• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu tool untuk melaksanakan tindakan sukarela diperkenalkannya standar Sistem Manajemen Lingkungan (SML). Secara tipikal, SML terdiri atas

penetapan, implementasi dan tinjauan kebijakan lingkungan yang diarahkan untuk mengurangi dampak lingkungan akibat operasi yang dilakukan perusahaan (ISO 2004; Arimura et al.2007).

Metodologi implementasi sistem manajemen lingkungan dilakukan dengan Plan-Do-Check-Act (PDCA) suatu model yang mengikuti sistem manajemen yang dikenal dengan Siklus Deming seperti disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Model sistem manajemen lingkungan (Sumber: ISO 2004).

Standar didefinisikan sebagai suatu dokumen, yang ditetapkan melalui konsensus dan disahkan oleh badan yang diakui, memuat aturan, panduan atau karakteristik kegiatan atau hasilnya yang dapat digunakan secara umum dan berulang, yang bertujuan untuk mencapai tingkat keteraturan yang optimum dalam konteks tertentu. Standar juga sering digunakan oleh pemerintah untuk menetapkan regulasi teknis untuk keperluan intervensi pasar guna melindungi masyarakat dan konsumennya dari produk yang tidak aman, tidak sehat dan rusaknya lingkungan hidup (ISO/IEC 2002).

Secara umum ada tujuh komponen utama dalam SML yaitu komitmen dan kebijakan lingkungan, tinjauan lingkungan awal, perencanaan kebijakan lingkungan, penerapan kebijakan lingkungan, pengukuran dan evaluasi, audit dan tinjauan, dan komunikasi lingkungan eksternal (Chereminisoff 2006). Ketujuh komponen dan interaksinya dilustrasikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Komponen SML dan interaksinya (Sumber: Cheremisinoff 2006)

2.3.1 Komitmen dan Kebijakan Lingkungan

Penerapan sistem manajemen lingkungan harus memperoleh komitmen manajemen puncak. Tanpa komitmen resmi, suatu sistem tidak akan memiliki kredibilitas dan tidak efektif (Lessem 1989). Kebijakan merupakan suatu deklarasi yang ditandatangi oleh manajemen puncak organisasi bahwa perlindungan lingkungan menjadi prioritas organisasi. Manajemen puncak perlu menyediakan sumberdaya termasuk finansial yang diperlukan (ISO 2004; BSN 2005, Cheremisinoff 2006).

Kebijakan lingkungan yang merupakan keseluruhan maksud dan arah organisasi mengenai kinerja lingkungan memberikan kerangka untuk menetapkan tindakan dan penentuan tujuan serta sasaran lingkungan (ISO 2004, BSN 2005). Kebijakan lingkungan memuat komitmen untuk mencegah polusi, memenuhi peraturan regulasi lingkungan dan aturan yang berlaku, menerapkan proses perbaikan berkelanjutan. Manajemen puncak harus memastikan bahwa kebijakan tersebut diimplementasikan di seluruh organisasi. (ISO 2004, BSN 2005).

Kebijakan lingkungan harus relevan dengan sifat, skala, dan dampak lingkungan dari kegiatan, produk dan jasa organisasi. Dengan demikian kebijakan lingkungan diformulasikan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan merefleksikan realitas situasi lingkungan organisasi (ISO 2004, BSN 2005).

Komitmen untuk memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diikuti organisasi, bukan berarti organisasi wajib memenuhi seluruh regulasi dalam waktu bersamaan. Organisasi disyaratkan untuk memiliki rencana atau cara untuk memastikan pemenuhan seluruh peraturan perundang-undangan yang ditetapkan tersebut termasuk yang terdapat dalam perjanjian sukarela jika ada.

Kebijakan lingkungan juga harus memberi kerangka untuk menetapkan dan meninjau sasaran dan target lingkungan. Kebijakan lingkungan juga harus didokumentasikan, diimplementasikan, dipelihara dan dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. Implementasi dapat diperagakan melalui instruksi, sasaran dan target, rencana strategik, dan program lingkungan.

Hal penting lainnya, dalam kebijakan lingkungan harus tersedia bagi publik dan pihak yang berkepentingan. Kebijakan harus ditinjau untuk memastikan kesesuaiannya dengan perubahan (internal maupun eksternal) yang mempengaruhi organisasi, misalnya adanya perubahan penggunaan sumberdaya, teknologi produksi, ketentuan regulasi, budaya dan norma yang berlaku (Gabel dan Folme 2000).

