• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM

4.1. Kota Banjarmasin (Propinsi Kalimantan Selatan)

Sejak dahulu Kota Banjarmasin memegang peran strategis dalam lalu lintas perdagangan antar pulau, karena terletak di pertemuan antara Sungai Barito dan Sungai Martapura yang luas dan dalam sehingga dapat dilayari kapal-kapal besar dan dapat merapat hingga kota Banjarmasin. Pada zaman Belanda, Banjarmasin menjadi pelabuhan masuk dan keluar bagi seluruh daerah aliran Sungai Barito dan merupakan pelabuhan transit untuk kapal-kapal yang datang dari Pulau Jawa dan Singapura ke pantai timur Kalimantan. Sedangkan industri yang berkembang milik warga Eropa yang berdiri di Banjarmasin pada waktu itu terdiri dari pabrik es, galangan kapal kecil milik Borneo Industri Mij dan perdagangan yang dikelola oleh Borneo Soematra Handel Mij, Heinneman & Co, dan Kantor cabang dari Javasche Bank en Factorij. Pada masa itu, Banjarmasin mempunyai pelayaran yang teratur dan langsung dengan Sampit, Kotabaru, Samarinda, Martapura, Marabahan, Negara, Amuntai, Buntok, Muara Teweh dan Kuala Kapuas serta di luar Kalimantan dengan Surabaya dan Singapura.

Asal mula nama Kota Banjarmasin berasal dari sejarah panjang Kerajaan Banjar. Pada saat Kerajaan Banjar masih berdiri, Kota Banjarmasin ini bernama Banjarmasih. Nama ini diambil dari dari nama patih yang sangat berjasa dalam pendirian Kerajaan Banjar, yaitu Patih Masih yang berasal dari Desa Oloh Masih. Nama Desa Oloh Masih ini dalam bahasa Ngaju berarti orang melayu atau kampung orang melayu. Patih Masih dan beberapa patih lainnya kemudian sepakat mengangkat Pangeran Samudera, yang merupakan putra Kerajaan Daha yang mengasingkan diri di Desa Oloh Masih. Dibawah kekuasaan Pangeran Samudera, Kerajaan Banjar mulai menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil dan menguasai jalur-jalur sungai sebagai pusat perdagangan pada waktu itu.

Kini Kota Banjarmasin yang merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan mulai berkembang pesat seiring dengan berjalannya waktu. Banjarmasin terus berkembang sebagai pusat perdagangan dan hal tersebut mendorong pertambahan penduduk yang sangat cepat sehingga menadikan kota Banjarmasin

memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan tergolong ke dalam kategori kota besar dengan jumlah penduduk diatas 500.000 jiwa. Perkembangan kota yang terjadi akhir-akhir ini telah menjauhkan Banjarmasin dari substansinya sebagai kota sungai dengan memusatkan pembangunan pada infrastruktur darat dan membiarkan pembangunan permukiman pada bantaran dan di dalam badan sungai, terutama di pusat kota, sehingga fungsi ekologis bantaran sungai menjadi menjadi hilang dan menyebabkan banjir.

4.1.2 Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kota Banjarmasin secara geografis terletak pada koordinat 3'16’32” - 3'22’43” Lintang Selatan dan 114°32’02” - 114°38’24” Bujur Timur. Kota ini terhampar di dataran rendah dan berawa-rawa dengan ketinggian 0,16 meter di bawah permukaan laut. Kota Banjarmasin kini berkedudukan sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Selatan yang meliputi 5 wilayah kecamatan dan 50 kelurahan seluas 7200 Ha (72 km2) atau 0,22 % dari luas wilayah provinsi, dengan batas administrasi sebagai berikut :

• Sebelah Barat : Kabupaten Barito Kuala (Sungai Barito) • Sebelah Selatan : Kabupaten Banjar

• Sebelah Timur : Kabupaten Banjar

• Sebelah Utara : Kabupaten Barito Kuala (Sungai Alalak)

Wilayah Kota Banjarmasin dibagi dalam 5 wilayah kecamatan dan 60 kelurahan, dengan pembagian wilayah adminstratif Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas, Nama Ibukota Kecamatan, dan Jumlah desa / Kelurahan di Kota Banjarmasin Tahun 2008

Sumber : Banjarmasin Dalam Angka Tahun 2008 No. Kecamatan Luas

(Km2) Presentase (%) Nama Ibukota 1 2 3 4 5 Banjarmsin Selatan Banjarmasin Timur Banjarmasin barat BanjarmasinTengah Banjarmasin Utara 20,18 11,54 11,66 13,37 15,25 28,03 16,03 18,57 16,19 21,18 KelayanSelatan Kuripan Pelambuan Teluk Dalam Alalak Utara 72,00 100

