• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontoversi Teks Karya Ibn ‘Arabî mengenai Keimanan Fir‘awn

JIK16' 5''LLL

KRITIK TEOLOGIS TERHADAP IBN ‘ARABÎ

B. Kontoversi Teks Karya Ibn ‘Arabî mengenai Keimanan Fir‘awn

Setelah melakukan pengamatan, penulis menemukan pernyataan Ibn ‘Arabî yang variatif dan kontrakdiktif pada kitab al-Futûhât. Ia membicarakan tentang keimanan dan kekufuran Fir‘awn pada kitab ini lebih kurang pada enam pernyataan dalam empat bab yang berbeda. Untuk lebih lengkap akan diuraikan sebagaimana berikut.

Pertama, pada bab ke-62 disebutkan,

''''. ' [15' $ﺝ:fA'F' 1/ '"N' [I,'sr $t'aﺏ -' $5:S9/ ' F€

'''''' ) Eﻥ '0l)E1/'>;ﺏ$ﺏ:/ 'H2q '+95'0/ k5- ' $2:E,'3 'HI2' :RZC9/

''+)2

3

L

Dan orang-orang yang berdosa ada empat golongan semuanya berada di dalam neraka dan tidak akan pernah keluar darinya. Pertama adalah golongan mutakabbirûn (orang-orang yang sombong) terhadap Allah, seperti Fir‘awn dan orang-orang yang serupa dengannya yakni orang yang menyatakan aspek rubûbiyyah (ketuhanan) pada dirinya dan menafikannya dari Allah.245

Kedua, ia menyebutkan pada bab ke-167,

''''''''"N'+A7lE9/ '+5'@1, 'OR*'@;B2'7*

c2

R6-'•

''''''@)ﻥ- '0)/' *' 5

'' 1N :))?-'a))5'0))C9Q '$))ﺝ:1/' ))[ﺏ' ))1N:2'0))/'u:<))ﺏ'>))9I,'"))[N'+A7l))E9/ '+))5

245'Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 1 h. 455.

'''' *'.ﺙ' 15

:ﺝ-•

c;S1ﻥ' $;/ N

'•

'0Q '‚R*'OR*'_:<RN

''+)9/' $ZC/'cﻥ7Rﺏ

>A•'cEIP

'•

>5M2'>A•' 7Tﺏ'"6hA'+9/'] S1/ ' $ZC/'"1TA

L

Allah berfirman: "Sungguh engkau telah berbuat durhaka sebelumnya, dan kamu telah menjadi246 orang yang berbuat kerusakan." (Q. S. Yûnus: 91) yakni berbuat kerusakan terhadap pengikutmu, Allah tidak berfirman: "Engkau adalah di antara orang-orang yang berbuat kerusakan" karena firman-Nya di atas merupakan kabar gembira bagi Fir‘awn, kita mengetahuinya agar kita mengharapkan rahmat-Nya, walaupun terdapat kesalahan dan dosa kita.

Kemudian Dia berfirman: "Maka pada hari (engkau ditenggelamkan) Kami membebaskan engkau..." (Q. S. Yûnus: 92) maka Allah memberikan kabar gembira kepada Fir‘awn sebelum pencabutan nyawanya. (Ayat selanjutnya:) "...dengan jasadmu agar menjadi tanda (âyah) bagi orang setelahmu." (Q. S. Yûnus: 92) yaitu agar kebebasan tersebut menjadi tanda bagi orang setelahmu.247

Ia melanjutkan,

''''''''/'0ﻥ 9AW' -'F 'aE6:A'F']:P~ ' hﺏ' -'>A~ '"N' 5

''")N' 9ﻥW 'OR=A'.