2.3.2 Tinjauan Lingkungan Awal

Tinjauan lingkungan awal (TLA) merupakan langkah awal sebelum perusahaan dapat merencanakan dan menerapkan kebijakan lingkungan. Perusahaan melalukan tinjauan yang lengkap terkait isu/aspek lingkungan perusahaan. TLA akan menghasilkan karakteritik baseline perusahaan dalam mengelola isu lingkungan, yang dapat digunakan sebagai basis untuk mengidentifikasi deficiency atau area yang tidak sesuai (noncompliance). Atas dasar ini, perusahaan melakukan inisiatif untuk menghilangkan kesenjangan yang ada.

2.3.3 Perencanaan Kebijakan Lingkungan

Perencanaan yang baik memerlukan pengetahuan interaksi antara perusahaan dengan lingkungan dan publik. Organisasi perlu memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kewajiban yang ada di dalamnya. Program

sebaiknya menetapkan target dan sasaran lingkungan secara spesifik dan jelas, menetapkan cara dan sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai hasil serta waktu pelaksanaannya.

Elemen penting dalam perencanaan sistem manajemen lingkungan yaitu identifikasi aspek lingkungan, evaluasi resultansi dampak lingkungan, pertimbangan persyaratan perundang-undangan, penetapan sasaran dan target, serta program lingkungan.

Aspek lingkungan merupakan unsur kegiatan atau produk atau jasa organisasi yang dapat berinteraksi dengan lingkungan. Dampak lingkungan adalah setiap perubahan pada lingkungan, baik yang merugikan atau bermanfaat, keseluruhannya ataupun sebagian disebabkan oleh aspek lingkungan organisasi. Identifikasi aspek lingkungan dalam lingkup sistem manajemen lingkungan dilakukan pada aspek yang dapat dikendalikan dan yang dapat dipengaruhi (ISO 2004, BSN 2005).

Kriteria untuk mengevaluasi aspek lingkungan antara lain isu lingkungan dan peraturan perundang-undangan, tingkat pengendalian organisasi terhadap aspek lingkungan; sifat sumberdaya alam yang digunakan (terbaharui atau tidak); ketersediaan aturan dan praktek organisasi, dan pandangan para pihak yang berkepentingan (ISO 2004, Gilbert 1998).

Persyaratan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan aspek lingkungan organisasi perlu diidentifikasi dan ditentukan bagaimana persyaratan tersebut diterapkan. Persyaratan peraturan perundang-undangan dapat mencakup skala nasional dan internasional; atau peraturan pemerintahan daerah (Ritchie 1997). Tujuan dan sasaran lingkungan perlu mempertimbangkan persyaratan perundang-undangan, aspek lingkungan penting, pilihan teknologi, keuangan, persyaratan operasional dan bisnis; serta pandangan pihak yang berkepentingan.

Program manajemen lingkungan merupakan peta lintasan (roadmap) perusahaan yang akan diikuti menuju pencapaian tujuan dan target lingkungan. Program memuat memuat langkah aksi, jadwal, sumberdaya, tanggungjawab yang diperlukan, dan jangka waktu untuk mencapai tujuan, sasaran dan kebijakan lingkungan.

2.3.4 Implementasi Kebijakan Lingkungan

Penerapan sistem manajemen lingkungan (SML) akan berhasil bila manajemen dan pegawai memahami program keseluruhan, fungsi dan tanggungjawabnya, menggunakan instruksi kerja, merekam dan mengendalikan dokumen. Perusahaan harus mengembangkan kemampuan dan mekanisme yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran lingkungan (Ritchie 1997; ISO 2004). Terdapat tujuh elemen dalam prinsip ini, yaitu sumber daya, peran, tanggung jawab dan kewenangan; kompetensi, pelatihan dan kesadaran; komunikasi; dokumentasi; pengendalian dokumen; pengendalian dokumen, pengendalian operasional, dan kesiagaan dan tanggap darurat (Ritchie 1997; ISO 2004).

Sumber daya, peran, tanggung jawab untuk menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen lingkungan perlu dipastikan. Sumberdaya termasuk sumberdaya manusia dan keterampilan khusus, sarana operasional, teknologi dan sumberdaya keuangan. Kebutuhan sumberdaya diidentifikasi pada setiap fungsi dan tingkat organisasi, serta memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan dengan pencapaian sasaran kinerja lingkungan.

Organisasi harus memastikan setiap orang yang bertugas untuk atau atas nama organisasi yang pekerjaan berpotensi menyebabkan dampak lingkungan penting, mempunyai kompetensi (pendidikan, pelatihan atau pengalaman) yang memadai. Organisasi perlu memberikan pelatihan mengenai aspek lingkungan dan sistem manajemen lingkungan termasuk value dan kebijakan lingkungan organisasi. Pelatihan sangat menentukan keberhasilan dan efektifitas penerapan SML. Identifikasi kebutuhan pelatihan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan dan kompetensi karyawan yang diperlukan untuk membangun SML (ISO 2004, BSN 2005).

