• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Wilayah dan Wilayah Perdesaan

Wilayah menurut UU No. 24 tahun 1992 yang diperbaharui menjadi UU No 26 tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Sedangkan menurut Winoto (1999), wilayah diartikan sebagai area geografis yang mempunyai ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Sehingga wilayah dapat didefinisikan, dibatasi dan digambarkan berdasarkan ciri atau kandungan area geografis tersebut.

Sementara menurut Rustiadi et. al (2005), wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas yang spesifik (tertentu) dimana bagian-bagian dari wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada batasan yang spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningfull’, baik untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian, maupun evaluasi. Dengan demikian, batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis (berubah-ubah).

Dalam prakteknya di Indonesia terdapat beberapa istilah yang merujuk kepada pengertian wilayah, diantaranya adalah pemakaian istilah daerah dan kawasan. Menurut Rustiadi et. al. (2005) meskipun pengertian daerah tidak disebutkan secara eksplisit namun umumnya dipahami sebagai unit wilayah berdasarkan aspek administratif. Sedangkan penggunaan istilah kawasan di Indonesia digunakan karena adanya penekanan-penekanan fungsional dari suatu unit wilayah. Karena itu batasan/definisi dari konsep kawasan adalah adanya karakteristik hubungan dari fungsi-fungi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Dengan demikian, setiap kawasan atau sub-kawasan memiliki fungsi- fungsi khusus yang tentunya memerlukan pendekatan program tertentu sesuai dengan fungsi yang dikembangkan tersebut.

Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et. al., 2005) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wiayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan dapat beragam (heterogen).

Konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai suatu “sel hidup” yang mempunyai plasma dan inti. Inti (pusat simpul) adalah pusat-pusat pelayanan/permukinan, sedangkan plasma adalah daerah belakang (peripheri/hinterland), yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional (Rustiadi et. al., 2005). Pusat wilayah berfungsi sebagai:

1. Tempat terkonsentrasinya penduduk (pemukiman); 2. Pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri; 3. Pusat pelayanan terhadap daerah hinterland; dan

4. Lokasi pemusatan industri manufaktur yang diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu.

Sedangkan hinterland berfungsi sebagai:

1. Pemasok (produsen) bahan-bahan mentah dan atau bahan baku; 2. Pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi;

3. Daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur dan umumnya terdapat suatu interdependensi antara inti dan plasma. Secara historik, pertumbuhan pusat-pusat atau kota ditunjang oleh hinterland yang baik. Misalnya, walaupun Solo dan Yogyakarta relatif lebih dahulu berkembang tapi Jakarta, Bandung dan Medan terbukti lebih pesat perkembangannya karena sangat ditunjang oleh hinterland yang mendukung; dan

Konsep wilayah berikutnya adalah wilayah perencanaan yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang dapat bersifat alamiah maupun artificial dimana keterkaitannya sangat menentukan sehingga perlu perencanaan secara integral. Sebagai contoh secara alamiah suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang terbentuk dengan matriks dasar kesatuan hidroorologis yang perlu direncanakan secara integral. Sedangkan secara artificial, wilayah Jabotabek yang mempunyai keterkaitan faktor-faktor sosial ekonomi yang cukup signifikan juga perlu direncanakan secara integral.

 

Gambar 1 Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah Wilayah Homogen Sistem/ Fungsional Perencanaan/ Pengelolaan Sistem Sederhana

Nodal (pusat - hinterland )

Desa - Kota

Budidaya - Lindung

Sistem Sosial - Politik: cagar budaya, wilayah etnik Sistem ekonomi:

Agropolitan, kawasan produksi, kawasan industri

Sistem ekologi: DAS, hutan, pesisir

Umumnya disusun/dikembangkan berdasarkan:

Konsep homogen/fungsional: KSP, KATING, dan sebagainya

Administrasi-politik: propinsi, Kabupaten, Kota Sistem Komplek

Rustiadi et. al. (2005) mengemukakan pemahaman wilayah dapat dilihat dalam Gambar 1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa wilayah merupakan suatu sistem yang mempunyai keterkaitan fungsional yang berbeda. Namun sayangnya pendekatan perencanan dan pengelolaan wilayah seringkali lebih didasarkan pada aspek administrasi-politik daripada aspek keterkaitan wilayah sebagai sebuah sistem.

Selanjutnya wilayah perdesaan menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang penantaan ruang, yang dinyatakan sebagai kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sedangkan menurut Saefulhakim (2001), kawasan perdesaan dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan sistem spasial yang aktifitas ekonomi utama masyarakatnya, dari sisi suplai, berbasis pada pengelolaan sumberdaya alam lokal (natural resource based economy).

Sementara itu menurut Anwar (2001), pengertian wilayah perdesaan ini mencakup (scope) sangat tergantung kepada luas cakupan batas definisinya. Pada dasarnya cakupannya dipusatkan kepada ruang (daratan) yang menjadi tempat kehidupan manusia dan komponen-komponen pendukungnya yang lebih besar dari kawasan kota (ruang supra urban). Karena itu pembangunan wilayah perdesaan dapat diartikan sebagai suatu proses atau tahapan pengarahan kepada kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang dalam perwujudannya melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumber-sumber daya lainnya, termasuk sumberdaya alam dan lingkungannya melalui berbagai investasi guna memperbesar kapasitas ekonomi lokal. Upaya ini bertujuan agar kapasitas produksi dan produktivitas masyarakat keseluruhan wilayah nasional secara agregat terus meningkat.