Dari gambaran kondisi geografis dan batas administrasi Kota Banjarmasin berada di tepi Sungai Barito dan dikenal sebagai kota seribu sungai karena dilalui berbagai sungai besar dan kecil. Disamping itu Banjarmasin merupakan pintu masuk untuk 2 propinsi yang ada di Pulau Kalimantan yaitu Propinsi Kalimantan Selatan dan Propinsi Kalimantan Tengah, sehingga sangat potensial oleh pusat perdagangan baik untuk lingkup lokal maupun lingkup regional. Secara spasial batas wilayah administrasi Kota Banjarmasin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Administratif Kota Banjarmasin (Sumber: Pemerintah Kota Banjarmasin)

4.1.3 Topografi

Kota Banjarmasin terletak sekitar 50 km dari muara Sungai Barito dan dibelah Sungai Martapura. Secara topografis, Kota Banjarmasin didominasi oleh daerah yang relatif datar dan berawa-rawa dengan kemiringan tanah 0% - 2% serta berada pada ketinggian 0,16 mdpl. Satuan morfologi ini merupakan daerah dominan yang terdapat di wilayah Kota Banjarmasin. Kondisi ini sangat menunjang bagi perkembangan perkotaan sebagai area fisik terbangun. Namun, ketinggian di bawah permukaan laut menyebabkan sebagian besar wilayah Kota Banjarmasin merupakan rawa tergenang yang sangat dipengaruhi kondisi pasang surut air laut.

4.1.4 Hidrologi

Kota Banjarmasin, ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan, terletak di tepi Sungai Barito dan terbagi dua oleh Sungai Martapura sebagai sungai utama yang secara dominan keduanya mempengaruhi kondisi hidrologi Kota Banjarmasin. Dengan jarak dari laut ± 23 km, maka muka air sungai sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Sungai Martapura mengalir dari Timur Laut ke arah Barat Daya yang membelah Kota Banjarmasin menjadi 5 (lima) wilayah kecamatan yang bermuara di Sungai Barito. Anak-anak Sungai Martapura diantaranya adalah Sungai Kuin (Sungai Pangeran), Sungai Awang yang menyatu dengan Sungai Alalak yang merupakan anak Sungai Barito di sebelah utara, sedangkan anak sungai yang mengalir di selatan adalah Sungai Basirih, Sungai Bagau, Sungai Kelayan, Sungai Pekapuran dan Sungai Gardu. Semua sungai dan anak sungai merupakan urat nadi kehidupan dan perekonomian masyarakat Kota Banjarmasin karena berfungsi sebagai pembuangan air (outlet) drainase secara keseluruhan dan prasarana transportasi air disamping prasarana transportasi darat yang berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

Variasi tinggi permukaan air pasang surut, berkisar antara 2,0 meter pada pasang pumama sampai 0,6 meter pasang surut biasa (P3KT Kalimantan, 1990), sedangkan permukaan air Sungai Barito pada saat pasang maksimum mempunyai level + 0,82 dpal, dan pada saat surut - 0,100 dpal (Laporan Hasil Pengukuran

Muka Air dan Analisa Kualitas Air di Banjarmasin, DHV/MLD, 1997).

Pada daerah permukiman ketinggian muka air pasang surut tergantung dari jarak ke sungai terdekat. Kecuali daerah pasar Kota Banjarmasin dan tanggul sungai, seluruh daratan dan di sekitar kota berada di bawah permukaan air rata-rata dan dipengaruhi oleh adanya genangan hujan maupun genangan pasang surut. Dilihat dari kondisi tersebut dapat digambarkan bahwa budaya sungai sangat mendominasi kehidupan Kota Banjarmasin. Tapi kondisi riil di lapangan, pemerintah dan masyarakat sudah mulai kurang menaruh perhatian pada kualitas dan kelestarian sungai-sungai tersebut, sehingga banyak sungai yang tidak berfungsi bahkan hilang.

