• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inflasi Daerah

3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi

Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kelembagaan yang ditunjukkan oleh bertambahnya TPID di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi Sulawesi

Selatan secara aktif terus mendorong pembentukan TPID di Daerah Tingkat II (DATI II) agar koordinasi dan harmonisasi program pengendalian harga di Sulsel berjalan semakin baik. Tercatat hingga triwulan laporan, telah terbentuk 22 (dua puluh dua) TPID di tingkat kabupaten/kota (Tabel 3.3). Jumlah tersebut bertambah dari angka pada triwulan I 2014 yang tercatat sebanyak 18 TPID. Ke-18 kabupaten/kota yang telah memiliki TPID pada triwulan sebelumnya adalah Makassar, Parepare, Palopo, Bone (Watampone), Bulukumba, Soppeng, Pangkep, Tana Toraja, Sinjai, Maros, Takalar, Barru, Enrekang, Luwu Timur, Bantaeng, Wajo, Jeneponto, dan Toraja Utara. Selanjutnya, empat kabupaten/kota yang membentuk TPID selama periode triwulan laporan adalah Selayar, Pinrang, Sidrap, serta Luwu Utara.

Selama triwulan II 2014, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi baik di tingkat wilayah, provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), selain melakukan Rakorwil Pertama TPID

2014 pada 14 April 2014 di Makassar untuk membahas langkah penguatan kelembagaan dan sosialisasi awal slogan TPID Sulampua, juga telah dilakukan Rakorwil Kedua TPID 2014 pada 14 Mei 2014 di Palu. Rakorwil Kedua tersebut lebih khusus membahas isu konektivitas antardaerah dengan mengundang pihak Pelindo sebagai narasumber. Di tingkat provinsi, TPID Provinsi Sulbar telah menyelenggarakan high level meeting pada 25 Juni 2014 dalam rangka memperkuat kelembagaan di tingkat DATI II serta diseminasi informasi harga komoditas utama kepada masyarakat. Sementara itu, koordinasi di tingkat kabupaten/kota dilakukan sebanyak dua kali di Zona Bulukumba yaitu rapat teknis pada 19 Mei 2014 serta high level meeting pemantauan pergerakan harga barang saaat Lebaran pada 12 Juni 2014.

Tabel 3.3. Perkembangan TPID Tingkat Kabupaten dan Kota Menurut Zona

No Nama Zona Kabupaten/Kota Belum Memiliki TPID

1 Zona Palopo Palopo, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara,

Toraja Utara, Tana Toraja Luwu

2 Zona Parepare Parepare, Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru -

3 Zona Bone Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai -

4 Zona Bulukumba Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Selayar - 5 Zona Makassar Makassar, Pangkep, Maros, Gowa, Takalar Gowa

BAB 3 INFLASI DAERAH

38 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014 Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder

Boks 2.A. Peningkatan Intensitas Koordinasi TPID se-Sulsel

Sepanjang tahun 2014, kelembagaan TPID semakin berkembang. Kabupaten dan Kota se-Sulsel terlihat antusias membentuk TPID kab/kota. Hingga akhir triwulan II 2014, sudah terbentuk 22 TPID kab/kota, dari 24 Kab/Kota se-Sulsel. Dan untuk meningkatkan efektivitas koordinasi, Pemprov. Sulsel beserta KPw BI Wilayah I – Sulampua berinisiatif membagi TPID Kab/Kota se-Sulsel menjadi 5 zona atas dasar kota inflasi, lokasi antar TPID, dan keseimbangan sebaran wilayah administratif.

Sejak kemunculan TPID Sulsel, koordinasi yang lebih intens selalu digelar menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Tahun ini adalah kali keenam. Diawali dengan surat Gubernur Sulsel selaku pengarah TPID Sulsel, kepada 24 bupati/walikota se-Sulsel pada tanggal 26 Mei 2014 sebagai antisipasi Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok Menghadapi Puasa, Pilpres, dan Idul Fitri Tahun 2014 di Sulsel. Perintahnya adalah melakukan koordinasi pelaku usaha/asosiasi, aktif melakukan kunjungan ke pasar tradisional/gudang pengecer/sentra distribusi, mengintensifkan pemantauan pasokan dan harga kebutuhan pokok, menyiapkan jalur distribusi alternatif apabila ada hambatan transportasi, menyelenggarakan pasar murah minimal 2-3 kali, dan membentuk dan mengintensifkan posko kebutuhan pokok, dalam rangka memberikan informasi kepada masyarakat.

Menindaklanjuti instruksi Gubernur, selanjutnya dilakukan pertemuan koordinasi menjelang Ramadhan. Koordinasi untuk lebih memastikan terjaminnya pasokan/stok, kelancaran distribusi, dan sekaligus komunikasi menghadapi ekspektasi permintaan saat Ramadhan/Idul Fitri 1435 H. Gubernur Sulsel mengumpulkan Bupati dan Dinas Perindustrian/Perdagangan di 24 Kabupaten/Kota, Bank Indonesia, anggota TPID, Asosiasi distributor, Kadin, perbankan, Pertamina, dan Pelindo pada tanggal 18 Juni 2014. Kesimpulannya, stok Aman untuk beras hingga 28 bulan, gula hingga 5 bulan, terigu hingga 4 bulan, migor hingga 3 bulan, sementara daging dan telur hingga 3 bulan.

