• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

LANDASAN TEORI

2.1 Deskripsi Teori

2.1.3 Kualitas Pelayanan

Definisi kualitas menurut Goetsh dan Davis dalam Simamora18 adalah merupakan :

“suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, layanan, manusia, proses, lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi lain mengenai kualitas menurut Pahan19 adalah sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan hubungan yang ditentukan atau tersirat”.

Gibson, Ivancevich dan Donnelly dalam Hutasoit20 mengatakan bahwa : “pelayanan adalah kegiatan yang dikehendaki konsumen atau klient, atau pekerjaan yang dilakukan untuk orang lain. Masih dalam Hutasoit21 menurut Kotler dan Amstrong bahwa pelayanan adalah kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada yang lain yang pada dasarnya tidak kasat mata dan tidak mengakibatkan kepemilikan”.

18Bilson Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel. PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal 180.

19 http://carapedia.com/pengertian_definisi_kualitas_info2137.html diunduh tgl 1 Mei 2013

20 Hutasoit, Pelayanan Publik: Teori dan Aplikasi. Jakarta, Magnascript Publishing, 2011, hal. 61.

Selanjutnya definisi dari Gronroos dalam Ratminto dan winarsih22, pelayanan adalah :

“suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/ pelanggan”.

Dari dua kata kualitas dan pelayanan, kualitas pelayanan menurut Wyckof dalam Simamora23 bisa didefinisikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan menurut Supranto24 kualitas pelayanan adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik.

Kualitas pelayanan yang baik merupakan awal kunci keberhasilan suatu badan atau organisasi dalam menjalankan bisnisnya atau tujuannya. Sehingga untuk mencapai kualitas pelayanan yang baik maka diperlukan beberapa indikator dari layanan itu sendiri. Menurut Account Commission dalam Hutasoit25 mengidentifikasikan sepuluh faktor yang menentukan kualitas pelayanan. Kesepuluh faktor dimaksud yaitu:

1. akses, kemudahan dan kenyamanan memperoleh pelayanan 2. komunikasi, menjaga konsumen selalu memperoleh informasi

dalam bahasa yang dimengerti dan mendengar konsumen

3. kompetensi, memiliki keterampilan dan pengetahuan terhadap jasa yang diberikan

4. rasa hormat, meliputi kesopanan, menghargai pertimbangan, dan ramah dari semua tingkatan staff.

22 Ratminto dan Winarsih, Manajemen Pelayanan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, hal.2.

23 Simamora, op cit., hal. 180.

24 http://www.kajianpustaka.com/2013/04/kualitas-pelayanan-pelanggan.html#.UYSKOkrYo6o, diunduh tgl 1 Mei 2013

5. kredibilitas, mencakup kepercayaan, reputasi, dan citra

6. keandalan, memberikan pelayanan yang konsisten, akurat, dan dapat diandalkan, serta memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan.

7. daya tanggap, memiliki kesediaan dan kesiapan untuk memberikan pelayanan ketika dibutuhkan.

8. keamanan, meliputi keamanan fisik, keuangan dan kerahasiaan. 9. bukti fisik, mencakup aspek fisik pelayanan seperti

perlengkapan, fasilitas, staf dan penampilan.

10.memahami konsumen, mengetahui kebutuhan personal konsumen dan mengenali pengulangan konsumen.

Lalu menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Hutasoit26 menggunakan pendekatan servqual atau service quality. Pendekatan ini dibuat berdasarkan perbandingan dua faktor utama yakni persepsi konsumen atas layanan nyata yang mereka terima, dan layanan yang sesungguhnya diharapkan. Model ini memiliki lima dimensi yakni :

1. tangible, yakni penampilan atau fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan alat-alat komunikasi.

2. reliability, yakni kemampuan untuk melakukan pelayanan yang telah dijanjikan secara akurat.

3. responsiveness, kesediaan untuk membantu konsumen dan menyediakan pelayanan dengan cepat.

4. assurance, yakni pengetahuan, kesopansantunan para pegawai dan kemampuannya untuk menyampaikan kepercayaan dan kerahasiaan.

5. empathy, yakni kepedulian dan perhatian individu yang diberikan oleh perusahaan kepada konsumen.

Lalu menurut Garvin dalam Hutasoit27, kualitas dalam jasa atau pelayanan mencakup dimensi-dimensi:

1. tampilan (performance) : menyangkut karakteristik operasi dasar 2. fitur (features) : item-item ekstra yang ditambahkan pada fitur

dasar.

