• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

HASIL PENELITIAN

A. Motivasi AS Melakukan Intervensi ke Kuba 1. Sejarah Singkat Kuba

3. Kuba di bawah Fidel Castro

Keberhasilan revolusi Kuba membawa Fidel Castro secara otomatis menjadi pemimpin Kuba yang baru. Perjuangan Fidel Castro dan gerakan revolusionernya memasuki babak baru, yaitu konsolidasi kemenangan. Dari sini dimulai perubahan besar dalam corak politik pemerintahan Castro. Pada Januari 1959, Fidel Castro melakukan pembersihan secara luar biasa terhadap sisa-sisa kekuatan Batista, dengan penahanan dan pembunuhan besar-besaran yang mengejutkan dunia. Castro melakukan penahanan 30.000 pasukan Batista serta melakukan pembunuhan terhadap 50 orang tentara Batista (Sovia, 2004: 22). Pada tanggal 27 Januari 1959, misi militer AS diusir pulang, serta pada bulan Juli 1959, Presiden Manuel Urrutia di ganti dengan Osvaldo Dorcitos Torrado, karena berselisih paham dengan Castro. Castro sendiri menjabat sebagai Perdana Menteri dan setelah konstitusi Kuba diamandemen pada tahun 1976, ia menjadi Presiden sampai 2006 (Hidayat Mukmin, 1981: 137).

Seperti cita-cita perjuangan semula, Castro ingin menciptakan Kuba berbeda dari yang pernah ada tanpa eksploitasi, kemiskinan, dan lepas dari pengaruh-pengaruh kekuatan asing. Untuk cita-cita itu Fidel Castro mengambil langkah-langkah kontroversial yang menyebabkan ketegangan hubungan antara Kuba dengan AS. Kebijakan-kebijakan Fidel Castro yang menjadi faktor utama penyebab ketidakharmonisan hubungan Kuba-AS pada awal 1960-an adalah dengan progam nasionalisasi ekonomi dan persekutuan dengan Uni Sovyet, dimana kebijakan ini merupakan refleksi dari kebencian Fidel Castro terhadap AS dan usaha untuk melepaskan diri dari pengaruh AS (Hidayat Mukmin, 1981: 138).

a. Nasionalisasi Ekonomi

Selama hampir 60 tahun menjadi protektorrat AS, ekonomi Kuba praktis berada di bawah kontrol kepentingan AS melalui investasi perusahan-perusahan multinasionalnya. Kondisi ini dianggap Castro sebagai penyebab utama ketidakmandirian rakyat dan kebobrokan politik Kuba. Untuk mangatasi hal itu langkah yang dirasa perlu adalah menasionalkan ekonomi ke tangan Kuba sendiri, walau harus menanggung resiko tekanan dari AS.

commit to user

Undang-Undang reformasi Agraria tanggal 17 Mei 1959 merupakan kebijakan pertama yang diambil Castro. Undang-Undang ini memuat ketentuan menasionalkan hampir 1/3 dari seluruh tanah pertaian Kuba dan tidak satu orang asing pun diijnkan memiliki tanah pertanian. Padahal sebagian besar tanah pertanian yang produktif banyak yang dikuasai oleh industriawan AS dan Eropa Barat. Reformasi ini di jalankan oleh INRA ( Instituto Nacional de Reforma

Agraria) dan dikoordinir oleh Antonio Nunez Jimenez. Kehadiran INRA dan

Jimenez yang komunis mendapat kecaman keras dari pihak AS yang mempunyai kepentingan ekonomi besar di Kuba. Suatu nota diplomatik yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri AS Christiant A. Herter tertanggal 12 Juni 1959 dikirim kepada Havana sebagai penolakan terhadap sikap penguasa revolusi Kuba (Cotayo, 1991: 14).

Reaksi masyarakat AS pun tidak kalah keras terhadap tindakan Castro. Mereka menilai bahwa revolusi sosial dan reformasi agraria merupakan sumber kekacauan sosial. Di sisi lain mereka berkepentingan langsung dengan perdagangan gula Kuba, mendesak Kongres untuk mengambil tindakan tegas untuk menghukum Fidel Castro dan menghapus hukum tersebut (Cotayo, 1991: 16).

