BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia penting bagi organisasi dalam
mengelola, mengatur dan memanfaatkan karyawan sehingga dapat
berfungsi secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut
Handoko (2014:2) manajemen sumber daya manusia adalah penarikan,
seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya
manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu, perusahaan maupun
organisasi. Manajemen SDM dalam mengatur manusia yang bekerja di
dalam perusahaan maupun organisasi memiliki berbagai masalah, karena
manajemen SDM bertugas mengatur manusia yang ada di dalam
perusahaan sehingga manusia-manusia yang berkerja di dalam perusahaan
tersebut dapat mewujudkan tujuan perusahaan/ organisasi. Widodo
(2015:1) juga mengatakan bahwa masalah manajemen SDM sendiri
adalah masalah yang cukup kompleks karena ia bukan sekedar masalah
administrasi, hukum, psikologi manusia, perhitungan kebutuhan,
penentuan kompensasi, dan teknik-teknik cara bekerja yang baik, tetapi
secara keseluruhan kesemua aspek yang telah disebutkan haruslah benar-
benar dipahami dan dikuasai dengan baik. Untuk itu kita perlu mengetahui
manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan oleh Hasibuan
(2012:34) antara lain :
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang
efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specifiction, dan job evaluation.
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan
berdasarkan asas the right man in the right job.
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada
masa yang akan datang.
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan
perkembangan perusahaan pada khususnya.
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan
kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-peusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horisontal.
10.Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
Semakin berkembangnya jaman tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
manajemen SDM terdapat tantangan-tantangan dalam mewujudkan tujuan
perusahaan. Pada sekarang ini kita ketahui bahwa zaman berkembang
tenaga kerja yang berakibat pada: berkembangnya spesialisasi pekerjaan,
serta adanya hambatan dalam mengembangkan diri yang salah satunya
disebabkan oleh hal-hal yang sedang menjadi tren, yang terkadang hal itu
membuat kita malas untuk mengembangkan kemampuan diri kita, serta
terjadi perubahan-perubahan yang lainya yang dapat merugikan
pekerja/karyawan. Widodo (2015:10) mengemukakan bahwa dalam
manajemen SDM tantangan dapat dikelompokan menjadi 3 kategori
meliputi: tantangan lingkungan, organisasi dan individu. Tantangan
lingkungan yang dihadapi meliputi: perubahan-perubahan di segala bidang
yang bergerak dengan cepat, perkembangan teknologi infomasi yang pesat,
semakin beragamnya tenaga kerja, dampak globalisasi,ekonomi, peraturan
perundang yang semakin banyak dan ketat, perkembangan pekerjaan yang
semakin kompleks, perubahan peranan keluarga dan kelangkaan keahlian
tertentu.
Tantangan organisasi sendiri mencakup: pilihan posisi yang di rasa
kompetitif, restrukturisasi organisasi, menciptakan tim yang solid,
perubahan budaya organisasi, teknologi yang semakin maju serta tuntutan
pekerjaan.
Sedangkan tuntutan individu mencakup berbagai hal seperti,
menempatkan orang pada jabatan yang tepat, memperlakukan orang
dengan lebih etis, perhatian yang lebih besar dalam hubungan dan
tanggung jawab sosial, meningkatkan produktifitas personel, menentukan
drain sendiri merupakan fenomena hengkangnya tenaga ahli, pemikir, intelektual potensial ke negara lain yang pada umumnya lebih maju
dibanding negara asalnya. Atas alasan minimnya kesempatan berkarya dan
memberdayakan diri di tanah air, peristiwa ini telah terjadi di Indonesia
dan hal ini cukup memprihatinkan (http://m.kompasiana.com/nkhawari/
iron-brain-drain).
Untuk itu tugas manajemen SDM menjadi sangat penting guna
mengatasi hal-hal yang tidak diharapkan, dan menjalankan hal-hal yang
dapat digunakan oleh perusahaan dan organisasi dalam mewujudkan
tujuannya.
