• Tidak ada hasil yang ditemukan

BPIW telah melaksanakan konsultasi publik sebanyak dua putaran, pertama terkait KA dari ESMF (termasuk KA untuk konsultan ITMP), dan kedua, draf ESMF dan Draf ESSA di tiga daerah tujuan wisata dan di Jakarta.

Draft KA untuk ESMF dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia, sudah diungkapkan di jejaring BPIW, bpiw.pu.go.id sebelum putaran pertama pelaksanaan konsultasi publik. Konsultasi publik ini dilakukan di: Jakarta, Parapat (daerah tujuan wisata Danau Toba), Magelang (daerah tujuan wisata Borobudur-Yogyakarta-Prambanan) dan di Senggigi (daerah tujuan wisata Pulau Lombok) pada 3-12 April 2017.

BPIW menyelesaikan draf ESMF dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia, dan diungkapkan di situs web-nya pada tanggal 22 Juni 2017 sebelum konsultasi publik putaran kedua. Draf ESMF diunggah di situs web BPIW, yaitu di http://bpiw.pu.go.id/uploads/ESMF ENGLISH.pdf dan http://bpiw.pu.go.id/uploads/ESMF _BAHASA.pdf dan di Infoshop dari Bank Dunia pada tanggal 21 Juni 2017 (http://projects.worldbank.org/P157599?lang=en).

Konsultasi publik tentang draft ESMF dan draf ESSA berlangsung di Medan (destinasi Danau Toba), Mataram (destinasi Pulau Lombok) dan Yogyakarta (destinasi Borobudur-Yogyakarta-Prambanan), juga di Jakarta, pada 10-19 Juli 2017. Mengundang para pemangku kepentingan yang sama dengan putaran pertama dengan tambahan undangan sebagaimana direkomendasikan oleh para pemangku kepentingan yang hadir pada konsultasi putaran pertama. Sebagai contoh, undangan untuk konsultasi publik putaran kedua untuk destinasi Pulau Lombok, Ketua AMAN dan Masyarakat Adat Sasak. Demikian pula dengan destinasi Danau Toba, dimana BPIW mengundang AMAN dari Tano Batak dan AMAN dari Sumatera Utara. LSM lainnya juga diundang pada konsultasi publik putaran kedua. Beberapa diantaranya menghadiri konsultasi, akan tetapi, perwakilan dari AMAN hanya menghadiri konsultasi di Pulau Lombok saja. Namun, hal ini tetap menggembirakan dimana perwakilan dari LSM dan perguruan tinggi yang hadir di Medan dan Mataram menyampaikan kepedulian dimana masyarakat adat dan masyarakat lokal harus dilibatkan dalam persiapan dan pelaksanaan ITMP.

Pada saat konsultasi-konsultasi tersebut dilakukan, apa yang sekarang ini disebut sebagai Proyek sedang dipersiapkan sebagai kombinasi dari dua instrumen pembiayaan: Pembiayaan Program-untuk-Hasil (Program-for-Results) dan Pembiayaan Proyek Investasi. ESSA yang disusun untuk Program-untuk-Hasil mencakup kegiatan yang sekarang ini disebut sebagai Komponen 1, 2, 3 dan (bagian dari) Komponen 4 Proyek, dan ESMF yang disampaikan pada tanggal 22 Juni 2017 membahas paket bantuan teknis di bawah Komponen 4, yang isinya telah menjadi Komponen 4. Sebagian besar dari isi ESSA ini telah ditambahkan ke ESMF awal yang dikonsultasikan pada bulan Juli 2017, dan ESMF yang baru mencakup keempat komponen tersebut. Sejak ESSA dan ESMF awal dikonsultasikan bersama, konsultasi publik mencakup materi yang sama yang sekarang ada di dalam ESMF ini, dan semua isu, keprihatinan dan rekomendasi yang disampaikan oleh para pemangku kepentingan telah digabungkan di dalamnya.

