• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN ASBABUN NUZUL

Dalam dokumen KULIAH ULUMUL QUR’AN (Halaman 131-134)

a sBaBun n uzul

A. PENGERTIAN ASBABUN NUZUL

Secara etimologis asbâbun (

بابسأ

) adalah bentuk jamak dari sabab (

ببس

) dengan arti sebab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebab adalah hal yang menyebabkan sesuatu; lantaran; karena dan (asal) mula. 1 Nuzûl artinya turun, sedangkan turun adalah bergerak

dari atas ke bawah; bergerak ke tempat yang lebih rendah daripada tempat semula.2

Jika dihubungkan dengan Al-Qur’an, turun harus dipahami secara majâzi (metaforis), bukan hakiki, yaitu

راهظإا

(menampakkan) atau

ماعإا

(memberitahukan) atau

ماهفإا

(memahamkan).3 Dengan

pemahaman secara metaforis tersebut Nuzûl Al-Qur’an berarti peroses penampakan, pemberitahuan dan pemahaman Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.

Dengan demikian secara terminologis, yang dimaksud dengan asbabun nuzul4 adalah hal yang menjadi sebab turunnya satu ayat,

1 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 790. 2 Kamus Besar Bahasa Indonesia..,.hlm. 976.

3 Muhammad ‘Abd al-Azhîm az-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân i ‘Ulûm Al-Qur’an (Beirut: Dâr ‘Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.t.), Jld I, hlm. 34. Lihat juga Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 48.

4 Dalam bagian ini penulis tetap menggunakan istilah asbabun nuzul (dalam bentuk jamak), sekalipun ada saat seharusnya menyebutnya dalam bentuk tunggal

kelompok ayat atau satu surat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Hal yang menjadi sebab itu bisa suatu peristiwa yang terjadi pada masa Nabi atau pertanyaan yang diajukan kepada beliau.

Dalam bentuk pristiwa misalnya, apa yang diriwayatkan oleh Bukhâri dari jalur ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbâs bahwasanya Hilâl ibn Umayyah mengadukan kepada Rasulullah SAW bahwa isterinya berzina dengan Syârik ibn Samhâk, lalu Nabi memintanya menunjukkan bukti dengan menghadirkan empat orang saksi. Kalau tidak, justru punggung Hilâl yang akan dicambuk. Hilâl menyatakan kepada Nabi, apakah jika seseorang mendapatkan isterinya sedang berzina dengan seorang laki-laki, dia harus pergi mencari saksi terlebih dahulu? Nabi tetap dengan keputusannya, yaitu apabila Hilâl tidak dapat menghadirkan empat orang saksi, maka justru dia sendirilah yang akan dihukum. Karena tidak dapat berbuat apa-apa lagi, maka Hilâl berharap Allah akan menurunkan ayat yang akan membebaskan dirinya dari hukuman karena dia merasa benar. Hilâl berkata: “Demi Allah, Dzat yang mengutus engkau dengan haq, sesungguhnya aku benar dan mudah-mudahan Allah menurunkan sesuatu yang menghindarkanku dari hukum cambuk”. Maka turunlah Jibril AS membawa surat An-Nûr 6-9 sebagai petunjuk bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah seperti ini.5 Allah SWT berirman:

ْمُه ُسُفْنَأ اِإ ُءاَدَهُش ْمُها

َل ْنُكَي ْمَلَو ْمُهَجاَوْزَأ َنوُمْرَي َنيِ اذاَو

)6( َنِقِدا اصلا َنِمَل ُهانِإ ِهاِب ٍتاَداَهَش ُعَبْرَأ ْمِهِدَحَأ ُةَداَهَشَف

ُ

أَرْدَيَو )7( َنِبِذَكْلا َنِم َنَك ْنِإ ِهْيَلَع ِها َةَنْعَل انَأ ُةَسِماَْخاَو

(sababun nuzul), karena dalam buku-buku berbahasa Indonesia sudah populer istilah asbabun nuzul, sekalipun untuk tunggal. Karena sudah dianggap bagian dari istilah yang diindonesiakan, maka menulisnya pun tidak dengan huruf miring sebagaimana menuliskan istilah asing.

5 Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat- ayat Al-Qur’an (Bandung: Diponegoro, 1985), hlm. 343 dan lihat juga az-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân i ‘Ulûm Al-Qur’an...I:111.

َنِبِذ

َكْلا َنِمَل ُهانِإ ِهاِب ٍتاَداَهَش َعَبْرَأ َدَهْشَت ْنَأ َباَذَعْلا اَهْنَع

)9( َنِقِدا اصلا َنِم َن َك ْنِإ اَهْيَلَع ِها َب َضَغ انَأ َةَسِماَْخاَو )8(

“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la›nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah, sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang- orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” (Q.S. An- Nûr 24: 6-9)

Dalam bentuk pertanyaan misalnya apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarîr dan Ibnu Ishâq dari Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbâs, bahwa pendeta-pendeta Yahudi di Madinah mengatakan kepada utusan Quraisy yang datang menemui mereka: “Tanyakanlah kepada Muhammad tentang tiga hal. Jika ia tidak dapat menjawabnya, maka ia hanyalah orang yang mengaku-ngaku jadi Nabi. Tanyakanlah kepadanya tentang pemuda-pemuda zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi pada mereka, karena cerita tentang pemuda itu sangat menarik. Tanyakanlah kepadanya tentang seorang pengembara yang sampai ke Masyriq dan Maghrib dan apa pula yang terjadi padanya. Dan tanyakan pula kepadanya tentang ruh, apakah ruh itu?” Ketika utusan Quraisy menanyakan hal itu kepada Nabi, beliau menjawab: “Aku akan menjawab apa yang kalian tanyakan itu besok.” Besok wahyu tidak turun menjawab pertanyaan tersebut, bahkan Nabi menunggunya sampai 15 malam, Jibril pun tidak datang membawa wahyu. Nabi sedih dan tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy.

Pada suatu ketika datanglah Jibril membawa Surat Al-Kahi ayat 9-26 menjawab semua pertanyaan mereka tentang Ashhâb al-Kahi,

menegur Nabi karena telah menjanjikan sesuatu tanpa menyatakan

insya Allah. Allah SWT berirman:

ُها َءا َشَي ْنَأ اِإ )23( اًدا

َغ َكِلَذ ٌلِعاَف ِيِإ ٍءْ َشِل انَلوُقَت َاَو

ْنِم َبَرْقَ

ِأ ِبَر ِنَيِدْهَي ْنَأ َسَع ْلُقَو َتيِسَن اَذِإ َكابَر ْرُكْذاَو

)24( اًد َشَر اَذَه

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi”, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah", dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”. (Q.S. Al-Kahi 18:

23-24)6

Perlu djelaskan di sini bahwa tidak semua ayat-ayat Al-Qur’an

diturunkan karena ada peristiwa yang terjadi atau pertanyaan yang diajukan. Ada ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT sejak semula tanpa terkait dengan sebab-sebab khusus, semata memberikan petunjuk kepada umat manusia untuk menuju kebenaran. Ayat-ayat tanpa asbabun nuzul ini merupakan bagian terbesar dari ayat-ayat Al-Qur’an.7

Dalam dokumen KULIAH ULUMUL QUR’AN (Halaman 131-134)