• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontroversi Seputar Novel dan Film Perempuan

BAB III GAMBARAN UMUM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

D. Kontroversi Seputar Novel dan Film Perempuan

perlawanan Anissa, seorang santriwati terhadap pengekangan perempuan di pesantren. Dalam film itu, Anissa berkata Islam tidak adil terhadap perempuan. Film menampilkan diskriminasi terhadap perempuan yang dilakukan ulama dengan dalih agama, seperti perempuan tidak boleh jadi pemimpin, perempuan tidak boleh naik kuda, perempuan tidak perlu berpendapat dan perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa disertai muhrimnya. Setting film ini rentang tahun 1980-an hingga 1998.

Hal inilah yang memicu adanya kontroversi ditengah masyarakat pada saat itu. Salah satunya adalah Imam besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub menyerukan agar film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini diboikot. Bagi Ali Mustafa Yaqub yang juga menjadi Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), ada dua hal yang menyakitkan umat Islam mengajarkan yang tidak sesuai perkembangan zaman, misalnya, seorang perempuan tidak boleh keluar rumah untuk belajar dan sebagainya sesuai dengan mahromnya dan sebagainya itu. Kedua, penggambaran salah tentang pesantren. “Pencitraan tentang pesantren sangat disayangkan sekali, bahkan saya berani mengatakan itu bukan hanya merusak citra saja tapi memfitnah itu,” kata pemimpin Pondok Pesantren Daarus Sunna tersebut.5

5

Brawijaya Forum, Imam Besar Istiqlal Serukan Boikot Film Perempuan Berkalung Sorban, artikel diakses pada tanggal 02 Maret 2010 dari http: //forum.brawijaya.ac.id/index. Php?action=vthread&forum=67topic=2940, pada pukul 15.30 wib

Tetapi disamping itu ada pula yang setuju dengan penayangan film ini, salah satunya adalah Siti Musdah Mulia (Dosen UIN Syarif Hidayatullah sekaligus Staf ahli Departemen Agama), beliau tidak setuju dengan seruan boikot film Perempuan Berkalung Sorban. Ia menilai film itu justru mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan mengatasnamakan agama.6

Musdah Mulia mengaku, membenarkan film ini mengangkat realitas. Dalam prakteknya seperti itu, sebagai umat Islam kita tidak suka agama kita membelenggu perempuan, ketinggalan zaman. Tapi pada kenyataannya masih banyak yang seperti itu. Musdah menghimbau umat Islam sebaiknya tidak gampang marah bila mendapat kritik atas praktek diskriminasi perempuan yang mengatasnamakan agama. Umat Islam harus jujur dan mengakui selama ini ada tokoh agama atau ulama yang sering mengajarkan pandangan yang salah tentang hak dan kewajiban perempuan Islam.

Semua ini berawal dari sebuah novel yang ditulis oleh Abidah El- Khalieqy dengan judul yang sama dengan filmnya. Novel yang pertama kali dirilis pada tahun 2001 ini sejak semula memang ditulis sebagai media alternatif pemberdayaan perempuan, sosialisasi isu gender, dan hak-hak reproduksi di kalangan pesantren. Yang disokong oleh dua lembaga yakni Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF) dan Ford Foundation.

Namun Abidah menanggapinya dengan santai, Abidah mengatakan “kalau mereka mau membaca dan menonton PBS secara serius, tidak akan

6

Kontroversi film Perempuan Berkalung Sorban, artikel diakses pada tanggal 03 Maret 2010 dari http://genenetto.blogspot.com/2009/02/kontroversi-film-perempuan-berkalung.html, pada pukul 16.30 wib

49

muncul anggapan dan kesan-kesan semacam itu. Mungkin malah sebaliknya, ditengah arus politik dan budaya global yang ruwet di negri ini, masih ada generasi muslim yang peduli dengan masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakatnya. Karena sesungguhnya apa yang telah dianggap kontroversi dalam film PBS itu memiliki makna yang sama dengan apa yang ingin disampaikan oleh film itu sendiri. Artinya, anggapan-anggapan yang salah tentang ajaran Islam yang melarang perempuan naik kuda, keluar rumah, mencari ilmu dan lain-lain tindakan yang berdifat misoginis (tidak berpihak pada perempuan) itu berupaya diluruskan baik dalam novel maupun filmnya.

Memang jika kita melihat sepotong-sepotong dari film itu, atau menyitir dialog-dialog tokoh tanpa mendengar jawaban tokoh lain yang diajak dialog, atau hanya mendengar komentar orang tanpa menontonnya sendiri, tidak akan menangkap dengan jelas pesan apa sebenarnya yang hendak disampaikan. Barangkali kita perlu menjernihkan pikiran, bahwa logika dalam karya seni itu tidak berbanding lurus dengan logika sehari-hari. Karena jika kita menggunakan logika sehari-hari dalam melihat karya seni dapat dianggap menyimpang atau menyeleweng dari kenyataan.

Jauh sebelum diadakannya film PBS ini, novelnya sudah di launchingkan di Hotel Radison Yogyakarta (10/3/2001), yang dihadiri oleh Kyai, Nyai dan intelektual muda dari berbagai pesantren di Jawa Tengah dan DIY. Abidah mengakui bahwa “kritikan-kritikan itu memang ada. Tapi kritikan itu berjalan tegak, tidak berjalan miring seperti yang sekarang diterima oleh Hanung. Bahkan dalam dunia maya, novel PBS juga

mendapatkan kritikan. Terutama mereka yang membaca novel ini, dan bersikap abai terhadap hak-hak reproduksi perempuan. atau mereka yang memahami kodrat perempuan sebagai makhluk yang berada dibawah laki-laki. Padahal makna kodrat perempuan ialah hamil, melahirkan dan menyusui. Maka jika ada perempuan yang menolak ketiga hal itu, bolehlah dianggap menyimpang dari kodratnya. Jadi selama menggunakan nalar dan bukan semata emosi yang ditonjolkan, pro dan kontra terhadap sebuah karya seni itu harus disikapi sebagai sesuatu yang wajar.”tutur Abidah.7

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa perempuan adalah manusia yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Sebagai manusia ia lahir dengan naluri untuk sukses dan terus maju dalam kehidupan yang ditempuhnya. Posisi perempuan yang selama ini menjadi manusia nomor dua akan mengebiri dan menindas perempuan. Kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan kecerdasan diri akan membentur sekat-sekat budaya yang telah dikontruksikan oleh masyarakat. Kebebasan untuk tumbuh ini belum tampak diberikan oleh orang tua kepada perempuan. Kalaupun ada hanyalah bersifat semu dan sesaat. Perempuan diperbolehkan sekolah dan kuliah namun masih dibatasi geraknya untuk keluar rumah mencari aktivitas. Sejarah perempuan sangat menyedihkan harus dibunuh jiwa kreatifitasnya oleh orang-orang yang melindunginya secara berlebihan. Akibatnya, perempuan serasa lumpuh dan tidak bisa mengakses kemajuan. Mengubah cara pandang atau pikiran adalah membohongi sekat-sekat ketidakadilan

7

Wawancara pribadi dengan Abidah El Khalieqy melalui email di

51

dalam struktur pemahaman masyarakat. Selama ini perempuan dininabobokkan oleh pandangan bahwa perempuan ada di balik kesuksesan suami. Akibatnya, perempuan bergantung sepenuhnya dibawah ketiak laki- laki tanpa mau mengambil peran penting dalam wilayah publik.8

E. Profil Penulis Novel Perempuan Berkalung Sorban Abidah el-Khalieqy