Gambar 1. Rapat Koordinasi Gubernur Sulsel beserta jajaran Muspida dan Kepala BI Wilayah I

Gambar 2. Koordinasi TPID Zona Bulukumba oleh Bupati Bulukumba beserta Deputi Kepala BI Wilayah I dan Edukasi Keuangan

Sementara di level teknis, menindaklanjuti himbauan Gubernur, TPID Sulsel melakukan koordinasi dan monitoring ke TPID Zona Bulukumba. Zona Bulukumba terdiri dari TPID Kabupaten Bulukumba, TPID Kabupaten Bantaeng, TPID Kabupaten Jeneponto, dan TPID Kabupaten Selayar. Zona Bulukumba dipilih karena Bulukumba sebagai kota inflasi yang baru, mengalami inflasi tinggi mencapai 14,5% (yoy) hingga Mei 2014. Koordinasi se-zona Bulukumba tanggal 12 Juni 2014, dipimpin langsung oleh Bupati Bulukumba, H. Zainuddin Hasan dan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I, Causa Iman Karana, serta Sekda Kabupaten Sinjai sebagai TPID berprestasi Tahun 2013. Pengukuhan Kabupaten Sinjai sebagai TPID berprestasi dilakukan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) V Tim Pengendalian Inflasi Tahun 2014 di Jakarta pada 21 Mei 2014.

Hasil identifikasi awal, pengendalian inflasi di Bulukumba masih terkendala faktor-faktor non struktural yang berlangsung secara persisten. Komoditas ikan-ikanan tergantung penentuan harga jual dan lokasi penjualan oleh nelayan pemilik kapal (punggawa). Kuatnya jaringan punggawa, mendorong pengentasan masalah mengalami kendala. Hingga saat ini, kemiskinan masih terjadi pada nelayan penggarap. Punggawa lebih bankable, sehingga kredit perbankan justru disalurkan kepada punggawa, bukan nelayan penggarap. Oleh karena itu, secara paralel di waktu yang berbarengan diselenggarakan pula Edukasi Keuangan dan Gerakan Indonesia Menabung kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Kelompok Tani/Nelayan Kabupaten Bulukumba. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 10 PPL dan 100 nelayan di Kabupaten Bulukumba.

BAB 3 INFLASI DAERAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014 Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 39

Boks 2.B. Mengurai Permasalahan Logistik: Isu Mendasar Wilayah Indonesia Timur

Tekanan inflasi di wilayah Indonesia Timur seperti yang sudah banyak diketahui dan sering menjadi bahan diskusi adalah hambatan di bidang logistik, sehingga mengakibatkan level harga barang kebutuhan masyarakat menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah Indonesia Barat. Dengan level harga yang tinggi, membentuk pendapatan masyarakat yang jauh dibawah rata-rata Indonesia. Menyadari kompleksnya isu ditinjau dari aspek perlunya koordinasi antar instansi, maka TPID sebagai wadah koordinasi antara Pemda, Instansi Pemerintah, dan Bank Indonesia, melalui Rakorwil TPID Sulampua, turut berkontribusi positif melalui pembahasan intensif dan akan ditindaklajuti berbagai rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan kepada masing-masing pemangku kebijakan untuk ditindaklajuti.

Gambar 1. Suasana Rakorwil II Tahun 2014

Rakorwil TPID Sulampua yang ke-2 2014 yang diselenggarakan di Palu adalah menindaklajuti salah satu rekomendasi Rakorwil ke-1 2014 di Makassar, yaitu perlunya pemetaan permasalahan logistik. Pelaksanaan Rakorwil pada 13 Mei 2014, mengundang PT. Pelindo IV, operator utama kepelabuhanan di wilayah Sulampua, serta seluruh TPID Prov/Kab/Kota se-Sulampua, diselenggarakan di Kota Palu dengan pertimbangan sebagai salah satu gerbang logistik yang melayani wilayah timur Indonesia selain Makassar. Kegiatan Rakorwil II Tahun 2014 TPID Sulampua, dibuka oleh Gubernur Sulawesi Tengah disampingi oleh Kepala KPw BI Wilayah I, Direktur Utama Pelindo IV, dan Direktur Operasional (Alif Abadi) Pelindo IV, serta Syahbandar Pelabuhan Sulteng.

