• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH

(The Consumption of Gorontalo Traditional Food and Student Nutritional Status)

Abstrak

Tujuan penelitian mengkaji konsumsi makanan tradisional Gorontalo (MTG) dan status gizi anak sekolah yang mendapat mata pelajaran muatan lokal (mulok) ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Penelitian ini adalah deskriptif cross-sectional, metode survei dengan recall 2 kali 24 jam pada siswa sebagai unit analisis baik siswa SMP mulok maupun tidak mulok. Juga pengukuran status gizi secara antropometri dan biokimia. Asupan energi 2307 kkal pada mulok dan 2277 kkal tidak mulok tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kontribusi protein adalah 13,51% pada mulok dan 13,42% pada tidak mulok, lemak 35,67% pada mulok dan 35,78% tidak mulok, karbohidrat 50,82% pada mulok dan 50,80 tidak mulok. Kontribusi energi dari MTG siswa mulok lebih tinggi (32,84%) dibandingkan tidak mulok, (29,45%), namun kontribusi karbohidrat sangat rendah yaitu 19,58% pada siswa mulok dan 18,40% tidak mulok, lemak adalah 45,61% pada mulok dan 41,07% tidak mulok serta protein 41,29% pada mulok dan 41,78% pada tidak mulok. Selanjutnya kontribusi serat dari MTG terdapat perbedaan yang siknifikan (p<0,05). Rata-rata IMT tergolong dalam kategori normal yaitu pada contoh siswa mulok 19,03±2,94 kg/m2 dan 19,02±3,26 kg/m2 pada tidak mulok. Namun ada kecenderungan peningkatan status gizi gemuk dan obesitas. Untuk Hemoglobin (Hb) antara contoh siswi mulok dan tidak mulok tidak ada perbedaan (p>0,05) dengan rata-ratanya 12,45±1,34 g/dl dan 12,39±1,42 g/dl.

Kata kunci: Gorontalo, konsumsi makanan, status gizi, tradisional

Abstract

The objective of the research was to examine the consumption of Gorontalo traditional food (GTF) and nutritional status of students who study local content subject (mulok) contained with nutrition science based on GTF and non mulok. This research is a descriptive cross-sectional survey method with recall twice in 24 hours as an analysis unit to each group of student. As well as anthropometric measurements of nutritional status and biochemistry. Energy intake was 2307 kkal on mulok group and 2277 kkal on the other group which showed no significant difference (p>0,05) with contribution of protein was at 13,51% on mulok group and at 13,42% on non-mulok group. Fat was 35,67% on mulok group and 35,78% on non-mulok group, carbohydrate rate was 50,82% on mulok group and 50,80% on non-mulok group. Energy contribution of GTF mulok students were higher (32,48%) compare to the other group (29,45%), but carbohydrate intake was very low at 19,58% on mulok group and 18,40 on non-mulok group, fat was 45,61% on

97

mulok group and 41,07% on non-mulok group as well as protein rate was 41,29% on mulok group and 41,78 on non-mulok group. Furthermore, the contribution of fibers from MTG there are significant differences (p <0.05). The average BMI was classified as normal for example the average of mulok student was 19,03±2,94 kg/m2 and non-mulok student was 19,02±3,26 kg/m2. However, there was an increasing trend of fat and obesity. There was no significant difference for Hemoglobin (Hb) on schoolgirls of mulok and non-mulok group, which the average was 12,45±1,34 g/dl and 12,39±1,42 g/dl, respectively.

98

Pendahuluan

Makanan tradisional terbentuk sebagai akibat dari adanya hasil suatu evolusi pengalaman yang sudah turun temurun selama bertahun-tahun bahkan berabad- abad yang tersusun dalam hidangan sehari-hari (Soerjodibroto 1995). Kesanggupan menyusun hidangan ini tidaklah diturunkan dalam pengertian herediter, tetapi merupakan kepandaian yang diajarkan dari leluhur melalui orang tua, terus ke generasi yang lebih muda (Suhardjo 1989). Selanjutnya menurut Nor et al. (2012) bahwa proses transformasi pengetahuan makanan tradisional Melayu di kalangan generasi yaitu dari ibu ke anak-anak perempuan mereka dengan penjelasan tentang bahan-bahan yang digunakan, metode memasak, peralatan yang digunakan dan keterampilan memasaknya. Dari penjelasan ini maka dapatlah dikatakan bahwa makanan tradisional adalah makanan yang dibuat dengan menggunakan resep khas hasil ciptaan masyarakat daerah tertentu dan sudah ada dari generasi sebelumnya.

