• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Konsep Tata Kelola Pariwisata

Pengelolaan dapat diterjemahkan sebagai sebuah rangkaian pekerjaan dan kegiatan atau usaha yang dijalankan oleh sekelompok orang untuk melakukan rangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu.

Secara teoritis pola manajemen dari penyelengaraan pembangunan kepariwisataan yang berlanjut dan berwawasan lingkungan akan dapat dengan mudah di kenali melalui berbagai ciri penyelengaraannya yang berbasis pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

1) Partisipasi Masyarakat Terkait

Masyarakat Setempat harus mengawasi dan mengontrol berkembangnya kepariwisataan yang ada dengan cara ikut serta terlibat dalam menentukan visi dan misi dan tujuan pembangunan kepariwisataan, mengidentifikasi sumber-sumber daya apa saja yang akan dilindungi, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik minat obyek wisata. Kelompok masyarakat juga wajib ikut berpartisipasi dalam mengimplementasikan rencana dan program kegiatan yang telah di susun sebelumnya.

2) Keterlibatan Segenap pemangku Kepentingan

Para pelaku dan pemangku kepentingan yang harus ikut serta terlibat secara aktif dan produktif dalam pembangunan kepariwisataan meliputi sekelompok orang dan institusi LSMP (Lembaga Swadaya Masyarakat Pariwisata), beberapa kelompok sukarelawan, Pemerintah Daerah setempat, Asosiasi Industri Wisata, Asosiasi Bisnis dan pihak-pihak lain yang mempunyai pengaruh dan berkepentingan juga yang akan memperoleh manfaat dari kegiatan kepariwisataan.

3) Kemitraan Kepemilikan Lokal

Pembangunan kepariwisataan harus mampu memberikan kesempatan lapangan pekerjaan yang berkualitas dan menguntungkan untuk masyarakat setempat serta sesuai dengan kemampuannnya. Usaha fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel tempat menginap, restoran makan, cindera mata, transportasi wisata dan lain sebagainya.Seharusnya dapat dikembangkan dan

dipelihara bersama masyarakat setempat melalui model kemitraan yang sinergis. Beberapa pengalaman menunjukan bahwa pendidikan dan penelitian bagi penduduk setempat serta kemudian sarana untuk para pemilik bisnis atau wirausahaan setempat betul-betul dibutuhkan dalam mewujudkan kerjasama kemitraan kepemilikan usaha. Lebih lanjut, keterkaitan antara para pemilik bisnis dengan masyarakat lokal setempat harus diusahakan dalam meningkatkan kepemilikan lokal dari berbagai usaha tersebut.

4) Pemanfaatan Sumber Daya Secara Berlanjut

Pembangunan kepariwisataan harus bisa memanfaatkan sumber daya yang diperlukan secara berlanjut, yang artinya kegiatan-kegiatannya harus terhindar dari penggunaan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui secara berlebihan penggunaannya. Dalam pelaksanannya,semua program kegiatan pembangunan kepariwisataan harus memberikan jaminan bahwa sumber daya alam maupun buatan dapat dipelihara,dijaga,dirawat dan diperbaharui dengan menggunakan metode-metode, kriteria-kriteria dan standar-standar internasional yang sudah baku.

5) Mengakomodasikan Aspirasi Masyarakat lokal

Aspirasi dan tujuan masyarakat setempat hendaknya dapat mampu diakomodasikan ke dalam program aktivitas kegiatan kepariwisataan, agar kondisi yang harmonis dan tentram antara: pengunjung/ wisatawan, pelaku usaha dan masyarakat setempat dapat diwujudkan dengan baik. Misalnya, kerja sama dalam pengembangan atraksi wisata budaya daerah atau cultural

tourism partnership bisa diselenggarakan secara baik mulai dari proses perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.

6) Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung lingkungan dalam pembangunan kepariwisataan yang harus dipertimbangkan dan dijadikan pertimbangan utama dalam mengembangkan berbagai fasilitas dan kegiataan kepariwisataan meliputi daya dukung fisik, biotik, social-ekonomi dan budaya daerah. Pembangunan serta pengembangan pariwisata harus sesuai tepat dan serasi dengan batas-batas kapasitas lokal dan daya dukung lingkungan yang ada. Program dan kegiataan serta pengoprasiannya seharusnya dipantau dan dievaluasi secara reguler sehinga dapat dilakukan penyusaiaan/perbaikan yang dibutuhkan secara dini. Skala dan tipe fasilitas wisata harus diupayakan tidak melampaui batas ambang penggunaan yang dapat ditoleransi.

