• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam perekonomian, hutan dapat dianggap sebagai sumberdaya yang dapat menyediakan barang dan jasa untuk keperluan masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan hutan di suatu wilayah telah menjadikan hutan sebagai sumberdaya utama dalam pembangunan ekonomi. Pengelolaan hutan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, serta mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi.

Barang yang dapat disediakan oleh hutan antara lain kayu, getah, rotan, daun, makanan ternak dan lain -lain. Sedangkan jasa dari hutan antara lain berupa komoditi air / tata air, tempat rekreasi, plasma nutfah, pendidikan dan sebagainya. Lebih lanjut menurut World Bank (1978), barang dan jasa dari hutan dapat kelompokkan dalam 3 (tiga) jenis yaitu barang dan jasa untuk konsumsi, bahan industri, dan yang berpengaruh terhadap ekologi. Barang dan jasa untuk konsumsi bersifat indigenous meliputi kayu untuk bangunan tempat tinggal

(building poles), kayu bakar “rencek” dan arang kayu (fuelwood and charcoal),

bahan-bahan anyaman (weaving materials), dan kayu-kayu spesial (special woods

and ashes). Barang untuk kegunaan sumber bahan industri meliputi bahan

ekstraktif (gums, resins and oils), kayu bulat (logs) untuk pengergajian, kayu bahan pulp dan kertas (pulp woods), plywood atau kayu lapis dan kayu limbah

(waste) untuk particle board, fibre board dan wastepaper. Sedangkan barang

dan jasa yang berpengaruh terhadap ekologi meliputi perlindungan terhadap daerah aliran sungai atau perlindungan terhadap daya tangkap (cathment

protection), ekologi dan konservasi satwa liar (ecology and wildlife conservation)

Pada awalnya, sumberdaya hutan dapat diperoleh di alam bebas dengan mudah karena adanya sifat open acces pada hak penguasaan (property rights) hutan oleh masyarakat di sekitar hutan. Namun karena luasnya manfaat dari hutan maka lambat laun sumber daya hutan tersebut semakin berkurang karena terus menerus dieksploitasi, sehingga mengalami kerusakan sumberdaya alam. Untuk memperkecil tingkat kerusakan tersebut, maka sumberdaya hutan tersebut dikelola oleh pemerintah atau diserahkan pengolahannya kepada pihak badan hukum swasta, koperasi dan bahkan perorangan. Untuk itu pemerintah memberlakukan royalty atau rent kepada pengelola tersebut sebagai nilai sewa ekonomi atau harga sumberdaya dalam persediaan yang nantinya akan dimanfaatkan untuk sebesar -besarnya kesejahteraan masyarak at.

Menurut Darusman (1991), hubungan rent kehutanan dengan lokasi sumber daya memiliki posisiyang paling rendah dengan slope yang datar dan lokasi yang paling jauh dari pusat sebagaimana ditunjukkan Gambar 3. Dengan demikian sumberdaya hutan termasuk sumberdaya yang kurang diintervensi oleh aktivitas manusia, sehingga cenderung wilderness dan bersifat unknown.

Gambar 3. Hubungan Rent dengan Lokasi/Jarak Sumberdaya

Berdasarkan Gambar 3 di atas, dapat dijelaskan bahwa dengan slope yang datar maka jarak keberadaan sumberdaya hutan tidak mempengaruhi besarnya

rent lahan (land rent). Dengan demikian kontribusi dan nilai manfaat sumberdaya hutan dalam perekonomian akan bersifat given, sehingga hal tersebut tentunya bertentangan dengan kenyataan bahwa kontribusi dan manfaat hutan multiguna dalam perekonomian. Oleh karena itu memperhitungkan kontribusi dan manfaat

Rent

Pusat Lokasi/Jarak Perdagangan/industri Pemukiman Pertanian Kehutanan

lahan kehutanan yang tinggi dalam perekonomian maka slo penya akan miring (negatif) dan posisinya relatif lebih dekat dengan pusat yang dapat menggeser posisi sektor lain misalnya pertanian.

Menurut Koutsoyiannis (1982), nilai economic rent dipresentasikan oleh besarnya pembayaran untuk faktor tetap yang berlebihan yang merupakan biaya opportunitas dari lahan. Hal tersebut mempertimbangkan lahan sebagai faktor produksi tetap yang mempunyai produk marjinal. Dengan demikian lahan sebagai faktor produksi yang berlebihan meskipun tingkat produksinya tetap.