Di dalam negeri Kuba, Castro tetap melakukan usaha untuk tetap menasionalkan industri dan ekonomi. Setelah Reformasi Agraria, Castro memutuskan untuk menasionalisasi perusahan minyak AS di Kuba seperti Texaco, Shell, dan Esso sebagai jawaban atas penolakan terhadap perusahan-perusahan tersebut untuk menyuling minyak mentah dari Uni Sovyet. Tindakan Castro ini menyulut kemarahan presiden AS, Dwight D. Esienhower. Di depan Senat, Esienhower megajukan Rancangan Undang-Undang untuk memberikan sanksi terhadap pemasaran gula Kuba di AS. Didukung oleh partai Demokrat dan Republik, Esienhower memutuskan untuk memotong ekspor gula Kuba sebanyak 80% (Hidayat Mukmin, 1981: 137).

Akhir tahun 1960, hubungan Kuba-AS semakin kritis karena Fidel Castro telah menasionalisasikan seluruh perusahan-perusahan komersil dan industri asing di Kuba, antara lain dalam bidang listrik, telepon, tekstil, tembakau, dan nikel.

commit to user

Nasionalisasi perusahan yang dilakukan Fidel Castro tanpa diberlakukan ganti rugi sehingga AS mengalami kerugian sekitar US $ 1,5 billon. Sanksi ekonomi dari AS juga melibatkan negara-negara anggota OAS (Organitation of American

State) yang didesak untuk tidak lagi melakukan perdagangan dengan Kuba.

Namun bagi Kuba, tekanan ini dapat diatasi dengan ditandatanganinya perjanjian dagang antara Kuba-Uni Sovyet pada tanggal 13 Februari 1960 (Hidayat Mukmin, 1981: 138).

b. Persekutuan dengan Uni Sovyet

Kekhawatiran AS akan kemungkinan adanya tetangga yang berbeda ideologi semakin mendekati kenyataan ketika pada tanggal 4-13 Februari 1960 Menteri Luar Negeri Uni Sovyet Anastas mikoyan mengunjungi Kuba. Kunjungan perdana ini membuat cerita penting dalam sejarah Kuba, yaitu ditandatangani perjanjian perdagangan dan pemberian bantuan antara Uni Sovyet dan Kuba. Walau perjanjian ini bukan determinan pengubah kepada sosialisme, namun menjadi titik balik ekonomi dan politik bagi revolusi Kuba (Aquita, 1984: 56).

Hubungan diplomatik Kuba-Uni Sovyet secara resmi mulai berjalan pada tanggal 8 Mei 1960. Berbagai subsidi dari Uni Soyet untuk membantu terbentuknya Kuba komunis. Modernisasi militer Kuba dilakukan dengan mengirim perangkat militer modern kepada Kuba. Bahkan pada bulan Oktober 1962, pemerintah Uni Sovyet memutuskan untuk menempatkan dan membangun fasilitas untuk peluru kendali nuklir jarak jauh IRBM (Inter Range Ballistic

Missiles) di Cienfugos, Kuba. Peristiwa yang dikenal sebagai ”krisis nuklir Kuba”

ini memberikan pengaruh tersendiri bagi Kuba untuk melihat posisinya di dunia internasional, yaitu bahwa kedekatan hubungan Kuba dengan Uni Sovyet merupakan ancaman bagi keamanan AS. Oleh karena itu, Kuba selalu diawasi dan ditekan oleh AS, dan persekutuan dengan Uni Sovyet adalah satu-satunya jalan untuk menghadapi tekanan AS (Brener, 1988: 97).

Ketegasan Castro terhadap ideologi komunis dinyatakan dalam suatu pidato yang sangat terkenal ”May Day” tanggal 1 Desember 1961, ”saya adalah

commit to user

seorang Marxis-Leninis dan akan tetap bertahan hingga akhir hayat saya”. Bagi Castro, ajaran komunis khususnya Marxis-Leninis adalah senjata untuk melenyapkan kapitalisme dalam masyarakat Kuba. Apa yang selama ini terjadi dalam kehidupan sosial ekonomi Kuba adalah karena adanya perbedaan kelas, damana kelas atas (borjuis) menguasai dan mengeksploitasi kelas bawah (proletar). Oleh karena itu, perlu adanya masyarakat tanpa kelas dan perekonomian dijalankan secara kolektif dan produktif, tidak ada hak milik individu, yang ada adalah hak milik kolektif berdasarkan sistem kerja kolektif (Brener, 1988: 99).