Makanan tradisional dapat menunjang status gizi dan kesehatan serta kebugaran seseorang (Soerjodibroto 1995). Banyak hasil penelitian mengenai makanan tradisional bahwa ternyata hampir semua bahan makanan yang digunakan secara tradisional maupun resep-resep makanan tradisional Indonesia mempunyai khasiat terhadap kesehatan karena mengandung satu atau lebih komponen senyawa yang mempunyai sifat fungsional terhadap satu atau lebih reaksi metabolisme dan biokimia yang esensial bagi tubuh (Zakaria dan Andarwulan 2001). Hal ini yang dapat mendasari bahwa makanan tradisional penting untuk dilestarikan dan dikembangkan sebagai bagian dari budaya bangsa.

Di Gorontalo sejak tahun 2008 telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangan makanan tradisional melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok) ilmu gizi berbasis MTG di pendidikan dasar (SD, SMP) dan pendidikan menengah (SMU/SMK) (DinKes Provinsi Gorontalo, 2008). Mulok ini dibelajarkan di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo dan merupakan jenis muatan lokal yang pertama di Indonesia. Tujuan mulok ilmu gizi berbasis MTG diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang MTG, gizi dan kesehatan. Menurut Dwiriani et al. (2011) bahwa intervensi pendidikan gizi dapat meningkatkan pengetahuan gizi. Harapan dari peningkatan pengetahuan dan pemahaman tersebut adalah agar terjadi pola konsumsi yang baik sehingga dapat berdampak pula pada status gizi dan kesehatannya.

Menurut Muhilal (1995) bahwa ada empat kelompok makanan Indonesia beserta fungsinya yaitu pertama, makanan pokok sebagai sumber karbohidrat atau sumber energi berupa beras, jagung, ubi, sagu, yang fungsinya membuat rasa kenyang dan diangap baik untuk kesehatan. Kedua, lauk sebagai sumber protein dan lemak berupa daging, ikan, telur, tempe dan tahu yang membuat hidangan terasa lebih enak. Ketiga, sayur yang fungsinya dalam menu memperlancar pengunyahan dan makanan lebih mudah ditelan. Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral, karena sebagian besar wilayah Indonesia umumnya sayuran dimasak lebih dahulu sebelum dimakan maka vitamin C sebagian besar menjadi rusak. Keempat, buah yang fungsinya untuk menetralkan rasa dari berbagai hidangan dan sering disebut pula pencuci mulut. Buah merupakan sumber vitamin dan mineral. Buah ini biasanya dimakan mentah maka vitamin yang dikandungnya terutama vitamin C tidak mengalami kerusakan.

99

Berdasarkan ulasan sebelumnya maka dapat dirumuskan bahwa bagaimanakah konsumsi MTG dan status gizi anak sekolah baik yang mendapat mata pelajaran Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok? Tujuan penelitian ini adalah menganalisis konsumsi MTG siswa mulok dan tidak mulok yang meliputi pola konsumsi; tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat; tingkat kecukupan vitamin A, C dan serat; tingkat kecukupan mineral Ca, Fe, dan Zn; kontribusi zat gizi dari MTG. Selain itu menganalisis status gizi contoh siswa.

Metode Penelitian

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan metode survei untuk memperoleh fakta-fakta konsumsi MTG dan status gizi anak sekolah serta mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan dengan instrumen dalam bentuk kuesioner (Nasir 2009). Penelitian ini sebagian didanai oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada 1 kota dan 5 kabupaten yang masing-masing bertempat di perwakilan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah tersebut adalah sekolah yang melaksanakan mata pelajaran Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok yang ditentukan secara purposive. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan sejak bulan Oktober – Maret 2011.

