• Tidak ada hasil yang ditemukan

35Kus Sri Antoro: Anatomi Konsep Penyelesaian Konflik : 28-

Dalam dokumen Unduhan – PPPM Now (Halaman 36-38)

Tabel 1. Perbedaan Theory of Property Rights

dan Theory of Access

Sumber: Peluso dan Ribot (2003) dan Schlager dan Ostrom (1992)

3. Pendekatan Ekososiologi

Istilah Ekososiologi muncul dalam kumpulan karya terpilih Sajogyo yang menyoroti peru- bahan-perubahan agraria, terutama di pedesaan, yang berangkat dari suatu upaya untuk mengu- rai benang kusut pembangunan18. Beberapa

karya Sajogyo sebelumnya, seperti Moderniza- tion Without Development dan Pertanian, Lan- dasan Tolak bagi Pengembangan Bangsa berang- kat dari argumentasi bahwa ketimpangan struk- tur penguasaan sumberdaya agraria tidak selesai semata-mata dengan kepastian hak yang dimo- tori dengan modernisasi19. Mengkritisi revolusi

hijau, Sajogyo berpendapat bahwa modernisasi justru tidak berdampak pembangunan, padahal dalam tradisi wacana fungsionalisme/modernis- me keduanya selalu identik. Studi Sajogyo dike- nal berusaha memosisikan kelas terbawah dalam struktur penguasaan sumberdaya agraria sebagai aktor yang penting, memunculkannya dalam dis- kursus: siapa yang paling berhak menikmati hasil atas pembangunan dan perubahan-perubahan

agraria: rakyat atau korporat?20 Apa yang menjadi

prioritas utama dalam pembangunan dan peru- bahan-perubahan agraria: keberlanjutan atau per- tumbuhan sesaat? Bagaimana pembangunan dan perubahan-perubahan agraria yang berman- faat luas akan dimulai: mengutamakan do- rongan modal sosial atau mengutamakan tari- kan kapital?

Meskipun belum diangkat sebagai sebuah teori, Ekososiologi yang dirintis oleh Sajogyo dalam beberapa hal sejalan dengan pendekatan

Political Ecology, seperti halnya ditunjukkan oleh Watts dalam Robbins, bahwa ekologi politik ada- lah21:

An approach to understand the complex relations between nature and society through a careful analy- sis of what one might call the forms of access and control over resources and their implications for environmental health and sustainable livelihoods.

Tentu saja, pendekatan Ekososiologi kental dengan nuansa ekonomi politik.

Konf lik dan penyelesaian konflik, dalam pendekatan ekososiologi, perlu dipikirkan kem- bali. Konflik hadir bukan sebagai sebab, melain- kan sebagai akibat pertemuan dua subyek leng- kap dengan kepentingan dan posisinya dalam relasi lingkungan-sosial, mengarah aksi-reaksi yang cenderung menegasikan. Dalam konflik struktural, subyek itu adalah rakyat berhadapan dengan negara dan/atau korporasi.

Menggunakan pendekatan ekososiologi, klaim atas suatu sumberdaya harus diletakkan kembali dalam sejarah kemunculan klaim itu. Sebagai misal, menjawab siapa yang berhak atas sumberdaya agraria di masa kolonial di nusan- tara; pendekatan hak akan memunculkan ja- waban tegas: mereka yang diakui oleh pemerin-

18 Sajogyo. 2006. Ekososiologi. Sains, Sekretariat Bina

Desa, Cindelaras Pustaka Cerdas. Yogyakarta.

19 Tulisan ini hadir sebagai Kata Pengantar dalam Invo-

lusi Pertanian (Geertz, 1983).

Sumber Konsep kunci Konsekuensi

Schlager dan Ostrom (1992) Theory of Property Rights A bundle of rights

Hak adalah faktor yang menentukan akses SDA seseorang atau sekelompok orang. Hak tertinggi terdapat pada aktor yang berkuasa melepaskan penguasaannya atas SDA. Kepastian hukum diperoleh dari kemelekatan hak pada seseorang atau sekelompok orang atas SDA.

Ribot dan Peluso (2003)

Theory of Access

A bundle of power

Kekuasaan adalah faktor yang menentukan akses SDA seseorang atau sekelompok orang.

Hak adalah klaim yang memperoleh legitimasi sosial.

Kepastian hukum merupakan arena kekuasaan, pihak yang tidak dilekati hak tetap dapat melakukan akses melalui kekuasaannya.

20 Sajogjo. 1982. Modernzation without Development.

The Journal of Social Studies, Dacca (Bangladesh).

