• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Bagi Hasil Bank Syariah; Bagi Untung Bersih (Profit Sharing) atau BagiUntung Bersih (Profit Sharing) atau Bagi

Dalam dokumen Sistem Perbankan Syariah di Indonesia (Halaman 125-130)

S ISTEM P ERBANKAN S YARIAH

H. Pengelolaan Dana Bank Syariah

I. Konsep Bagi Hasil Bank Syariah; Bagi Untung Bersih (Profit Sharing) atau BagiUntung Bersih (Profit Sharing) atau Bagi

Pendapatan (Revenue Sharing)

Konsep nisbah hasil usaha dalam sistem perekonomian Islam harus ditentukan pada awal berlakunya kontrak kerjasama (akad), sesuai dengan peruntukan masing-masing sesuai kesepakatan. Misalnya, nisbah itu ialah 40:60, berarti bagi hasil yang diperoleh akan dibagikan sebanyak 40% kepada pemilik modal (shâhib al-mâl) dan 60% kepada pengelola dana (mudhârib).

Cara seperti ini menggambarkan sistem ekonomi Islam yang berpola kerjasama (partnership) yang sangat berbeda dengan sistem ekonomi konvensional yang berasaskan bunga dan menganut hubungan antara kreditur dan debitur.

Mengapa Islam menggunakan sistem bagi hasil? Jawabannya bisa dilihat dari beberapa prinsip yang terkandung dalam syariah Islam, sebagai berikut;

a. Pola kerjasama memberikan semangat untuk berusaha secara produktif.

138 Ibid.

b. Meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesenjangan ekonomi.

c. Mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata, atau berlandaskan asas keadilan.

d. Melindungi kepentingan ekonomi lemah.

e. Membangunkan lembaga yang berasaskan kerja sama, sehingga berlaku hubungan “yang kuat membantu yang lemah”.

f. Adanya nisbah kerja dan menggambarkan saling membantu dan saling tergantung.139

Mekanisme perhitungan bagi hasil itu terdiri dari dua bentuk:140 a. Profit Sharing (bagi untung bersih),141 yaitu perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari keseluruhan pendapatan setelah dikeluarkan segala biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

b. Revenue Sharing (bagi pendapatan),142 yaitu perhitungan bagi hasil didasarkan kepada keseluruhan pendapatan yang diterima sebelum dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

Pada dasarnya, perbankan syariah dapat saja menggunakan pola profit sharing (bagi untung bersih) atau revenue sharing (bagi pendapatan), tergantung kepada kebijaksanaan pihak perbankan itu sendiri. Namun, secara umum bentuk yang diterapkan di bank syariah (seperti di Indonesia) ialah pola bagi pendapatan (revenue sharing), jika bank sebagai shâhib al-mâl (pemodal) dan nasabah sebagai pengguna dana (mudarib), dan menggunakan sistem bagi untung bersih (profit

139 Disadur oleh Muhammad dari beberapa ayat dalam al-Qur’an. Silahkan lihat Muhammad (2002), Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, hlm. 103.

140 Institut Bankir Indonesia (IBI) (2001), op.cit., 264.

141 Istilah profit yang berasal dari bahasa Inggris dengan maksud sebagai kelebihan pendapatan di atas pengeluaran. Silahkan lihat O.P. Simorangkir (1994), op.cit., hlm. 236.

142 Revenue juga berasal dari bahasa Inggris, yang dikenal dalam istilah perbankan dengan penghasilan berasal dari sesuatu sumber, khususnya pendapatan tahunan sebuah negara atau lembaga; keuntungan, penerimaan.

Silahkan lihat O.P. Simorangkir (1994), Ibid., hlm. 271.

143 Lihat Institut Bankir Indonesia (IBI) (2001), op.cit., hlm. 264-265.

sharing), jika bank sebagai pengelola dana (mudarib), dan nasabah sebagai penabung (shâhib al-mâl).143

Apabila bank menggunakan sistem bagi untung bersih (profit sharing), di mana bagi hasil diperhitungkan dari pendapatan bersih setelah dikeluarkan biaya bank, kemungkinan yang akan terjadi ialah bagi hasil yang akan diterima shâhib al-mâl (penabung) akan semakin kecil. Hal ini tentunya akan mempunyai dampak yang cukup signifikan, apabila ternyata secara umum kadar bunga pasaran lebih tinggi. Ini akan mempengaruhi keinginan masyarakat untuk meinvestasikan uangnya kepada bank syariah dan berpengaruh menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan. Akibatnya, untuk menghindari risiko tersebut, pihak bank harus mengalokasikan sebagian peruntukan bagi hasil yang diterima bank (mengurangi nisbahnya) untuk dibagikan kepada nasabah sehingga tetap bisa bersaing dengan sistem bunga di pasaran.144

Sebaliknya, apabila bank syariah menggunakan sistem bagi pendapatan (revenue sharing), di mana bagi hasil diperhitungkan dari keseluruhan pendapatan bank sebelum dikeluarkan segala biaya bank, maka kemungkinan yang terjadi ialah kadar bagi hasil yang diterima pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan kadar suku bunga di pasaran, sehingga semangat pemilik dana untuk meinvestasikan dananya di bank syariah semakin meningkat.