2. Stres kerja
Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena
tekanan psikologis, biasanya pengaruh stres di dapat dari pengaruh
eksternal maupun internal yang mengganggu pikiran/psikologis seseorang
dan dapat menyebabkan penyakit fisik muncul dikarenakan lemah dan
rendahnya daya tahan tubuh ketika seseorang mengalami stres (Robbins,
2006:563). Sedangkan menurut Handoko (2014:200) menyebutkan bahwa
stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
berfikir dan kondisi seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan oleh penulis bahwa stres
merupakan kondisi tubuh terganggu karena tekanan psikologis yang dapat
Stres kerja dapat di ukur dari 3 dimensi berdasarkan sumbernya/ stressor
(Michael et al.,2009),yaitu:
Gambar II.1
Bagan Dimensi Stres Kerja
1. Beban kerja (workload)
Terdapat ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan, jumlah waktu,
dan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi persyaratan tersebut.
Beban kerja berkaitan dengan banyaknya tugas-tugas yang harus
dilaksanakan, ketersediaan waktu, serta ketersediaan sumber daya.
Apabila proporsi ketiganya tidak seimbang, kemungkinan besar tugas
tersebut tidak bisa diselesaikan dengan baik. Ketidakseimbangan ini bisa
menyebabkan seseorang mengalami stres.
2. Kondisi kerja (job conditions)
Dimana yang mengakibatkan stres dalam kondisi kerja diantaranya: suhu
ekstrim, suara keras, terlalu banyak atau sedikitnya pencahayaan, radiasi
dan polusi udara. Kondisi kerja yang memburuk, perjalanan yang
berlebihan dan panjang dapat menyebabkan meningkatnya stres dan Dimensi Stres Kerja Beban kerja Kondisi kerja Konflik Peran dan Ambiguitas
penurunan kinerja. Selain itu penggunaan teknologi yang terbatas serta
berlebihan juga dapat memicu stres kerja.
3. Konflik Peran dan Ambiguitas (role conflict and ambiguity)
Harapan yang berbeda atau tuntutan pada seorang karyawan di tempat
kerja akan menciptakan konflik peran. Ambiguitas peran terjadi ketika
seorang karyawan tidak mengetahui pasti tentang tugas dan tanggung
jawab mereka ditugaskan. Konflik peran dan ambiguitas peran merupakan
sumber yang sangat signifikan yang terkait dengan stres kerja.
Selain itu stres pada pekerjaan atau stres kerja juga dapat diukur
berdasarkan gejalanya atau tanda-tandanya dengan dimensinya adalah
reaksi terhadap stressor,seperti yang dikemukan oleh Braham (dalam Handoyo; 2001:68). Dimensi dan indikator stres kerja sebagai berikut :
Gambar II. 2
Dimensi Stres kerja menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68)
Dimensi Reaksi terhadap Stressor Indikakor gejala fisiologis/ fisik Indikator gejala Psikologis Indikator gejala intelektual Indikator gejala Prilaku
Dapat diketahui bahwa berdasarkan pengujian yang telah
dilakukan peneliti sebelumnya (Noviansyah dan Zunaidah, 2011)
ternyata yang lebih berpengaruh terhadap kinerja adalah stres kerja
dari pada motivasi kerja, stres kerja berpengaruh sebesar 91%
sedangkan motivasi kerja hanya sebesar 88,3%. Hal ini sejalan
dengan pendapat Margiati (dalam Noviansyah dan Zunaidah, 2011:55)
perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja merupakan gejala-
gejala individu yang mengalami stres antara lain; 1) Bekerja melewati
batas kemampuan; 2) Keterlambatan masuk kerja yang sering; 3)
Ketidak hadiran pekerjaan; 4) Kesulitan membuat keputusan; 5)
Kesalahan yang sembrono; 6) Kelalaian menyelesaikan pekerjaan;
7) Lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri; 8)
Kesulitan berhubungan dengan orang lain; 9) Kerisauan tentang
kesalahan yang dibuat; 10) Menunjukkan gejala fisik seperti pada
alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
Dengan demikian maka peneliti merasa bahwa stres merupakan
variabel yang penting, yang memang pantas untuk di uji pada pegawai
PPKH kantor dinas sosial. Semakin kuat stres kerja pada pegawai,
maka akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap kinerja
pegawai. Pada stres pegawai peneliti ingin melihat ada atau tidaknya
reaksi terhadap stressor pada para pegawai, reaksi ini meliputi gejala- gejala stres seperti yang dikemukan oleh Braham (dalam Handoyo;
1. Gejala fisik, seperti sulit tidur, sakit kepala, selera makan berubah,
mudah terserang penyakit, darah tinggi dan serangan jantung, dan
kelelahan fisik lainya.