21 Robbins, Paul. 2004. Political Ecology A Critical

tah kolonial dan dikuatkan dengan tanda bukti ‘kepemilikan’ hak adalah pihak yang berhak. Namun, pendekatan ekososiologi akan memun- culkan jawaban jelas: mereka yang telah menem- pati dan memanfaatkan sumberdaya agraria sebelum kolonial tiba adalah pihak yang berhak. Demikian pula dalam penyelesaian konflik, pen- dekatan hak akan mengutamakan penegakan hukum positif di atas semua cara penyelesaian yang ada, artinya dalam kasus tersebut di atas, pemerintah kolonial selalu benar. Pendekatan ekososiologi akan mendahulukan keadilan sebelum hukum, artinya kepentingan sosial dan pengolah sumberdaya agraria merupakan subjek yang harus difasilitasi sekalipun fasilitas itu nanti akan muncul sebagai hukum positif. Di masa ko- lonial, kolonialisme adalah sebab, konflik agraria adalah akibat. Penyelesaiannya kolonialisme ha- rus diakhiri, dan ditata kembali pembaruan struktur penguasaan sumberdaya agraria (dike- nal sebagai reforma agraria yang diperjuangkan melalui UUPA). Di masa pascakolonial, terlebih di era reformasi, kapitalisasi sumberdaya agraria adalah sebab, konflik agraria adalah akibat. Penyelesaiannya adalah mengganti model-mod- el penyelesaian yang mendukung kapitalisasi sum- berdaya agraria, meskipun bentuk penyelesaian itu belum terpikir oleh pengambil kebijakan.

Tabel 2. Perbandingan Teoritis atas diskursus tentang Konflik Agraria dan Penyelesaiannya22

Sumber: Sajogjo (2006); Peluso dan Ribot (2003) dan Schlager dan Ostrom (1992)

Riset Kebijakan STPN 2012 menemukan per- masalahan seputar kebijakan penyelesaian kon- flik agraria. Secara umum, konflik berlangsung di dalam persaingan kepentingan Negara; Pasar; dan Masyarakat.

Negara memandang agraria sebagai ruang dan isinya yang merupakan entitas tak terpisah- kan dari kekuasaan sistem politik bernama na- tion- state. Sebagai kesatuan kekuasaan, hukum dan kebijakan merupakan alat kontrol atas peru- bahan-perubahan agraria, dengan demikian kepastian hukum adalah syarat mutlak agar kebi- jakan dapat dijalankan. Konflik hadir sebagai akibat dari hukum yang tidak berjalan sebagai- mana mestinya, pemerintah sebagai wakil insti- tusi negara mempunyai wewenang untuk mengatur bagaimana konflik akan diselesaikan, salah satu bentuknya adalah penertiban admi- nistrasi pertanahan (sertif ikasi).

Pasar memandang agraria sebagai komoditas yang merupakan bagian tak terpisahkan dari mesin pertumbuhan ekonomi. Sebagai pondasi kekuatan ekonomi, pengubahan sumberdaya agraria menjadi nilai lebih akan ef isien ketika hak telah pasti. Kepastian hak akan menjadi ja- minan bagi iklim investasi yang baik. Logika pasar dan negara bertemu pada gagasan pembangunan dan/atau pertumbuhan modal yang difasilitasi dengan kepastian hak; perbedaannya, pasar per- caya bahwa tanpa kebijakan negara pun moda produksi tetap menggeliat, menumbuh-kem- bangkan modal. Penertiban administrasi penting sebagai mekanisme pengalihan hak dari publik ke privat melalui pasar tanah.

Masyarakat memandang agraria sebagai ruang di mana relasi-relasi kekuasaan bertemu dalam berbagai kepentingan. Agraria bukan hanya berfungsi privat, misalnya tanah warisan; tetapi juga berfungsi sosial; misalnya sumber mata pencaharian/penghidupan. Dalam perspek- tif masyarakat, ada struktur penguasaan agraria yang timpang, hak masyarakat atas sumberdaya

22 Data diolah dari buku Peluso dan Sajogyo.

Parameter PENDEKATAN TEORITIS

Hak (a bundle of rights) Akses (a bundle of powers) Ekososiologi Sumber konflik

Ketidakpastian Hak Ketimpangan akses Ketimpangan penguasaan Tujuan penyelesaian Tercipta kepastian hukum Tercipta peluang yang seimbang Demokratisasi struktur agraria Instrumen Hukum positif Kontrak Kelembagaan sosial Bentuk penyelesaian Sertifikasi Pembukaan Akses Keputusan yang mengedepankan kepentingan sosial dan ekosistem Konsekuensi Terbuka pada pasar

tanah

Exclussion

Berbagi otoritas Terbuka pada hak milik komunal

37

Dalam dokumen Unduhan – PPPM Now (Halaman 36-38)

Garis besar

Dokumen terkait