3. kesesuaian (conformance) : kesesuaian kinerja dan mutu produk dengan standar.

26 Ibid., hal. 67.

4. keandalan (reliability) : kemungkinan produk untuk tidak berfungsi pada saatnya.

5. ketahanan (durability) : jangka waktu hidup sebelum tiba saatnya diganti.

6. pelayanan (service) : kemudahan servis atau perbaikan ketika dibutuhkan.

7. tanggapan (response): daya tanggap terhadap masukan dari konsumen.

8. estetika (aesthetics) : menyangkut tampilan, rasa, bunyi, bau, atau rasa.

9. reputasi (reputation) : menyangkut nama baik atas suatu kualitas produk.

Sedangan menurut Kotler28, jasa pelayanan diklasifikasikan menjadi empat karakteristik sebagai berikut :

1. intangibility (tidak berwujud) : jasa yang hanya bisa dikonsumsi tetapi tidak bisa dimiliki. Sehingga seseorang tidak dapat menilai kualitas dari jasa sebelum merasakan/ mengkonsumsi sendiri. 2. inseparability (tidak dapat dipisahkan) : dijual lalu diproduksi dan

dikonsumsi secara bersamaan karena tidak dapat dipisahkan. Karena itu konsumen ikut berpartisipasi dalam menghasilkan jasa layanan.

3. variability (keanekarupaan) : jasa sangat bersifat variable karena merupakan non standardized output artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa dihasilkan. Sehingga para pembeli jasa ini seringkali meminta pendapat orang lain dahulu sebelum memutuskan untuk memilih. 4. perishability (tidak tahan lama) : jasa tidak dapat disimpan dan

permintaannya berfluktuasi. Hal ini tidak menjadi masalah bila permintaannya tetap karena mudah untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya. Bila permintaan berfluktuasi berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan kapasitas menganggur (saat permintaan sepi) dan pelanggan tidak terlayani dengan resiko mereka kecewa atau beralih kepenyedia jasa lainnya.

Moenir dalam Tangkilisan29 menjelaskan bahwa agar pelayanan dapat memuaskan orang atau kelompok orang lain yang dilayani, maka pelaku yang bertugas melayani harus memenuhi empat kriteria pokok yaitu :

28http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/133042T%2027829Peningkatan%20kualitasTinjauan%20lit eratur.pdf, diunduh pada 4 Mei 2013.

1. tingkah laku yang sopan

2. cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan

3. waktu menyampaikan yang tepat 4. keramahtamahan

Sedangkan menurut konsep Lean Sigma yang dijabarkan oleh Gaspersz30 ada beberapa dimensi atau atribut yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kualitas jasa:

1. ketepatan waktu pelayanan : berkaitan dengan waktu tunggu dan proses

2. akurasi pelayanan : berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan

3. kesopanan dan keramahatamahan : berkaitan dengan interaksi pihak eksternal

4. tanggung jawab : berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan pelanggan eksternal

5. kelengkapan : menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya

6. kemudahan mendapatkan pelayanan : berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani

7. variasi model pelayanan : berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, fitur pelayanan 8. pelayanan pribadi : berkaitan dengan fleksibilitas atau penanganan

permintaan khusus

9. kenyamana dalam memperoleh pelayanan : berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk,dan bentuk-bentuk lain

10.atribut pendukung pelayanan lainnya : seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC dan lain-lain. Lalu menurut konsep Barata31, pelayanan didasarkan pada konsep triple-win customer service. Dimana dalam pelayanan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor :

29 Tangkilisan, op cit,.hal 208.

30Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007, hal. 117.

31 Atep Adya Barata, Dasar – Dasar Pelayanan Prima. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal 31.

1. ability (kemampuan): pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima. 2. attitude (sikap) : perilaku atau perangai yang harus ditonjolkan

ketika menghadapi pelanggan

3. appearance (penampilan) : penampilan seseorang, baik bersifat fisik maupun non fisik yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas pihak lain

4. attention (perhatian) : kepedulian penuh terhadap pelanggan baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan kritiknya

5. action (tindakan) : berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada pelanggan

6. accountability (tanggung jawab) : suatu sikap keberpihakan kepada pelanggan sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan pelanggan.

