• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN MULOK ILMU GIZI BERBASIS MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO

1. Matriks IFE

3.3 Prioritas Strateg

Dari keempat strategi yang dihasilkan berdasarkan analisis SWOT dan ditunjukan melalui penggunaan AHP maka terdapat urutan strategi berdasarkan prioritas kepentingan yaitu peraturan daerah (0,352), kinerja dan kapasitas SDM (0,277), komitmen dan kemitraan (0,214) dan pengembangan sarana pembelajaran mulok (0,157). Lihat Tabel 95.

Tabel 95 Prioritas strategi pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG

No. Strategi Bobot Peringkat

1. Peraturan daerah (perda) 0.352 1

2. Kinerja lembaga dan kapasitas SDM 0.277 2

3. Komitmen, peran dan kemitraan antara stakeholders 0.214 3 4. Pengembangan sarana pembelajaran mulok 0.157 4

Pelaksanaan keempat strategi tersebut setelah dianalisis berdasarkan sensitivitas kebijakan secara menyeluruh, maka dapat dijelaskan per faktor penentu yaitu infrastruktur, peran stakeholders, potensi pengembangan mulok, sinergisme program seperti pada Gambar 6. Penjabaran tiap strategi tersebut dan keterkaitannya dengan faktor penentunya adalah sebagai berikut:

Strategi pertama. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur (Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perudang-undangan). Selanjutnya, bahwa dalam undang- undang ini berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Ini menggambarkan pemerintahan yang efektif yang salah satunya ditunjukkan oleh dikeluarkannya kebijakan publik yang inovatif yang mampu mengakselerasi peran para stakeholders baik sektor privat, pelaku usaha dan civil sociaety (Mariana 2010).

Menurut Mubah (2011) bahwa budaya lokal harus dilindungi oleh hukum yang mengikat semua elemen. Selanjutnya dikatakannya bahwa tidak adanya perlindungan hukum dikhawatirkan budaya lokal mudah punah dan dianggap ketinggalan zaman. Temuan dalam penelitian ini relevan bahwa peraturan daerah sebagai strategi prioritas untuk pengembangan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Sebagai bukti analisis kebijakan tentang rekomendasi pelaksanaan kebijakan

165

mulok yang dijelaskan (Tabel 77) bahwa seluruh stakeholders (100%) menyatakan pentingnnya perda tersebut dalam proses pelaksanaan yang berkesinambungan dan pengembangannya. Didukung pula oleh pernyataan seluruh contoh kepala sekolah yang menyatakan bahwa untuk menjamin kelancaran pelaksanaannya yang berkesinambungan tentang pembelajaran mulok maka harus didasari oleh perda. Oleh karena ini adalah tanggung jawab pemerintah atas pendidikan dan informasi yang benar tentang gizi dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status gizi (Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).

Harapan perda tentang mulok ilmu gizi berbasis MTG ini seiring dengan PP No. 22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan yang sehat, bergizi, beragam, dan seimbang. Selain itu, juga mendukung penyelenggaraan pembangunan pangan untuk kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan).

Gambar 6 Hasil analisis sensitivitas kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG secara menyeluruh.

Pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG, dapat berdampak secara person maupun institusional. Karena masyarakat telah terfasilitasi oleh pemahaman tentang konsumsi makanan yang bermanfaat untuk kesehatan dan juga nantinya didukung oleh ketersediaan MTG apakah yang diproduksi di tingkat rumah tangga atau industri. Ini juga akan mendukung pelayanan ketahanan

166

pangan yang merupakan kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat,untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan).

Pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG di Gorontalo merupakan kegiatan yang menggerakkan partisipasi, motivasi, dan membangun sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Berdasarkan hal ini dan atas usulan Direktorat Gizi Masyarakat Kementrian Kesehatan RI, maka Provinsi Gorontalo pada tanggal 6 Desember 2011 memperoleh Piala Adikarya Pangan Nusantara Bidang Pelayanan Ketahan Pangan dari Presiden Republik Indonesia.