4.1.5 Geologi dan Tanah

Keadaan geologi menggambarkan kondisi jenis batuan utama pembentuk lahan. Secara umum, Kota Banjarmasin dibentuk oleh formasi batuan antara lain: formasi berai (tomb) dibentuk oleh batu gamping putih berlapis dengan ketebalan 20 – 200 cm, formasi Dahor (tqd) dibentuk oleh batu pasir kwarsa (tidak padu), konglomerat dan batu lempung lunak, formasi keramaian (kak) dibentuk oleh perselingan batu lanau dan batu lempung, formasi pudak (Kap) yang dibentuk oleh lava ditambah perselingan antara breksi/konglomerat dan batu pasir dengan olistolit (massa batuan asing) berupa batu gamping, basal, batuan malihan, dan ultramafik, formasi tanjung (Tet) dibentuk oleh batu pasir kwarsa berlapis dengan sisipan batu lempung kelabu yang memiliki ketebalan 30 – 150 cm, alluvium (Qa) yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung, dan lumpur. Disamping itu banyak juga dijumpai sisa-sisa tumbuhan serta gambut pada kedalaman tertentu, formasi Pitanak (Kvpc) yang disusun dan dibentuk oleh lava yang terdiri atas struktur bantal, berasosiasi dengan breksi-konglomerat, dan Kelompok batuan ultramafik (Mub) disusun oleh harzborgit, piroksenit, dan serpentinit.

Jenis tanah di Kota Banjarmasin didominasi oleh jenis tanah alluvial yang berasal dari endapan sungai dengan struktur lempung dan sebagian berupa jenis tanah orgonosol glei humus. Jenis tanah ini mempunyai ciri tanah dengan tingkat kesuburan yang baik sehingga berpotensi untuk pengembangan budidaya tanaman pangan (padi sawah dan hortikultura), akan tetapi pada beberapa kawasan kebanyakan dilapisi oleh gambut dengan ketebalan yang kalau dikembangkan untuk budidaya akan memerlukan teknologi khusus dan biaya cukup mahal.

4.1.6 Iklim

Ditinjau dari letak geografisnya Kota Banjarmasin merupakan daerah beriklim tropis dengan 2 musim yang mempengaruhi yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tipe iklim Kota Banjarmasin, yaitu tipe iklim A dengan nilai Q=14,29% (rasio jumlah rata-rata bulan kering dengan bulan basah). Kondisi tersebut mempengaruhi suhu udara di Kota Banjarmasin rata-rata antara 25 ºC – 38 ºC, dengan suhu udara maksimum 33 °C dan suhu udara minimum 22 °C. Kota Banjarmasin dipengaruhi oleh musin hujan yang terjadi pada bulan November

sampai bulan April dan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai bulan Oktober. Berdasarkan data pengukuran curah hujan dari stasiun pengamat Bandara Syamsudin Noor, curah hujan rata-rata mencapai 2400 mm/tahun dan bervariasi antara 1600 - 3500 mm/tahun. Penyinaran matahari tahunan rata-rata pada saat musim hujan 2,8 jam/hari dan di musim kemarau 6,5 jam/hari dengan kelembaban udara 40% - 100%.

4.1.7 Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Banjarmasin sekitar 615.570 jiwa (BPS tahun 2007) dengan pertumbuhan rata-rata 1,02%-2,03% yang menyebar di lima kecamatan.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2000-2007 Tahun Jumlah Penduduk

(jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 2000 532.556 7.396 2001 535.949 7.443 2002 539.060 7.487 2003 566.008 7.861 2004 572.300 7.949 2005 574.325 7.976 2006 602.725 8.371 2007 615.570 8.549

Sumber : BPS Kota Banjarmasin

Tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Banjarmasin Barat dengan 12.735 jiwa/Km2 dan yang terendah di Kecamatan Banjarmasin Utara dengan 6.075 jiwa/Km2.

4.1.8 Sosial Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi. Perkembangan sektor ekonomi yang terbentuk dari laju pertumbuhan akan memberikan gambaran tentang tingkat perubahan ekonomi yang terjadi, dimana pergerakan laju pertumbuhan ini merupakan indikator penting untuk mengetahui hasil pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah dan sasaran pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah dan sasaran pembangunan di masa yang akan datang.

Kondisi perekonomian kota Banjarmasin dapat dilihat dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2006, PDRB Kota Banjarmasin mencapai 2,6 triliun rupiah. Kontribusi terbesar PDRB selama tahun 2006 disumbangkan dari sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 26,10%, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi kedua terbesar yaitu 22,32%, sedangkan sektor pertanian adalah sektor terkecil dalam pembentukan PDRB kota Banjarmasin dan cenderung menurun setiap tahunnya.

Gambar 5. Lanskap Sungai Kota Banjarmasin: Kawasan Tepian Sungai Martapura (kiri), Permukiman di sepanjang S. Barito (kanan)

(sumber: google image)

Gambar 6. Ruang Terbangun: Kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Banjarmasin (kiri); Kawasan Komersial Kota Banjarmasin (kanan)

4.2. Kota Yogyakarta (Propinsi D.I. Yogyakarta)

Dokumen terkait