Dokumentasi terperinci dari konsultasi publik yang pertama dan kedua disajikan di Lampiran 10 dan 11. Berikut adalah isu, keprihatinan dan saran utama yang relevan dari peserta yang tergabung dalam Draf ESMF yang baru ini, antara lain:

Daerah Tujuan Wisata Danau Toba (10 Juli, 2017)

Pembangunan kepariwisataan harus memberi manfaat bagi masyarakat setempat. Pemerintah daerah berharap bahwa Proyek tidak hanya mencakup pembangunan

fisik saja tetapi juga program yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi lokal yang memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Penguatan kapasitas sumber daya manusia diperlukan agar masyarakat setempat dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk

berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari pembangunan pariwisata. Pembangunan infrastruktur harus dilakukan secara bersamaan dengan pemberdayaan masyarakat untuk menghindari terjadinya konflik. Penguatan kapasitas untuk pemerintah daerah dan masyarakat sangat penting dilakukan, terutama untuk menciptakan kesadaran terhadap pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya, sistem pengelolaan pengumpulan sampah, pengelolaan lahan, kemitraan dalam pemanfaatan lahan, kursus bahasa Inggris, peningkatan kesadaran terhadap nilai-nilai dan tata kehidupan lokal yang menarik minat wisatawan, persiapan mental dan perilaku untuk menerima wisatawan, dan metode pelestarian rumah adat.

Sumber daya alam harus direhabilitasi dan kekayaan budaya harus dijaga.

Pemerintah daerah bersama masyarakat harus memerbaiki sumber daya alam yang rusak yang menarik wisatawan. Kualitas air Danau Toba telah menurun karena dimanfaatkan masyarakat untuk sumber air minum dan irigasi, budi daya, dan kegiatan industri. Pembangunan di daerah sekitar Danau Toba telah dengan cepat menjadi tidak terkendali. Teridentifikasi bahwa ada 15 lokasi geologis di sekitar wilayah Danau Toba, yang berpotensi untuk menjadi daya tarik wisata. Daerah sekitar Danau Toba juga dihuni oleh berbagai masyarakat adat dengan tata kehidupan dan nilai adat yang unik, tanah yang berstatus tanah adat, serta struktur organisasi internal yang diatur oleh peraturan yang diwariskan secara turun-temurun. Nilai budaya dan tanah adat ini harus dilestarikan dengan memperkuat organisasi masyarakat setempat sehingga dapat menarik wisatawan dan pada saat yang sama mencegah masyarakat adat dari dampak negatif pembangunan pariwisata.

Daerah Tujuan Wisata Lombok (13 Juli 2017)

Pengelolaan kawasan pesisir dan pantai. Kawasan pesisir dan pantai merupakan

daerah tujuan wisata penting di Lombok. Akses publik dan pemanfaatan lahan di kedua wilayah ini menjadi semakin terbatas karena meningkatnya swastanisasi ruang publik, terutama karena adanya pembangunan hotel dan resor. Pemerintah daerah harus mengendalikan dan mengelola pengembangan kawasan pesisir dan pantai dengan cara yang sedemikian rupa agar akses publik terjaga, terutama bagi masyarakat untuk melaksanakan kegiatan ritual sebagai bagian dari praktik budaya mereka; mata pencaharian masyarakat pesisir tidak terpengaruh oleh pengembangan pariwisata; dan, pengembangan tata ruang dan pemanfaatan lahan terorganisir dengan baik.

Pariwisata berbasis masyarakat dan budaya lokal. Prakarsa dan kegiatan

pariwisata berbasis desa dan berbasis masyarakat berkembang pesat di Lombok. Sedikitnya 40 desa wisata di Kabupaten Lombok Timur dengan homestay (tinggal di rumah) berbasis darat (land-based), yang dikelola oleh masyarakat adat setempat bekerjasama dengan pemilik tanah dan penyandang dana, telah menjadi hal yang mujarab dalam menghindari penjualan tanah ke pihak luar, dalam meningkatkan pendapatan keluarga setempat, dalam melestarikan sumber daya alam untuk tempat wisata, dan dalam menarik wisatawan yang tertarik dengan kegiatan dan gaya hidup kembali ke alam (back-to-nature). Keberhasilan secara sosial, budaya dan ekonomi dari model pembangunan pariwisata ini telah mendorong pemerintah kabupaten lainnya di Lombok untuk mempromosikan model ini ke desa-desa dan masyarakat lokal di wilayah mereka. Tantangan ke depan adalah diversifikasi dari daya tarik wisata; pengembangan model homestay lainnya seperti homestay berbasis air (rumah yang dibangun di pesisir/laut), homestay berbasis pohon (rumah pohon) dan homestay gua; peningkatan kualitas homestay yang ada; layanan yang lebih baik yang bisa disediakan oleh desa dan homestay; menyediakan akses yang lebih baik termasuk perluasan layanan internet (untuk pemesanan, agenda acara, informasi mengenai tempat-tempat wisata, dll.); dan, kesiapan masyarakat setempat (nilai-nilai budaya, bahasa, perilaku, pelayanan) untuk menerima wisatawan. Pemerintah daerah diharapkan dapat membantu administrasi desa dan masyarakat setempat dalam pengembangan dan perluasan pengembangan pariwisata berbasis desa dan berbasis masyarakat, dan untuk mengatasi tantangan tersebut tanpa

memengaruhi independensi mereka. Pemerintah daerah juga diharapkan dapat menetapkan standarisasi desa untuk tujuan wisata sehingga semua desa memiliki standar kualitas layanan yang sama bagi wisatawan. Rencana Pembangunan Pariwisata Terpadu harus dipersiapkan dengan matang dan harus mendorong potensi pengembangan pariwisata di Lombok seperti kegiatan pariwisata berbasis desa dan berbasis masyarakat.