Tantangan logistik di Sulampua cukup berat. Dari kacamata PT. Pelindo IV, wilayah Sulampua yang terdiri atas pulau-pulau, kondisi logistik kelautannya memiliki beberapa tantangan kuat antara lain, ketidakseimbangan muatan (jumlah muatan dari wilayah timur ke wilayah barat relatif rendah sedangkan arah sebaliknya besar), kapal yang digunakan umunya kapasitas kecil sehingga nilai ekonomisnya berkurang, biaya investasi pembangunan infrastruktur yang tinggi, profit yang relatif kecil sehingga kurang menarik bagi investor, serta waktu tunggu kapal di pelabuhan yang lama. Selain itu, di kawasan timur, terdapat banyak angkutan peti kemas yang membutuhkan trailer yang panjang sehingga muatan harus dibongkar dulu di dalam pelabuhan dalam wujud cargo.

Armada internasional telah melayani pengiriman barang secara langsung dari Sulampua. Dirut PT Pelindo IV menyampaikan berita positif, yaitu sejak 14 April 2014 pengiriman barang dari Bitung dapat langsung menuju Malaysia, tanpa harus melalui pelabuhan di Surabaya/Jakarta. Pengiriman dilakukan oleh MAERSK Line, perusahaan pelayaran yang berkantor pusat di Copenhagen, Denmark. Pengiriman akan dilakukan sebulan dua kali dengan rute dari Papua Nugini ke Bitung lalu ke Tanjung Pelepas di Johor, Malaysia.

BAB 3 INFLASI DAERAH

40 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014 Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder

Pengembangan kegiatan operasional terus menerus dilakukan oleh Pelindo IV. Direktur Operasional Pelindo IV menyampaikan pengembangan pelabuhan yang akan dilakukan ke depan antara lain, (1) Process excellence and improving port performance (tahun 2013-2014) dengan meningkatkan service level, melakukan perbaikan hard&soft infrastruktur, dan meningkatkan koordinasi pengelolaan tenaga kerja bongkar muat (TKBM); (2) Growing throughput and port development (tahun 2015-2016) antara lain keterhubungan antara jalur utama dan jalur pendukung antara lain melakukan transshipment service (mengurangi jumlah muatan yang transit di Jakarta dan Surabaya dengan mengalihkan ke pelabuhan di Makassar, Bitung dan Ambon) dan menawarkan kepada perusahaan pelayaran untuk menggunakan pelabuhan di KTI sebagai homebase; serta (3) Global terminal and quantum leap (tahun 2017-2018): meningkatkan fasilitas untuk bisa melayani lebih banyak kapal, menambah kapasitas dermaga, dan mengirimkan sumber daya manusia untuk belajar di pelabuhan luar negeri.

Armada laut untuk komoditas khusus belum tersedia. Syahbadar Sulteng menyampaikan bahwa hingga April 2014, terdapat 13.938 unit kapal niaga, dimana 87% dimiliki oleh perusahaan angkutan laut nasional (pemegang SIUPAL) dan 13% dimiliki oleh perusahaan angkutan laut khusus (pemegang SIOPSUS). Pemerintah akan mendorong adanya angkutan sapi antar pulau. Saat ini, tidak adanya asuransi untuk pengiriman sapi antar pulau, dan belum ada kapal nasional & sistem bongkar muat khusus pengangkut sapi antar pulau.

Rekomendasi Rakorwil II Tahun 2014 TPID Sulampua mengharapkan permasalahan dapat terurai. Rekomendasi peserta Rakorwil II Tahun 2014 TPID Sulampua antara lain, (1) pengiriman barang dari Makassar – Singapura dilakukan secara langsung; (2) pengkajian pembangunan pelabuhan dan transportasi angkutan laut di Sulampua sebaiknya dilihat dari sisi ekonomi, dan pertimbangan keuntungan jangan menjadi prioritas; (3) Sebaiknya dividen oleh PELINDO antara kawasan barat Indonesia (KBI) dengan kawasan timur Indonesia (KTI) dibedakan, sehingga PELINDO akan lebih tertarik untuk melakukan investasi di KTI; (4) Dalam rangka menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, peran dari Balai Karantina perlu ditingkatkan untuk menghindari pemberlakuan hambatan non tarif (technical barriers) dari negara lain sehingga produk Indonesia dapat diterima di negara tersebut. Untuk itu diperlukan fasilitas CIQ (Custom Immigration Quarantine) di pelabuhan; (5) Struktur biaya terbesar di salah satu pelabuhan ialah biaya TKBM dikarenakan adanya monopoli oleh salah satu pihak. Diusulkan untuk mendorong adanya kompetisi sehingga dapat menurunkan biaya TKBM; serta (6) untuk itu mengatasi permasalahan logistik, diperlukan dukungan dari pemerintah pusat, antara lain agar alokasi APBN untuk pembangunan infrastruktur harus diprioritaskan untuk KTI. Kementerian Perhubungan diharapkan mampu mendorong terciptanya jalur kereta api di Sulawesi sehingga mengurangi ketergantungan terhadap angkutan laut, serta adanya integrasi moda transportasi yang menghubungkan pelabuhan dan kawasan industri.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014 Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 41

4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Bab 4

Sistem Keuangan dan