Populasi dan Contoh Penelitian

Populasi penelitian adalah siswa SMP kelas IX yang sedang bersekolah di Provinsi Gorontalo. Ditentukan contoh dengan cara stratified random sampling karena populasi terdiri dari dua kelompok. Secara purposive ditentukan contoh 2 SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap daerah kabupaten/kota yang mempunyai kesamaan letak geografi, dan tingkat akreditasi. Dengan demikian diperoleh contoh sekolah berjumlah 24 SMP yang terdiri dari 12 sekolah mulok dan 12 tidak mulok, sehingga di kabupaten/kota diwakili 2 contoh sekolah mulok dan 2 tidak mulok. Sekolah ini ada 12 yang terakreditasi A, 10 terakreditasi B dan 2 terakreditasi C. Setiap sekolah secara acak sederhana diwakili oleh 13 contoh tetapi ada 3 SMP yang contohnya kurang dari 13 siswa yaitu: 1 contoh SMP mulok hanya mempunyai 10 siswa yang memenuhi kriteria dan 2 contoh SMP tidak mulok masing-masing terdiri dari 12 dan 10 contoh. Diperoleh 153 contoh siswa SMP mulok, ibu siswa, dan nenek siswa; dan 152 SMP tidak mulok yang sama kriterianya, sehingga total contoh ada 915.

Pengukuran Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan pada siswa dilakukan dengan metode recall 24 jam Recall dilakukan pada siswa sebagai unit analisis baik siswa SMP mulok maupun tidak mulok. Recall dilakukan 2 kali 24 jam yaitu konsumsi makanan pada hari sekolah (Senin – Sabtu) dan pada hari Minggu. Ini akan mengetahui totalitas konsumsi makanan setiap hari dan zat gizi meliputi energi, protein, lemak,

100

karbohidrat, vitamin (meliputi A dan C) mineral (meliputi Ca, Fe dan Zn), serta serat. Jenis vitamin dan mineral yang dipilih tersebut karena dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Perhitungan zat-zat gizi ini dengan menggunakan perangkat lunak Nutrisurvey Indonesia. Untuk menghitung tingkat kecukupan energi dan zat gizi maka digunakan angka kecukupan gizi (AKG) berdasarkan Widya Karya Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2004 dan juga dikoreksi dengan berat badan individu yang bersangkutan. Khusus untuk menghitung kecukupan lemak berdasarkan persentase dari total energi yaitu sebesar 20% (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Dalam menghitung karbohidrat berdasarkan selisih dari total energi yang dikurangi dengan total energi protein dan lemak kemudian dibagi dengan 4. Sebagai contoh anak laki-laki umur 13-15 tahun (Tabel 51 dengan kecukupan energi (berdasarkan AKG) 2400 kkal, protein 60 g (240 kkal); lemak 20% dari total energi 2400 adalah 480 g atau 53,3 g. Jadi komponen karbohidrat adalah 2400 - (240 + 480) kemudian dibagi dengan 4, karena 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal, sehingga hasilnya adalah 420 g. Lihat Tabel 51.

Tabel 51 Angka kecukupan gizi laki-laki dan perempuan tahun 2004 umur 13 - 18 tahun Umur (tahun) BB (kg) TB (cm) Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g) Vit.A (RE) Vit.C (mg) Ca (mg) Fe (mg) Zn (mg) Laki-laki 13-15 48 155 2400 60 53.3 420 600 75 1000 19 18.2 16-18 55 160 2600 65 57.8 455 600 90 1000 15 16.9 Perempuan 13-15 49 152 2350 57 52.2 413 600 65 1000 26 15.8 16-18 50 155 2200 55 48.9 385 600 75 1000 26 14

Sumber: WNPG tahun 2004, kecuali lemak dan karbohidrat yang baru direkomendasikan.

Jumlah asupan zat gizi dibandingkan dengan AKG kemudian diklasifikasi (Depkes 1996), lihat Tabel 52. Sementara klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral digolongkan dalam 2 kategori meliputi kategori kurang adalah <70% dan kategori cukup adalah >70% (Gibson 2005).

Tabel 52 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein

Klasifikasi tingkat kecukupan

energi dan protein Cut of point

Defisit berat ≤70%

Defisit sedang 70.0-79.9%

Defisit ringan 80.0-89.9%

Normal 90.0-109.9%

Kelebihan ≥110%

Sumber DepKes tahun 1996

Kecukupan serat yang direkomendasikan melalui WNPG (2004) adalah antara 19-30 g/orang/hari. Untuk mempermudah perhitungan penulis tentukan kecukupan rata-rata serat adalah 25 g/orang/hari. Untuk klasifikasi tingkat kecukupan serat makanan juga digolongkan dalam 2 kategori meliputi kategori kurang adalah <70% dan kategori cukup >70%. Selanjutnya dibuat penggolongan makanan berdasarkan jenis makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, snack/kue. Sementara untuk buah termasuk dalam jenis snack/kue.

