• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTROVERSI TENTANG NASIKH MANSUKH

Dalam dokumen KULIAH ULUMUL QUR’AN (Halaman 188-193)

n âsiKh m ansûKh

B. KONTROVERSI TENTANG NASIKH MANSUKH

Menurut jumhur ulama, naskh adalah suatu hal yang dapat diterima oleh akal dan benar-benar terjadi pada hukum syara'. Argumen jumhur ulama adalah sebagai berikut:

1. Perbuatan-perbuatan Allah SWT tidak terikat dengan tujuan. Menjadi hak Allah untuk memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan menghapusnya dengan larangan pada waktu yang lain. Dia Yang Maha Mengetahui kemashlahatan hamba- hamba-Nya.

2. Nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah menunjukkan boleh dan terjadinya naskh, antara lain:

)101( ... ٍةَيآ َن َكَم ًةَيآ اَنادَب اَذِإَوْ

"Dan apabila Kami mengganti suatu ayat di tempat ayat yang lain…" (Q.S. An-Nahl 16:101)

)106( ... اَهِلْثِم ْوَأ اَهْنِم ٍ ْرَ ِب ِتْأَن اَه ِسْنُن ْوَأ ٍةَيآ ْنِم ْخ َسْنَن اَم

"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya…" (Q.S. Al-Baqarah 2: 106)

7 Az-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân i ‘Ulûm Al-Qur’an…, II: 73-76. Lihat juga Mannâ’ al- Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur’an…, hlm. 232-233.

،ٌ َبُأ اَنُؤَرْقَأ " :ُهْنَع ُها َ ِضَر ُرَمُع َلاَق : َلاَق ، ٍساابَع ِنْبا ِنَع

َا : ُلوُقَي اًيَبُأ انَأ َكاَذَو ،ٍ َبُأ ِلْوَق ْنِم ُعَدَ

َن اانِإَو ،ٌ ِلَع اَناَضْقَأَو

َلاَق ْدَقَو ." َمالَسَو ِهْيَلَع ُها اى َص ِها ِلوُسَر ْنِم ُهُتْعِمَس اًئْيَش ُعَدَأ

]106 :ةرقبا[ }اَه ِسْنُن ْوَأ ٍةَيآ ْنِم ْخ َسْنَن اَم{ :ىاَعَت ُهاَ

"Diriwayatkan dari Ibn 'Abbas RA, 'Umar berkata: "Yang paling Qari' di antara kami adalah Ubay, dan yang paling Qadhi' adalah 'Ali, walaupun demikian kami meninggalkan sebagian perkataan Ubay, karena dia berkata: "Aku tidak akan tinggalkan sedikitpun apa yang aku dengar

dari Rasulullah SAW, padahal Allah 'Azza wa jalla berirman: ""Ayat

mana saja yang Kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya…." (H.R. Bukhâri)

Pendapat yang berbeda dengan jumhur dikemukakan oleh Abu Muslim al-Ashfahâni (w. 322 H) Menurut dia naskh dapat diterima oleh akal tapi tidak boleh terjadi menurut syara'. Naskh dalam Al- Qur'an tidak boleh terjadi karena hukum Allah SWT tidak ada yang

batil untuk selamanya, sebagaimana irman Allah SWT:

ٍميِكَح ْنِم ٌليِ

ْزَت ِهِفْلَخ ْنِم َاَو ِهْيَدَي ِ ْنَب ْنِم ُلِطاَ ْبا ِهيِتْأَي اَ

)42( ٍديِ َم

"Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha

Bjaksana lagi Maha Terpuji." (Q.S. Fushilat 41: 42)

Bagi al-Ashfahâni, ayat-ayat naskh dibawa kepada takhshîsh.

Sementara itu kaum Syi'ah Raidhah berlebihan dalam

menggunakan naskh dan membolehkan al-bada8 bagi Allah SWT.