2. Gejala psikis, seperti mudah marah, sensitif, agresif, depresi dan
kelesuan mental lainya.
3. Intelektual, seperti mudah lupa, tidak fokus, suka melamun, pikiran
hanya dipenuhi satu pikiran saja.
4. Prilaku maupun interpersonal, seperti kepercayaan terhadap orang lain
menurun, mudah mengingkari janji, bermalas-malasan, berupaya
menghindari pekerjaan, dan tidak bersemangat dalam melakukan
pekerjaan menutup diri dan mencari kesalahan orang lain.
Dengan mengetahui stres yang dialami oleh pegawai, maka
perusahaan dapat melakukan perubahan-perubahan yang dapat
membangun perusahaan/organisasi menuju hal yang lebih baik. Serta
sebagai informasi yang akan sangat bermanfaat bagi para pegawai
PPKH dinas sosial dikarenakan kinerja karyawan akan menjadi lebih
baik bila memperoleh dukungan yang cukup dari atasan dan para
pimpinan organisasi.
3. Persepsi
a. Pengertian persepsi
Menurut Slameto (2010:102) persepsi adalah proses yang
melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan
lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera
penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium.
Oleh karena itu kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang bisa
saja memiliki persepsi yang berbeda-beda, walaupun obyeknya sama.
Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem
nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan (Sarwono dalam
Ramadhan, 2009:6).
Persepsi seseorang bersifat subyektif, tergantung pada kemampuan
dan keadaaan dari masing-masing seseorang atau individu atau
kelompok, sehingga akan ditafsirkan berbeda oleh individu satu dengan
yang lain, serta kelompok satu dengan kelompok lainya.
4. Kompensasi
Sebagai upaya peningkatan kinerja karyawan pada perusahaan
maupun organisasi tidak dapat dipungkiri bahwa kompensasi merupakan
salah satu faktor dari motivasi, terdapat hubungan yang kuat antara
kompensasi dan peningkatan kinerja karyawan. Menurut Hasibuan
(2014: 118), kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang,
barang langsung ataupun tidak langsung yang diterima karyawan sebagai
imbalan atas jasa yang diberikan oleh perusahaan.
Kompensasi merupakan faktor penunjang untuk memunculkan
merupakan pembayaran dalam bentuk manfaat dan insentif yang
digunakan sebagai fasilitas untuk memotivasi karyawan agar
produktivitas kerja semakin meningkat. Namun dalam pemberian
kompensasi haruslah tepat supaya dapat menciptakan kerjasama yang
sehat untuk kemajuan perusahaan maupun organisasi.
Menurut Widodo (2015:158) kompensasi dapat berbentuk finansial
dan bukan finansial, sebagai berikut:
1. Kompensasi finansial, kompensasi ini ada yang bersifat langsung
dan tidak langsung.
a) Kompensasi langsung, antara lain: seperti upah, gaji, komisi,
dan bonus.
b) Kompensasi tidak langsung, antara lain: asurasi kesehatan,
asuransi kecelakaan, tunjangan sosial (seperti dana peniun,
tunjangan keselamatan sosial), kompensasi karyawan berupa
beasiswa, pelayanan kerja, tunjangan cuti, liburan, sakit,
istirahat, tunjangan hari raya dan sebagainya.