'''''''''''''''''$)*'FW'0)CAƒ ' )Q'")N'+)5•' W'0)ﺏ' „)ﻥ'+)92'aE6:A'F' ;ﻥ7/ ' hﺏ' -'>A~

'''0/$=N'zﻥ$A

'•

'''''''cﻥ7)Rﺏ'c);S1ﻥ' $;/ )N

'•

'''''''7)* ' : )Dﺏ'FW'J)ITCA'F' e)T/ ' W

'''''''''0);N' $)9/ ' B)N'{ ﺏ e)2' :)x/ ' 7)Cﺏ' )ZN' eT/ '+5'06 Sﻥ'JIf/ '@A

-'N'>;B))T5' ))[IIfC6'.))/'>))|A:ﺏ'>B))/ P'] [))8

''$)) 'O))92'OX))N-'H))I2'@X))R=

'''''''''.6 $f/ )ﺏ' )92d '3 '>)9Q '+)5'7Q-'(1=A'F'HCQ'c/ 'O,' 9AF ﺏ'…EIC/

01t ﺏ'"N' $SA'3 ﺏ' 9AF ' „A'.IN

L

Pada ayat tersebut tidak disebutkan bahwa adzab akhirat tidak dihilangkan dan tidak pula disebutkan bahwa iman Fir‘awn tidak diterima. Ayat di atas "Maka pada hari (engkau ditenggelamkan), Kami membebaskanmu..." menunjukkan adzab tidaklah berhubungan melainkan dengan zhahiriahmu (Fir‘awn). Jasadnya telah diperlihatkan kepada makhluk setelahnya dengan kebebasan dari adzab.

Penenggelamannya merupakan adzab, sehingga kematian menjadi saksi murni yang melepaskannya dari kedurhakaan. Maka nyawanya dicabut dalam keadaan amal yang paling utama, yaitu pernyataan iman. Semua itu menunjukkan agar tidak ada seorang pun yang berputus asa dari rahmat Allah, karena amalan dinilai ketika di akhir usia. Iman kepada Allah masih senantiasa bertempat di dalam jiwanya.248

Ketiga, pada bab ke-198 disebutkan,

246'Dengan

fi‘l al-mâdhî (kata kerja yang telah berlalu) yaitu kata " ". 247 Ibn ‘Arabî,

al-Futûhât, v. 3 h. 416. 248'Ibn ‘Arabî,

'.[;N'_ 2 -' ,' 92'02$ﺝ:ﺏ'05$*'.IT;/' $2:N'c/eﺏ'.I2hN

'0ﻥ-'+5

'c/ 'Ok5'aEﻥ' 5 ' hR/ '>Aƒ '712'+5•'0ﻥ\N'3 'H/W'_:5hN'HI2d '.[ﺏ

zﻥ$A' $*'FW' ;ﻥ7/ ' e2'012'aN:N' 9AF

L

Maka Fir‘awn menyatakan (keimanan) agar kaumnya mengetahui pertobatannya dari apa yang ia nyatakan kepada mereka bahwa dirinya sebagai tuhan yang maha tinggi. Maka perihal Fir‘awn tersebut kembali kepada Allah, karena ia beriman ketika telah melihat adzab. Namun iman pada saat itu tidaklah bermanfaat. Oleh karena itu, adzab dunia dihilangkan darinya kecuali kaum Yûnus.249

Keempat, masih pada bab yang sama disebutkan pernyataan yang berbeda,

' $6$9A'+Ae/ '+5'$ 'F

_:5hN' E,'.

' *' 9/ 'H/ T6'3 'H/W'

'3

cﻥ7Rﺏ'c;S1ﻥ' $;/ N'0/

•LL

Dan Fir‘awn bukanlah termasuk orang yang mati dalam keadaan kafir, namun urusannya kembali kepada Allah. Ini dikarenakan ada ayat, "Maka pada hari ini (ditenggelamkan) Kami bebaskan engkau" (Q. S. Yûnus: 92).250

Kelima, pada bab yang sama ia mengatakan,

'''''''' ),' )5 ' 9Aj ﺏ' $2:E/'3 '7[8'7=N

'''''")N' 7B)/ ﺏ'7)Qd'7[<);/'3 '