Strategi kedua. Kinerja lembaga dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam medukung pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Kebijakan dan program yang akan dilaksanakan membutuhkan dasar hukum. Sehingga ketika lahirnya perda tentang mulok ini, akan dilakukan berbagai peningkatan kinerja lembaga dan kapasitas SDM. Sebagai contoh, dengan adanya kurikulum yang dibuat oleh institusi yang menangani maka pelaksanaanya dapat disesuaikan berdasarkan tingkatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan infrastruktur yang ada juga dapat dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang terlibat terutama para guru yang akan melaksanakan proses pembelajaran (Tabel 82 dan 86). Kinerja lembaga dan kapasitas SDM dapat dioptimalkan melalui kebijakan dan program aksi, kemudian didukung oleh institusi yang menangani dan juga ditunjang oleh anggaran yang tersedia.

Strategi ketiga. Peningkatan komitmen, peran dan kemitraan antara stakeholders sebagai strategi prioritas untuk mengembangkan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengoptimalkan sinergisme program antara stakeholders melalui kerja lintas sektoral (Tabel 96). Pelaksanaannya melalui peningkatan pemahaman para stakeholders tentang mulok dapat dilaksanakan melalui berbagai pertemuan lintas program maupun lintas sektor. Pertemuan ini dapat menjadi wadah untuk membangun komitmen, peran dan kemitraan guna strategi pelaksanaan pengembangan mulok. Di sini juga kejelasan mengenai batasan tanggung jawab serta peran masing-masing instansi perlu menjadi fokus sebagai salah satu unsur penunjang pengembangan mulok tersebut.

Penerapan strategi ini diharapkan akan terjadi penguatan dan peningkatan partisipasi pemerintah daerah dalam pelaksanaan dan pengembangan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Sementara keberhasilan strategi ini di tingkat pelaksanaannya sangat ditentukan oleh besarnya komitmen puncak dari seluruh instansi yang terkait dalam mendukung pengembangan mulok tersebut. Akibatnya, lagi-lagi perlu adanya payung hukum sebagai suatu kesepakatan bersama guna pelaksanaan mulok sehingga berkesinambungan.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa perda mulok ini sangat penting, mengingat di era otonomi daerah setiap wilayah memiliki kewenangannya masing-masing dalam menjalankan pemerintahannya. Melalui payung hukum tersebut sangat diharapkan komitmen dan kemitraan antara

167

lembaga atau institusi dapat terjalin dengan baik sehingga dibangun sinergisme yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. Sinergisme ini mempunyai daya ungkit yang kuat untuk pengembangan mulok ilmu gizi berbasis MTG.

Strategi keempat. Pengembangan sarana pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG. Strategi ini dapat dilakukan dengan melihat terlebih dahulu potensi yang dimiliki dalam kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Telah disebutkan sebelumnya bahwa ada 4 potensi pengembangan mulok yang sangat mendukung keberhasilan dari pengembangan mulok tersebut. Untuk potensi pembelajaran ilmu gizi/kesehatan, pengembangan sarana muloknya dapat dilakukan dengan penyesuaian atau pengadaan sarana seperti laboratorium kuliner, peralatan memasak, laboratorium yang dapat diintegrasikan dengan pembelajaran lainnya serta penyediaan bahan-bahan yang menunjang kegiatan tersebut. Pengembangan sarana pembelajaran penting juga disesuaikan dengan potensi industri MTG, yang perlu dikembangkan melalui peran stakeholders, sehingga melalui pengenalan teknologi proses pengolahan bahan makanan menjadi MTG dapat menjadi penyediaan produk industri yang akan dijadikan tempat praktik. Dan dengan tingginya daya terima masyarakat pada MTG, maka akan mendorong peningkatan produksi baik di rumah tangga, di sekolah, tempat industri, maupun di tempat lain yang juga dapat berakibat terhadap dampak perekonomian yang meningkat. Ini sesuai dengan hasil penelitian Sudianto (2006) tentang optimalisasi pembelajaran muatan lokal dan relevansinya dengan kebutuhan lapangan kerja bahwa dibutuhkan peningkatan efektivitas dan relevansi antara institusi pendidikan dengan dunia industri baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, tahap evaluasi maupun layanan pasca sekolah.