2. Kompensasi bukan finansial, meliputi: dalam bentuk pekerjaan dan
dalam lingkungan kerja.
a) Kompensasi bukan finansial dalam bentuk pekerjaan misalnya,
pemberian tugas-tugas yang menarik, menantang, penuh
tanggung jawab, peluang untuk dikenal, dan peluang untuk
b) Kompensasi bukan finansial dalam lingkungan kerja misalnya,
kebijakan perusahaan yang jelas dan adil, atasan yang
kompeten, teman kerja yang menyenangkan dan bersahabat,
simbol status yang layak, kondisi lingkungan kerja yang
menyenangkan, pengaturan kerja yang luwes, pembagian kerja
yang baik, dan lain-lain.
Tujuan pemberian kompensasi sendiri menurut Hasibuan
(dalam Widodo, 2015:15) tujuan pemberian kompensasi antara
lain adalah:
1) Ikatan kerja sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerjasama
formal antara majikan dengan karyawannya. Karyawan harus
mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan
pengusaha wajib memberikan kompensasi.
2) Kepuasan kerja
Karyawan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan
pemberian kompensasi.
3) Pengadaan efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan
karyawan yang qualified untuk perusahaan lebih mudah. 4) Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih
5) Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta
eksternal konsistensinya yang kompetitif maka stabilitas
karyawan lebih terjamin karena turnover yang relatif kecil. 6) Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin
karyawan semakin baik.
7) Pengaruh serikat buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh
dapat dihindarkan dan karyawan akan konsentrasi pada
pekerjaannya.
8) Pengaruh pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan Undang-Undang
perburuan yang berlaku (seperti batas upah minimum), maka
intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
Dalam menentukan besaran suatu kompensasi harus
didasarkan atas asas adil dan asas layak serta memperhatikan
Undang-Undang ketenagakerjaan yang berlaku. Pernyataan
tersebut didukung oleh Hasibuan (2014:122), yang
mengemukakan bahwa adil, layak dan wajar merupakan suatu
Oleh Hasibuan (2014:122) yang dimaksudkan adil adalah
besarnya kompensasi harus sesuai dengan prestasi kerja, jenis
pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, dan jabatan.
Kompensasi tanpa menyesuaikan aspek-aspek di atas akan
menggagalkan maksud dari konsep adil pada kompensasi itu
sendiri.
Sedangkan layak dan wajar adalah kompensasi harus
disesuaikan dengan beban kerja serta posisi atau jabatan kerja
yang diterima. Meskipun tolak ukur layak sangat relatif,
perusahaan/organisasi dapat mengacu pada batas kewajaran yang
sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah dan
aturan lain secara konsisten.
Sirait (dalam Monika, 2016:21) mengemukakan pendapat
bahwa ada dua jenis keadilan yaitu:
1. Konsistensi Eksternal, merupakan pengupahan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Di dalam menentukan upah dan gaji,
perusahaan perlu memperhatikan perbandingan upah yang
diberikan oleh perusahaan lain untuk suatu jabatan yang sama.
Dasar hukum perusahaan membandingkan dengan perusahaan
lain adalah guna menciptakan kelayakan dalam menciptakan
struktur upah yang adil.
2. Konsistensi Internal, yaitu semakin tinggi jabatan yang
diterima dan sebaliknya. Untuk jabatan yang sama, pegawai
yang satu harus mendapatkan upah yang sama dengan pegawai
yang lainnya.
Adil dan layak pada kompensasi dapat diukur melalui
persepsi pegawai terhadap kompensasi yang diberikan organisasi
maupun perusahaan. Persepsi pada kompensasi adalah anggapan
pada segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa
atas kontribusi tenaga dan pikiran yang telah disumbangkan pada
organisasi (Swasto, 2015:79).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan
oleh Sahidaria (2015) yang meneliti tentang “Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT.
