pada pengambilan keputusan

rumahtangga yang berkenaan dengan jumlah tenaga kerja keluarga yang

menjalankan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dengan

menggunakan asumsi waktu kerja dan santai (leisure). Dari model rumahtangga

tersebut, kemudian Becker (1976) mengembangkan dengan menggunakan asumsi

bahwa alokasi waktu rumahtangga terdiri dari waktu kerja di rumah, kerja upahan

dan santai. Dengan perkembangan waktu, model ekonomi rumahtangga

dikembangkan oleh Barnum dan Squire (Ellis, 1988) yang mana rumahtangga

mempunyai kebebasan untuk menyewa tenaga kerja dari luar keluarga sedangkan

tenaga kerja dalam keluarga juga dapat bekerja di luar dengan memperoleh tingkat

upah tertentu.

Selanjutnya model rumahtangga petani Low (Ellis, 1988)

mengkombinasikan beberapa model tersebut di atas dengan memberikan

penekanan diantaranya pada pasar tenaga kerja, yang mana tingkat upah bervariasi

berdasarkan kategori jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini

mengimplikasikan perbedaan anggota rumahtangga mempunyai perbedaan

potensial untuk penerimaan upah. Selain hal tersebut juga ada penekanan pada

perbedaan harga pangan di tingkat rumahtangga petani dengan tingkat pengecer.

Sedangkan Nakajima (1986) mengembangkan teori rumahtangga petani

dengan berbagai perilaku rumahtangga yang mengkombinasikan curahan tenaga

kerja keluarga dengan konsumsi produk yang dihasilkan. Adapun alternatif

(38)

usahatani, b) semua tenaga kerja keluarga tercurah pada usahatani tanpa menyewa

tenaga kerja, dan c) semua tenaga kerja keluarga tercurah dan menyewa tenaga

kerja. Sedangkan alternatif konsumsi produk mencakup usahatani komersial

murni, usahatani komersial dengan sebagian produk dikonsumsi, usahatani

subsisten dan usahatani dengan pembelian sebagian untuk konsumsi rumahtangga.

Selanjutnya Singh et al. (1986) mengembangkan model rumahtangga

pertanian (agricultural household model) khususnya dalam perilaku rumahtangga

pertanian. Rumahtangga diasumsikan memaksimumkan utilitas dengan kendala

pendapatan tunai, waktu dan teknologi produksi. Dengan menurunkan

keseimbangan pada rumahtangga dapat diperoleh fungsi penawaran output,

permintaan input dan permintaan komoditas, termasuk leisure. Penawaran output

dan permintaan input merupakan fungsi dari harga input, harga output dan

karakterisitik usahatani termasuk input tetap. Sedangkan permintaan komoditas

merupakan fungsi dari harga komoditas, full income dan karakterisitk

rumahtangga. Keputusan produksi sangat mempengaruhi keputusan konsumsi.

Model rumahtangga pertanian tersebut selanjutnya dikembangkan secara

empiris dengan menganalisis keterkaitan antara keputusan produksi dan konsumsi

dengan mengestimasi penawaran dan permintaan komoditas serta permintaan

input (Singh et al., 1986). Leisure merupakan salah satu produk yang dikonsumsi

selain komoditas pertanian dan non pertanian. Dari hasil kajian tersebut terdapat

perbedaan bahwa elastisitas harga sendiri terhadap konsumsi barang pertanian

bernilai positif di Malaysia dan bernilai negatif di Jepang dan Thailand.

Pada umumnya model rumahtangga petani yang sudah dilakukan tersebut

(39)

Subramanian (1986) dalam Singh et al.(1986) dan Sawit (1993) mengembangkan

model rumahtangga dengan mengkaji multicrop pada rumahtangga petani. Selain

multicrop, Sawit (1993), Leones dan Feldman (1998) juga mengembangkan

model dengan mempertimbangkan multiemployment yang diukur dari pendapatan

yang berasal dari pertanian, non pertanian maupun non aktivitas seperti kiriman

uang dan penyewaan aset.

