DAN PENDIDIKAN FIKIH MULTI MADHHAB
A. Pendidikan Pesantren 1. Pengertian Pendidikan
5. Kurikulum Pendidikan Fikih dan Us}u>l al-Fiqh Multi Madhhab
152
optimal. Makin tepat metode yang dipakai guru dalam mengajar akan
semakin efektif kegiatan pembelajaran.193
Guru yang efektif adalah guru yang mampu menerapkan
beragam metode melalui pendekatan yang sesuai dengan situasi dan
kondisi.194 Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran,
diantaranya: 1) ceramah (lecture), 2) demonstrasi, 3) eksperimen, 4)
tanya jawab, 5) penampilan, 6) diskusi, 7) studi mandiri, 8)
pembelajaran terprogram, 9) latihan bersama, 10) simulasi; 11)
pemecahan masalah, 12) studi kasus, 13) insiden, 14)
laboratorium/praktikum, 15) praktek, 16) bermain peran, 17)
debat/seminar, 18) simposium, 19) kontekstual (contextual teaching
and leaning),195 dan sebagainya.196
Jadi, pendidikan fikih harus melalui pendekatan, strategi, dan
metode pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien.
5. Kurikulum Pendidikan Fikih dan Us}u>l al-Fiqh Multi Madhhab
Secara etimologi kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa
Yunani, yaitu curir, yang artinya pelari dan curere (tempat berpacu) yang
berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Dan pada awalnya
193 Hamruni, Strategi Pembelajaran, 7.
194 Martinis Yamin, Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran, 148.
195
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 228.
153
digunakan dalam dunia olah raga, yaitu suatu jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh
penghargaan. Kemudian pengertian tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan menjadi sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang
peserta didik dari awal samapi akhir program pelajaran untuk memperoleh
penghargaan berupa ijazah.197 Jadi, kurikulum pendidikan adalah sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh
ijazah.198
Kurikulum dipandang sebagai sebuah rencana yang disusun untuk
memperlancar proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung
jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.199 Istilah
kurikulum kemudian berkembang, dan dipahami sebagai landasan yang
digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didik ke arah tujuan
pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,
keterampilan dan sikap mental.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, kurikulum dalam
pendidikan tidak hanya terbatas pada materi yang akan diberikan di dalam
ruang kelas, melainkan juga meliputi apa saja yang sengaja diadakan untuk
197
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), 2. Lihat Iskandar, Psikologi Pendidikan, Sebuah Orentasi
Baru (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), 143.
198 Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), 2.
154
dialami peserta didik di sekolah.200 Oleh sebab itu mengapa posisi
kurikulum menjadi mata rantai yang urgen dan tidak dapat begitu saja
dinafikan dalam konteks peningkatan kualitas pendidikan.
Kurikulum merupakan perangkat pembelajaran yang dapat menjadi
indikator dalam proses dan menilai belajar mengajar (pembelajaran).
Keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang ditawarkan dan
dikembangkan dalam kurikulum sebenarnya sangat tergantung dari media,
strategi, dan metode pembelajaran. Jadi, esensi dari kurikulum ialah
progam, yakni progam dalam mencapai tujuan pendidikan. Tujuan ini
ditetapkan oleh berdasarkan kehendak manusia. Setiap manusia
menghendaki terwujudnya manusia yang baik.201
Kurikulum berupa progam untuk mengembangkan manusia agar menjadi “manusia yang baik” yang menurut UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas Bab I, pasal 1 adalah manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.202
Menurut perspektif teori kurikulum, dasar pengembangan
kurikulum harus sesuai dengan dasar filosofis, dasar sosiologis, dasar
200 Iskandar, Psikologi Pendidikan, Sebuah Orientasi Baru, 142.
201 Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), 5.
202
Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme: Paradigma Baru Pendidikan agama Islam di
155
psikologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).203
Keempat dasar pengembangan kurikulum tersebut jika dilihat dari
perspektif multikultural memuat 2 (dua) nilai multikultural, yaitu: nilai
toleransi dan nilai keragaman. Nilai toleransi bisa dilihat dari ketidak
munculnya konflik dan kekerasan antar peserta didik yang berasal dari
latar belakang yang berbeda. Padahal kalau ditilik secara seksama,
keragaman peserta didik sangat rentan dengan konflik. Oleh karena itu,
kebutuhan akan pengakuan, apresiasi, dan kemampuan untuk menghormati
terhadap perbedaan menjadi sangat penting dalam rangka meminimilasir
atau bahkan menghindari konflik. Sementara itu, nilai keragaman bisa
dilihat keberadaan unit pendidikan dan program-program pendidikan
sehingga memberikan kebebasan peserta didik untuk memilih, memilah,
dan menentukan bakat dan keahliaannya masing-masing. Kedua nilai
multikultural tersebut dijadikan dasar untuk memposisikan lembaga
pendidikan pada posisi tengah di antara golongan, aliran, dan madhhab yang beragam. Posisi tengah lazim disebut ungkapan “berdiri di atas
semua golongan”.
Untuk merespon tuntutan dan tantangan yang berkembang di
masyarakat perlu memperhatikan beberapa hal dalam pengembangan
kurikulum, yaitu: Pertama, tuntutan akan studi keislaman yang mengarah
pada pendekatan tidak satu madhhabi, sehingga dapat mengatasi
156
sektarianisme. Adanya mata kuliah perbandingan madhhab, masail fikih,
pemikiran dalam Islam, perkembangan pemikiran modern dalam dunia
Islam, merupakan upaya pengembangan wawasan terhadap khazanah
pemikiran ulama terdahulu yang bermuara pada Islam yang rah}mah li
al-‘alami>n.
Kedua, pergeseran studi keislaman dari yang bersifat normatif ke
arah yang lebih historis, sosiologis, dan empiris. Upaya ini untuk
mewujudkan pemahaman yang dihasilkan dari perpaduan antara empirik
dengan sumber ila>hiyyah. Ketiga, orientasi keilmuan yang lebih luas.204
Smith dalam Babun Suharto memetakan penedkatan-pendekatan
teori kurikulum menjadi empat bagian, yaitu: 1) kurikulum sebagai silabus
yang akan ditransmisikan budaya atau norma kepeda peserta didik, 2)
kurikulum sebagai upaya untuk mencapai tujuan tertentu pada peserta
didik, 3) kurikulum sebagai proses, artinya kurikulum bukanlah terbatas
pada sisi fisik saja, namun juga pada interaksi hangat antara guru, peserta
didik dan ilmu pengetahuan, dan 4) kurikulum sebagai praksis, artinya
kurikulum setelah tahapan peroses dapat menjadi alat pemersatu dan
semangat emansipasi peserta didik.205
Pengembangan kurikulum menjadi niscaya, karena kurikulum
harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat pada waktu yang akan
204 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan
Kurikulum hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Nuansa, 2003), 272-273. 205
Babun Suharto, Dari Pesantren Untuk Umat, Reinventing Eksistensi Pesantren di Era
157
datang. Pendidikan bukan berfungsi mengawetkan kebudayaan masa lalu,
melainkan untuk menyiapkan peserta didik agar dapat menyesuaikan dan
merespon tuntutan zaman. Oleh karena itu, sesuatu yang diberikan kepada
peserta didik harus teruji dan memiliki nilai guna.206
6. Implikasi Pendidikan Fikih Multi Madhhab Terhadap Kearifan