101

Pengukuran Status Gizi dan Kesehatan

Makanan tradisional dapat digunakan sebagai aset atau modal untuk meningkatkan status gizi masyarakat dan kualitas sumber daya manusia (Winarno 2004). Pengukuran status gizi dengan unit analisisnya adalah contoh siswa SMP yang mendapat mulok dan yang tidak mulok pada semua contoh sekolah.

Adapun pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan dilakukan dengan contoh menggunakan pakaian yang seminimal mungkin, tidak memakai jaket, mengeluarkan isi kantong, tidak mengenakan sepatu, sandal dan topi. Pengukuran berat badan dengan menggunakan alat timbang injak digital (SECA ketelitian 0,1 kg merek Tanita HD 312) dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan mikrotois (ketelitian 0,1 cm). Untuk interpretasi data dilakukan melalui perhitungan Indeks massa tubuh (IMT) berdasarkan umur dan juga berdasarkan jenis kelamin. Lihat Tabel 53.

Tabel 53 Klasifikasi standar penilaian status gizi anak secara antropometri

Indeks Kategori status gizi Ambang batas (z-score) Indeks massa tubuh menurut

umur (IMT/U) 13-18 tahun

Sangat kurus <-3 SD

Kurus -3SD sampai <-2 SD Normal -2SD sampai < +1SD Gemuk > +1 SD sampai +2SD

Obesitas > +2 SD

(Keputusan Menkes No. 1995/Menkes/SK/XII/2010).

Dilakukan pula pengukuran status gizi secara biokimia yakni status anemia. Contoh adalah berjenis kelamin wanita yang terdiri dari siswi SMP mulok dan tidak mulok. Pengambilan contoh pada siswi dengan alasan bahwa kejadian anemia sebagian besar terjadi pada wanita, demikian juga pada masa tersebut wanita sudah banyak yang mengalami perubahan fisiologi tubuh diantaranya ditandai oleh menstruasi setiap bulan. Pengambilan darah dilakukan pada contoh yang sebelumnya telah menyetujui informed consent yang diwakili oleh orang tuanya. Dilakukan pengukuran Hemoglobin (Hb) pada darah tersebut dengan kriteria dikatakan anemia jika <12 g/dl (UNICEF/UNU/WHO 2001). Briawan et al. (2011) dalam penelitiannya bahwa penggolongan anemia yaitu ringan (10,0 - 11,9 g/dl), sedang (7,0 - 9,9 g/dl) dan berat (<7,0 g/dl).

Alat yang digunakan dalam pengukuran hemoglobin adalah HemoCue Hb 201+ yang memberikan hasil yang berkualitas secara mudah dan cepat. Setelah darah kapiler atau arteri diambil dengan menggunakan smartcare yang berisi blood lancets, kemudian darah diletakkan pada microvcuvette dan langsung dimasukan pada HemoCue yang sebelumnya telah dijalankan. Adapun proses pengukuran Hb dengan alat tersebut adalah: 1). Setelah tanda start ditekan, layar akan menampilkan tiga strip berkedip dan simbol HemoCue. 2). Pastikan tangan contoh dalam keadaan hangat dan contoh dalam keadaan santai. 3). Untuk pengambilan darah dilakukan pada jari tengah yang sebelumnya telah dibersihkan dengan desinfektan yaitu alkohol 70% dan dibiarkan kering. 4). Digunakan ibu jari untuk menekan jari tengah dari atas buku jari sehingga merangsang aliran darah ke bagian titik sampling. 5). Agar aliran darah baik dan nyerinya sedikit, contoh darah diambil pada sisi ujung jari. 6). Sementara menekan pergelangan jari untuk menangkal ujung jari, tusukan jari menggunakan jarum (blood lancets)

102

yang telah dipasangkan pada tempatnya yaitu smartcare. Darah yang keluar 2 atau 3 tetes pertama dihapus dengan kapas steril. 7). Kembali menekan lingkarang jari ke arah ujung jari sampai setetes darah keluar. Ketika tetesan darah cukup banyak, kemudian microcuvette diisi dengan darah tersebut (microcuvette ini hanya digunakan sekali). 8). Darah yang berlebih di bagian luar ujung microcuvette dibersihkan dan dipastikan tidak ada darah yang keluar dari microcuvette selama prosedur ini. 9). Tempatkan microcuvette dalam tempat kuvet di HemoCue. dorong pemegang kuvet dan proses pembacaan dimulai. Setelah 15-60 detik nilai hemoglobin contoh ditampilkan pada HemoCue.

Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh seorang dokter dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik, anamnesa keluhan dan riwayat penyakit. Kemudian berdasarkan data yang ada dokter menentukan diagnosa contoh yang diperiksa.

Instrumen Pengumpulan Data

1. Tabel untuk recall makanan 24 jam dan kuesioner untuk frekuensi makanan (Lampiran 2 point praktik).

2. Tabel pengukuran status gizi (Lampiran 3)

Analisis Data

Dianalisis dengan melakukan uji beda (t-test) antara contoh siswa mulok dengan yang tidak mulok tentang konsumsi makanan dan status gizi contoh siswa. Konsumsi makanan dianalisis secara keseluruhan, kemudian dianalisis pula kontribusi zat gizi dari MTG. Sementara status gizi dianalisis berdasarkan IMT menurut umur dan juga berdasarkan kandungan hemoglobin darah contoh. Analisis data menggunakan SPSS (Statistical Program for Sosial Sciences) V. 16.

Hasil dan Pembahasan

Pola Konsumsi

Pola konsumsi adalah jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan pangan dalam pola makanan disuatu daerah tertentu (Suhardjo et al. 1988). Selanjutnya menurut Sandjaja et al. (2009) bahwa pola konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi atau dimakan penduduk dalam waktu tertentu. Ditinjau dari jenis makanan yang dikonsumsi berdasarkan hasil recall 2 kali 24 jam, konsumsi makanan contoh siswa mulok dan tidak mulok dengan 6 klasifikasi jenis makanan yang dikonsumsi.

Tabel 54 menunjukkan bahwa pola konsumsi contoh siswa mulok dan tidak mulok sesungguhnya tidak jauh berbeda. Ada yang pola konsumsinya terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk sebesar 3,92% pada contoh siswa mulok dan 7,24% tidak mulok. Sementara pola konsumsi makanan pokok dan sayuran tidak terdapat di Gorontalo karena dalam konsumsinya bahwa pasangan makanan pokok adalah lauk pauk. Paling banyak pola konsumsi makanan contoh terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah yang masing-masing ada 40,52% pada contoh siswa mulok dan 32,89% tidak mulok. Sementara yang lainnya yaitu terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan snack ada

103

16,99% pada contoh siswa mulok dan 17,76% tidak mulok. Snack yang dimaksudkan di sini adalah kue, roti bungkus, gorengan, atau jenis camilan baik yang tradisional maupun modern.

Tidak ditemukan pola konsumsi makanan pokok dan sayuran, ini dimungkinkan karena kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat Gorontalo bahwa selamanya pendamping atau pasangan makanan pokok apakah dari beras, jagung, umbi-umbian, sagu, adalah lauk berupa ikan, udang, atau daging (ayam, sapi, kambing). Temuan ini hampir sama dengan hasil penelitian Sudiarti (1997) yaitu pola konsumsi di Kota Depok Jawa Barat terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur (lalapan) dan buah. Lalapan yang di konsumsi ini menjadi salah satu pembeda jenis sayuran yang dikonsumsi, karena di Gorontalo tidak terdapat lalapan tersebut.

Tabel 54 Jenis makanan yang dikonsumsi siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Jenis makanan yang dikonsumsi Siswa mulok Siswa tdk mulok Total

n % n % n % Pokok+lauk 6 3.92 11 7.24 17 5.57 Pokok+lauk+buah 2 1.31 3 1.97 5 1.64 Pokok+lauk+sayur 55 35.95 59 38.82 114 37.38 Pokok+lauk+sayur+buah 62 40.52 50 32.89 112 36.72 Pokok+lauk+sayur+snack 2 1.31 2 1.32 4 1.31 Pokok+lauk+sayur+buah+snack 26 16.99 27 17.76 53 17.38 Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat

Tingkat kecukupan gizi diukur berdasarkan kelompok umur dan berat badan contoh siswa yang dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) tahun 2004 bagi orang Indonesia kecuali lemak dan karbohidrat. Penelitian ini menemukan bahwa kontribusi gizi siswa mulok dengan tidak mulok tidak jauh berbeda. Rata- rata kontribusi protein sebesar 13,51% pada mulok dan 13,42% tidak mulok; lemak 35,67% pada mulok dan 35,78% pada tidak mulok; serta karbohidrat 50,82% pada mulok dan 50,80% tidak mulok. Temuan Oenzil (1993) pada penelitiannya tentang gaya hidup kebiasaan makan masyarakat pedesaan dan perkotaan di Sumatra Barat ditemukan bahwa kontribusi protein dan lemak di daerah perkotaan adalah 11,3% dari total energi dan 9,8% di daerah pedesaan, lemak sebesar 20,4% dan 15%.