Dalam analisis kebijakan pada model ekonomi rumahtangga, Taylor dan

Adelman (2003) mengkaji pengaruh kebijakan penurunan harga dasar barang

pokok dan transfer pendapatan terhadap produksi dan pendapatan rumahtangga.

Penurunan harga dasar barang pokok menyebabkan penurunan output barang

pokok, permintaan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga, permintaan konsumsi

(cash crop, market good dan leisure) dan market surplus barang pokok.

Sedangkan adanya transfer pendapatan menyebabkan adanya peningkatan pada

indikator tersebut di atas kecuali market surplus dan cash crop.

Dari segi metoda, model ekonomi rumahtangga selanjutnya telah

dikembangkan dengan menggunakan persamaan simultan seperti yang dilakukan

oleh Pradhan dan Quilkey (1985), dengan mengkaitkan adopsi teknologi dengan

keputusan produksi, konsumsi dan penggunaan input serta dilakukan simulasi

terhadap skenario kebijakan. Metoda tersebut selanjutnya digunakan oleh Basit

(1996), Hardono (2002), Kusnadi (2005), Asmarantaka (2007) dan Bakir (2007).

Sedangkan Hendratno (2006) dan Sawit (1993) menganalisis rumahtangga petani

tetapi tidak menggunakan persamaan simultan.

Selanjutnya Fabella (1986) menyatakan terdapat ketergantungan antara

(40)

keputusan terkait melalui tingkat pendapatan yang dicapai dalam produksi.

Apabila solusi blok produksi dapat ditentukan sebelum solusi blok konsumsi

maka dinamakan blok recursive system. Dalam recursive system, keputusan

konsumsi tidak memberikan pengaruh balik (feed back) terhadap keputusan

produksi, atau keputusan produksi terpisah (independent) dari keputusan

konsumsi. Konsep recursive identik dengan konsep model separable seperti yang

dikemukakan oleh Wik et al. (1998) bahwa pada model separable semua harga

adalah exogenous dan keputusan produksi bebas dari keputusan konsumsi.

Sementara itu Lofgren dan Robinson (1999) mengembangkan model

rumahtangga non separable dengan biaya transaksi sebagai endogenous dan

menggunakan Computable General Equilibrium (CGE). Keputusan produksi dan

konsumsi pada rumahtangga petani bersifat non separable mengindikasikan

ketidaksempurnaan pasar, sedangkan harga ditentukan secara endogenous oleh

interaksi permintaan dan penawaran. Sementara itu perilaku dari rumahtangga

antar waktu (intertemporal) telah dikaji oleh Mazzocco (2001).

2.3. Konsep Risiko Produksi dan Harga Produk

Risiko dan ketidakpastian sering digunakan secara bersama-sama baik

dalam jurnal maupun beberapa tulisan lainnya. Silberberg (1990), Henderson dan

Quandt (1980) dan Varian (1992) menggunakan istilah ketidakpastian

(uncertainty) terkait dengan peluang (probability). Sedangkan Robison dan Barry

(1987) menjelaskan terdapat perbedaan antara konsep risiko dan ketidakpastian.

Jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh pembuat keputusan, yang

(41)

Sedangkan jika peluang suatu kejadian tidak dapat diketahui oleh pembuat

keputusan maka hal tersebut menunjukkan konsep ketidakpastian.

Beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya

adalah risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga, risiko kelembagaan, risiko

kebijakan dan risiko finansial (Ellis, 1988; Harwood et al., 1999; Moschini dan

Hennessy, 1999). Dari beberapa sumber risiko tersebut, ternyata risiko yang

paling utama dihadapi rumahtangga petani diantaranya adalah risiko produksi dan

harga produk (Patrick et al., 1985; Wik et al., 1998).