''''''''{: )t'0)IR*' ),' -'3 '0)IR=N'HB2' 9N'0ﻥ 9AW'7Tﺏ '0ﺏ'0A SA 'F-'_7;Q$6

-{:;[K6'0/MlG'0*:G' ZN'OlCxA' -'0;I2'gﺝ '.I?-' W'{:N ,'

'L

'''''>A•'cEIP'+9/'+A$ZC/'cﻥ7Rﺏ'c;S1ﻥ' $;/ N

'•

'''''' e)[N'zﻥ$)A' $)*' ),' )9,

$ﺹ$5' 9AW

L

Sungguh Allah telah menyaksikan keimanan Fir‘awn. Dan Allah tidaklah menyakasikan kebenaran seseorang dalam tauhidnya, melainkan Dia membalasnya dengan keimanan tersebut dan setelahnya. Maka Fir‘awn tidaklah mendurhakai Tuhannya, sehingga Tuhan menerima jika hatinya benar-benar suci. Dan Seorang yang kafir jika masuk Islam maka ia mesti mandi, maka penenggelaman Fir‘awn merupakan "mandi" dan "penyucian" baginya, sebagaimana firman-Nya "Maka Allah mengambilnya" pada saat ditenggelamkan...

...Allah berfirman: "Maka pada hari ini (ditenggelamkan) Kami bebaskan engkau dengan jasadmu..." Sama halnya dengan kaum Yûnus. (Jika seandainya sama) maka ini adalah iman yang sampai (mawshûl)."251

Keenam, pada bab ke-341 disebutkan,

249'Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59. 250 Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59. 251'Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.

'''05$*' :xN

''''''>)A•'0)ﻥ 9AW' $)[†'7)12'0)5$*' '0ﻥ7Rﺏ' $2:N' Sﻥ '>A•

''''''''''''' $)ZC/'c)5$*' '")1TA'cﻥ7)Rﺏ'c);S1ﻥ' $;/ )N' )*' -'_ )RTﺏ'3 '>9Q '+9N

''''''''''' \)N'_: )Dﺏ' -'0)ﻥ7Rﺏ'3 '0);S1A' -'3 )ﺏ'+)5•'+)9/'>5M2' -'>A•'cEIP'+9/

aﻥ $9/ 'u$*-'.IT/ ' d' :</ '+5'] S1/ ﺏ'{ †$E^5' „A'./'01t ﺏ

L

Allah menenggelamkan kaumnya, tetapi Dia membebaskan Fir‘awn dengan jasadnya ketika ia menampakkan keimanannya sebagai tanda. (Demikian itu) merupakan di antara rahmat Allah kepada hamba-Nya sebagaimana firman-Nya, "Maka pada hari ini (ditenggelamkan) Kami bebaskan engkau dengan jasadmu..." yaitu selain kaummu, "...agar menjadi tanda (ayah) bagi orang setelahmu." (Q. S. Yûnus: 92) artinya bahwa demikian adalah tanda bagi orang yang beriman kepada Allah yang membebaskan Fir‘awn dengan jasadnya atau dengan zhahiriahnya. Adapun batinnya senantiasa dipelihara dengan kebebasan dari syirik, karena pengetahuan (dalam batin) lebih kuat dari larangan zhahir..."252

Pada pernyataan yang pertama disebutkan bahwa Fir‘awn merupakan golongan mutakabbirûn yang berada di dalam neraka dan tidak akan pernah keluar darinya. Ini menunjukkan kesepakatan Ibn ‘Arabî dengan konsensus ulama Sunnî, bahwa Fir‘awn merupakan "penghuni tetap" neraka selama-lamanya.

