• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria kondisi vegetasi memiliki tiga indikator, yaitu indikator kerusakan pohon, tingkat keparahan vegetasi, dan keanekaragaman vegetasi (Syaufina et al., 2006). Indikator kerusakan pohon terdiri dari beberapa parameter, yaitu kematian pohon, kerusakan batang, kerusakan tajuk, kerusakan cabang, kerusakan dedaunan, dan kerusakan akar. Indikator ini memiliki persentase sebesar 35 % dari bobot kriteria kondisi vegetasi. Kerusakan individu pohon dapat dinilai dengan beberapa parameter, yaitu kematian pohon, kerusakan batang, kerusakan tajuk, kerusakan cabang, kerusakan dedaunan, dan kerusakan akar. Penilaian kerusakan individu pohon mengacu pada hasil penelitian Riyanti (2005) dengan menggunakan metode Forest Health Monitoring (FHM). Hasil penilaian menunjukkan bahwa di areal bekas

terbakar HPGW hanya terdapat 1 pohon yang mati akibat kebakaran hutan. Sementara pohon-pohon lainnya masih bertahan hidup.

Dilihat dari parameter kerusakan batang, terdapat 16 pohon yang bagian batang bawah dan bagian atasnya terbakar sedangkan 29 pohon memiliki batang bagian bawah yang terbakar, dengan jenis kerusakan hangus dan luka sebanyak 2 pohon, hangus terbakar sebanyak 25 pohon, dan luka sebanyak 18 pohon. Pada parameter kerusakan tajuk, terdapat 1 pohon tajuknya terbakar sebanyak 75 % - 100 %, 1 pohon memiliki tajuk yang terbakar antara 50 % - 75 %, dan 4 pohon tajuknya terbakar antara 25 % - 50 %. Hasil penilaian parameter kerusakan cabang menunjukkan bahwa terdapat 76 pohon mengalami kerusakan cabang berupa patah dan terbakar, sedangkan 6 pohon mengalami cabang yang terbakar. Tidak ada pohon yang mengalami patah cabang akibat kebakaran hutan di HPGW.

Penilaian pada parameter kerusakan dedaunan menunjukkan hanya terdapat 1 pohon yang 25 % - 50 % dedaunannya terbakar. Sedangkan dedaunan pada pohon-pohon lainnya di areal kebakaran tidak mengalami kerusakan/tidak terbakar. Dilihat dari parameter kerusakan akar, terdapat 17 pohon mengalami kerusakan akar berupa terbakar dan 10 pohon mengalami luka pada akarnya. Dari 141 pohon yang dinilai, 21 pohon tidak mengalami kerusakan apapun. Hasil penilaian pada kerusakan individu pohon memberikan sub total sebesar 5 seperti yang terlihat pada Lampiran 1. Hasil ini diperoleh dari rata-rata seluruh pohon yang dinilai pada areal bekas terbakar.

Indikator tingkat keparahan vegetasi dinilai dengan melihat keseluruhan kondisi vegetasi di areal yang terbakar, apakah areal tersebut termasuk ke dalam tingkat keparahan yang rendah, sedang, atau tinggi. Indikator ini memiliki persentase sebesar 15 % dari bobot kriteria kondisi vegetasi. Berdasarkan data-data dari penelitian Riyanti (2005), maka kondisi vegetasi di areal tebakar Gunung Walat termasuk ke dalam tingkat keparahan vegetasi yang rendah dan memiliki nilai bobot 5 (Lampiran 2). Hal ini bisa dilihat pada keseluruhan kondisi vegetasi di areal yang terbakar. Dimana terdapat sekurang-kurangnya terdapat 50 % pohon tidak terlihat rusak, sisa tajuk

hangus, pucuk terbakar tapi bertunas, dan akar mati. Lebih dari 80 % pohon yang terbakar dapat bertahan hidup.

Keanekaragaman vegetasi dapat dinilai dengan membandingkan parameter-parameter di areal yang terbakar dengan areal yang tidak terbakar yang berdekatan dan memiliki kondisi yang relatif sama dengan areal sebelum terjadi kebakaran dengan menggunakan beberapa parameter, yaitu keanekaragaman jenis pohon dan keanekaragaman jenis tumbuhan bawah. Indikator keanekaragaman vegetasi memiliki persentase sebesar 20 % dari bobot kriteria kondisi vegetasi.

Dari hasil penilaian keanekaragaman jenis pohon melalui studi literatur, komposisi jenis pohon tidak mengalami penurunan jumlah jenis pohon komersial. Hal ini dikarenakan di areal terbakar HPGW hanya terdapat satu jenis pohon yang terbakar yaitu pinus/tusam (Pinus merkusii). Indeks keanekaragaman jenis pohon memiliki nilai < 1,5. Indeks kemerataan jenis yaitu 0, karena hanya terdapat 1 jenis pohon yang terbakar. Sedangkan indeks kesamaan jenis juga sebesar 0 karena tidak terdapat tegakan yang digunakan sebagai pembanding. Sementara untuk menghitung indeks kesamaan, dibutuhkan dua jenis tegakan berbeda.

