• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. PLTA Cirata

4.3 Kualitas Air Sungai di Wilayah PLTA

4.3.1 Kualitas air PLTA Saguling dan Cirata

Hasil uji T terhadap kualitas air di inletdan outlet PLTA dilihat pada Tabel 8. Hasil uji T kualitas air di wilayah PLTA Saguling menunjukkan bahwa secara umum kualitas air di outlet sama dengan kualitas air di inlet. Perbedaan secara

nyata (α=0,05)pada kualitas air di inlet dan outletberdasarkan hasil uji T hanya terlihat pada BOD pada tahun 2005, TSS pada tahun 2008, dan pH tahun 2008 dan tahun 2009.

Tabel 8 Hasil uji T kualitas air di PLTA Saguling

Parameter P-Value Saguling

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Suhu 0,560 0,396 0,426 0,787 0,166 0,076 TDS 0,288 0,117 0,220 0,058 0,102 0,079 TSS 0,620 0,409 0,365 0,031 0,112 0,191 pH 0,433 0,213 0,453 0,021 0,005 0,199 H2S 0,391 0,291 0,395 0,221 0,132 0,391 NO3-2 0,517 0,600 0,850 0,224 0,155 0,672 PO4-3 0,561 0,074 0,637 0,672 0,804 0,342 DO - - 0,103 0,885 0,240 0,184 COD 0,081 0,833 0,596 0,211 0,467 0,436 BOD 0,039* 0,621 0,951 0,146 0,871 0,714 Fe 0,275 0,155 0,078 0,473 0,537 0,116

Ket: nilai P < 0,05 maka H0 ditolak (sumber : Siregar 2004) ; - : tidak ada data

Konsentrasi nilai rata-rata median TSS (3 mg/L) dan pH (7,1) di oulet lebih rendah dibandingkan dengan TSS (4 mg/L) dan pH (7.9) di inletpada tahun 2008. Konsentrasi BOD di outlet (7,85 mg/L) lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi rata-rata median BOD (8,75) di inletpada tahun 2005 (Lampiran 1). Walaupun ada parameter pada tahun yang berbeda tersebut menunjukkan adanya perbedaan nyata (α=0,05) namun hal tersebut tidak menggambarkan hasil keseluruhan tentang kualitas air waduk. Dari Tabel 8 hanya sekitar 6,25 % data yang menunjukkan ada perbedaan nyata. Kualitas air yang tidak berbeda nyata

secara statistik (α=0,05) sebelum dan sesudah dimanfaatkan oleh PLTA menunjukkan bahwa PLTA Saguling dalam kegiatan operasionalnya tidak menurunkan kualitas air.

Hasil uji T terhadap kualitas air di inlet dan outlet PLTA Cirata secara umum menunjukkan kualitas air di PLTA Cirata di outletsama dengan kualitas air di inlet. Perbedaan secara nyata (α=0,05) kualitas air di inlet dan outlet hanya terlihat pada konsentrasi TDS pada tahun 2010 dan phosfat pada tahun 2009.

Tabel 9 Hasil uji T kualitas air di PLTA Cirata Parameter P-Value Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Suhu 0,391 0,406 0,467 0,989 0,074 0,134 TDS 0,116 0,759 0,217 0,163 0,110 0,007 TSS 0,225 0,401 0,886 0,372 0,375 0,577 pH 0,532 0,118 0,623 0,139 0,097 0,059 H2S 0,391 - 0,227 0,333 0,459 0,193 NO3- 0,381 0,198 0,759 0,310 0,627 0,284 PO4-3_ 0,103 0,153 0,571 0,722 0,034 0,470 DO 0,861 0,779 0,373 0,192 0,018 0,832 COD 0,960 0,904 0,207 0,781 0,080 0,638 BOD 0,892 0,378 0,348 0,692 0,096 0,521 Fe 0,319 0,389 0,735 0,428 0,108 0,541

Ket: nilai P < 0,05 maka H0 ditolak (sumber : Siregar 2004) ; - : tidak ada data

Konsentrasi rata-rata median TDS (150 mg/L) di outlet Cirata pada tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan konsentrasi TDS (112 mg/L) di inlet. Konsentrasi phosfat (0,26 mg/L) di outletlebih tinggi dibandingkan di inlet (0,23 mg/L) pada 2009 sebagaimana tertera pada Lampiran 2. Walaupun terdapat dua parameter pada tahun yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata namun hal tersebut tidak menggambarkan hasil keseluruhan tentang kualitas air waduk atau hanya sekitar 3,08 % data yang menunjukkan ada perbedaan nyata. Dengan demikian kualitas air tidak berbeda nyata secara statistik (α=0,05) sebelum dan

sesudah dimanfaatkan oleh PLTA Cirata. Hal ini menunjukkan bahwa PLTA Cirata dalam kegiatan operasionalnya tidak menurunkan kualitas air.

Analisis hasil uji T memperlihatkan secara statistik kualitas air (kelas IV) di inlet dan outlet PLTA Saguling dan PLTA Cirata tidak berbeda nyata (α=0,05). Proses konversi energi potensial air sungai menjadi energi mekanik kemudian energi listrik di pembangkit tidak ada indikasi adanya tambahan material dalam kegiatan konversi energi tersebut. Sehingga air yang keluar dari turbin pembangkit listrik tenaga air tidak menambah beban lingkungan. Air yang keluar dari turbin PLTA bukan merupakan sisa kegiatan PLTA (Penjelasan pasal 38 ayat 1 dari PP Nomor 82/2001).