Selanjutnya Ellis (1988) menjelaskan terdapat beberapa pendekatan yang

berbeda dalam melihat mengenai peluang dengan risiko. Pada kegiatan produksi

usahatani, risiko merupakan peluang terjadinya suatu peristiwa yang

menghasilkan pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang

diharapkan dalam serangkaian musim panen. Sedangkan pada perspektif asuransi

terhadap kerugian atau kerusakan, risiko sebagai peluang adanya bencana yang

menimbulkan kerugian.

Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan

(decision theory). Individu diasumsikan bertindak rasional dalam pengambilan

keputusan. Alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai

pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility

model (Anderson et al., 1977; Henderson dan Quandt, 1980; Robison dan Barry,

1987; Moschini dan Hennessy, 1999; Ellis, 1988). Lebih lanjut dijelaskan lima

komponen yang digunakan dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah the

states of nature, the possible outcomes, the probabilities of outcomes, the choices

(42)

pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko dapat menggunakan

expected utility model. Model ini digunakan karena adanya kelemahan yang

terdapat pada expected return model, yaitu bahwa yang ingin dicapai oleh

seseorang bukan nilai (return) tetapi kesejahteraan (utility). Variance merupakan

salah satu ukuran yang dapat digunakan dalam menganalisis mengenai risiko.

Selanjutnya bila dilihat dari sikap pembuat keputusan dalam menghadapi

risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut (Robison

dan Barry, 1987):

1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini

menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan

maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan

yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan.

2. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini

menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat

keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang

diharapkan.

3. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini

menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat

keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan

keuntungan yang diharapkan.

Selanjutnya dinyatakan bahwa perilaku pembuat keputusan risk aversion

menjadi subyek ketertarikan ahli ekonomi, dan perilakunya pada usahatani

didasarkan tidak pada maksimisasi utilitas tetapi ekspektasi maksimisasi profit

(43)

Memperhatikan hal tersebut diatas, penelitian mengenai risiko sangat

penting dilakukan terkait dengan pengambilan keputusan pada petani, khususnya

pada kegiatan produksi (Just, 1974). Indikasi adanya risiko mencakup adanya

perubahan atau variasi seperti dalam produksi, harga maupun pendapatan.

Beberapa model yang menyangkut risiko diantaranya penentuan input

yang optimal pada kondisi risiko harga produk, risiko harga input, risiko kualitas

input, dan risiko fungsi produksi. Khususnya pada model dengan risiko harga

produk, keputusan menanam sangat tergantung pada harga barang, sehingga bila

harga rendah tidak akan menarik petani untuk menanam.

Dalam analisis risiko, fungsi produksi merupakan fungsi produksi rata-rata

(mean production function) dan produksi variance (variance production function),

yang masing-masing dipengaruhi oleh penggunaan input dalam kegiatan produksi

(Just dan Pope, 1979). Model Just dan Pope tersebut telah digunakan oleh Walter

etal. (2004), Hutabarat (1985), Antle (1987), Buccola dan McCarl (1986) dalam

menganalisis mengenai risiko produksi. Pendugaan terhadap fungsi produksi

dapat dilakukan terpisah antara fungsi produksi rata-rata (mean production

function) dan fungsi produksi variance (variance production function). Baik

fungsi produksi rata-rata maupun produksi variance dipengaruhi oleh variabel

input faktor seperti lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida (Walter et al.,

2004; Hutabarat, 1985; Anderson et al., 1977). Sedangkan Antle (1987) dan

Beach et al. (2005) mengakomodasi parameter risiko sebagai faktor yang

mempengaruhi penggunaan input.

Penggunaan setiap input mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap

(44)

antara pengambilan keputusan input dan risiko produksi ternyata penggunaan

pestisida dalam produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing effect)

sedangkan input yang lain sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing

effect) dalam produksi (Just dan Pope, 1979).