Untuk membuktikan peran aktifnya dalam mendukung penyebaran komunisme, Kuba menyediakan diri sebagai ”agen pembantu” kebijakan luar negeri Uni Sovyet di berbagai belahan dunia khususnya di negara-negara dunia ketiga. Selama tahun 1975-1976, Kuba telah mengirimkan sekitar 36.000 tentara untuk membantu gerakan kaum revolusioner di Angola, 12.000 pasukan di Ethiopia, juga mendukung kelompok Sandinista di Nikaragua, serta gerakan Marxis-Leninis di El Salvador. Sikap Castro ini menciptakan ketegangan bukan saja dengan AS, tetapi juga dengan negara-negara di Afrika dan Amerika Latin, sehingga beberapa diantara negara tersebut memutuskan hubungan dengan Kuba.

Dua kebijakan yang diambil Fidel Castro dengan melakukan nasionalisasi ekonomi serta menggandeng Uni Sovyet merupakan suatu pukulan bagi AS yang sebelumnya menguasai Kuba dengan Amandemen Platt. Keadaan ini membuat AS terancam dengan pengaruh komunis Uni Sovyet, yang kemudian AS melakukan intervensi ke Kuba. Wilayah Kuba yang berada di perairan Karibia akan membuat AS mudah mengawasi negara – negara di wilayah Amerika Latin, dengan masuknya pengaruh komunisme ke Kuba akan membawa dampak bagi AS yang menjalankan Doktrin Monroe. Keadaan ini menjadi motivasi bagi AS untuk melakukan intervensi ke Kuba agar misi ”America for American” dapat tercapai (Mochammad Shoelhi, 2003:169).

commit to user

B. Realisasi Intervensi AS ke Kuba 1. Kuba Pasca Revolusi

Dua kebijakan utama Fidel Castro yaitu dengan menasionalisasi ekonomi dan persekutuan dengan Uni Sovyet merupakan ancaman serius bagi kepentingan dan keamanan AS di kawasan Karibia dan Amerika Latin. Oleh karena itu, AS memutuskan untuk menekan Kuba agar Fidel Castro mau mengubah haluan politik pemerintahan. Presiden AS John F. Kennedy adalah yang pertama kali memulai konfrontasi dengan Kuba, melalui operasi intelejen CIA di Bay Pig of

Piasco, yang dirancang dengan merekrut 14.000 warga imigran Kuba untuk

menyerang pemerintahan Fidel Castro dari wilayah tenggara Coastel, yang

kemudian disebut dengan invasi Teluk Babi (www.panjimas.com/

agustus/leadership.htm, diunduh tanggal 28 Juli 2010).

Invasi Teluk Babi merupakan sebuah rekayasa dari presiden Kennedy yang melalui CIA melatih pasukan gerilya yang sesuai rencana akan didaratkan di Kuba. pasukan ini terdiri dari orang-orang AS, serta para imigran Kuba yang melarikan diri ke AS setelah Fidel Castro berkuasa yang dilatih di Lousiana, Florida, dan Guatemala (Hidayat Mukmin, 1981: 138). Kennedy berkeyakinan ivasi ini akan mencapai sasaran maksimal karena dilakukan oleh pasukan yang terlatih. Selain itu keadaan pasukan pertahanan Fidel Castro juga belum kuat, hal ini disebabkan Castro baru dalam tahap konsolidasi dan rekonstruksi pemerintahan yang baru. Invasi ini dilakukan dengan rencana operasi yang dibuat tergesa-gesa dan kurang matang karena Presiden Kennedy terbawa emosi yang berakibat pada kegagalan yang dilakukan karena terlambat kedatangan pasukan. Pendaratan yanag dilakukan terlambat satu minggu. keadaan ini semaikin diperparah dengan kurang megenalnya medan peperangan. Wilayah Coastel yang berupa lembah-lembah menyulitkan pasukan AS untuk mendarat, sehingga pasukan tidak dapat mendarat bersama. Pendaratan pasukan ini dapat di hancurkan oleh tentara Castro yang telah siap menunggu kedatangan pasukan AS serta berhasil menawan 1200 pasukan (Kompas, 19 April 1961).