Dari penjabaran diatas bahwa perkembangan administrasi publik menuju era sekarang ialah agar pelayanan terhadap publik menjadi lebih baik, efektif, efisien dan bermartabat. Tujuan dari pemberian pelayanan adalah rasa kepuasan atas apa yang pengguna jasa terima atau rasakan. Sehingga menurut kotler dalam Indiahono32 bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Senada dengan apa yang diutarakan oleh Parasuraman dalam Hutasoit33, apabila harapan lebih besar jika dibandingkan dengan kinerja, maka kualitas yang dirasakan lebih kecil jika dibandingkan dengan kepuasannya, karenanya ketidakpuasan konsumen terjadi.

32 Indiahono, op. cit., hal. 165.

2.3 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, senantiasa peneliti mengacu ke beberapa sumber sebagai bahan referensi. Berikut adalah sumber tersebu:

Skripsi, Sarah Neri Suriani, 2011, “Kualitas Pelayanan Kesehatan di PUSKESMAS Baja Kecamatan Cibodas Kota Tangerang” menunjukan bahwa Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Baja kecamatan Cibodas Kota Tangerang ditinjau dari aspek Reliability memiliki skor SERVQUAL sebesar -3,1 yang berarti tidak memuaskan bagi responden. Hal ini terjadi karena pihak Puskesmas yang tidak jelas dalam waktu pelayanan. Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Baja kecamatan Cibodas Kota Tangerang ditinjau dari aspek Responsiveness dengan skor SERVQUAL sebesar -3,025 yang berarti tidak memuaskan bagi responden. Hal ini terjadi karena para petugas kerap bekerja dengan santai. Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Baja kecamatan Cibodas Kota Tangerang ditinjau dari aspek Assurance dengan skor SERVQUAL sebesar -2,925. Hal ini terjadi karena kemampuan danperilaku aparatur (paramedik) dalam dalam menjalankan tugas belum efektif. Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Baja kecamatan Cibodas Kota Tangerang ditinjau dari aspek Empathy dengan skor SERVQUAL sebesar -2,9. Hal ini terjadi karena ketidakjelian petugas Puskesmas yang bertugas. Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Baja kecamatan Cibodas Kota Tangerang ditinjau dari aspek Tangibles dengan skor SERVQUAL -2,9. Hal ini terjadi sarana dan prasarana komunikasi yang digunakan tidak efektif.

Skripsi, Bagus Pratama, 2015, “Kualitas Pelayanan pembinaan dan bimbingan Mantan Penyandang Narkoba Dipanti Sosial Pamardi Putra Khusnul Khotimah DKI Jakarta”. menunjukan untuk indikator Tangibles memiliki skor SERVQUAL sebesar -1,67 dengan tingkat kesesuaian 51,03%. Hal ini menunjukan bahwa dalam melaksankan pembinaan dan bimbingan khususnya untuk aspek fisik panti sosial tersebut belum menyediakan sarana dan prasarana yang baik. Untuk indikator Reliability memiliki skor SERVQUAL -1,72 dengan tingkat kesesuaian sebesar 50%. Hal ini menunjukan bahwa dalam melaksanakan pembinaan dan bimbingan khususnya pada aspek jumlah petugas panti belum cukup. Untuk indikator Responsiveness memiliki skor SERVQUAL -1,66 dengan tingkat kesesuaian sebesar 51,83%. Hal ini menunjukan bahwa masih belum tanggapnya petugas panti dalam memahami kebutuhan klien. Untuk indikator Assurance memiliki skor SERVQUAL -1,64 dengan tingkat kesesuaian sebesar 51,92%. Hal ini menunjukan belum semua petugas panti mempunyai kemampuan berkomunikasi. Untuk indikator Emphaty memiliki skor SERVQUAL -1,67 dengan tingkat kesesuaian 52,23%. Hal ini menunjukan petugas panti kurang meluangkan waktu kepada klien.

2.4 Kerangka Berfikir

Menurut Sekaran dalam Sugiyono34, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting.

Konsep Pelayanan publik yang dibangun dari administrasi publik klasik sampai dengan administrasi modern selalu berhubungan dengan bagaimana pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi publik harus berkualitas, sehingga dapat menempatkan masyarakat sebagai pengguna jasa merasa terpuaskan oleh pelayanan tersebut. Kepuasan publik yang dirasakan atas pemberian pelayanan dapat diartikan sebagai tingkat respon publik terhadap kesesuaian harapan dengan kenyataan pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik.