Namun demikian, kita akan menemukan pernyataan lain yang bertentangan dengan yang pertama di atas. Pada pernyataan ke-2 disebutkan dalam menjelaskan surat Yûnus: 91, bahwa ayat tersebut merupakan kabar gembira bagi Fir‘awn. Juga disebutkan bahwa ayat di atas tidak menyebutkan bahwa adzab akhirat dihilangkan dari Fir‘awn dan tidak juga disebutkan bahwa imannya tidak diterima. Kemudian di akhir penukilan ke-2 di atas disebutkan bahwa nyawa Fir‘awn dicabut dalam keadaan amal yang paling mulia, yaitu pernyataan iman.

Pernyataan yang ke-2 di atas terlihat beberapa kerancuan alur berpikir yang menurut penulis tidak mungkin terjadi pada seorang Syaykh Akbar sekaliber Ibn ‘Arabî. Pada kutipan ke-3 dan ke-4 lebih terlihat lagi kerancuan alur pemikiran tersebut. Pada bab yang sama yaitu bab ke-198 disebutkan, "Perihal Fir‘awn tersebut kembali kepada Allah, karena ia beriman ketika telah melihat adzab. Namun iman 252'Ibn ‘Arabî,

pada saat itu tidaklah bermanfaat".253 Kalimat ini merupakan penolakan terhadap pernyataan iman Fir‘awn, karena ia baru menyatakannya setelah melihat adzab. Kemudian pada paragraf yang sama juga disebutkan, "...Dan Fir‘awn bukanlah termasuk orang yang mati dalam keadaan kafir, namun urusannya kembali kepada Allah. Ini dikarenakan ada ayat, "Maka pada hari ini (ditenggelamkan) Kami bebaskan engkau..." (Q. S. Yûnus: 92)."254 Kalimat ini mengindikasikan sikap skeptis dengan metode tawaqquf; menyerahkan perkara Fir‘awn kepada Allah. Sebuah sikap yang berasal dari interpretasi terhadap ayat yang memang membuka celah untuk dipahami seperti itu.

Adapun pada pernyataan ke-5 tetapi masih pada bab ke-198 tidak hanya sikap

tawaqquf, namun dengan terang-terangan disebutkan bahwa Fir‘awn bukanlah durhaka kepada Allah, dan imannya diterima atau sampai (mawshûl). Bahkan terdapat tafsir yang ganjil dengan menyebutkan bahwa penenggelaman Fir‘awn merupakan "mandi" secara maknawi baginya, karena seorang kafir yang masuk Islam mesti mandi.255 Pernyataan ke-6 tidak jauh berbeda, karena menguatkan sisi keimanan Fir‘awn.

Apabila diperhatikan secara teliti, maka jelas sekali terdapat kerancuan. Ini dikarenakan pada satu halaman terdapat tiga sikap yang berbeda, pertama sikap penolakan terhadap iman Fir‘awn dengan mengatakan bahwa imannya tidak bermanfaat, karena ia beriman pada saat melihat adzab. Kedua, sikap tawaqquf

dengan menyerahkan urusan Fir‘awn kepada Allah. Ketiga, sikap terang-terangan dengan menyatakan bahwa iman Fir‘awn diterima (mawshûl).

Dengan demikian, penisbahan satu pendapat dan sikap saja kepada Ibn ‘Arabî merupakan tidaklah cukup, mengingat terdapat kontradiksi pada teks-teks yang 253 Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.' 254'Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59. 255'Ibn ‘Arabî, al-Futûhât, v. 4 h. 59.

disandarkan kepadanya. Ini dikarenakan seandainya semua pernyataan tersebut mengandung tiga sikap bersumber dari Ibn ‘Arabî sekaligus, maka hal itu menunjukkan sikap inkonsisten yang tidak bisa dimaklumi. Bahkan tergolong kepada

fallacy pemikiran yang biasa disebut dengan sufastha'iyyah; sebuah istilah negatif untuk orang yang tidak berpendirian. Sikap pertama yang menolak keimanan Fir‘awn dan menetapkannya kekal dalam adzab neraka Jahanam mengisyaratkan bahwa Ibn ‘Arabî memiliki konsensus yang sama dengan Sunnî lainnya. Hal ini karena ulama Sunnî telah menyepakati bahwa Fir‘awn kekal dalam neraka.

