• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paradigma Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

H. Metodologi Penelitian

2. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma Critical Discourse Analysis

(CDA), pendekatan ini bertolak dari teori-teori kritis yang di populerkan oleh

Madzhab Frankfurt di Institute for Social Science Frankfurt mulai sekitar tahun

1930. Critical Discourse Analysis (CDA) atau Paradigma kritis mencoba mencari

makna dibalik empirik dan menolak value free. Dengan kata lain, menaruh

perhatiannya terhadap pembongkaran aspek-aspek yang tersembunyi (latent)

dibalik sebuah kenyataan yang tampak (virtual reality) guna dilakukannya kritik

dan perubahan (critique and transformation) terhadap struktur sosial, dalam hal

ini berkenaan dengan apa yang telah dilakukan Ahmad Fuadi dalam

merepresentasikan wacana pendidikan pondok pesantren Gontor dalam novelnya.

Sebelumnya, terlebih dulu memahami apa itu wacana. Wacana, kata Anton

M. Moeliono, merupakan rentetan kalimat yang berkaitan, yang menguhubungkan

proposisi yang satu dengan yang lainnya dalam kesatuan makna. Wacana juga

berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan

satuan gramatikal tertinggi dan terbesar (mencakup fonem, morfem, kata, frasa,

klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh).93 Menurut Kamus Webster’s New Twentieth Century Dictionary, istilah discourse berasal dari bahasa latin

discursus yang berarti “lari kian kemari” (yang diturunkan dari dis (dari, dalam

92

Dr. Lexy J. Moleong, MA, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rosdakarya 1989: 4-8)

93

Lihat dalam Mulyanto, M.Hum, Kajian Wacana Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005: 5-10) dan Eriyanto (b), Op.cit, hal. 2.

commit to user

52 arah yang berbeda) dan currere (lari), selanjutnya wacana dapat dimengerti

sebagai berikut:

a) komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan.

b) Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah.

c) Risalat tulis; disertasi formal: kuliah: ceramah; khotbah.94

Sedangkan Roger Fowler mendefinisikan wacana sebagai komunikasi

lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori

yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah

organisasi atau representasi dari pengalaman.95Wacana, kata Barthes, merupakan ungkapan sebuah subjektivitas diri kita. Melalui sebuah wacana seseorang

menciptakan makna yang pada gilirannya untuk berkomunikasi.96

Selain itu, analisis wacana juga dapat dibedakan dengan melihat perspektif

kritis, yaitu ada empat pembedaan97, (a) wacana representasi (discourse of representation), (b) wacana pemahaman/interpretatif (discourse of

understanding), (c) wacana keragu-raguan (discourse of suspicion), dan (d)

wacana posmodernisme (discourse of postmodernisme). Penelitian ini termasuk

dalam perspektif kritis, tepatnya pada wacana posmodernisme.

CDA sebagai suatu jenis riset wacana analitis terutama mempelajari

penyalahgunaan kekuasaan sosial, dominasi, dan ketidaksamaan dipermainkan,

94

Drs. Alex Sobur, M.Si, Op.cit., hal. 10.

95

Eriyanto (b), Op.cit., hal. 2.

96

St. Sunardi, Op.cit., hal 209.

97

commit to user

53 direproduksi, dan ditentang oleh teks dan dibincangkan dalam konteks sosial dan

politis.98

Dalam pandangan kaum kritis, CDA mempunyai karakteristik sebagai

berikut:99

1. Tindakan; wacana dipahami sebagai sebuah tindakan. Maka dari itu

wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Di sini seorang pengarang

menulis novel tidaklah diartikan untuk dirinya sendiri, tapi mencoba untuk

berinteraksi dengan pembaca atau orang lain. Oleh karena itu, wacana

dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan yang dieskpresikan secara

sadar, terkontrol.

2. Konteks; CDA mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana dipandang diproduksi, dimengerti,

dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.

3. Historis; menempatkan wacana dalam konteks tertentu berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dimengerti tanpa menyertakan

konteks yang menyertainya. Salah satu aspek yang penting untuk bisa

dimengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks

historis tertentu.

4. Kekuasaan; CDA mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya. Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan,

atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang ilmiah, wajar dan

netral, tapi merupakan bentuk pertarungan wacana.

98

Van Dijk, Teun A, Critical Discourse Analysis, hal. 352 diakses melalui internet http://www.hum.uva.nl/teun

99

commit to user

54 5. Ideologi; merupakan konsep sentral dalam CDA, karena seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa ideologi selalu mewarnai produksi wacana.

teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau

pencerminan dari ideologi tertentu.

CDA menawarkan suatu yang berbeda dalam "gaya" atau "perspektif"

dalam berteori dan analisa. Analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam

teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis dalam CDA sedikit berbeda

dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik. Di sini bahasa dianalisis bukan

dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tapi juga menghubungkan

dengan konteks. Konteks diartikan bahwa bahasa dipakai untuk tujuan dan

praktek tertentu, termasuk praktek kekuasannya. Hal-hal yang sering ditelaah

dalam CDA adalah negara, dominasi, hegemoni, ideologi, kelas, gender, ras,

diskriminasi, minat, reproduksi, institusi, struktur sosial, ketentraman sosial.

Fokus penelitian ini, dititikberatkan pada wacana Pendidikan di pondok

Pesantren Gontor oleh Ahmad Fuadi dalam buku novel Negeri 5 Menara di mana

hanya teks-teks yang berkaitan erat dengan wacana tersebut saja yang diambil

sebagai representasi karena terdapat wacana lain yang dianggap tidak sesuai

dengan tujuan penelitian ini. Teks-teks novel tersebut diperlakukan sebagai

sebuah wacana, di sini mengacu sebagaimana pendapat Harimurti Kridalaksana

yang dikutip oleh Mulyanto bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap,

yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan

commit to user

55 karangan utuh (buku), yang membawa amanat lengkap.100 Amatlah menarik jika novel dengan tebal 423 halaman, terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama, bulan

Juli 2009 tersebut, hendak diteliti dengan metode wacana. Novel yang peneliti

teliti adalah novel Negeri 5 Menara cetakan ke delapan.

Dokumen terkait