Buri Sonikijaya Padang”, dengan metodologi kuantitatif dengan jumlah sampel sebanyak 42 orang responden. Teknik pengambilan
sampel dengan menggunakan metode total sampling. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, studi
pustaka dan angket. Teknik analisis data menggunakan regresi
berganda dengan menggunakan SPSS. Penelitian Sahidaria
mengenai variabel kompensasi memberikan memberikan hasil
yang positif, dengan kata lain kompensasi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan sebesar 0,217 dengan tingkat signifikan
0,001 atau < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
meningkatkan kinerja karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat
tercapai. Dari pembahasan peneliti bahwa untuk pencapaian
kinerja karyawan dilihat dari kompensasi, pada gaji yang
diterima diharapkan sesuai dengan pengorbanan yang diberikan
karyawan terhadap perusahaan, berdasarkan pemberian tunjangan
yang adil dan sesuai dapat mendorong karyawan untuk
memberikan kinerja yang terbaik bagi perusahaan.
Maka adil, layak dan tidaknya kompensasi merupakan salah
satu variabel yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang, untuk
itu penulis akan melakukan penelitian serupa mengenai variabel
ini pada pegawai PPKH Kantor Dinas Sosial Kabupaten
Banjarnegara. Dengan melakukan penelitian terhadap variabel
kompensasi diharapkan akan memberikan manfaat kepada
organisasi bahwa kompensasi yang diberikan perusahaan/
organisasi diharapkan sesuai dengan pengorbanan yang diberikan
pegawai PPKH terhadap perusahaan/ organisasi.
Berdasarkan pada pemberian kompensasi yang adil dan
layak atau sesuai, pastinya dapat mendorong karyawan untuk
memberikan kinerja yang terbaik bagi perusahaan maupun
5. Motivasi Kerja
Motivasi memegang peranan penting dalam pencapaian
keberhasilan dalam pencapaian tujuan pada suatu perusahaan maupun
organisasi. Karyawan membutuhkan adanya motivasi seperti, motif
karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan dan harapan-harapan
guna mengembangkan dirinya masing-masing.
Menurut Azwar (2000:15), motivasi adalah rangsangan, dorongan,
keinginan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau
sekelompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerjasama secara
optimal dalam melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu, menurut Gitosudarmo
(dalam Edi 2009:111) motivasi untuk bekerja sangat penting bagi tinggi
rendahnya produktivitas kerja. Motivasi terbentuk karena adanya
kebutuhan, keinginan, dorongan dan tanggung jawab dalam bertindak
demi tercapainya suatu tujuan (Martoyo, 2000:166).
Tanpa adanya motivasi dari para pegawai untuk bekerja sama
dengan organisasi/ instansi, maka tujuan organisasi/ instansi tidak akan
tercapai.
Oleh karena itu bagi peneliti pemberian motivasi sangatlah penting
sebagai pemberi dorongan/ semangat kerja kepada karyawan untuk
mencapai tujuan organisasi/ instansi secara bersama-sama terutama
Menurut Hasibuan (2014:146) motivasi mempunyai tujuan
yaitu meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, meningkatkan
produktivitas kerja karyawan dan kedisiplinan karyawan,
mempertahankan kestabilan karyawan organisasi dan selain itu,
mengefektifkan pengadaan karyawan, mempertinggi rasa tanggung
jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya, serta meningkatkan tingkat
kesejahteraan karyawan.
Teori motivasi menurut Mangkunegara (2013:94) : Berdasarkan
teori kebutuhan, yaitu kebutuhan dapat di defenisikan sebagai suatu
persenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan
dengan dorongan yang ada dalam diri.
Abraham Maslow mengemukakan bahwa hirarki kebutuhan
manusia adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum,
perumahan, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan
tingkat terendah atau disebut pula kebutuhan yang paling dasar.
2) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan
dariancaman, bahaya, pertentangan, dan lingnkungan hidup.
3) Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk diterima dikelompok,
berafiliasi, berintegrasi, dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.
4) Kebutuhan akan penghargaan, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan
5) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk
berpendapat dengan menggunakan ide-ide memberi penilaian dan
kritik terhadap sesuatu.