Namun ketika memperhatikan sikap kedua maka terkesan Ibn ‘Arabî adalah orang yang skeptis. Jika dinilai dengan sikap ketiga maka terkesan Ibn ‘Arabî adalah seorang penganut aliran kebatinan, karena ia menerima iman Fir‘awn dari sisi batinnya saja, sehingga menginterpretasikan ungkapan "penenggelaman" pada ayat di atas dengan "mandi" maknawi bagi seorang kafir yang masuk Islam.

Namun demikian, penisbahan tiga pendapat yang berbeda, tetapi bertentangan dalam waktu yang sama kepada satu orang merupakan suatu keganjilan yang tidak diterima oleh akal sehat. Kenyataan ini menguatkan asumsi bahwa terjadi penyisipan pada literatur Ibn ‘Arabî. Oleh karena itu, penulis mencoba mencari komparasi dari tokoh-tokoh sufi lain yang menjadi pengikut dan pembela Ibn ‘Arabî, seperti Imam al-Sya‘rânî dalam kitab al-Yawâqît wa al-Jawâhir. Ia menjelaskan petualangan keilmuannya menyelami kitab al-Futûhât dan karangan Ibn ‘Arabî yang lain. Al-Sya‘rânî menceritakan:

Dan semua perkataan yang menyalahi zhahiriah syariat dan mayoritas ulama yang dinisbahkan kepadanya merupakan sisipan (madsûs) terhadapnya, sebagaimana dikabarkan oleh pembimbing spiritualku: Abû Thâhir al-Maghribî yang tinggal di Makkah. Ia memperlihatkan kepadaku naskah asli

al-Futûhât yang telah ia terima (dari gurunya) sesuai dengan naskah yang ditulis oleh Syaykh Ibn ‘Arabî di kota Konya. Aku tidak melihat dalam naskah

tersebut sesuatu yang telah membuatku tawaqquf dan menghapusnya (dari naskah yang kuperoleh sebelumnya) saat dahulu meringkas kitab tersebut.256 Kemudian al-Sya‘rânî menjelaskan pada tempat yang lain bahwa di antara penisbahan yang tidak benar kepada Ibn ‘Arabî adalah pernyataannya mengenai penerimaan iman Fir‘awn. Al-Sya‘rânî menegaskan bahwa hal itu hanyalah mengada-ada dan dusta.257 Ini dikarenakan al-Sya‘rânî juga menemukan data yang sama dengan teks telah kami nukilkan di atas.

Ketika membicarakan mengenai neraka, al-Sya‘rânî kembali menegaskan bahwa pernyataan mengenai penerimaan iman Fir‘awn merupakan pendustaan terhadap Ibn‘Arabî. Ini dikarenakan ia telah menegaskan sendiri (pada al-Futûhât bab ke-62) bahwa Fir‘awn adalah ahli neraka yang kekal di dalam neraka. Al-Sya‘rânî beralasan sebagaimana sebelumnya bahwa demikian itu adalah sisipan terhadap kitabnya. Atau sebab lain, lanjut al-Sya‘rânî, seandainya benar penisbahan tersebut tentu ia hanya mengikuti pendapat Abû Bakr al-Baqillânî murid al-'Asy‘arî. Namun al-Sya‘rânî menegaskan kembali di akhir pembahasannya, bahwa para ulama telah sepakat bahwa iman Fir‘awn tidak diterima. Lalu ia berkata: "Maka janganlah engkau menukilkan bahwa Syaykh Muhyi al-Dîn (Ibn ‘Arabî) menyatakan bahwa iman Fir‘awn diterima, sehingga menyalahi ijma‘..."258

Berdasarkan hal tersebut, penulis memberikan pertimbangan dalam menjelaskan pendapat Ibn ‘Arabî yang sebenarnya. Pertimbangan pertama, sangat tidak layak tokoh agung sekaliber Ibn ‘Arabî memiliki pendapat rancu yang ia tulis pada satu kitab, bahkan pada satu halaman. Seandainya pendapat-pendapat yang berbeda tersebut ditulis pada dua kitab yang berbeda, maka ada kemungkinan terdapat pendapat lama (qadîm) dan baru (jadîd) sebagaimana yang terjadi pada Imam

256'Al-Sya‘rânî, al-Yawâqît, v. 1 h. 9. 257'Al-Sya‘rânî, al-Yawâqît, v. 1 h. 17. 258'Al-Sya‘rânî, al-Yawâqît, v. 2 h. 465.