Aspek lingkungan dan SML perlu dikomunikasikan dengan pihak internal maupun dengan pihak eksternal guna menangapi kepentingan mereka terkait dengan aspek dan dampak lingkungan operasi organisasi. Komunikasi juga perlu dilakukan dengan pihak otoritas publik mengenai perencanaan situasi darurat dan isu lainnya yang sesuai. Komunikasi eksternal perlu mempertimbangkan

pandangan dan kepentingan semua pihak yang berkepentingan (ISO 2004, BSN 2005).

Dokumentasi SML mencakup kebijakan, tujuan dan sasaran lingkungan. Dokumentasi perlu dikendalikan, termasuk kemutakhiran dan aksesibilitas dokumen tersebut. Penggunaan dokumen yang salah atau sudah tidak berlaku dapat membawa ketidakefektifan penerapan SML. Pengendalian operasional perlu ditetapkan pada operasi yang terkait dengan aspek lingkungan penting yang telah teridentifikasi. Evaluasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa operasi berjalan dalam mengendalikan atau mengurangi dampak negatif lingkungan (ISO 2004, BSN 2005).

2.3.5 Pengukuran dan Evalusi

Kegiatan pengukuran dan pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui adanya defisiensi dan selanjutnya organisasi mengambil langkah untuk melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan yang dibutuhkan sehingga defisiensi (ketidaksesuian) tidak terulang kembali. Kegiatan ini merupakan bagian dari perbaikan berkelanjutan yang disyaratkan standar.

Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan, organisasi perlu memastikan peralatan pemantauan dan peralatan pengukuran guna memperoleh data yang benar. Begitupun halnya dengan komitmen manajemen untuk menataati persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku perlu dievaluasi penaatannya. Bila teridentifikasi adanya ketidaktaatan atau defisiensi maka organisasi harus melaksanakan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan.

2.3.6 Audit dan Tinjauan Manajemen

Audit internal SML harus dilakukan organisasi untuk mengetahui tingkat efektifiktas penerapan SML pada jangka waktu yang direncanakan. Hasil audit diinformasikan kepada manajemen. Manajemen puncak harus meninjau SML pada jangka waktu tertentu, untuk memelihara kesesuaian, kecukupan dan efektivitas sistem yang berkelanjutan. Tinjauan manajemen harus mengkaji peluang perbaikan dan keperluan untuk melakukan perubahan sistem manajemen lingkungan, kebijakan lingkungan, tujuan dan sasaran lingkungan. Keluaran

tinjauan manajemen harus memuat setiap keputusan dan tindakan yang diambil untuk menindaklanjuti perubahan kebijakan, tujuan dan sasaran lingkungan serta unsur lain sistem manajemen lingkungan, sesuai dengan komitmen perbaikan berkelanjutan.

2.3.7 Komunikasi dan Pelaporan Lingkungan

Peran komunikasi lingkungan sangat penting, baik di lingkungan internal maupun eksternal organisasi. Peran ini bertujuan menyampaikan maksud dan kepentingan manajemen puncak mengenai keputusan yang dibuat. Komunikasi dan pelaporan merupakan elemen kunci dalam praktek sistem manajemen lingkungan dan menjadi bukti sah bahwa perusahaan beroperasi secara berrtanggung jawab (Cheremisinoff 2006).

Persyaratan ISO 14001 pada klausul 4.4.3 butir b mewajibkan perusahaan untuk melakukan komunikasi kepada stakeholder yang terkait guna menyampaikan aspek lingkungan dan sistem manajemen lingkungan mereka. Pemangku kepentingan sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Stakeholder sebaiknya mencakup shareholder, legislator dan regulator, masayarakat setempat, pemasok, konsumen, kelompok lingkungan termasuk LSM, dan analis keuangan (Bryson 2003)..

Komunikasi dengan stakeholder sebaiknya dilakukan secara reguler dan memiliki tujuan yang jelas, sehingga dapat diperoleh kesepahaman untuk melakukan tindakan bersama. Komunikasi harus menjadi strategi yang tidak sekedar menyampaikan laporan. Strategi komunikasi perlu memperhatikan kepentingan stakeholder, mempercepat kerjasama, tercipta risk-sharing, dan memberikan penyelesaian yang saling menguntungkan (Cheremisinoff 2006).