Berdasarkan sifat sumberdaya hutan yang mempunyai cakupan yang luas atau beragam maka sumberdaya hutan diklasifikan kedalam berbagai jenis berdasarkan fungsi utama, tipe hutan, dan sistem silvikultur. Klasifikasi hutan menurut fungsi utama terdiri atas : (1) Hutan produksi, yang berfungsi sebagai penghasil kayu dan hasil hutan lainnya, (2) Hutan lindung, yang berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tata air dan pemeliharaan kesuburan tanah dalam suatu wilayah, (3) Hutan suaka alam, yang berfungsi sebagai pemelihara dan penjaga kelestarian ekosistem bagi kepentingan man usia generasi mendatang, (4) Hutan wisata, yang berfungsi sebagai penyedia jasa rekreasi dan jasa wisata lainnya, dan (5) Hutan konservasi/cadangan, yang berfungsi sebagai persesiaan bagi keperluan sektor selain kehutanan. Dalam klasifikasi ini di Indonesia terdapat Taman Nasional yang merupakan suatu bentuk pola manajemen yang menggabungkan hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan lindung ke dalam sistem manajemen terpadu (Darusman, 1991).

Klasifikasi sumberdaya hutan berdasarkan tipe hutan terdiri atas : (1) Hutan mangrove, (2) Hutan Pantai, (3) Hutan rawa-gambut, (4) Hutan hujan tropis dataran rendah, (5) Hutan hujan tropis dataran tinggi, dan (6) Hutan musim. Klasifikasi tipe hutan tersebut muncul atas petimbangan kebutuhan ekosistem dan jenis pemanfaatan yang berbeda satu dengan lainnya. Selanjutnya Klasifikasi sumberdaya hutan berdasarkan sistem silvikultur terdiri atas : (1) Hutan alam, dan (2) Hutan tanaman. Klasifikasi berdasarkan sistem silvikultur tersebut terbatas diperuntukan bagi hutan produksi. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat masing-masing silvikultur memiliki perwujudan ekosistem dan produktivitas unsur-unsurna yang berbeda bagi kepentingan pembangunan.

Sumberdaya hutan termasuk dalam kelompok sumberdaya alam yang dapat diperbaruhi (renewable resources atau flow resources) yang diartikan sebagai sumberdaya alam yang selalu berubah jumlahnya (Barlow,1978). Oleh karena itu sumberdaya hutan tersebut biasanya akan mudah diboroskan dan hilang. Dengan demikian terkadang pemilik sumberdaya hutan bertindak sebagai spekulator dengan menunda penggunaan dengan harapan memperoleh penerimaan yang lebih tinggi di kemudian hari. Tetapi terkadang pemilik bertindak sebaliknya yaitu ingin segera menggunakannya sekarang karena takut kalau di kemudian hari sumberdaya tersebut tidak akan muncul nilainya.

Sumberdaya hutan sebagai sumberdaya yang dapat diperbarui atau pulih dapat digunakan secara bijaksana yaitu untuk menghasilkan penerimaan (revenue) dan kepuasan ekonomi (utility) yang maksimum. Hal ini berarti dalam pengeksploitasian sumberdaya hutan diperlukan adanya pelaksanaan pengaturan secara lestari dan dapat memelihara dan memperbaiki kapasitas sumberdaya tersebut untuk keperluan masa mendatang. Guna merealisasikan eksploitasi sumberdaya hutan secara lestari, maka diperlukan cara pengolahan secara tepat yang disertai dengan rehabilitasi atau penghijauan kembali lahan -lahan hutan. Sehingga bila terjadi dampak negatif akibat pengeksploitasian hutan, maka dampak tersebut telah dipikirkan penang anannya.

Potensi kayu (pohon) dapat ditebang memerlukan waktu yang relatif lama untuk tumbuh, maka permasalahan ekonomi yang perlu diperhatikan adalah waktu yang optimum bagi pelaksanaan penebangannya. Oleh karenanya perlu diperhatikan tingkat diskonto yang akan dipakai untuk menghitung nilai sekarang dari investasi dalam bidang sumberdaya hutan. Lebih lanjut bahwa tingkat diskonto yang rendah akan menghasilkan nilai sekarang yang tinggi dan sebaliknya (Suparmoko,2000).

Dokumen terkait