Isu sosial karena ketidaksiapan masyarakat. Sementara pembangunan pariwisata

berbasis desa dan berbasis masyarakat telah secara signifikan menguntungkan desa dan masyarakat lokal, ada kekhawatiran terhadap potensi dampak sosial yang merugikan karena ketidaksiapan masyarakat setempat telah meningkat. Antisipasi terhadap dampak sosial yang merugikan akibat pengembangan pariwisata (seperti “wisata pesta (party tourism)” di Gili Trawangan) harus dilakukan sedini mungkin, dan tindakan untuk mencegah masyarakat setempat dari dampak negatif harus dikembangkan. Diharapkan selain infrastruktur, Proyek juga akan mencakup penguatan kapasitas masyarakat, seperti kesadaran masyarakat, pemberdayaan identitas budaya lokal, dan pemberdayaan perempuan. Proyek ini diharapkan dapat menghasilkan ITMP dan rencana lainnya yang ramah bagi para penyandang cacat. Proyek ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dan masyarakat desa untuk melakukan kampanye, sosialisasi dan pemasaran untuk pengembangan pariwisata, dan ITMP harus dapat mengembangkan model pariwisata berbasis masyarakat yang disesuaikan dengan karakteristik budaya dan sumber daya alam setempat.

Daerah Tujuan Wisata Borobudur (17 Juli 2017)

Memberdayakan masyarakat lokal untuk mendapatkan manfaat dari pembangunan pariwisata. Proyek diharapkan dapat mendorong pembangunan pariwisata

berbasis desa dan berbasis masyarakat, terutama di daerah sekitar Candi Borobudur. Banyak desa wisata dengan homestay yang telah berkembang di sekitar Candi Borobudur, dengan keunikannya masing-masing sebagai daya tarik wisata. Memperkuat kapasitas masyarakat setempat untuk bisa mendapatkan manfaat lebih dari pembangunan pariwisata adalah kebutuhan yang krusial. Proyek ini diharapkan dapat memberikan pembangunan kapasitas dan pelatihan untuk memerbaiki pengolahan hasil pertanian lokal, kualitas kegiatan kuliner lokal, dan kualitas kemasan serta promosi produk-produk lokal. Hal ini juga diharapkan dapat mendorong pengembangan industri rumah tangga, sekaligus memperkuat kapasitas pengelolaan dan desain dari homestay, meningkatkan keramahan dan “sadar wisata” dan menyediakan infrastruktur yang lebih baik yang dapat memperluas daya tarik desa, seperti jalur jalan setapak yang melewati situs warisan budaya (heritage trail).

Persoalan lingkungan dan perlindungan Candi Borobudur. Keprihatinan terhadap sistem pengelolaan pengumpulan sampah yang buruk atau kurang memadai di Candi Borobudur dan sekitarnya. Terdapat kebutuhan untuk memiliki teknologi berskala kecil dan sesuai untuk pengolahan sampah dan penyediaan fasilitas pembuangan sampah yang mencakup program bank sampah untuk masyarakat. Pemerintah daerah harus mengendalikan pengembangan lahan dan mendorong pembangunan ramah lingkungan yang memungkinkan penyerapan air atau sistem drainase yang lebih baik untuk menghindari banjir. Terdapat kekhawatiran bahwa Candi Borobudur telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh perilaku pengunjung yang keliru, oleh karena itu, pelatihan kesadaran dan komunikasi harus diberikan kepada para pemandu wisata setempat untuk dapat menyampaikan pemberitahuan singkat kepada para pengunjaung sebelum memasuki candi dan mampu mengendalikan perilaku mereka saat berada di kawasan candi.

