• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN

6.3 Korelasi Kualitas Tidur dengan NKP

Prevalensi gangguan kualitas tidur dan nyeri kepala yang tinggi pada remaja pada

penelitian ini menunjukkan pentingnya diketahui hubungan antara kedua hal tersebut.

kualitas tidur buruk mengalami NKP. Jumlah yang tinggi tersebut menunjukkan

kemungkinan bahwa kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan timbulnya NKP

pada remaja. Uji statistik menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kedua

kualitas tidur dengan NKP.

Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan nyeri yang tersering dialami oleh

remaja. Menurut data National Health Interview Survey, lebih dari 90% remaja usia

11-21 tahun di Amerika serikat sering mengeluh nyeri kepala dalam jangka waktu 12

bulan.

Gangguan tidur merupakan keluhan yang sangat sering pula dialami oleh remaja

dan biasanya menyertai NKP. Nyeri kepala dapat timbul saat tidur, saat bangun tidur,

dan kemungkinan berhubungan dengan stadium tidur. Kualitas tidur buruk dan durasi

tidur yang tidak adekuat seringkali mencetuskan nyeri kepala. Walaupun tidur sering

terganggu pada remaja yang mengalami NKP, sangat sedikit penelitian terutama yang

berbasis populasi yang menerangkan bagaimana hubungan antara keduanya. Beberapa

penelitian sebelumnya melaporkan adanya kesulitan untuk memulai tidur, sering

terbangun pada malam hari, terbangun terlalu cepat, dan mengantuk berlebihan pada

siang hari. Data-data mengenai karakteristik NKP meliputi intensitas, durasi, dan

frekuensi yang berhubungan dengan kebiasaan tidur masih kurang. Hal ini didukung

oleh penilaian gangguan tidur yang menggunakan metode yang berbeda-beda (Gilman

dkk, 2007).

Suatu penelitian yang mencari hubungan antara insufisiensi tidur dengan NKP

kebutuhan tidur yang seharusnya. Hal ini didukung oleh laporan dari National Sleep

Foundation tahun 2006 yang menunjukkan 45% remaja tidak berhasil mendapatkan

tidur optimal tiap malam. Penelitian lain melaporkan bahwa 85% penderita NKP

memilih tidur untuk meredakan nyeri kepalanya (Gilman dkk, 2007; Yagihara dkk,

2012).

The Third Nord-Trøndelag Health Study merupakan penelitian berbasis populasi

yang dilakukan di Norwegia melaporkan adanya hubungan antara gangguan tidur

dengan NKP. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penderita dengan NKP kronik

(terutama migren kronik) berisiko mengalami gangguan tidur 17 kali lebih besar

daripada individu tanpa NKP. Penelitian tersebut tidak berhasil memberikan

penjelasan apakah gangguan tidur menyebabkan NKP atau sebaliknya karena metode

penelitian yang digunakan membatasi untuk mendapatkan informasi tersebut (Odegard

dkk., 2012).

Salah satu penjelasan yang cukup menarik mengenai hubungan antara gangguan

tidur dengan NKP ini adalah kemungkinan nyeri (dalam hal ini NKP) menyebabkan

tetap terjaga yang mencegah tidur dan mengubah arsitektur tidur menjadi lebih

terfragmentasi yang akhirnya menyebabkan durasi tidur menjadi lebih singkat dan

mengantuk berlebihan pada siang hari.

Teori alternatif lain yang diajukan untuk menjelaskan hubungan antara keduanya

adalah bahwa kualitas tidur yang buruk dapat mengubah pemprosesan nyeri sehingga

menimbulkan nyeri. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sleep

Kedua perspektif tidak meniadakan satu sama lain dan dapat menjadi suatu hubungan

yang saling mempengaruhi (resiprokal). Suatu penelitian mengenai NKP kronik

mengemukakan suatu teori mengenai hubungan NKP dengan gangguan tidur sebagai

suatu lingkaran yang tidak terputus. Hal ini dapat menjelaskan bagaiman suatu NKP

episodik dapat berubah menjadi NKP kronik pada beberapa individu (Odegard dkk.,

2012).

Pendapat lain menyebutkan bahwa bukan gangguan tidur yang menyebabkan

nyeri ataupun sebaliknya, tapi kedua hal tersebut merupakan fenomena sekunder yang

disebabkan oleh disfungsi neurobiology secara umum. Hipotalamus diperkirakan

sebagai lokasi utama dimana disfungsi neurobiologi tersebut dimulai. Hipotalamus

berhubungan dengan batang otak dalam peranannya pada regulasi nyeri dan tidur.

Teori ini ditunjang oleh beberapa penelitian lain yang melaporkan adanya aktivasi

batang otak serta hipotalamus yang dapat dinilai melalui MRI pada saat terjadi

serangan nyeri kepala. Walaupun peranan hipotalamus selama serangan nyeri kepala

masih merupakan tanda tanya, beberapa hasil penelitian terbaru menunjukkan adanya

hubungan yang kuat terhadap hipotalamus pada penderita NKP khususnya migren

dibandingkan dengan penderita TTH. Hal ini diperkirakan karena adanya gangguan

tidur dan mengantuk berlebihan pada siang hari pada hampir seluruh penderita migren

(Montagna, 2006; Alstadhaug, 2008; Odegard dkk., 2012).

Hipotalamus posterior mewakili pusat pengaturan utama fungsi otonom sentral,

sehingga apabila terjadi perubahan pada fungsi homeostatik akan menyebabkan

penting dengan sistem modulasi nyeri, menerima input dari korteks singulatus

anterior, nuklues septal lateral, nukleus preoptik, nuklues ventromedial dan lateral

talamus, serta PAG. Hipotalamus posterior kemudian memproyeksikan serabutnya ke

subtalamus, amigdala, dasar dari otak depan, regio limbik dan nukleus trigeminal

kaudalis. Hipotalamus menjelaskan hubungan anatomikal antara timbulnya NKP

dengan gangguan tidur (Alstadhaug, 2008).

Selain penjelasan anatomi, teori melatonin juga dapat menggambarkan hubungan

antara kedua fenomena ini. Kadar melatonin yang rendah didapatkan pada penderita

NKP kronik. Melatonin merupakan hormon dengan efek hipnosis. Ketidakteraturan

sirkadian badan pineal yang menghasilkan kadar melatonin yang rendah mendasari

teori bahwa melatonin memainkan peranan penting terhadap cetusan NKP. Secara

biokimia dijelaskan rendahnya kadar melatonin disebabkan pula oleh menurunnya

ketersediaan serotonin yang diperlukan untuk menghasilkan hormon tersebut (Bruera

dkk., 2008).

Faktor-faktor psikis dapat pula menjadi faktor pemicu NKP kronik dan gangguan

tidur karena berbagai penelitian yang dilakukan telah membuktikan adanya hubungan

kedua kondisi tersebut dengan kecemasan dan depresi. Kecemasan, depresi, dan faktor

psikososial telah lama diketahui sebagai faktor-faktor pencetus TTH (Grieser, 2010;

Odegard dkk., 2012).

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara

kualitas tidur dengan NKP. Hal ini didukung oleh penelitian Odegard dkk.(2012),

kelamin), latihan, penggunaan obat-obat tidur, dan status pekerjaan dan kelelahan) dan

melakukan analisis multivariat terhadap pengaruh kecemasan dan depresi.