7) Monitor Dan Evaluasi Program

Kegiatan monitor dan evaluasi dalam program pembangunan kepariwisataan yang berlanjut mencangkup mulai dari kegiataan penyusunan pedoman, evaluasi dampak dari setiap aktivitas wisata serta pengembangan dari indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dan mengetahui bagaimana dampak dari pariwisata sampai dengan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi keseluruhan kegiatan. Pedoman atau alat-alat bantu pemantauan dan evaluasi dampak yang telah dikembangkan tersebut harus mencakup skala internasional, nasional, regional dan lokal.

8) Akuntabilitas Lingkungan

Perencanaan program pembangunan kepariwisaataan harus tetap memantau dan memberikan perhatian yang besar pada kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan melakukan renovasi dibidang kesehatan masyarakat setempat yang tercermin dengan jelas dalam kebijakan, program dan strategi pembangunan kepariwisataan yang ada. Pengelolaan dan pemanfaatan penggunaaan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus dapat memberikan jaminan akuntabilitas kinerja yang tinggi serta memastikan bahwa sumber-sumber daya yang ada tidak dieksploitasi pemanfaatannya secara berlebihan atau sewenang-wenang.

9) Pelatihan Pada Masyarakat Terkait

Pembangunan kepariwisataan secara berlanjut selalu membutuhkan pelaksanaan kegiatan program-program pendidikan pengetahuan dan pelatihan agar menjadi bekal pengetahuan dan keterampilan masyarakat dan meningkatkan kemampuan bisnis secara profesional. Pelatihan sebaiknya diarahkan pada topik-topik tentang pelatihan ilmu kepariwisataan berlanjut, manajemen ilmu perhotelan secara berlanjut, serta pembahasan-pembahasan lain yang relevan dengan wawasan berkelanjutan pembangunan kepariwisataan.

10) Promosi Dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan

Pembangunan kepariwisataan secara berlanjut juga memerlukan program-program promosi dan advokasi pengunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter dan kekhasan identitas asli masyarakatlokal secara

baik. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan kawasan tersebut seharusnya mempunyai arah dan maksudtujuan untuk mewujudkan pengalaman berpetualang wisata yang berkualitas sehingga memberikan tingkat rasa kepuasan yang bagus bagi pengunjung atau wisatawan.

Menurut Sunaryo Bambang(2013:77) tujuan dan misi tata kelola kepariwisataan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hanya akan dapat terlaksana secara maksimal manakala dalam proses pencapaiannya dapat di lakukan melalui berbagai prinsip-prinsip tata kelola kepariwisataan yang baik.

Menurut Sunaryo Bambang (2013:77) prinsip dari pelakasanaan tata kelola kepariwisataan yang tepat dan baik pada intinya dibuat pemerintah yaitu terdapat adanya sebuah kerja sama dan sinkronisasi program yang terjadi antara pemangku kepentingan yang ada serta perlibatan partisipasi aktif yang sinergis(terpadu dan saling menguatkan dengan saling memberikan dukungan) antara pihak pemerintah, swasta/industri pariwisata, dan masyarakat setempat yang ikut terlibat.

Menurut Sunaryo Bambang (2013:81) dalam pelaksanaan tata kelola kepariwisataan yang baik, yang paling dibutuhkan dari sektor publik adalah adanya perubahan yang baik yaitu dalam cara pola pikir maupun tindakan, terutama dengan tidak memakai paradigma lama yang berupa suatu bangunan penyelenggaraan yang bersifat sentralistik dan mempunyai wawasan lokus tunggal yang berupa birokrasi pemerintahan untuk menuju kepada paradigma baru yang berupa model penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik dan berlokus jamak.

Menurut cox, pengelolaan pariwisata harus tetap memperhatikan dan berpedoman pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Pengembangan dan pembangunan pariwisata harus berlandasakan pada kearifan lokal budaya dan kekhususan rasa yang merefleksikan keunikan sejarahpeninggalan budaya dan keunikan adat lingkungan sekitar.

2. Perservasi,proteksi,dan peningkatankualitas mutu sumber daya yang menjadi pedoman basis pengembangan kawasan pariwisata.