Kegagalan invasi Teluk Babi tidak menyurutkan langkah AS untuk menjatuhkan pemerintahan Fidel Castro. Presiden John F. Kennedy kemudian

commit to user

mengeluarkan Dekrit No. 3447, tertanggal 3 Februari 1962, yang berisi ketentuan bahwa ” tidak satupun produk asli Kuba yang datang dari dan melalui Kuba boleh diimpor AS” (Cotayo, 1991: 28). Selain itu, AS juga mengancam akan mengenakan sanksi keras terhadap siapa saja yang berhubungan dengan Kuba. AS tidak segan sanksi politik, ekonomi, militer kepada negara yang dianggap tidak demokratis dan melakukan hubungan dengan Kuba. Selain jalur ekonomi, AS juga menggunakan jalur politik untuk menekan Fidel Castro, yaitu dengan mengajak negara-negara lain khususnya yang tergabung dalam anggota OAS

(Organitaion of American States) untuk melakukan embargo regional terhadap

Kuba dengan mengeluarkan Kuba dari OAS. Awal mulanya AS mengajak negara Amerika Latin secara individual memutuskan hubungan diplomatik dengan Kuba. Hal ini dipenuhi oleh negara kawasan Amerika Tengah, Karibia, dan Amerika Selatan. Atas prakarsa Venezuela diadakan pertemuan menteri luar negeri negara-negara OAS di Washington pada 21-26 Juli 1964. Pertemuan ini memutuskan agar negara-negara Amerika Latin memutuskan hubungan diplomatik, ekonomi, dan perdagangan terhadap Kuba. Keputusan ini diikuti oleh 15 negara Amerika Latin, kecuali Meksiko, Chili,Bolivia, dan Uruguay. Ketiga negara kecuali Meksiko juga melakukan pemutusan hubungan diplomatik, ekonomi, dan perdagangan dengan Kuba atas desakan dari AS. Dengan demikian Kuba semakin diisolasi karena sejak tahun 1961 Kuba telah diisolasi oleh AS sedangkan pada tahun 1964 Kuba juga diisolaisi oleh negara-negara Amerika Latin (Hidayat Mukmin, 1981: 140).

Perkembangan situasi Kuba mancapai puncak ketegangan pada tahun 1962 setelah AS mengetahui bahwa Uni Sovyet memiliki pangkalan peluru kendali yang dapat dipergunakan untuk langsung menyerang AS. Dengan bantuan Uni Sovyet, Kuba membangun 11 pangkalan rudal balistik rahasia yang menghadap langsung ke AS. Peluru kendali itu dikirim dan ditempatkan dalam pertahanan Kuba. Hal ini memicu ketegangan antara AS dan Uni Sovyet karena ditengarai akan terjadi perang nuklir. Presiden Kennedy langsung memerintahkan Angkatan Laut dan Korps Marinir untuk memblokade Kuba dalam keadaan siap tempur. Tentara Angkatan Laut AS melakukan blokade perairan dengan membawa

commit to user

persenjataan perang. Keadaan ini tidak membawa sampai perang terbuka, karena Uni Sovyet menarik semua pangkalan dan kembali dibawa ke Sovyet, denganh janji AS akan menarik misil-misil nuklir di Turki dan tidak akan pernah menyerang Kuba, sedangkan dari Uni Sovyet akan mengangkut senjata kembali ke Sovyet (Hidayat Mukmin, 1981: 140).