Dukungan kebijakan pemerintah dapat memberikan arah dan capaian sebuah program kegiatan yang akan dilaksanakan terutama tentang pelestarian budaya daerah (Napu 2010). Oleh karena itu dalam perda tentang mulok ilmu gizi berbasis MTG dapat diatur pula tempat-tempat produksi MTG, hiburan/rekreasi, hotel, restoran, kantin dan tempat lainnya menjadi ajang promosi atau bahkan menunjang pelaksanaan pembelajaran. Dengan tersedianya sarana pembelajaran mulok, maka masyarakat akan termotivasi dan dapat mengaktualisasikan ide- idenya tentang MTG dan berkonsekuensi pada sektor ekonomi.

4. Kesiapan Pemerintah Daerah

Kesiapan daerah dinilai berdasarkan prioritas strategi yang dilakukan, dengan melibatkan para stakeholders berdasarkan metode AHP yang menghasilkan bobot yang digunakan untuk menilai kesiapan pemerintah daerah (pemda) dalam pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Bobot tersebut akan digunakan sebagai pengkali terhadap skor penilaian masing-masing kriteria yang telah disusun sesuai dengan hierarki pada metode AHP (Yulianis, 2009). Lebih lanjut, bahwa setiap aspek kriteria memiliki indikator penilaian dengan rentang skor 0 - 100. Secara keseluruhan, maka tingkat kesiapan pemerintah daerah tersebut dinilai berdasarkan empat faktor penentu dan 13 kriteria pendukung seperti telah dijabarkan sebelumnya. Lihat Tabel 94, 96. Pemberian nilainya dilakukan selain melalui wawancara, juga pengamatan dan penggunaan dokumen yang ada.

Menurut Yulianis (2009) bahwa dalam menggunakan cut off point untuk mengkategorikan tingkat kesiapan pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

168

skor ≤ 70 kategori belum siap; skor 71 - 80 kategori cukup siap; skor 81 - 90

kategori siap dan ≥90 kategori sangat siap. Total nilai kesiapan pemerintah dalam

kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG adalah 71,95. maka kesiapan pemerintah dalam pengembangan mulok ilmu gizi berbasis MTG masuk dalam kategori cukup siap.

Tabel 96 memperlihatkan bahwa tidak sedikit skor yang dimiliki pada masing-masing aspek yang dinilai di bawah dari skor 75. Ini memang masih terkendala oleh dasar hukum pelaksanaan mulok ilmu gizi berbasis MTG yang baru berdasarkan kesepakatan kerja sama antara Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo. Tetapi yang menarik adalah skor kerja sama lintas sektor dan lintas program menunjukkan 75, artinya keterlibatan dan tingkat koordinasi atau jalinan komunikasi cukup baik. Selanjutnya potensi industri MTG ini juga belum menjadi prioritas pihak perindustrian karena bukan menjadi program utama demikian disampaikan oleh pejabat institusi tersebut yang didukung oleh data. Sementara Provinsi Gorontalo terkenal dengan program unggulannya berupa peningkatan produksi jagung yang diketahui sebagai salah satu bahan dasar pembuatan MTG. Keterlibatan institusi perindustrian yang masih belum berfokus pada MTG merupakan pendukung rendahnya skor yang diperoleh dalam menilai kesiapan pemerintah daerah.

Tabel 96 Penilaian kesiapan pemerintah daerah dalam pengembangan mulok ilmu gizi berbasis MTG

No. Aspek yang dinilai Bobot Skor Total

A. Infrastruktur 18.86

1 Terdapatnya institusi yang menangani 0.09 100 8.75

2 Ada kebijakan dan program aksi 0.09 75 7.00

3 Tersedianya anggaran pendukung program dari APBD dan APBN 0.06 50 3.11

B Peran Stakeholders 34.37

1 Pemerintah daerah 0.18 100 17.80

2 Swasta 0.10 50 4.76

3 Akademisi 0.10 75 7.42

4 Tokoh Masyarakat 0.09 50 4.40

C. Potensi Pengembangan Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG 8.75

1 Potensi pembelajaran ilmu gizi /kesehatan 0.06 50 3.19

2 Potensi pelestarian dan pengembangan budaya Gorontalo (khusus MTG) 0.05 50 2.25

3 Potensi industri MTG 0.03 25 0.74

4 Daya terima masyarakat 0.03 100 2.57

D. Sinergisme Program 9.98

1 Kerja sama lintas sektor 0.08 75 6.08

2 Kerja sama lintas program 0.05 75 3.90

169

Simpulan

Hasil analisis kebijakan yang meliputi perumusan permasalahan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG, peramalan masa depan dan rekomendasi maka mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG membutuhkan payung hukum berupa peraturan daerah tentang pelaksanaan pembelajaran mulok sebagai dasar untuk menjamin keberlangsungan di tingkat para stakeholders maupun dalam proses pembelajaran di sekolah.