Protein dalam MTG sebagian besar bersumber dari protein hewani berupa ikan. Sumber protein ini dikenal sebagai bahan makanan yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh termasuk omega 3 yang berperan dalam mencegah terjadinya penyumbatan lemak pada dinding pembuluh darah (Soekirman et al. 2003). Protein ini sangat penting untuk anak usia sekolah karena sebagai zat pembangun dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.

Sumber karbohidrat MTG meliputi beras, jagung, dan umbi-umbian. Penganekaragaman sumber karbohidrat ini dapat saling melengkapi unsur zat-zat gizinya. Dua atau lebih jenis bahan makanan yang dimasak bersama-sama sebagai sumber energi seperti beras dan jagung, dipadukan dengan ikan sebagai sumber protein serta dipadukan juga dengan sayuran sebagai sumber vitamin, mineral dan

104

serat. Ini dapat memberikan pemenuhan kebutuhan pada tubuh, tetapi sebaiknya pula harus ditambah dengan buah.

Kontribusi lemak telah melebihi pola konsumsi pangan yang baik, juga diatas kontribusi energi zat gizi rata-rata penduduk Indonesia yaitu sebesar 20% (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Sekalipun kandungan lemak dari MTG tersebut tinggi tetapi sumbernya paling banyak berasal dari lemak nabati yaitu dalam bentuk minyak kelapa, santan kelapa dan juga kelapa parut yang mengandung asam lemak jenuh rantai sedang. Menurut Almatsier (2003) bahwa lemak nabati ini, dibutuhkan oleh tubuh karena tidak lebih berbahaya jika dibandingkan dengan lemak hewani yang mengandung asam lemak jenuh dan juga dibutuhkan untuk aktivitas yang seimbang.

Tidak ditemukan perbedaan yang nyata (p>0,05) asupan gizi contoh siswa mulok dan tidak mulok. Adapun rata-rata asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat adalah seperti Tabel 55, 56.

Tabel 55 Rata-rata asupan dan persentase AKG energi dan protein siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Zat gizi Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig (2-

tailed)

Rata-rata %AKG Rata-rata %AKG

Energi (kkal) 2307±503a 97.15±20.98 2277±572a 95.91±23.86 0.634

Protein (g) 77.93±17.08a 133.21±29.20 76.43±19.78a 130.65±33.81 0.479

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Rata-rata asupan energi siswa mulok dan tidak mulok masing-masing adalah 2307 kkal dan 2277 kkal. Asupan energi ini masih lebih rendah (93-122 kkal) dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi tahun 2004 umur 13-15 tahun yaitu 2400 kkal. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan asupan energi rata-rata usia 13-15 tahun ditingkat provinsi Gorontalo adalah 76,6±26,5% dari AKG (1838±636 kkal) dan secara nasional hanya 74,7±23,6% (1792±556 kkal). Jadi temuan ini menunjukkan tingkat kecukupan energi pada kedua kelompok siswa tersebut adalah lebih dari 95% dan tergolong sebagai kategori asupan energi normal. Ini berbeda dengan hasil penelitian Tanziha (2011) yang menemukan tingkat kecukupan energi di Desa Pasindangan dan Desa Banjarsari adalah lebih tinggi dengan masing-masing rata-ratanya adalah 128,4% dan 131,6% atau rata-ratanya 129,9%. Sementara hasil peneltian Dwiriani et al. (2011) menunjukkan bahwa asupan energi siswa di tiga SMP kabupaten Bogor adalah lebih rendah dari yang ditemukan dalam penelitian ini dan riskesda dengan rata-ratanya 1557 kkal.

Rata-rata asupan protein antara siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Pada contoh siswa mulok terdapat 77,93 g/hari dan tidak mulok 76,43 g/hari. Tingkat kecukupan kedua kelompok contoh siswa ini adalah diatas dari AKG yaitu 133,21±29,20% pada contoh siswa mulok dan