Pada dekade 1970-1980 an, hubungan Kuba – AS digambarkan sebagai

”The Roller Coaster Decade” dimana terdapat banyak usaha untuk memulihkan

keharmonisan antara kedua negara. Kebijakan detente antara AS dengan Uni Sovyet dan Cina juga mempengaruhi sikap AS terhadap Kuba. Salah satu upaya untuk mengurangi ketegangan antara Kuba – AS dilakukan oleh anggota Kongres AS. Para anggota Kongres AS melakukan upaya diplomasi untuk mengurangi ketegangan antara kedua negara. Hal ini terbukti pada tahun 1974, senator Claiborne Pell dari partai Demokrat, dan Jacob Javits dari partai Republik mengunjungi Kuba. Mereka melihat bahwa kebijakan AS terhadap Kuba pada dasarnya merugikan kepentingan bisnis AS sendiri. Politik isolasi AS terhadap Kuba merupakan langkah mundur dalam hubungan internasional AS di kawasan Amerika Latin, karena sejumlah negara di kawasan tersebut telah melakukan hubungan ekonomi dengan Kuba, bahkan mengajak OAS untuk merevisi embargo terhadap Kuba (Brener, 1988: 17).

Walaupun pada dekade tersebut Kuba banyak melakukan infiltrasi militer ke beberapa negara Afrika dan Amerika Latin, namun langkah untuk menciptakan hubungan lebih baik tetap dilakukan. Beberapa perjanjian bilateral pada masa dicetuskan pada masa ini, seperti perjanjian anti pembajakan (1973), yang intinya mengatur perlindungan terhadap kapal-kapal yang berlayar melalui wilayah antar negara, dan perjanjian perikanan dan perbatasan maritim (1977), yang mengatur batas wilayah kelautan antar negara kawasan Amerika Latin. Pada tahun 1978 dan 1979, Castro mengijinkan para imigran Kuba di AS untuk mengunjungi keluarga mereka di Kuba, serta membebaskan 46 tahanan politik yang kemudian diijinkan untuk beremigrasi ke AS. Dari bidang ekonomi AS atas desakan negara-negara Amerika Latin mencabut embargo OAS, namun AS sendiri tetap melanjutkan embargo ekonominya (Brener, 1988: 21)

commit to user

Semua kebijakan AS terhadap Kuba sangat dipengaruhi oleh mereka yang memegang kekuasaan. Bila di bawah pemerintahan Jimy Carter, hubungan AS-Kuba berada pada situasi yang lebih fleksibel, maka pada masa pemerintahan Ronald Reagan mengalami ketegangan yang serius. Reagan mulai melakukan tindakan menghapuskan hubungan-hubungan normalisasi. Pada tahun 1981, AS mengajukan kebijakan yang menentang ekspansi Uni Soviet melalui Kuba. Kebijakan

ini dinamakan Caribbean Basin Initiative (CBI), yang intinya: 1) melanjutkan

penentangan secara agresif terhadap ekspansionisme Soviet; 2) menganggap kemiskinan sebagai penyebab ketidakstabilan; 3) membentuk suatu program perdagangan terpilih dan bantuan ekonomi bagi pemerintah negara-negara karibia

yang bersahabat dengan AS. AS tetap tidak akan berbicara dengan pemerintah

Kuba sampai mereka segala kegiatan intervensi di Amerika Latin dan menarik pasukan militer dari Afrika. Jika Havana menolak Washington tidak akan memberikan kebebasan termasuk blokade atau intervensi terhadap Kuba (Brener, 1988: 31).

Bagi Reagan, Kuba menjadi ancaman untuk memperluas aksesnya di jalur laut Karibia yang disebut sebagai ”garis hidup ke dunia luar”. Untuk menekan Kuba, Reagan menjalankan memperketat embargo ekonomi seperti tahun 1962. Peringatan pertama yang dilakukanya adalah mengusir soerang diplomat Kuba di Washington karena diduga telah merencanakan suatu ekspor barang ke Kuba melalui negara dunia ketiga. Selain itu, untuk mencegah terjadi perdagangan antara Kuba dengan negara-negara non sosialis secara meluas, maka Reagan mengancam akan menyita semua impor barang yang berhubungan dengan Kuba. AS juga melarang masyarakat Uni Eropa untuk menegoisasikan kembali pinjaman kepada pemerintah Sosialis Kuba, dan untuk beberapa tahun hal ini dipatuhi oleh Eropa (Brener, 1988: 33).