Syâfi‘î. Dalam konteks Fir‘awn, kontradiksi pendapat pada persoalan ini terjadi pada satu kitab, dan diikuti satu kitab yang lain; yaitu Fushûsh. Di dalam Fushûsh ia juga menyerahkan hakikat permasalahan ini kepada Allah. Bahkan ia menyebutkan bahwa sebenarnya para ulama tidak mempunyai sandaran argumentasi yang pasti mengenai ini.259 Sedangkan di dalam literatur lain seperti Rûh al-Quds, Ibn ‘Arabî menyebutkan bahwa Fir‘awn akan mendapatkan siksaan yang luarbiasa di neraka berbanding terbalik dengan tingkat kenikmatan yang diperoleh nabi yang diingkarinya.260

Pertimbangan kedua, tidak ada ulama sezaman dengan Ibn ‘Arabî yang menuduh atau sekedar mengritisinya mengenai Fir‘awn. Bahkan Imam Fakhr al-Dîn al-Râzî pengarang tafsir besar Mafâtîh al-Ghayb tidak pernah mengritisi Ibn ‘Arabî. Seandainya ada tentu ia dan ulama lainnya akan melancarkan kritikan, karena tradisi kriktik telah membudaya di kalangan mereka. Namun sebaliknya, justeru Fakhr al-Dîn diberi nasehat oleh Ibn ‘Arabî sebagaimana terdapat dalam Majmû‘ al-Rasâ'il Ibn ‘Arabî.261 Berbeda halnya dengan Ibn Taymiyyah, ketika ia menyampaikan pendapatnya yang menyalahi konsensus ulama atau mayoritas seperti pernyataannya bahwa neraka akan binasa, maka para ulama pada zamannya langsung memberikan kritikan. Seperti kritikan yang dilancarkan oleh Taqî Dîn Subkî, Tâj Dîn al-Subkî, Badr al-Dîn bin Jamâ‘ah, dan Taqî al-Dîn al-Hushnî.

Pertimbangan ketiga, penemuan al-Sya‘rânî terhadap naskah asli al-Futûhât

yang diberikan oleh Abû Thâhir al-Maghribî.262 Berdasarkan penuturannya, tidak ditemui di dalam naskah tersebut pernyataan yang membuatnya ragu sebelumnya yaitu ungkapan-ungkapan nyeleneh, termasuk mengenai keimanan Fir‘awn.

259 Ibn ‘Arabî, Fushûsh al-Hikam, h. 197.

260 Ibn ‘Arabî, Ruh al-Quds, h. 105. 261 Ibn ‘Arabî, Risâlah, h. 10.' 262'Al-Sya‘rânî, al-Yawâqît, v. 1 h. 7.

Pertimbangan keempat, penarikan dan pembatalan al-Baqâ‘î terhadap kritikan yang ia kemukakan pada kitab Tanbîh al-Ghabî di akhir hayatnya. Informasi ini dikutip oleh al-Sya‘rânî. Sekaligus pembelaan al-Suyûthî terhadap Ibn ‘Arabî dalam kitabnya Tanbîh al-Ghabî fî Tabarru'ah Ibn ‘Arabî sebagai antitesis terhadap kitab al-Baqâ‘î yang telah menyebar di Mesir.263

C. Kritik terhadap Pandangan Ibn ‘Arabî mengenai Kenabian dan Kewalian