Hirarki kebutuhan dari Maslow ditunjukkan dengan bentuk piramida
pada bagan berikut:
Gambar II. 3
Hirarki Kebutuhan Maslow
Dalam penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Noviansyah dan
Zunaidah (2011) yang meneliti tentang “Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Minanga
Ogan Baturaja”, yang membuktikan bahwa motivasi juga memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Perkebunan Minanga Ogan
Batu Raja. Noviansyah dan Zunaidah pada variabel motivasi meneliti
pada dimensi yang yang di kemukakan oleh Veithzal (2009:838), yaitu:
mengenai:
a. Kemungkinan untuk berkembang
kebutuhan aktualisasi diri kebutuhan harga
diri
kebutuhan sosial
kebutuhan rasa aman
b. Jenis pekerjaan
c. Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari
perusahaan di tempat mereka bekerja.
Pada hasil pengujian hipotesis 1: Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi
Kerja secara Parsial Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan
Minanga Ogan Baturaja, mengenai variabel motivasi mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Karyawan dimana (α) sign = 0,000 (α < 0,05). Sedangkan besarnya koefisien determinasi (R2) adalah 0,883 (88,3%) menunjukkan bahwa terdapat perubahan
yang terjadi pada Kinerja Karyawan, perubahan tersebut dapat
dijelaskan karena adanya motivasi kerja. Untuk sisanya 0,117
(11,7%) dijelaskan faktor-faktor lain. Berdasarkan hal tersebut,
maka hipotesis (Ha) diterima dengan nilai t hitung = 24,000 > nilai t
hitung = 6,314.
Hasil pengujian hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa
variabel motivasi kerja secara nyata memberikan pengaruh terhadap
Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Minanga Ogan Baturaja, apabila
peningkatan kinerja karyawan tercapai secara optimal maka motivasi
kerja (Harapan Berprestasi, Kesempatan Berkembang, Upah/Gaji,
Pelatihan, Komunikasi) kepada bawahan yang dilakukan oleh pimpinan
PT. Perkebunan Minanga Ogan Baturaja perlu ditingkatkan lagi.
Merujuk pada penelitian terdahulu tersebut maka penulis
mempengaruhi kinerja seseorang. Selain itu, dikatakan bahwa motivasi
terbentuk karena adanya kebutuhan, keinginan, dorongan dan tanggung
jawab dalam bertindak demi tercapainya suatu tujuan. Untuk itu penulis
merasa motivasi patut dijadikan variabel untuk menguji kinerja pegawai
PPKH, karena pada penelitian terdahulu pernah menguji kinerja
menggunakan variabel ini dan hasilnya positif.
6. Kinerja Karyawan
Menurut Simanjuntak (dalam Widodo, 2015:131) kinerja adalah
tingkat pencapaian hasil dan pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak
juga mengartikan kinerja individu sebagai tingkat pencapaian atau hasil
kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus
dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut
Simanjuntak (dalam Widodo, 2015:133) Kinerja dipengaruhi oleh:
1. Kualitas Kemampuan pegawai, meliputi: hal-hal yang berhubungan
yang berhubungan dengan pendidikan/pelatihan, etos kerja, motivasi
kerja, sikap, mental dan kondisi fisik pada pegawai.
2. Sarana pendukung, meliputi: hal yang berhubungan dengan
lingkungan kerja (keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi,
pegawai (kompensasi, seperti: upah/gaji, jaminan sosial, keamanan
kerja dan sebagainya).
3. Supra sarana, meliputi: hal-hal yang berhubungan dengan
kebijaksanaan pemerintah dan hubungan industrial manajemen.
Sedangkan penilaian kinerja adalah suatu evaluasi terhadap tingkat
kinerja seseorang dibandingkan dengan standar kinerja yang telah di
tentukan, guna sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan promosi,
kompensasi, pengembangan serta maupun pemberhentian seseorang (
widodo, 2015:130). Penilaian kinerja ini untuk memonitor pelaksanaan
karyawan apakah sudah sesuai dengan keinginan organisasi.
Dalam hal ini yang bertanggung jawab dalam penilaian tersebut
adalah kepala bagian masing-masing. Hasil penilaian kinerja digunakan
sebagai pertimbangan-pertimbangan mengenai gaji atau kompensasi,