8 Al-bada dalam bahasa Arab mempunyai dua pengertian yang berdekatan. Pertama, tampak setelah tersembunyi. Kedua, timbulnya pendapat baru padahal sebelumnya tidak ada pendapat tersebut. Kedua pengertian itu mustahil bagi Allah karena punya konsekuensi makna ada sifat jahl bagi Allah sebelum ilmu. Lihat az-Zarqâni, Manâhil

Mereka berargumen dengan ucapan-ucapan yang dinisbahkan kepada Ali secara dusta dan palsu. Dan juga mereka berargumen

dengan menggunakan irman Allah:

)39( ِباَتِكْلا ُمُأ ُهَدْنِعَو ُتِبْثُيَو ُءاَشَي اَم ُها اوُحْمَي

"Allah menghapuskan apa yang dia kehendaki dan menetapkan (apa yang dia kehendaki)…." (Q.S. Ar-Ra'du 13: 39) 9

Para ulama yang menerima naskh berbeda-beda juga dalam kadar penerimaan. Ada yang terlalu mudah menetapkan naskh bagi ayat-ayat yang kelihatannya bertentangan (ta'ârudh) tanpa berusaha memastikan bahwa ta'ârudh itu memang bersifat hakiki sehingga tidak bisa dikompromikan sama sekali. Dengan demikian, jumlah ayat-ayat yang dinasakh sangat banyak sekali.

As-Suyûthi dalam al-Itqân mengutip pendapat bahwa surat- surat yang di dalamnya ada nâsikh dan mansûkh ada 25 Surat. Surat- surat yang ada nâsikh saja ada 6 Surat, yang ada mansûkh saja ada 40 Surat. Berarti hanya 43 Surat yang tidak ada nâsikh atau mansûknya10.

Alangkah banyaknya naskh dalam Al-Qur'an.

As-Suyuthi memberikan contoh-contoh naskh dalam beberapa Surat, antara lain sebagai berikut:

Surat Al-Baqarah 184 mansûkhah dengan Al-Baqarah 185:

)184( ... ٍنِكْسِم ُماَع َط ٌةَيْدِف ُهَنوُقيِطُي َنيِ اذا َ َىَو ...

"…dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka

tidak berpuasa) membayar idyah, (yaitu): memberi makan seorang

miskin..." (Q.S. Al-Baqarah 2: 184)

)185( ... ُهْم ُصَيْلَف َرْه اشلا ُمُكْنِم َدِهَش ْنَمَف ...

al-‘Irfân i ‘Ulûm Al-Qur’an…, II: 76-77.

9 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur’an…, hlm.235-236.

10 Al-Hâizh Jalâl ad-Dîn Abd Ar-Rahmân As-Suyûthi,, Al-Itqân i ‘Ulûm Al-Qur’an,

"…Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…" (Q.S. Al-Baqarah 2: 185)

Surat Al-Baqarah 217 mansûkhah dengan At-Taubah 36:

)217( ... ٌرِبَك ِهيِف ٌلاَتِق ْلُق ِهيِف ٍلاَتِق ِماَرَْحا ِرْهاشلا ِنَع َكَنوُلَأ ْسَي

"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar…" (Q.S. Al- Baqarah 217)

)36( ... ًةاف َك َنِكِ ْشُمْلا اوُلِتاَقَو ...

"…dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya…" (Q.S. At-Taubah 9: 36)

Surat Al-Baqarah 284 mansûkhah dengan Al-Baqarah 286:

... ُها ِهِب ْمُكْبِساَ ُي ُهوُفْت ْوُ

َأ ْمُك ِسُفْنَأ ِف اَم اوُدْبُت ْنِإَو ...

)284(

"… dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu." (Q.S. Al-Baqarah 2: 284)

)286( ... اَهَعْسُو اِإ اًسْفَن ُها ُفا

ِلَكُي َا

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…" (Q.S. Al-Baqarah 2: 286)

Surat Ali 'Imrân 102 mansûkhah dengan Surat At-Taghâbun 6:

ْمُتْنَأَو اِإ انُتوُمَت ا

اَو ِهِتاَقُت اقَح َها اوُقاتا اوُنَمآ َنيَِ

ذا اَهُيا

أاَيَ

)102( َنوُمِلْسُم

'Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam…" (Q.S. Ali 'Imrân 3:102)

)16( ... ْمُتْع َطَتْسا اَم َها اوُقاتاَف

"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu …(Q.S. At-Taghâbun 64: 16)

