• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kayu bakar merupakan salah satu sumberdaya yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di lokasi penelitian untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar rumah tangga. Kayu bakar merupakan salah satu sumber energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di desa sekitar HPGW. Kebakaran hutan di HPGW secara langsung akan menyebabkan kerugian akibat hilangnya sumber kayu bakar yang selama ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Kebakaran hutan yang terjadi di HPGW merupakan kebakaran permukaan, sehingga seluruh cabang dan ranting pohon yang jatuh di permukaan tanah habis terbakar. Cabang dan ranting pohon tersebut biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kayu bakar. Nilai kerugian kayu bakar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Kerugian Kayu Bakar di Areal Terbakar HPGW

Areal Terbakar Potensi Total (sm) Harga/sm (Rp) Nilai Kerugian (Rp/tahun) Blok Cimenyan 1.309,5 20.000 26.190.000

Rata-rata/ha 2.190.000

Penilaian kayu bakar dihitung dengan menggunakan metode penilaian potensi produksi kayu bakar (harga pasar). Dari hasil penelitian sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4 dengan menggunakan metode pendekatan harga pasar menunjukkan bahwa kerugian untuk seluruh areal terbakar sebesar Rp 26.190.000/tahun dengan kerugian rata-rata Rp 2.190.000/ha/tahun. Besarnya kerugian kayu bakar akibat kebakaran hutan secara langsung berdampak terhadap masyarakat yang biasa memanfaatkan kayu bakar, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun diperjualbelikan.

Sumberdaya hutan selain terkenal menghasilkan komoditas non-migas kayu, juga menghasilkan sumberdaya hutan non-kayu. Hasil hutan non-kayu lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan. Tingkat ketergantungan masyarakat sekitar hutan dengan areal HPGW masih tinggi. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari memerlukan keberadaan hutan untuk memnuhi kebutuhannya.

Kebakaran hutan berdampak terhadap kehilangan hasil hutan non-kayu, baik dalam bentuk kematian maupun menurunnya potensi. Bentuk kerugian akibat kebakaran antara lain hilangnya potensi atau kehilangan pendapatan dari manfaat yang biasa diperoleh masyarakat dengan mengumpulkan hasil hutan non-kayu.

Hasil penelitian menunjukkan potensi rata-rata jenis hasil hutan non-kayu (getah pinus, pakan ternak, dan tumbuhan obat) yaitu 70 – 1020 kg/ha. Pada Tabel 5 terinci jenis-jenis hasil hutan non-kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat, potensi tiap jenis, dan nilai ekonomi kerugiannya untuk setiap jenis hasil hutan di desa sekitar HPGW.

Tabel 5. Nilai Kerugian Manfaat Hasil Hutan Non-Kayu

Jenis Hasil Hutan Potensi Total (kg) Harga per kg (Rp) Nilai Kerugian (Rp/tahun)

Getah pinus 9.450 3.250 30.712.500 Pakan ternak 9.180 1.000 9.180.000 Tumbuhan obat : • Lempuyang • Lengkuas 21.600 21.600 1.000 500 21.600.000 10.800.000 Total 72.292.500

Dari Tabel 5 terlihat bahwa jenis hasil hutan non-kayu yang terdapat di areal terbakar Blok Cimenyan HPGW meliputi getah pinus, pakan ternak, dan tumbuhan obat. Tumbuhan penghasil getah yang terdapat di Blok Cimenyan HPGW yang terbakar adalah pohon pinus (Pinus merkusii). Getah pinus memiliki potensi sebesar 9.450 kg dengan nilai kerugian Rp 30.712.500/tahun. Pakan ternak yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebanyak 9.180 kg dengan nilai kerugian sebesar Rp 9.180.000/tahun. Pakan ternak yang diambil terdiri dari berbagai jenis rumput-rumputan. Rumput-rumputan yang biasa diambil oleh

masyarakat adalah jenis-jenis yang disukai ternak, seperti yang terlihat pada Tabel 6.