Dari beberapa teori yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti mengambil teori SERVQUAL dari Parasuraman dkk untuk dijadikan dimensi yang dapat menilai kualitas pelayanan PT ASDP Merak melalui persepsi pengguna jasa layanan di Pelabuhan Merak. Dimensinya antara lain, tangibles, reliability, responsiveness, , empathy, dan assurance.

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Teori Servqual dari Parasuraman dkk Dimensi Service Quality

1. tangibles 2. reliability 3. assurance 4. emphaty 5. responsiveness

Masalah di Pelayanan PT ASDP

1. Fasilitas pelayanan e-ticket yang tidak maksimal yang diberikan oleh pihak ASDP.

2. Fasilitas pelayanan sarana dan yang diberikan oleh pihak ASDP.

3. Adanyan pemungutan liar saat terjadi antrian, selain itu karena minimnya pengawasan

keamanan di pelabuhan juga memprihatinkan.

Peningkatan Kualitas Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Di Pelabuhan Penyeberangan Merak.

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti dan kemudian akan dibuktikan kebenarannya melalui penelitian. Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis yang peneliti kemukakan adalah:

Ketika Harapan Kualitas Pelayanan PT. ASDP Indonesia Ferry (PERSERO) di Pelabuhan Penyebrangan Merak lebih besar dari pada persepsi yang didapat, maka kualitas pelayanan PT. ASDP tersebut akan merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak PT. ASDP Indonesia Ferry (PERSERO) di Pelabuhan Penyebrangan Merak”.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Deskripsi Teori

Teori dalam administrasi mempunyai peranan yang sama dengan teori yang ada didalam ilmu fisika, kimia maupun biologi yaitu berfungsi untuk menjelaskan dan panduan dalam penelitian. Berdasarkan teori diatas didefinisikan sebagai seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi

Berdasarkan definisi tersebut dapat dikemukakan ada empat kegunaan teori didalam penelitian yaitu:

1. Teori berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis.

2. Teori berfungsi untuk mengungkapkan untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan.

3. Teori sebagai stimulant dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.

4. teori sebagai pisau bedah untuk suatu penelitian.

Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variable yang diteliti, beberapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan atau dideskripsikan akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian dan uraian yang

lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variable yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah.

2.1.1 Persepsi

Ruky 1 menjelaskan bahwa persepsi adalah sebuah konsep dalam ilmu perilaku (psikologi) yang cukup sukar untuk dibahas. Persepsi itu sendiri diartikan sebagai sebuah proses kognitif yang terjadi pada diri seseorang pada waktu memperoleh rangsangan (stimulus) pada pancaindranya. Proses persepsi terdiri dari: penyeleksian, pengorganisasian (pengaturan), dan penafsiran data yang dilihat, didengar, disentuh, dibaui atau dirasa menjadi sebuah kesan atau kesimpulan. Seringkali apa yang disimpulkan melalui proses persepsi tidak sama dengan apa yang sebenarnya terjadi atau ada karena penafsiran yang dilakukan satu orang berbeda dengan yang dilakukan orang lain. Oleh karena itu, persepsi kadang-kadang dianggap bukan hal yang logis karena penafsiran yang dilakukan sudah dipengaruhi oleh pengetahuan yang sudah lebih dahulu ada dan oleh pengalaman. Socrates, filsuf Yunani kuno menegaskan bahwa seseorang akan berbicara kepada yang lainnya berdasarkan pengalaman mereka masing-masing.

Manusia cenderung mencocokan pandangannya ke dalam kerangka atau pola harapan maupun keinginannya:

1 Achmad S Ruky. 2002. Sukses Sebagai Manajer Professional Tanpa Gelar MM atau MBA. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 193-194.

1. kita akan merasakan apa yang ingin kita rasakan 2. kita akan melihat apa yang ingin kita lihat 3. kita akan mendengar apa yang ingin kita dengar

Masalahnya adalah seringkali kenyataan tidak selalu sama dengan apa yang menjadi harapan atau keinginan kita, dan hal ini seringkali mengganggu proses komunikasi. Selanjutnya persepsi juga merupakan pandangan seseorang terhadap realita/kenyataan yang dapat dikategorikan dalam bentuk :

a. persepsi sensoris : yaitu kenyataan fisik yang kadang-kadang salah kita interpretasikan karena sensor pancaindra kita salah menerimanya. b. Persepsi normatif: suatu interpretasi yang lebih banyak melibatkan

opini atau pendapat pribadi kita sendiri. Biasanya interpretasi kita berbeda dengan orang lain tergantung datri sudut pandang atau subyektifitas kita masing-masing.