Hasil penelitian penelitian Hutabarat (1985) berbeda dengan Just dan Pope

(1979) yang menunjukkan bahwa pada musim hujan ternyata input benih, pupuk

nitrogen, pupuk phospor, kepemilikan lahan dan insektisida merupakan faktor

yang menyebabkan risiko produksi (risk inducing factors). Sedangkan input

tenaga kerja manusia dan ternak merupakan faktor pengurang risiko produksi

(risk-reducing factors). Sedangkan pada musim kemarau semua faktor produksi

merupakan faktor yang menyebabkan risiko (risk-inducing factors).

Selanjutnya dari segi metodologi, Antle (1987) menggunakan

ekonometrika untuk mengestimasi distribusi risiko pada produsen. Prosedur

ekonometrika berguna pada data produksi cross section dengan time series atau

pooled data. Pendekatan estimasi dengan Generalize Method of Moments

digunakan untuk mengestimasi parameter.

Wincoop (1992) mempelajari respon tabungan dan struktur produksi

terhadap peningkatan ketidakpastian perdagangan. Peningkatan ketidakpastian

perdagangan menyebabkan kekuatan tenaga kerja terpecah semakin besar pada

sektor yang tidak diperdagangkan (non tradeable). Sementara itu Kingwell (1994)

menggunakan stochastic programming model dari sistem usahatani untuk menguji

pengaruh perilaku risk aversion terhadap penawaran gandum.

Hartoyo et al. (2004) menggunakan quadratic utility function dalam

(45)

Kemang, Kabupaten Cianjur mempunyai karakter sebagai pengambil keputusan

yang berperilaku risk neutral. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa

produksi padi dipengaruhi oleh variasi harga padi, karena sekitar 63.5 persen dari

total produksi dikonsumsi sendiri oleh rumahtangga petani. Beberapa variabel

yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi padi yaitu ekspektasi

produksi padi, ekspektasi harga padi, kuadrat dari ekspektasi harga padi dan

ekspektasi harga pupuk TSP.

Namun demikian kajian Purwoto (1990) menunjukkan hasil yang berbeda

yaitu sikap petani dan khususnya hasil pengukuran dari sisi alokasi jumlah pupuk

buatan, menunjukkan secara umum petani takut menghadapi risiko (risk aversion)

yang ditunjukkan nilai koefisien keengganan petani dalam menghadapi risiko

lebih besar dari nol.

Sementara itu Ellis (1988) menunjukkan bahwa perilaku rumahtangga

petani kecil pada umumnya adalah risk averse. Adanya ketidakpastian dalam

produksi akan menghasilkan keputusan ekonomi yang sub optimal pada tingkat

produksi. Produsen yang berperilaku risk averse dalam menghadapi risiko

produksi akan memproduksi lebih rendah dibandingkan produsen yang

berperilaku risk neutral dan jika terjadi peningkatan risiko maka produsen risk

averse akan mengurangi output (Wik et al. 1998). Salah satu strategi produksi risk

averse adalah tumpangsari (mixed cropping) yang memberikan banyak

keuntungan. Kebijakan yang dapat merespon ketidakpastian alami diantaranya

irigasi, asuransi tanaman dan varietas benih yang tahan terhadap hama dan

(46)

mengatasi ketidakpastian harga meliputi stabilitas harga, informasi pasar dan

kredit.

Kajian Fukui et al. (2004) menganalisis ekonomi rumahtangga petani

dengan memasukkan beberapa variabel ke dalam model seperti variabel bahaya

hama dan penyakit tanaman, sistem bagi hasil dan rasio pendapatan yang berisiko

(risky income ratio), yang diukur dari rasio pendapatan padi terhadap pendapatan

rumahtangga. Ketiga variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap permintaan input selain kiriman uang, harga produk, harga pupuk dan

modal tetap. Namun demikian rasio pendapatan yang berisiko tidak signifikan

terhadap permintaan tenaga kerja dan kredit, sebaliknya sistem bagi hasil dan

bahaya pestisida mempunyai pengaruh yang signifikan.