Dalam penelitian ini, nilai tumbuhan obat yang dinilai dibatasi pada tumbuhan obat yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu tumbuhan lempuyang (Zingiber amaricans BI.) dan lengkuas (Alpinia galanga SW.). Dari hasil wawancara diketahui bahwa lempuyang dan lengkuas memiliki potensi masing-masing sebesar 21.600 kg. Untuk menilai tumbuhan obat digunakan metode pendekatan harga pasar. Lempuyang dan lengkuas yang dimanfaatkan oleh masyarakat dijual masing-masing dengan harga Rp 1.000/kg dan Rp 500/kg. Sehingga nilai tumbuhan obat dari areal terbakar Blok Cimenyan HPGW yaitu Rp 21.600.000/tahun untuk lempuyang dan Rp 10.800.000/tahun untuk lengkuas.

Tabel 6. Jenis-jenis Rumput yang Biasa Diambil Masyarakat untuk Pakan Ternak No. Nama Lokal Nama Ilmiah

1. 2. 3. 4. 5. 6. Samun Rumput bulu Rumput kakawatan Seuseureuhan Rumput ilat Rumput pait Wedelia biflora (L) DC. Paspalum conjugatum Linn. Lasianthus purpureus BI. Piper aduncum Linn. Lastonia cilora Ottochloa nodosa

Secara keseluruhan, nilai ekonomi kerugian kebakaran terhadap sumberdaya hutan non-kayu yaitu Rp 72.292.500/tahun. Kerugian yang besar ini disebabkan oleh tingginya jumlah hasil hutan yang tidak dapat dimanfaatkan masyarakat akibat kebakaran hutan. Selain itu, juga disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat terhadap hasil hutan tersebut, baik untuk konsumsi ataupun produksi. Pentingnya peran hasil hutan ini menjadikan tingginya nilai ekonomi sumberdaya hutan non-kayu.

Penilaian Manfaat Hutan sebagai Pengendali Erosi Tanah

Terjadinya kebakaran hutan menyebabkan terbukanya penutupan lahan, kehilangan serasah penutup lahan sehingga menyebabkan efek air hujan dan daya gerus aliran permukaan akan semakin intens dan selanjutnya akan meningkatkan erosi pada kawasan hutan yang terbakar. Penilaian ekonomi dampak kebakaran hutan terhadap tanah difokuskan pada kerugian ekonomi dampak kebakaran hutan terhadap erosi tanah. Dalam penelitian ini, penilaian kerugian terhadap aspek fauna tanah belum dimasukkan. Hal ini disebabkan karena belum adanya metode yang tepat untuk menentukan kerugian ekonomi fauna tanah akibat kebakaran hutan.

Penilaian kerugian ekonomi dampak kebakaran hutan terhadap erosi tanah pada areal yang terbakar tahun 2002 di HPGW dihitung dengan menggunakan metode Universal Soil-Loss Equation (USLE) melalui pendekatan kehilangan unsur hara. Metode ini menggunakan persamaan USLE dengan rumus (A = RKLSCP) untuk menduga jumlah erosi tanah per satuan luas pada saat sebelum dan setelah kebakaran hutan.

Berdasarkan data primer dan data sekunder, nilai erosivitas hujan (R) yaitu 1.977; erodibilitas tanah (K) yaitu 0,0438; berdasarkan pengamatan lapang panjang lereng (L) yaitu 2,13; kemiringan lereng (S) yaitu 6,02; pengelolaan tanaman (C) sebelum kebakaran 0,001 dan setelah kebakaran 0,95 (tanah terbuka dengan sedikit tanaman); pengelolaan tanah (P) diasumsikan bernilai 1 sebelum dan setelah kebakaran. Pendugaan erosi sebelum dan setelah kebakaran dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan jumlah tanah tererosi sebelum dan setelah kebakaran yang dikonversi dalam proporsi unsur hara (Urea, TSP, KCl), diperleh nilai kerugian hilangnya fungsi hutan sebagai pengendali erosi dengan melakukan perkalian antara jumlah unsur hara dengan harga setiap jenis pupuk. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

