• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Gontor

Dalam dokumen MEDIA DAN WACANA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN (Halaman 109-114)

A. Analisis Model Halliday

1. Kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Gontor

a. Medan wacana (field of discourse)

Medan wacana yang dimaksud disini adalah situasi tempat terjadinya

praktik kurikulum yang di gambarkan oleh Ahmad Fuadi berlangsung. Kurikulum

disini dimaknai tidak hanya sebatas pada situasi namun juga pada fungsi asrama

dan kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan selain di kelas, misalnya di

commit to user

94

Kurikulum yang dimaksud adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada

kutipan di bawah ini, menunjukkan adanya penggambaran suasana lingkungan

dimana proses terjadinya kurikulum yang telah di tetapkan di pesantren.

“Walau asrama penting, tapi kamar disini lebih berfungsi untuk tempat tidur dan istirahat, kebanyakan kegiatan belajar diadakan dikelas,lapangan, masjid, dan tempat lainnya, seperti yang akan kita lihat nanti,…”(hal.31) (Kutipan I)

Kemudian diperjelas dihalaman berikutnya yang lebih menjelaskan fungsi

dari bangunan dan apa saja yang bisa dilakukan dari para santri di dalam

bangunan tersebut. Selain digunakan untuk shalat berjamaah dan mendalami

Al-Quran, juga sebagai tempat ratusan guru mendiskusikan proses belajar mengajar.

Begitu juga dengan Aula serba guna nya digunakan untuk pagelaran teater, musik,

diskusi ilmiah, upacara selamat datang bagi siswa baru dan penyambutan tamu

penting.

“Gedung utama dipondok ini dua. Pertama adalah Masjid Jami’ dua tingkat berkapasitas empat ribu orang. Disini semua murid shalat berjamaah dan mendalami Al-Quran. Disini pula setiap kamis, empat ratusan guru bertemu mendiskusikan proses belajar mengajar.,” jelas Burhan sambil menunjukan ke masjid. Kubah dan menara raksasanya berkilau disapu sinar matahari pagi. Masjid ini dikelilingi pohon-pohon rimbun dan kelapa yang rindang. Beberapa kawanan burung berceciutan sambil hinggap dan terbang disekitar masjid.

“Yang kedua adalah aula serba guna. Disini semua kegiatan penting berlangsung. Pagelaran teater, musik, diskusi ilmiah, upacara selamat datang buat siswa baru, dan penyambutan tamu penting,” kata Burhan sambil memimpin kami melewati aula. Gedung ini seukuran hampir setengah lapangan sepak bola dan diujungnya ada panggung serta tirai pertunjukan. Tampak mukanya minimalis dengan gaya art-deco, bergaris-garis lurus sederhana tapi megah. Diatas gerbangnya yang menghadap keluar, tergantung jam antik dan tulisan dari besi berlapis krom: Pondok Madani(hal. 31-32) (Kutipan II)

Di ceritakan bagaimana suasana keadaan dari gedung utama beserta Aula

dari pesantren ini. Meski tampak sederhana namun, berperan penting dalam

commit to user

95 penggambaran lingkungan yang diceritakan dalam novel disini lebih dimaknai

bagaimana perannya dalam mendukung keberhasilan kurikulum yang sudah

ditentukan.

b. Pelibat Wacana (tenor of discourse)

Dalam wacana ini, pelibat yang dominan adalah interaksi antara para Kiai,

peran para kakak kelas dan seluruh anggota pesanten sangat berpengaruh dalam

proses menjalankan ketentuan kurikulum dari pesantren.

1. Kiai

Pada kutipan di bawah ini, terlihat jelas bagaimana peran Kiai dalam

menjalankan kurikulum, pengaruh dari Kiai yaitu sekaligus sebagai pimpinan

pondok yang memegang peran penting dalam menentukan kurikulum dalam

pendidikan. Dimana pesan-pesan yang dibawakan berupa pidato yang di

sampaikan kepada seluruh santri.

“ Pondok Madani sistem pendidikan 24 jam. Tujuan pendidikannya untuk menghasilkan manusia mandiri yang tangguh. Kiai kami bilang, agar menjadi rahmat bagi dunia dengan bekal ilmu umum dan ilmu negara.... “ (hal.31)

“ Kalau PM adalah seorang ibu, maka PM sekarang sedang hamil tua. Mari kita rawat kehamilan bersama sampai melahirkan,” buka Kiai Rais dengan air muka berbinar. Anak-anakku, kalianlah jabang bayi yang sedang dikandung PM. Kalau lulus, kalian lahir dari rahim PM untuk berjuang dan membawa kebaikan untuk masyarakat. Dan proses persalinan yang menentukan adalah imtihan nihai-ujian pamungkas. Ini lah ujian yang paling berat yang anak-anak temui di PM, dan bahkan mungkin sepanjang hidup kalian.” (hal. 378) (Kutipan III)

Diceritakan sistem pendidikan yang berlaku adalah selama 24 jam dengan

tujuan membentuk para santri yang mandiri dan tangguh. Dalam aturan ujian yang

commit to user

96 sebagai persalinan jabang bayi yaitu imtihan nihai ujian pamungkas ujian yang

paling berat bahkan mungkin selama hidup.