Berdasarkan data sebaran kualitas air di Waduk Saguling dan Citara secara keseluruhan masih di bawah ambang batas dari baku mutu untuk Kelas 4 (PP No.82/2001), kecuali untuk parameter Biological Oxygen Demand (BOD).

Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat diurai oleh mikroorganisma. Dinamika kualitas air inlet di Waduk Saguling untuk parameter BOD tahun 2005, tahun 2007 hingga tahun 2010 adalah kurang baik. Sebaran konsentrasi BOD telah melewati ambang batas dari baku mutu untuk Kelas 4 (Lampiran 5). Hal tersebut juga terjadi di waduk di PLTA Cirata. Dinamika kualitas air BOD di waduk di Cirata telah melewati ambang baku mutu Kelas 4 dari PP No. 82/2001 pada tahun 2005, 2006, dan 2008 (Lampiran 6). Perairan yang memiliki nilai BOD yang tinggi tidak cocok bagi kepentingan perikanan dan pertanian.

PLTA harus memperhatikan dinamika kualitas air baik di inlet dan outlet, sebelum dan sesudah dimanfaatkan oleh PLTA. Sesuai dengan komitmen manajemen puncak untuk selalu memenuhi ketentuan yang berlaku dan mencegah terjadinya polusi dan kerusakan lingkungan yang diikuti dengan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi kualitas air terhadap pemenuhan regulasi (audit internal maupun tinjauan manajemen) tidak hanya difokuskan dampak kualitas air terhadap operasional PLTA, PLTA sebagai pemanfaat sumberdaya perlu memperhatikan keseimbangan ekosistem antara wilayah hulu dan hilir baik dalam aspek ekonomi dan pelestarian lingkungan sehingga multifungsi air tetap dapat dipertahankan. Konsentrasi Fe meskipun tidak ditetapkan persyaratan baku mutunya dalam PP No. 82/2001, Fe yang teroksidasi di dalam air berwarna kecoklatan dan tidak dapat larut dapat mengakibatkan penggunaan air menjadi terbatas untuk keperluan fungsi lainnya.

Selain itu diketahui bahwa air yang terdapat pada waduk di PLTA Saguling dan Cirata digunakan juga untuk aktivitas lain seperti untuk kegiatan budidaya keramba jaring apung (KJA). Aktivitas KJA merupakan salah satu bentuk untuk mengurangi dampak sosial ekonomi saat pendirian PLTA dan pembangunan waduk dengan jumlah maksimum yang ditetapkan. Sisa limbah pakan ikan dari kegiatan KJA akan menurunkan kualitas air waduk. Peningkatan kontentrasi nitrat dan phosfat dapat terjadi karena masuknya bahan pencemar yang mengandung unsur N dan P seperti dari pakan ikan. Limbah yang berasal dari KJA (tahun 1996-2000) di Waduk Saguling mengandung 1.359.028 kg N dan

214.059 kg P, dan di Waduk Cirata mengandung 6.611.787 kg N dan 1.041.417 kg P (Garno 2002). Sementara peningkatan jumlah KJA terus meningkat hingga berjumlah 7209 petak unit pada tahun 2010 di Waduk Saguling dan sebanyak 51418 unit di Waduk Cirata. Jumlah ini telah melewati kapasitas daya dukung waduk. Daya dukung Waduk Saguling hanya dapat menampung 4514 unit petak KJA (Maulana 2010), sedangkan daya dukung Waduk Cirata dapat menampung sebanyak 24000 unit petak KJA (Hapsari 2010).

Hal penting lainnya adalah keberlangsungan fungsi waduk juga tergantung pada kondisi keadaan lahan di sekitar daerah tangkapan air (DTA). Berbagai penggunaan lahan sebagaimana diuraikan dalam analisis perubahan penutupan lahan lahan dapat menghasilan berbagai bahan pencemar atau limbah yang akan mengalir ke perairan waduk. Hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan perairan waduk.

Adanya dinamika kualitas air di kedua waduk tersebut menunjukkan bahwa PLTA tidak bisa berhenti melakukan pengendalian terhadap kualitas air yang akan dimanfaatkannya meskipun secara statistik kualitas air waduk di wilayah PLTA Saguling dan Cirata masih sesuai untuk keperluan operasional PLTA. Pendekatan sukarela untuk perlindungan lingkungan dan sumberdaya air perlu ditunjukkan dengan adanya konsistensi untuk mempertahankan kualitas air dan melebihi (beyond) ketentuan dan persyaratan yang berlaku atau yang ditetapkan pihak yang berwenang. Selain itu, keberlanjutan sumberdaya air juga berarti keberlanjutan operasional PLTA itu sendiri. Walaupun pelestarian kualitas air inlet PLTA, terutama di bagian hulu, di luar kendali manajemen PLTA, manajemen PLTA harus mengkomunikasikan kepada stakeholder terkait yang memanfaatkan dan/atau berkepentingan terhadap sumberdaya air waduk.