Hasil analisis terhadap perubahan erosi tanah yang terjadi menunjukkan bahwa akibat kebakaran hutan terjadi peningkatan erosi pada Blok Cimenyan HPGW. Perbedaan peningkatan laju erosi tanah sebelum dan setelah kebakaran yaitu 1.051 ton/ha/tahun (Tabel 7). Laju perubahan erosi tanah sangat dipengaruhi oleh faktor penutupan lahan, kemiringan, dan faktor fisik lahan lain yang

berpengaruh terhadap erosi tanah. Dengan menggunakan kriteria tingkat bahaya erosi yang dikeluarkan Departemen Kehutanan (1980) dalam Hardjowigeno (2003) dan menggunakan dasar ketebalan solum tanah rata-rata 30 cm, maka erosi yang terjadi di areal terbakar Blok Cimenyan HPGW termasuk kriteria berat.

Tabel 7. Nilai Kerugian Ekonomi Erosi Tanah Akibat Kebakaran Hutan di Blok Cimenyan HPGW (Pendekatan Kehilangan Unsur Hara)

Lokasi

Luas Areal Terbakar

(ha)

Erosi Tanah Sebelum dan Setelah Kebakaran

Proporsi Kehilangan

Unsur Hara Kerugian Ekonomi Erosi Sebelum (ton/ha/thn) Setelah (ton/ha/thn) Laju Erosi (ton/ha/thn) Per ha (kg/ha/thn) Total (ton/thn) Per ha (Rp/ha/thn) Total (Rp/thn) Blok Cimenyan 9 1,11 1.052,17 1.051 37.985,45 342 70.399.216 633.592.941

Peningkatan erosi tanah pada sumberdaya hutan yang terbakar akibat hilangnya penutupan lahan, akan berdampak terhadap menurunnya ketersediaan unsur hara dalam tanah terutama erosi tanah pada lapisan topsoil. Berdasarkan jumlah peningkatan erosi tanah yang selanjutnya dikonversi ke dalam proporsi kehilangan unsur hara pada areal terbakar Blok Cimenyan HPGW (9 ha) menunjukkan bahwa total unsur hara yang hilang sebanyak 342 ton/tahun. Total nilai kerugian ekonomi hilangnya fungsi pengendali erosi tanah akibat kebakaran hutan yaitu Rp 633.592.941/tahun (Tabel 7).

Kesimpulan

1. Berdasarkan penilaian areal terbakar untuk pengelolaan hutan berkelanjutan, kebakaran di HPGW termasuk dalam kelas ringan, sehingga memiliki tingkat keparahan dampak kebakaran yang ringan.

2. Kebakaran hutan seluas 9 ha di Blok Cimenyan Hutan Pendidikan Gunung Walat memberikan kerugian yang besar dari segi ekonomi. Dalam penelitian ini, telah terbukti bahwa kerugian ekonomi kebakaran hutan sangat tinggi nilainya. Kerugian ekonomi total untuk sumberdaya hutan kayu mencapai Rp 3.422.604, dengan rata-rata kerugian per ha sebesar Rp 380.289. Kerugian kayu bakar untuk seluruh areal terbakar sebesar Rp 26.190.000/tahun dengan kerugian rata-rata Rp 2.190.000/ha/tahun.

3. Kerugian ekonomi kebakaran terhadap sumberdaya hutan non-kayu (getah pinus, pakan ternak, dan tumbuhan obat) mencapai Rp 72.292.500/tahun. Kerugian ekonomi dari getah pinus sebesar Rp 30.712.500/tahun; dari pakan ternak sebesar Rp 9.180.000/tahun; dan dari tumbuhan obat (lempuyang dan lengkuas) sebesar Rp 32.400.000/tahun.

4. Nilai kerugian hilangnya manfaat hutan sebagai pengendali erosi tanah (pendekatan kehilangan unsur hara) mencapai Rp 633.592.941/tahun dengan kerugian rata-rata sebesar Rp 70.399.216/ha/tahun. Sedangkan kehilangan unsur hara akibat erosi tanah pada seluruh areal terbakar 9 ha sebanyak 342 ton/tahun.