2. Kakak kelas

Sudah menjadi peran bersama bagi warga Pondok Pesantren untuk

mengikuti kurikulum yang sudah di tentukan, termasuk kakak kelas, terlihat dari

kutipan di bawah ini.

Ayyuhal ikhwan”. Saudara-saudara semua. Selamat datang dalam pertandingan penting ini. Saya akan perkenalkan para pemain dari kedua tim, yaitu....” Dia menyampaikan semua komentar dalam bahasa Arab, karena minggu ini minggu wajib berbahasa Arab. (hal 167)

Peran kakak kelas disini dimaknai sebagai contoh dan pengingat bahwa

pelaksanaan kurikulum berbahasa Arab sudah diatur seperti penggalan kalimat

“Dia menyampaikan semua komentar dalam bahasa Arab, karena minggu ini

minggu wajib berbahasa Arab”

3. Seluruh anggota pesantren

Tetapi dalam pelaksanaan kurikulum sendiri, semua warga Pondok ikut

andil bagian sebagai pelibat yang utama dalam menjalankan kurikulum, seperti

dalam kutipan berikut.

Rasanya tidak ada yang melebihi cara PM mengistimewakan waktu ujiannya. Ujian maraton sepanjang 15 hari di sambut bagai pesta akbar, riuh dan semarak. You can feel the exam in the air. Itulah the moment of truth sorang pencari ilmu untuk membuktikan bahwa jerih payah belajar selam ini mendatangkan hasil setimpal, yaitu meresapnya ilmu tadi sampai ke sum-sum nya.(hal. 189)

Dikamar aku bertemu mereka, di kelas aku bertemu mereka lagi, di lapangan bola juga, bahkan di depan kaca, aku pun ketemu makluk yang sama: laki-laki. Sekolah kami adalah kerajaan kaum lelaki. Tidak ada perempuan di areal belasan hektar ini kecuali mbok-mbok di dapur umum dan kantin, keluarga para guru senior yang kebetulan tinggal di dalam kampus, dan para tamu yang datang dan pergi. (hal.230) (Kutipan IV)

Keterlibatan seluruh anggota pesantren disini dimaknai bahwa peranan

commit to user

97 dengan interaksi yang berlangsung dari masing-masing penghuni pesantren, baik

mulai dari kyai, pengajar dan teman-teman asrama yang lainnya.

c. Sarana Wacana (mode of discourse)

Dalam menceritakan kurikulum, Fuadi mencoba membahasakan

bagaimana latar suasana yang terjadi diantara pelibat wacana dengan gaya

bercerita sesuai dengan gaya bahasa pondok pesantren yang khas, seperti kutipan

berikut:

Tur berlanjut ke bagian selatan pondok, melewati barisan pohon asam jawa yang berbuah lebat bergelantungan. “sebagai tempat yang mementingkan ilmu, kami punya perpustakaan yang lengkap. Koleksi ribuan buku berbahasa Inggris dan Arab kami pusatkan di perpustakaan yang kami sebut maktabah atau library,” kata Burhan sambil menunjukkan ke bangunan antik berbentuk rumah Jawa. “Tolong dijaga suara ya”. (hal. 32) (Kutipan V)

Dalam praktek kurikulumnya, Fuadi mencoba mengenalkan pesantren

identik dengan istilah-istilah pondok pesantren. Dijelaskan dalam kutipan diatas

bahwa mereka menyebut perpustakaan dengan maktabah atau library. Sesuai

dengan konteks yang ada di pesantren Gontor, bahwa kurikulum yang mereka

gunakan yaitu dengan bahasa Arab dan Inggris. Dua bahasa tersebut menjadi

kurikulum wajib di pesantren Gontor yang menjadikannya di kenal masyarakat

dengan Pondok Modern Gontor. Istilah modern menjelaskan bahwa pesantern

tidak hanya mengajari ilmu agama tetapi juga berorientasi pada kurikulum

sekolah umum.

Selain itu di pertegas dengan penggunaan istilah-istilah dalam bahasa

inggris, diceritakan pembatasan akan media dari dalam negri ketat dan tidak bisa

commit to user

98 penuh oleh kurikulum yang di ajarkan. Kembali lagi pada misi dari pendidikan di

Pesantren Gontor yang lebih berorientasi ke barat, seperti dalam teks berikut;

Walau media lokal di sensor ketat, PM membebaskan kami menerima majalah dari luar negri, karena ini bagian dari proyek mendalami bahasa Arab dan Inggris. Makanya berbondong-bondonglah kami melayangkan surat ke seluruh dunia, mulai Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Inggris, Pakistan, Belgia, sampai Arab Saudi. Tidak perlu susah mengarang suratnya, para senior kami sudah punya template surat dengan kalimat penuh puja-puji yang manjur untuk membujuk siapa pun mengirimi kami majalah dan buku gratis.( Hal.173)

Di PM, tidak seorang pun murid boleh menonton TV. Menurut guru kami, kualitas siaran TV tidak cocok dengan pendidikan PM dan bisa melenakan murid dari tugas utama menuntut ilmu. Sementara radio hanya bisa didengar kalau disiarkan Bagian Penerangan melalui jaringan pengeras suara yang ada di setiap asrama dan tempat umum.( Hal. 176)

(Kutipan VI)

Dalam dokumen MEDIA DAN WACANA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN (Halaman 109-114)

Dokumen terkait