Pengembangan dan pengelolaan penggunaan lahan. Pembangunan pariwisata

telah meningkatkan harga tanah dan spekulasi di daerah sekitar Candi Borobudur. Pemerintah daerah diharapkan dapat melindungi para warga yang rentan – terutama petani dengan kepemilikan lahan yang kecil – misalnya dengan meningkatkan kapasitas mereka untuk menjalin kemitraan dengan investor dan bukan menjual tanah mereka. ITMP diharapkan

meninjau kembali Peraturan Presiden No. 58 tahun 2014 tentang peraturan bangunan dan peraturan untuk pembangunan di Zona 1 (yang seharusnya merupakan kawasan konservasi), menyusun rencana dan program yang mendorong pembangunan di Zona 2, bukan di Zona 1, meninjau pelaksanaan Peraturan Presiden No. 58 tahun 2014, dan mengembangkan disinsentif untuk pembangunan yang melanggar peraturan ini. Selain itu, ITMP harus mengidentifikasi dan melaksanakan pemetaan homestay di sekitar Candi Borobudur, dan menyiapkan program untuk meningkatkan kualitas dan jumlah homestay berikut dengan infrastruktur dan layanan pendukungnya sehingga wisatawan akan tinggal di kawasan ini, bukannya di Kota Yogyakarta.

Jakarta (19 Juli 2017)

Lingkup ITMP. Karena Kabupaten Pakpak Barat merupakan sumber air bagi tujuh kabupaten lainnya di daerah tujuan wisata Toba, maka harus disertakan dalam wilayah perencanaan ITMP. Selain itu, ITMP harus mempertimbangkan: (a) Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera; (b) habitat harimau di daerah sekitar Danau Toba; (c) batas administratif, batas ekologis, dan batas sosial yang terkait dengan daya dukung lingkungan; (d) penyertaan di dalam pemetaan sosial; (e) dampak jangka panjang dari pembangunan pariwisata sambil mengembangkan program yang secara langsung melibatkan masyarakat lokal; (f) kajian terhadap kelompok rentan dan kegiatan program yang sesuai untuk mereka.

Pengembangan masyarakat, pembangunan ekonomi lokal dan rantai internasional. Terdapat kekhawatiran bahwa pembangunann pariwisata tidak akan memberi

manfaat yang signifikan bagi perekonomian dan masyarakat setempat. ITMP harus mencakup kajian dan program yang memperkuat perekonomian dan masyarakat setempat, serta mempromosikan produk lokal dan bukan produk internasional melalui penguatan masyarakat lokal dalam rantai pasokan. Hal yang juga penting adalah untuk mendorong penguatan kapasitas masyarakat dan sertifikasi dalam pembangunan pariwisata.

Infrastruktur dan pelayanan dasar. Sanitasi termasuk pengelolaan sampah

merupakan persoalan serius di daerah tujuan wisata; kurang adanya kesadaran masyarakat dan pemerintah daerah mengenai pentingnya pelayanan sanitasi yang baik dan yang terjaga dengan baik bagi masyarakat lokal dan wisatawan. Pemerintah daerah harus lebih bertanggungjawab terhadap operasi dan pemeliharaan sanitasi. Kesadaran masyarakat lokal terhadap disiplin untuk tidak membuang sampah sembarangan adalah suatu kekurangan, dan ada keluhan tentang masalah sampah di Taman Nasional Gunung Rinjani (Lombok) yang telah mengurangi daya tariknya bagi wisatawan. Pembangunan infrastruktur di daerah tujuan wisata harus menghindari timbulnya kerusakan lingkungan; disainnya harus dipersiapkan dengan berkonsultasi dengan para ahli ekologi. Pembangunan infrastruktur harus mempertimbangkan kapasitas manajemen dan kelembagaan untuk memastikan keberlanjutan jangka panjangnya.

Aspek sosial, pengelolaan lingkungan dan habitat alami di daerah tujuan wisata.

Pembangunan infrastruktur harus mempertimbangkan populasi hewan, spesies yang dilindungi dan habitat alami di daerah tujuan wisata. Harus didorong pengembangan eco-road dan eco-tourism. Habitat penyu hijau di Lombok merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan, akan tetapi kesadaran masyarakat setempat untuk melindungi dan memelihara ekosistem perlu ditingkatkan. Aspek bencana perlu dipertimbangkan dalam pengembangan pariwisata dan ESMF. Penting untuk melibatkan pemimpin lokal dan lembaga lokal di tingkat desa untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata, dengan pendekatan budaya di tingkat masyarakat. ITMP harus dapat mengembangkan pendekatan inovatif mengenai kemitraan dan skema kolaborasi antara pemilik lahan dan investor swasta dalam pembangunan pariwisata. ITMP harus mendorong pelaksanaan bank tanah (land banking), karena pembangunan infrastruktur sering tertunda karena isu pembebasan tanah.