5. Secara keseluruhan, nilai ekonomi total dampak kebakaran hutan terhadap vegetasi dan tanah di HPGW tahun 2002 sebesar Rp 709.308.045 dengan rata-rata Rp 78.812.005/ha.

Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan dampak kebakaran hutan terhadap aspek lainnya, seperti wisata alam, fungsi pengatur tata air, pelepasan karbon ke udara, asap kebakaran hutan, perubahan iklim mikro hutan, biaya pengendalian kebakaran, dan biaya rehabilitasi kebakaran.

2. Pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) perlu melaksanakan peningkatan efisiensi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan agar kebakaran tidak menyebar luas dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi.

Brown, A.A. dan K.P. Davis 1973. Forest Fire Control and Use. McGraw-Hill Book Company. New York.

Buliyansih, A. 2005. Penilaian Dampak Kebakaran terhadap Makrofauna Tanah dengan Metode Forest Health Monitoring (FHM). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Chandler, C., P. Cheney, P. Thomas, L. Trabaud, dan D. William. 1983a. Fire in Forestry Volume 1 : Forest Fire Behavior and Effects. John Willey and Sons. New York.

. 1983b. Fire in Forestry Volume 2 : Forest Fire Management and Organization. John Willey and Sons. New York.

Davis, K.P. 1966. Forest Management : Regulation and Valuation. McGraw-Hill Book Company. New York.

Davis, L.S. dan K.N. Johnson. 1987. Forest Management. McGraw-Hill Book Company. New York.

DeBano, L.F., D.G. Neary, dan P.F. Ffolliott. 1998. Fire’s Effect on Ecosystems. John Willey and Sons. New York.

Dixon, J.A. dan M.M. Hufschmidt. 1991. Teknik Penilaian Ekonomi terhadap Lingkungan. Sukanto Reksohadiprodjo (Penerjemah). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Duerr, W.A. 1960. Fundamental of Forestry Economics. McGraw-Hill Book Company. New York, Toronto, London.

Fuller, M. 1991. Forest Fire : An Introduction to Wildland Fire Behaviour, Management, Firefighting, and Prevention. John Willey and Sons. New York.

Field, B.C. 1994. Environmental Economics, An Introduction. McGraw-Hill Book Company. New York, Tokyo, Toronto, Singapore.

Glover, D. dan T. Jessup. 2002. Mahalnya Harga Sebuah Bencana : Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Penerbit ITB. Bandung.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Hendrawan, S. 2003. Studi Perilaku Api pada Kebakaran Hutan Pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Lipsey, R.G. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi (J. Wasana, Penerjemah). Binarupa Aksara. Jakarta.

Pearce, D.W. dan R.K. Turner. 1992. Economics of Natural Resources and The Environment. Harvester Wheatsheaf. New York.

Pearce, D. dan D. Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity. IUCN Earthscan Publications Ltd. London.

Priandi, R.N. 2005. Dampak Kebakaran Hutan terhadap Tumbuhan Bawah dan Sifat Kimia Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat-Sukabumi. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Pyne, S.J., P.L. Andrews, dan R.D. Laven. 1996. Introduction to Wildland Fire. John Willey and Sons. New York.

Rahardjo, S. 2003. Komposisi Jenis dan Adaptasi Tumbuhan Bawah pada Areal Bekas Kebakaran di Bawah Tegakan Pinus merkusii Jungh. et de Vriese (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi). Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Riyanti, R.W. 2005. Penilaian Dampak Kebakaran Hutan terhadap Vegetasi dengan Metode Forest Health Monitoring (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Suratmo, F.G., E.A. Husaeni, dan N. Surati Jaya. 2003. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Syaufina, L., Supriyanto, Purwowidodo, dan Kasno. 2006. Pedoman Penilaian Areal Bekas Terbakar untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Yunus, L. 2005. Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat). Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

48

Dokumen terkait