Menurut Branca dkk dalam Walgito2 menjelaskan bahwa: Persepsi merupakan proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan adalah merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Namun proses tersebut tidak berhenti di situ saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi.

Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai didirnya melalui alat indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya.

Davidoff dalam Walgito3 menambahkan bahwa : stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan, sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya itu. Proses inilah yang dimaksud dengan persepsi. Jadi stimulus diterima oleh alat indera, kemudian melalui proses persepsi sesuatu yang diindera tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan.

Selanjutnya menurut Moskowitz dan Orgel dalam Walgito4 bahwa : persepsi itu merupakan proses yang intergrated dari individu terhadap timulus yang diterimanya. Dengan demikian persepsi menurut Walgito merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu. Karena merupakan aktivitas yang intergrated maka seluruh pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu.

Desiderato dalam Rakhmat5 mengemukakan bahwa : persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi.

3 Ibid., hal 45-46

4 Walgito, loc. cit.

Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Untuk lebih memahami persepsi, Thoha dalam Marliyah dkk6 menjelaskan: yang harus diketahui adalah persepsi merupakan penafsiran unik terhadap situasi dan bukan pencarian yang benar terhadap situasi.

Proses persepsi meliputi interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan, dan penafsiran yang semuanya sangat tergantung pada penginderaan data. Karena persepsi melibatkan proses kognitif yang kompleks, maka melaluinya dapat dihasilkan gambaran unik tentang kenyataan yang kemungkinan berbeda dari kenyataannya.

Persepsi diartikan oleh Gitosudarmo & Sudita dalam Tangkilisan7 adalah suatu proses memperhatikan, menyeleksi, dan menafsirkan stimulus lingkungan, di mana proses tersebut terjadi karena interpretasi seseorang berdasarkan pengalaman yang dialami maupun stimulus yang dating kepadanya.

Berdasarkan beberapa pengertian dan penjelasan diatas mengenai persepsi, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan cara penilaian terhadap sesuatu yang dirasakan melalui pancaindera serta pengalaman yang dialamainya. Penilaian tersebut bisa menghasilkan gambaran kenyataan saat itu maupun hanya keadaan sementara. Dimana penilaian ataupun persepsi

6 Lina Marliyah, Fransisca I. R. Dewi, P. Tommy Y.S Suyasa, Jurnal Provitae Volume 1 No 1 Desember 2004: Persepsi Terhadap Dukungan Orangtua dan Pembuatan Keputusan Karir Remaja. Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, hal.63.

antara satu orang dengan orang lainnya bisa berbeda dan kemungkinan bisa sama.

2.1.2 Pelayanan Publik

Dalam perkembangan ilmu administrasi publik telah terjadi pergeseran dimana menurut Utomo8 dari negara sebagai agen tunggal implementasi fungsi pemerintahan menjadi pemerintahan yang menekankan tugas nya dalam public service. Bagaimana fungsi pemerintahan hanyalah sebagai fasilitator, katalisator yang bertitik tekan pada putting the customers in the driver seat.

Dwiyanto9 menerangkan dalam perjalanan administrasi public bahwa. “pelayanan publik dahulunya bahwa semua barang dan jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah kemudian disebut sebagai pelayanan public, whatever government does is public service. Namun dengan munculnya New Public Management (NPM) di Inggris, menggantikan paradigma organisasi publik klasik”.

Paradigma ini menurut Vigoda dalam Keban10 sebagai pendekatan dalam administrasi publik yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas, dan kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern.

Hood dalam Keban11 mengungkapkan bahwa ada tujuh komponen doktrin dalam NPM, yaitu:

8 Warsito Utomo, Administrasi Publik Baru Indonesia: Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, hal.33.

9Agus Dwiyanto, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif Edisi Kedua.Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2011, hal. 14.

10 Yeremias T. Keban, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta, Gava Media, 2008, hal. 36.

1. pemanfaatan manajemen professional dalam sektor publik 2. penggunaan indikator kinerja

3. penekanan yang lebih besar pada kontrol output 4. pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil 5. pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi

6. penekanan gaya sektor swasta pada praktek manajemen, dan 7. penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi

dalam penggunaan sumberdaya

Paradigma NPM ini pada saat bersamaan juga muncul di Amerika yang dipelopori oleh David Osborne dan Ted Gaebler12 dengan nama

Dokumen terkait