Tidak cukup dengan tindakan internasional, Reagan juga melakukan propaganda melalui sarana teknologi dengan membuat stasiun radio gelombang menengah yang dinamakan ”Radio Marti”. Radio ini digunakan untuk menyiarkan berbagai invasi Kuba di Afrika, manuver-manuver Castro yang komunis, dan yang terpenting adalah untuk menyampaikan propaganda AS tentang demokrasi

commit to user

kapada rakyat Kuba. Bagi Castro, radio ini tidak lebih dari sekedar hadiah

simbolik dari masyarakat Kuba-AS yang anti Castro

(www.wikipedia.org/reagan/propaganda, diunduh pada tanggal 29 Juli 2010). Kebijakan-kebijakan Reagan ini kemudian diperkatat oleh para penerusnya, George Bush, yang pada tahun 1992 mengeluarkan kebijakan yang disebut CDA (Cuban Democracy Act), berisi ketentuan bahwa embargo akan ditinggalkan jika Kuba melaksanakan pemilu yang demokratis, menghormati hak asasi manusia, dan menjalankan suatu ekonomi pasar. Berbeda dengan Dekrit no. 3447, CDA lebih bersifat menekan dan memaksa sekutu AS untuk tidak melakukan aktivitas perdagangan dengan Kuba. AS mengancam akan mengenakan sanksi dagang kepada mereka yang megimpor barang yang mengandung material dari Kuba (Gonzales, 1988: 10).

Pada masa pemerintahan Bill Clinton, AS mengeluarkan kebijakan Helms

Burton Act (1995), yang berlanjut perlawanan AS terhadap agen-agen

internasional yang memberikan bantuan dan pinjaman kepada Kuba. Kebijakan ini juga memberikan hak kepada presiden AS untuk memotong bantuan luar negeri kepada Rusia, jika Rusia memberikan bantuan ekonomi kepada Kuba. Selain itu, dimuat ketentuan bahwa AS akan mengenakan sanksi hukum kepada negara-negara dunia ketiga, perusahaan multinasional dan wakil-wakil bisnis mereka yang melanggar embargo ini (Gonzales, 1988:70).

Dalam Bab 3 Helms Burton Act tersebut, pemerintah AS akan

memberikan wewenang kepada warga AS untuk menuntut perusahaan asing yang melakukan hubungan dengan Kuba berkaitan dengan hak milik warga AS yang disita oleh pemerintah Kuba setelah revolusi Kuba tahun 1959. Namun karena adanya perlawanan yang keras dari negara-negara sahabat AS terutama Uni Eropa dan Kanada, maka Presiden Bill Clinton tidak pernah menerapkan ketentuan itu (Gonzales, 1988: 72).

Tanggung jawab kepemimpinan AS selanjutnya dipegang oleh George Walker Bush yang menggantikan Bill Clinton pada tahun 2001. Mengenai hubungan AS-Kuba, Bush telah memutuskan untuk tetap mempertahankan bahkan meningkatkan tekanan-tekanan para pendahulu yang ingin menggulingkan

commit to user

pemerintahan Fidel Castro dan mengganti dengan pemerintahan baru yang demokratis dan sesuai dengan kepemimpinan AS. Presiden George Walker Bush menegaskan bahwa normalisasi penuh hubungan dengan Kuba, pengakuan diplomatik, perdagangan terbuka, dan sebuah program bantuan yang sehat hanya akan mungkin terjadi jika Kuba memiliki sebuah pemerintahan baru yang demokratis berdasarkan hukum dan hak asasi rakyat Kuba terlindungi (www.kompas.com, diakses pada tanggal 2 Juli 2010). Bagi Bush, kebijakan-kebijakan Kuba ini hanya akan membuat kaya Fidel Castro dan kronni-kroninya, serta memperkuat kekuasaan dan kediktatoran mereka tanpa memperdulikan aspisasi dan nasib rakyat Kuba.

Upaya penekanan terhadap Kuba oleh AS mulai tidak mendapat perhatian utama sejak AS memutuskan untuk lebih fokus terhadap masalah Timur Tengah, sampai saat berakhirnya kekuasaan Fidel Castro. Saat pemerintahan AS dibawah Barack Obama kegiatan diplomatik Kuba mulai diberlakukan kembali, tindakan yang paling mengejutkan adalah penutupan Camp tahanan AS di Guantanamo.

Dokumen terkait