Beberapa contoh di atas cukuplah untuk menggambarkan bahwa memang sebagian ulama terlalu mudah memutuskan adanya nâsikh mansûkh sebelum menyelidiki lebih mendalam apa memang ada ta'ârudh haqîqi antara dua ayat tersebut. Contoh yang terakhir dikutip di atas misalnya belum memenuhi syarat untuk dinyatakan nâsikh mansûkh, karena kedua-keduanya tidak betul- betul bertentangan. Ayat pertama (Ali 'Imrân 102) adalah perintah bertaqwa yang bersifat umum, sementara ayat yang kedua (At- Taghâbun 16) adalah ketentuan khusus apabila tidak mampu bertaqa sepenuhnya.

Dalam Tafsîr Al-Manâr dijelaskan bahwa ada yang mengira Surat Ali 'Imrân 102 mansûkhah dengan Surat At-Taghâbun 16. Ibn Jarîr meriwayatkan dari Ibn Mas'ûd bahwa yang dimaksud dengan perintah bertaqwa benar-benar bertaqwa itu adalah, Allah ditaati sepenuhnya tidak boleh durhaka sedikitpun; Allah diingat sepenuhnya tidak boleh dilupakan sedikitpun; dan nikmat dari Allah disyukuri sepenuhnya tidak boleh kufur sedikitpun.11

Dan Ibn Abi Hâtim meriwayatkan dari Sa'id ibn Jubair, setelah turun Ali 'Imrân 102 tersebut para sahabat berusaha keras untuk melaksanakannya, sampai ada yang mendirikan shalat hingga bengkak tumitnya dan luka keningnya, lalu turun Surat At- Taghâbun 16 memberikan keringanan (bertaqwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu atau sekuat tenagamu), menasakh Ali 'Imrân 102 sebelumnya. Muhammad Rasyîd Ridhâ dan juga

11 " ُرَفْكُي َاَف َرُكْشُيَو ، َسْنُي َاَف ُرَكْذُيَو َصْعُي َاَف َعا َطُي ْنَأ " Lihat As-Sayyid Muhammad Rasyîd Ridhâ,Tafsîr Al-Qur’an al-Hakim (Tafsir al-Manâr) (Beirut: Dâr al-Fikr, 1973.), jilid 4, hlm. 16.

gurunya Muhammad Abduh menolak nâsikh mansûkh antara dua ayat ini. 12

Menurut Rasyîd Ridhâ, kalau dipahami seperti yang diriwayatkan dari Ibn Mas'ûd di atas, maka itu berarti Allah SWT memberi tugas kepada umat-Nya sesuatu yang tidak sanggup dikerjakan (

ُقاَطُي َااَم ِفيِلْكَت ْنِم) dan hal itu sesuatu yang terlarang.

Dengan demikian tidak ada nâsikh mansûkh antara dua ayat tersebut. Bagi Rasyîd Ridhâ, kedua ayat itu tidak bertentangan apabila dipahami dengan lebih mendalam. Kedua ayat itu memerintah- kan untuk berusaha sungguh-sungguh bertaqwa sehingga tidak meninggalkan sedikitpun usaha yang dapat dilakukan (

اًئْي َش اَهْنِم ِعا َطَتْسُمْلا َنِم اوُكُ ْتَت َا اتَح ىَوْقاتا ِف اوُغِلاَب

).13

Begitu juga contoh-contoh yang lain yang telah disebutkan di atas, apakah memang benar-benar ada pertentangan antara masing-masing ayat tersebut sehingga harus ditetapkan sebagai nâsikh mansûkh? Atau masih bisa dikompromikan14 sehingga

kedua-duanya dapat diamalkan? Tentu tidak pada tempatnya di sini untuk membahas satu persatu. Yang penting, apabila setelah dikaji secara mendalam memang benar-benar ada pertentangan yang tidak bisa dipertemuakan antara dua ayat barulah diputuskan bahwa ayat yang satu menasakh ayat yang lain. Dengan demikian nâsikh mansûkh ditetapkan lebih selektif.

C. MACAM-MACAM NASKH DALAM DALAM AL-QUR'AN

Dalam dokumen KULIAH ULUMUL QUR’AN (Halaman 188-193)