Pada parameter keanekaragaman jenis tumbuhan bawah, terjadi peningkatan jumlah jenis tumbuhan bawah. Hasil penelitian Priandi (2006) menunjukkan bahwa pada areal terbakar cenderung memiliki spesies tumbuhan bawah yang lebih banyak dibandingkan dengan areal tidak terbakar. Pada areal terbakar telah ditemukan sebanyak 15 jenis tumbuhan bawah. Sedangkan pada areal yang tidak terbakar ditemukan sebanyak 12 jenis tumbuhan bawah (Rahardjo, 2003). Hasil identifikasi dan analisis vegetasi tumbuhan bawah dari penelitian sebelumnya, baik pada areal yang tidak terbakar maupun pada areal terbakar periode 6 bulan setelah terbakar hingga 3 tahun setelah terbakar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis Tumbuhan Bawah pada Areal Tidak Terbakar dan Areal Terbakar di bawah Tegakan Pinus merkusii

No. Nama Lokal Nama Ilmiah

Areal tidak terbakar (*) Areal 6 bulan setelah terbakar (*) Areal 3 tahun setelah terbakar (**) 1. Paku rane Selaginella plana Hieron. √ - √ 2. Harendong bulu Melastoma malabathricum

Linn.

3. Paku kawat Lycopodium cernuum Linn. √ √ √ 4. Rumput bulu Paspalum conjugatum

Linn.

5. Lempuyang Zingiber amaricans BI. √ √ √ 6. Rumput iles-iles Amorphophalus variabilis

BI. √ -

7. Hareis Rubus moluccanus Linn. √ √ √ 8. Marasi Curuculigo latifolia

Dryand.

9. Rumput ilat Lastonia cilora √ √ -

10. Seuseureuhan Piper aduncum Linn. √ √ -

11. Ki songsorang Demosdium triquetrum (L)

DC. √ -

12. Tepus Achasma megaloiches

Griff.

13. Samun Wedelia biflora (L) DC. - √ √ 14. Balakacida Eupatorium inulifolium

HBK. -

15. Bolostrong Erigeron sumatranensis

Retz. - √ -

16. Rumput kakawatan

Lasianthus purpureus BI.

- √ -

17 Lengkuas Alpinia galanga SW. - √ √

18. Saminggu Peperomia pellucida - √ -

19. Pungpurutan Urena lobata Linn. - √ -20. Jarong Achyranthes aspera Linn. - √ √ 21. Rumput

babadotan

Ageratum conyzoides Linn. - √ -

22. Rumput pait Ottochloa nodosa - √ -

23. Paci-paci Leucas lavandulaefolia - - √

24. Pacing Costus speciosus - - √

25. Lamotek Curculigo villosa - - √

Ket : Tanda (*) = Data hasil penelitian Rahardjo tahun 2003 Tanda (**) = Data hasil penelitian Priandi tahun 2006 Tanda (√) = Keberadaan tumbuhan bawah

Kondisi setelah kebakaran mendorong terjadinya proses suksesi dan perubahan komposisi serta jenis tumbuhan yang cepat daripada pada areal tidak terbakar di lokasi yang sama. Perubahan komposisi jenis tumbuhan bawah setelah kebakaran ini menyebabkan hilangnya beberapa spesies lama dan munculnya spesies-spesies baru. Adapun spesies-spesies tumbuhan bawah yang hilang dan tidak muncul lagi pada periode 3 tahun setelah terbakar yaitu rumput iles iles (Amorphophalus variabilis BI.), rumput ilat (Lastonia cilora), seuseureuhan (Piper aduncum Linn.), ki songsorang (Demosdium triquetrum (L) DC.), bolostrong (Erigeron sumatranensis Retz.), rumput kakawatan (Lasianthus purpureus BI.), saminggu (Peperomia pellucida), pungpurutan (Urena lobata Linn.), rumput babadotan (Ageratum conyzoides Linn.), dan rumput pait (Ottochloa nodosa). Sementara spesies-spesies baru yang muncul pada periode 3 tahun setelah terbakar yaitu paci-paci (Leucas lavandulaefolia), pacing (Costus specious), dan lamotek (Curculigo villosa). Kemungkinan munculnya jenis-jenis baru pada areal terbakar ini disebabkan oleh penyebarannya yang dibawa angin maupun burung, atau jenis-jenis serangga dari lokasi yang tidak begitu jauh dari areal terbakar.

Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan bawah sebesar 0,98 (< 1,5). Indeks kemerataan jenis bernilai 0,36 dan indeks kesamaan jenis bernilai 30,61 % (Priandi, 2006). Sub total penilaian keanekaragaman vegetasi sebesar 8,5. Hasil penilaian dari indikator keanekaragaman vegetasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Dokumen terkait