• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal di laut

Dalam dokumen BAB II STUDI PUSTAKA (Halaman 90-94)

Annex VI Pencemaran udara belum diberlakukan

NEGARA ANGGOTA MARPOL 73/78 (1) Menyetujui MARPOL 73/78 – Pemerintah

9. Kriteria lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal di laut

a. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritim dilakukan melalui pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal; serta pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhanan. Dalam ayat 3 pasal 226 dijelaskan bahwa perlindungan lingkungan maritime juga dilakukan terhadap pembuangan limbah di perairan dan penutuhan kapal.

Dalam pasal 235 ayat 1 dijelaskan bawah setiap pelabuhan wajib memenuhi persyaratan peralatan penanggulangan pencemaran sesuai dengan besaran dan jenis kegiatan. Dalam ayat 2 disebutkan bahwa setiap pelabuhan wajib memenuhi persyaratan bahan penanggulangan pencemaran sesuai dengan besaran dan jenis kegiatan. Untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran, maka diperlukan reception facilities di beberapa pelabuhan.

Pasal 236 menjelaskan bahwa Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan,dan pengelola terminal khusus wajib menanggulangi pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian pelabuhan.

Pasal 237 ayat 1 menyebutkan bahwa untuk menampung limbah yang berasal dari kapal di pelabuhan, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, dan Pengelola Terminal Khusus wajib dan bertanggung jawab menyediakan fasilitas penampungan limbah.

Pasal 239 ayat 1 disebutkan bahwa pembuangan limbah di perairan hanya dapat dilakukan pada loksi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dan memenuhi persyaratan tertentu. b. PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 59, bahwa untuk menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan (menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di Pelabuhan) dan menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di Pelabuhan, Otoritas Pelabuhan

dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.

c. PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim.

Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhanan adalah segala tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat dan terpadu serta terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi, dan membersihkan tumpahan minyak atau bahan cair beracun dari pelabuhan ke periaran untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut. Pasal 33:

1) Pembuangan limbah di perairan hanya dapat dilakukan pada lokasi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan.

2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperbolehkan di alur pelayarn, kawasan lindung, kawasan suaka alam, taman nasional, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, sempadan pantai, kawasan terumbu karang, kawasan mangrove, kawasan perikanan dan budidaya, kawasan pemukiman dan daerah lain yang sensitif terhadap pencemaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

d. Peraturan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi

Pasal 1 dijelaskan mengenai definisi pengerukan dan reklamasi. Pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar perairan yang dipergunakan untuk keperluan tertentu. Reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan/atau kontur kedalaman perairan. Daerah buang adalah lokasi yang digunakan untuk tempat penimbunan hasil kerja keruk.

Dalam pasal 5 ayat 5 Permenhub No. 52 Tahun 2011: Lokasi pembuangan hasil keruk (dumping area) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan persyaratan tidak diperbolehkan di:

1) alur-pelayaran; 2) kawasan lindung; 3) kawasan suaka alam; 4) taman nasional; 5) taman wisata alam;

6) kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; 7) sempadan pantai;

8) kawasan terumbu karang; 9) kawasan mangrove;

10) kawasan perikanan dan budidaya; 11) kawasan pemukiman; dan

12) daerah lain yang sensitif terhadap pencemaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6:

1) Lokasi pembuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d dilakukan melalui kajian yang paling sedikit memuat penjelasan:

a) lokasi pembuangan telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (5);

b) kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter Lws;

c) jarak dari garis pantai lebih dari 12 (dua belas) Mil.

2) Lokasi pembuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d dilakukan studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. e. MARPOL Convention 73/78 Consolidated Edition 1997

yang memuat peraturan :

1) International Convention for the Prevention of

Pollution from Ships 1973.

Mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara anggota yang sudah meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran cairan beracun dan

berbahaya dari kapal. Konvensi-konvensi IMO yang sudah diratifikasi oleh Negara anggotanya seperti Indonesia, memasukkan isi konvensi-konvensi tersebut menjadi bagian dari peraturan dan perundang-undangan Nasional.

2) Protocol of 1978

Merupakan peraturan tambahan “Tanker Safety and

PollutionPrevention (TSPP)” bertujuan untuk

meningkatkan keselamatan kapal tanker dan melaksanakan peraturan pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang berasal dari kapal terutama kapal tanker dengan melakukan modifikasi dan petunjuk tambahan untuk melaksanakan secepat mungkin peraturan pencegahan pencemaran yang dimuat di dalam Annex konvensi.

Karena itu peraturan dalam MARPOL Convention 1973 dan Protocol 1978 harus dibaca dan

diinterprestasikan sebagai satu kesatuan peraturan. Protocol of 1978, juga memuat peraturan mengenai : a) Protocol I

Kewajiban untuk melaporkan kecelakaan yang melibatkan barang beracun dan berbahaya. Peraturan mengenai kewajiban semua pihak untuk melaporkan kecelakaan kapal yang melibatkan barang-barang beracun dan berbahaya. Pemerintah Negara anggota diminta untuk membuat petunjuk untuk membuat laporan, yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan petunjuk yang dimuat dalam Annex Protocol I.

Sesuai Article II MARPOL 73/78 Article III “Contents of report” laporan tersebut harus memuat keterangan :

(1) Mengenai identifikasi kapal yang terlibat melakukan pencemaran.

(2) Waktu, tempat dan jenis kejadian

(3)Jumlah dan jenis bahan pencemar yang tumpah

(4)Bantuan dan jenis penyelamatan yang dibutuhkan

Nahkoda atau perorangan yang bertanggung jawab terhadap insiden yang terjadi pada kapal wajib untuk segera melaporkan tumpahan atau buangan barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal karena kecelakaan atau untuk kepentingan menyelamatkan jiwa manusia sesuai petunjuk dalam Protocol dimaksud. b)Protocol II mengenai Arbitrasi

Berdasarkan Article 10”setlement of dispute”. Dalam Protocol II diberikan petunjuk menyelesaikan perselisihan antara dua atau lebih Negara anggota mengenai interprestasi atau pelaksanaan isi konvensi. Apabila perundingan antara pihak-pihak yang berselisih tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut, salah satu dari mereka dapat mengajukan masalah tersebut ke Arbitrasi dan diselesaikan berdasarkan petunjuk dalam Protocol II konvensi.

Selanjutnya peraturan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut oleh berbagai jenis bahan pencemar dari kapal dibahas daam Annex I s/d V MARPOL 73/78, berdasarkan jenis masing-masing bahan pencemar sebagai berikut :

Annex I Pencemaran oleh minyak Mulai berlaku 2 Oktober 1983

Annex II Pencemaran oleh Cairan Beracun

Dalam dokumen BAB II STUDI PUSTAKA (Halaman 90-94)