3. Pengembangan antraksi wisata tambahan terpacu pada kebiasaan khasanah budaya lokal.

4. Pemberian pelayanan jasa kepada wisatawan yang berbasis keunikan dari budaya dan lingkungan lokal daerah tersebut.

5. Memberikan lingkungan dan legitimasi pada pembangunan pariwisata apabila terbukti dapat memberikan manfaat dampak positif, akan tetapi sebaliknya jika lebih dari ambang batas lingkungan alam atau akseptabilitas social,walaupun disamping itu ada sisi lainnya yaitu dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.

Pengelolaan pariwisata haruslah mengarah pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menjunjung nilai-nilai kelestarian lingkungan alam,habitat, komunitas, dan nilai sosial yang dapat membuat wisatawan menikmati perjalanan wisatanya serta berguna untuk kesejahteraan kehidupan komunitas lokal.

Disamping itu,dalam mengelola pariwisata harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip keseimbangan antara berbagai elemen yang akan saling berinteraksi satu sama lain sehingga dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Prinsip-prinsip

keseimbangan yang perlu di perhatian dari pengelolaaan pariwisata yaitu antara lain sebagai berikut (Liu, 1994: 10-11; Buckley, 2014: 5-13):

1. Pembangunan versus konversi

Pariwisatabukan hanya tentang bagaimana cara untuk membangun dan mengelola suatu daerah kawasan menjadi sebua objek pariwisata, akan tetapi mengelolanya harus dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan proteksi serta dampaknya baik itu yang terjadi terhadap aspek ekonomi, budaya, dan lingkungan. Keseimbangan antara pembangunan dan konservasi pariwisata agar menjadi faktor pokok penting bagi keberlanjutan pariwisata.

2. Penawaran versus permintaan

Pengelolaan pariwisata harus tetap memperhatikan keseimbangan antara sisi penawaran (supply) dan permintaan (demand). Penawaran tersebut memiliki produk pariwisata seperti taman wisata alam yang indah, akomodasi dengan bergaya lokal, eko-tur, sarana transportasi untuk rekreasi, aktivitas budaya, dan sebagainya. Sedangkan permintaan lebih mengacu terhadap pasar pariwisata, yaitu wisatawan jenis apa yang akan disasar, beberapa jumlah orang yang akan berwisata, dimana lokasi mereka akan menginap, berapa biaya yang akan mereka keluarkan, hal menarik apa yang akan mereka lakukan, dan sebagainya. Menyimbangkan penawaran dan permintaan merupakan salah satu kunci akan tercapainya keberhasilan untuk tetap suksesnya pariwisata. Penekanan salah satu atas lainnya akan membawa masalah di masa yang mendatang nantinya.

3. Keuntunganversus biaya

Pengelolaan pariwisata harus tetap memperhatikan dan memastikan bahwa ada keseimbangan distribusi antara keuntungan dan biaya. Hal ini berkaitan dengan pengembalian investasi yang cukup, pengalokasian fee untuk menyelesaikan dampak aktifitas pariwisata, pengembalian yang optimal atas biaya sosial, ekonomi dan budaya bagi penduduk lokal, insentif dan besaran pajak yang masih terbilang wajar. Dalam rangka menciptakan pengelolaan pariwisata yang mampu membiayai diri sendiri perlu disusun kebijakan financial dan fiscal yang wajar disamping juga harus memperhatikan faktor non ekonomi seperti biaya dan keuntungan sosial dan lingkungan. Keseimbangan pengelolaan keuntungan dan biaya menjadi salah satu penentu keberlanjutan pariwisata.

4. Manusia versus lingkungan

Tantangan pengelolaan pariwisata dalam mencari keseimbangan antara traditional ways dengan modern practices. Di beberapa kawasan wisata, penduduk lokal kadang belum atau bahkan tidak menerapkan metode konservasi dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Hal itu mungkin disebabkan oleh ketersediaan sumber daya yang melimpah di masa lalu. Cepat atau lambat kondisi itu tidak akan dapat bertahan mengingat pertumbuhan penduduk yang begitu cepat yang secara alami akan memerlukan ruang dan sumber daya untuk hidup dan penghidupannya. Keberagamaan pariwisata dapat ditujukan sebagai cara atau sebuah media penyeimbang antara kepentingan kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan. Pariwisata

sebaiknya menyediakan metode untuk mengelola lingkungan dengan kelestarian yang baik melalui konsep kawasan konservasi, pembaharuan sumber daya alam, daur ulang, dan sebagainya.

Dokumen terkait