Sekiranya pemilik dana itu ialah bank syariah dan pengelola (mudhârib) itu nasabah, maka akan berlaku sebaliknya yaitu apabila diterapkan dalam perhitungan bagi hasil antara bank sebagai shâhib al-mâl dan nasabah sebagai mudhârib, dengan sistem bagi pendapatan (revenue sharing), maka yang sangat beruntung ialah pihak bank. Hal ini juga akan mengurangi daya kompetitifnya dengan bunga sekiranya kadar suku bunga di pasaran lebih kecil dibandingkan bagi hasil yang dibagikan untuk bank atau pendapatan nasabah lebih besar ketika

144 Ibid.

peminjaman uang kepada bank konvensional dibandingkan dengan pembiayaan bagi hasil dari bank syariah. Sebagai ilustrasi;

a. Sistem profit sharing; shâhib al-mâl-nya ialah nasabah dengan deposito Rp. 10.000.000,00 Uang ini dikelola bank syariah, sehingga memperoleh pendapatan Rp. 3.000.000,00, dengan biaya-biaya yang dikeluarkan bank senilai Rp. 1.000.000,00.

Ini berarti keuntungan bersihnya ialah Rp. 2.000.000,00.

Dengan nisbah 40:60, maka nasabah akan mendapatkan bagi hasil sebanyak 40% x Rp. 2.000.000,00 = Rp. 800.000,00, dan bank akan mendapatkan 60% x Rp. 2.000.000,00 = Rp.

1.200.000,00. Menurut analisis para ilmuan, bagi hasil untuk deposan mengikut cara ini adalah kurang kompetitif ketika bunga deposito tinggi.

b. Kalau dibandingkan pula dengan sistem bagi pendapatan (revenue sharing) dengan gambaran angka-angka seperti di atas. Nasabah akan mendapatkan bagi hasilnya sebanyak 40%

x Rp. 3.000.000,00 = Rp. 1.200.000,00 sedangkan bank syariah akan memperoleh 60% x Rp. 3.000.000,00 = Rp.

1.800.000,00, walaupun bank masih perlu mengeluarkan biaya-biaya sebanyak Rp. 1.000.000,00, sehingga keuntungan bersih bank ialah Rp. 800.000,00.

Kesimpulan dari gambaran di atas ialah sistem bagi pendapatan lebih memberikan keuntungan bagi shâhib al-mâl. Namun kenyataannya, banyak bank syariah yang menggunakan sistem revenue sharing pada posisi bank sebagai shâhib al-mâl (pemodal), dan menggunakan sistem bagi untung bersih (profit sharing) pada saat bank sebagai mudhârib (pengelola), walaupun dalam keadaan tertentu, ketika bunga bank lebih tinggi untuk tabungan atau deposito dari bagi hasil pada bank syariah, pihak bank akan memberikan subsidi dari pendapatannya untuk mengimbangi persaingan dengan bank konvensional.

Persoalannya, bagaimana akibat perlaksanaan sistem bagi pendapatan (revenue sharing) bagi nasabah yang mengelola (mudhârib),

ketika bunga pinjaman lebih rendah dibandingkan bagi hasil yang diperuntukkan bagi bank syariah? Situasi seperti ini yang menjadi salah satu penyebab pihak bank syariah tidak berkeinginan atau berkeberatan untuk melaksanakan pembiayaan mudhârabah atau musyârakah, dan semua yang berbentuk skim pembiayaan bagi hasil karena kurang kompetitif dengan bunga dan tidak mau menanggung risiko kerugian.

a. Konsep Bagi hasil;145

1) Pemilik dana menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan atau bank yang bertindak sebagai pengelola.

2) Pengelola atau bank mengelola dana tersebut dalam sistem pool of fund (sejumlah uang sekelompok orang), seterusnya akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek/usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah.

3) Kedua belah pihak menanda-tangani akad yang berisi ruang lingkup kerjasama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.

b. Mekanisme penghitungan bagi hasil;146

1) Hitung saldo rata-rata harian sumber dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki.

2) Hitung saldo rata-rata sumber dana yang telah disalurkan dalam investasi dan produk-produk aset lainnya.

3) Hitung keseluruhan pendapatan yang diterima dalam tempo waktu berjalan.

4) Bandingkan antara jumlah sumber dana dengan keseluruhan dana yang telah disalurkan.

5) Alokasikan keseluruhan pendapatan kepada setiap klasifikasi dana yang dimiliki sesuai dengan data saldo rata-rata.

145 Ibid.

146 Ibid., hlm. 266.

6) Perhatikan nisbah sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam akad.

7) Distribusikan bagi hasil sesuai dengan nisbah kepada pemilik dana, sesuai dengan klasifikasi dana yang dimiliki.

Dalam dokumen Sistem Perbankan Syariah di Indonesia (Halaman 125-130)