Mata pelajaran mulok ini ternyata diyakini memberikan peningkatan pengetahuan ilmu gizi/kesehatan, dapat meningkatkan upaya pelestarian dan pengembangan budaya khususnya MTG dan menjadi salah satu upaya dalam memutus mata rantai permasalahan gizi/kesehatan khususnya yang disebabkan oleh makanan.

Hasil evaluasi faktor internal terhadap alternatif strategi pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan total nilai 2,715. Ini menunjukkan bahwa upaya kebijakan mata pelajaran mulok tersebut di atas nilai rata-rata (2,5) dalam menggunakan kekuatan dan meminimalisir kelemahan; Sementara untuk hasil evaluasi faktor eksternal diperoleh total nilai yang dibobot sebesar 2,71 juga di atas rata-rata (2,50), ini menunjukkan bahwa stakeholders berada di atas rata-rata dalam usahanya menjalankan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman.

Melalui AHP, prioritas faktor penentu ada 4 dengan bobot tertinggi adalah peran stakeholders (0,46), kemudian infrastruktur (0,243), disusul oleh potensi pengembangan mulok (0,164) dan sinergisme program (0,133). Kriteria pendukung, bobot prioritas tertinggi adalah peran pemerintah sebagai stakeholders yang mempunyai kewenangan wilayah, termasuk dalam membuat kesinambungan pelaksanaan kebijakan tersebut. Selanjutnya ini penting ditopang oleh akademisi, swasta serta masyarakat. Analisis melalui AHP juga memutuskan prioritas strategi dalam pengembangan kebijakan mulok ini dan diperoleh bahwa urutan prioritas kepentingannya yang pertama adalah peraturan daerah (perda) dengan bobot 0,352, kemudian kinerja lembaga dan kapasistas SDM sebesar 0,277, disusul oleh komitmen, peran dan kemitraan antara stakeholders sebesar 0,214 dan prioritas kepentingan yang keempat adalah pengembangan sarana pembelajaran mulok dengan bobot 0,157.

Saran

Agar upaya ini dapat berkesinambungan, maka pentingnya transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi secara formal, non formal dan informal yang dapat dilakukan melalui pembelajaran tersebut diantaranya melalui guru mulok sehingga hasil-hasil penelitian ataupun temuan di institusi pendidikan atau institusi penelitian dapat terimplikasi sampai ke masyarakat yang diawali dari peserta didik. Selanjutnya secara teknis isi dari pembelajaran mulok tersebut penting untuk dikembangkan karena masih sangat terbatas ruang lingkupnya.

Oleh karena permasalahan makanan adalah tidak terlepas dari semua unsur kehidupan di alam ini, dan budaya bangsa Indonesia kaya dengan makanan tradisional sebagai identitasnya, maka pembelajaran tentang ilmu gizi/kesehatan

170

berbasis makanan tradisional kiranya dapat menjadi upaya bersama di seluruh Indonesia yang sangat penting dipayungi secara nasional seperti halnya pelestarian dan pengembangan makanan tradisional di Jepang yang telah diatur melalui undang-undang.

Daftar Pustaka

Benson T, Minot N, Pender J, Robles M, Braun J. 2013. Information to guide policy responses to higher global food prices: The data and analyses required Original Research Article Food Policy, Vol. 38: 47-58.

Bungin B. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Verian Kontemporer. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

David FR. 2009. Manajemen Strategi Konsep. Budi IS. Penerjemah; Rahoyo S.Editor. Jakarta: Salemba empat. Terjemahan dari Strtegic Management: Concept and Cases.

[DINKES] Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. 2007. Laporan Tahunan Seksi Gizi Dinkes Provinsi Gorontalo.

Dwiriani CM, Rimbawan, Riyadi H, Martianto D. 2011. Pengaruh Pemberian Zat Multi Gizi Mikro dan Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan Gizi, Pemenuhan Zat gizi dan Status Besi Remaja Putri. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol.6 No.3: 171-177.