Beberapa mekanisme yang digunakan untuk mengatasi risiko yaitu kredit,

kepemilikan aset dan diversifikasi sumber pendapatan. Sedangkan mekanisme

mengurangi risiko yaitu dengan teknologi pengurang risiko seperti penerapan

pestisida, penggunaan varietas, sistem kerjasama seperti bawon untuk kontrak

tenaga kerja dan bagi hasil. Sharing risiko juga dikaji oleh Cox dan Jimenez

(1998) sedangkan Guiso et al. (1996) dan Ameriks (2001) menekankan pada

keputusan portofolio.

Selanjutnya Saha dan Stroud (1994) menggunakan model rumahtangga

pertanian untuk menganalisis keputusan konsumsi, penyimpanan, menabung dan

tenaga kerja dibawah risiko harga pada rumahtangga petani. Kajian tersebut

menggunakan panel data dan model dinamik (dynamic model). Penyimpanan

(47)

mempunyai pengaruh negatif dan secara positif oleh musim panen, full income,

upah tenaga kerja keluarga, kuadrat current price dan kuadrat lag harga.

Masih dalam hubungannya dengan risiko dengan model ekonomi

rumahtangga, Beach et al. (2005) melakukan pendugaan terhadap beberapa

persamaan penggunaan input yang terdiri dari persamaan luas lahan, tenaga kerja

dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga dan penggunaan input lain.

Penggunaan input dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti ekspektasi harga,

variance harga, ekspektasi produksi, variance produksi, upah, harga input, harga

output dan karakteristik rumahtangga. Ekspektasi dan variance sebagai

pendekatan yang digunakan untuk menganalisis mengenai risiko. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekspektasi penerimaan tembakau dan variance produksi

mempunyai tanda yang berlawanan dengan yang diharapkan dan tidak signifikan

terhadap luas areal penanaman tembakau.

Sementara itu Wik et al. (1998) mengestimasi variabel endogen koefisien

risk aversion, penggunaan pupuk dan proporsi lahan tanaman gandum terhadap

total lahan yang ditanamani. Variabel tersebut dipengaruhi oleh luas lahan,

pendapatan off farm, karakteristik rumahtangga (seperti umur, pendidikan, jenis

kelamin), tenaga kerja rumahtangga (pria dan wanita), ukuran rumahtangga,

kekayaan (jumlah sepeda, rumah dan binatang), jarak dengan kota dan rasio

penggilingan penggunaan pupuk. Pada penggunaan pupuk, beberapa variabel

yang mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata kurang dari 10 persen

diantaranya total pendapatan, jumlah sepeda, total lahan usahatani.

Pengaruh risiko terhadap keputusan yang dibuat oleh petani risk neutral

Gambar

Gambar 1.  Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditas Sayuran di
Gambar 2. Perkembangan Harga Mingguan Beberapa Komoditas Sayuran di
Gambar 3.   Model Rumahtangga Petani Chayanov
Gambar 5.  Model Rumahtangga Petani Barnum-Squire
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis pendapatan usahatani nanas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, (2) Menganalisis risiko, usahatani nanas

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan yang terjadi pada usaha pemotongan ayam dan juga

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis risiko harga, risiko penjualan dan risiko pendapatan yang terjadi pada usaha pemotongan ayam dan juga

Implikasi kebijakan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mereduksi perilaku petani menghindari risiko produktivitas dan harga adalah : (1) Peningkatan produktivitas secara

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh faktor produksi terhadap produksi padi dan menganalisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kemasan, harga, dan kualitas produk terhadap keputusan pembelian shampo Clear pada mahasiswa

Nilai Estimasi Elastisitas Risiko Produktivitas terhadap Input dengan Fungsi Produksi Stokastik Translog, pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keriting di Provinsi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Risiko Produksi Risiko Harga Dan Pendapatan Pada Usahatani Cabai