Djogo T, Sunaryo, Suharjito D, Sirait M. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. Bogor: ICRAF.

Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Fauzi AM, Rahmawakhida A, Hidetoshi Y. 2010. Kajian Strategi Produksi Bersih di Industri Kecil Tapioka: Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 18. No. 2: 60-65.

Harsono. Pengelolaan Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah (Studi Kasus di Dua SMP Negeri Kota Surakarta). Eksplanasi Vol. 4. No. 8: 170-182.

Hasim, Sapei A, Budiharsono S, Wardiatno Y. 2012. Analisis Dimensi Kelembagaan untuk Keberlanjutan Pengelolaan Danau Limboto Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Agropolitan Vol. 5 No. 1: 636-650

Ikhsan S. Aid A. 2011. Analisis SWOT untuk Merumuskan Strategi Pengembang- an Komoditas Karet di Kabupaten Pisau, Kalimantan Tengah. Jurnal Agribisnis Perdesaan Vol. 1. No. 3: 166-177.

Iqbal M. 2007. Analisis Peran Pemangku Kepentingan dan Implementasinya dalam Pembangunan Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. Vo. 26 No. 3:89- 99.

Kasmaini. 2009. Muatan Lokal dalam Perspektif KBK di SDN Kecamatan Muara Bangkahulu Bengkulu. Jurnal Kependidikan Triadik. Vol. 12. No.1: 25-32. Mariana D. 2010. Otonomi Daerah dan Inovasi Kebijakan. Governance Vol. 1.

No. 1: 13-20.

Martianto D, Briawan D, Ariani M, Yulianis N. 2009. Percepatan Diversivikasi Konsumsi Pangan Berbasis Pangan Lokal: Persfektif Pejabat Daerah dan Strategi Pencapaiannya. Jurnal Gizi dan Pangan Vol. 4 No. 3: 123– 31.

171

Martono. 2001. Pembelajaran Kerajinan Menurut Kurikulum Muatan Lokal si SLTP Penyelenggara Program Keterampilan Kerajinan di Yogyakarta. Majalah Ilmiah Kependidikan. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negri Yogyakarta. Th. XX No. 4:249-259.

Mubah AS. 2011. Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi. Jurnal Unair Vol. 24. No. 4: 302-308.

Napu A. 2007. Konsep Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Gorontalo. Gorontalo. Di dalam: Pertemuan Lintas Sektor dalam Kajian Penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah Gorontalo di Hotel Milana Limboto Tanggal 17 Juni 2007.

Napu A. 2010. Penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah Menyehatkan dan Melestarikan Budaya Bangsa: Pembelajaran tentang Gizi, Kesehatan dan Kepemilikan Budaya). Jurnal Ilmiah Agropolitan Vol. 3. No. 2: 320-326.

Nasir M. 2009. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.

Nurmianto E, Nasution AH. 2004. Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT. Jurnal Teknik Industri. Vol. 6. No. 1; 47-60. Rangkuti F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisni. Reorientasi

Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Acad 21. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Rifma. 2007. Kemampuan Kepala Sekolah dalam Melaksanakan Tugas Sebagai Supervisor di SMP N Kabupaten Pasaman Barat. Forum Pendidikan Universitas Negeri Padang. Vol. 32 No. 2: 119-126.

Sedianto M. 2006. Optimalisasi Pembelajaran Muatan Lokal dan Relevansinya dengan Kebutuhan Lapangan Kerja pada Pendidikan Dasar 9 Tahun. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 7. No. 2: 109-113.

Tanziha I. 2010. Analisis Perencanaan Ketersediaan Pangan Berdasarkan Daya Dukung Pangan Wilayah untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Pangan di Kabupaten Lebak. Jurnal Ilmiah Agropolitan 3; 320-335.

Yufiarti. 2009. Pelaksanaan Program Pendidikan Muatan Lokal Berorientasi Keterampilan di SMP Lampung. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 10 No. 1:42- 46.

Yulianis N. 2009. Persepsi Pemangku Kepentingan tentang Percepatan Diversifikasi Konsumsi Pangan Berbasis Pangan Lokal di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Tengan dan Sulawesi Ternggara dan Strategi Pencapaiannya [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjan Institut Pertanian Bogor.

172