• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung

Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan. Perkembangan kognitif adalah tahapan-tahapan perubahan yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia untuk memahami, mengolah informasi, memecahkan masalah dan mengetahui sesuatu.

2.1.1.1 Teori perkembangan kognitif

Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agustus 1898 di Neuchatel, Swiss dan wafat pada tanggal 16 September 1980 di Genewa (Suparno, 2006 : 11). Masa muda Piaget tertarik dengan alam, terutama tentang burung-burung, ikan dan binatang di alam bebas. Ia sangat tertarik dengan mata pelajaran biologi hingga usia 10 tahun Piaget mampu menerbitkan karangannya tentang burung pipit albino dalam majalah. Perkembangan pemikiran Piaget dipengaruhi oleh Samuel Cornut seorang ahli di Swiss (Suparno, 2006 :11).

Perkembangan kognitif menurut Jean Piaget cara berpikir anak bukan kurang jelas dibandingkan orang dewasa, hal ini karena anak kalah pengetahuan dan berbeda secara kualitatif. Tahap-tahap perkembangan intelektual individu serta perubahan umur mempengaruhi individu mengamati pengetahuan (King, 2015). Cara anak mempelajari ciri-ciri, fungsi, dan objek seperti mainan, perabot, dan makanan. Cara anak mengelompokan objek sosial seperti diri sendiri, orang tua, dan teman (Mukhlisah, 2015). Piaget menjelaskan struktur kognitif bagaimana anak mengembangkan konsep di sekitar mereka (Friedman & Schutack, 2006). Perkembangan kognitif Piaget menjelaskan anak beradaptasi dan menginterpretasikan dengan objek dan kejadian disekitarnya.

Selain itu, pada teori Piaget memberikan banyak konsep utama dalam psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap konsep kecerdasan. Pada hal ini membahas tentang skemata yaitu pola mental yang menuntun perilaku bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan perkembangan informasi (Mukhlisah, 2015). Perkembangan kognitif terjadi tiga proses, yaitu organisasi,

9 adaptif, dan ekuilibrasi. Organisasi yang digunakan Piaget adalah sistem pengetahuan atau cara berpikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang akurat.

Adaptif atau adaptasi adalah cara anak untuk menyesuaikan skema tanggapan. Pada hal ini memiliki dua langkah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yang digunakan merujuk pada pengalaman baru dan skema yang sudah ada. Akomodasi yang digunakan merujuk pada mengubah skema yang ada agar sesuai dengan situasi baru. Ekuilibrasi adalah proses memulihkan keseimbangan sekarang dan pengalaman baru agar individu mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri pada lingkunganya (Slavin, 2011).

Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu Tahap Sensori Motorik (usia 0–2 tahun) Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik. Pada tahap pra-opersional (usia 2–7 tahun) anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar atau simbol. Tahap operasional konkret (usia 7–11 tahun) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis. Anak sudah mengembangkan operasi logis. Pada tahap terakhir mengenai tahap opersional formal (usia 11–15 tahun) diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia (Mukhlisah, 2015: 126). Anak-anak SD berada pada rentang usia 7-11 tahun, maka mereka masuk dalam tahap operasional konkret. Pada tahap ini kemampuan mengklarifikasi sudah ada hanya belum mampu memecahkan problem abstrak. Lalu anak bisa mengoordinasikan karakteristik bukan hanya fokus pada satu kualitas objek.

2.1.1.2 Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky

Lev Semyonovich Vygotsky adalah seorang psikolog yang berkebangsaan Rusia, dia sejaman dengan Piaget tapi dia meninggal pada tahun 1934. Vygostky lahir pada tanggal 5 November 1896 dan wafat pada tanggal 11 Juni 1934 (Slavin, 1986). Teori Vygotsky sekarang sangat kuat dalam pengembangan psikologi dan banyak kritik yang dilontarkan terhadap teori Piaget (Slavin, 1986).

Pusat perhatian dari Vygotsky adalah sosial, budaya, dan sejarah di mana anak menjadi bagiannya. Pada peran aktif dan individu dalam interaksinya dengan

10 lingkungan. Anak-anak belajar melalui interaksi sosial. Mereka memperoleh keterampilan kognitif sebagai bagian dari cara mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Berbagai aktivitas antara orang dewasa dan anak-anak akan membantu anak-anak untuk menginternalisasikan cara berpikir masyarakat dan berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.

Zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development - ZPD) ini memiliki tugas yang terlalu sulit saat siswa melakukan kegiatannya seorang diri. Seharusnya dapat dipelajari dengan bimbingan dan bantuan dari orang dewasa atau teman sebayanya. Batas bawah dari ZPD ini yaitu keahlian yang dimiliki siswa yang bekerja secara mandiri. Batas atas dari ZPD adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh siswa dengan bantuan seorang instruktur. ZPD juga menitik beratkan pada interaksi sosial yang dapat memudahkan perkembangan siswa (Santrock, 2009: 62).

Vygotsky mengungkapkan perlu adanya scaffolding yaitu dukungan sementara yang diberikan orang tua, guru, atau lainnya yang diberikan kepada anak dalam melakukan tugasnya sampai anak mampu melakukannya sendiri. Anak secara aktif membangun pengetahuan dan keterampilan baru dengan bantuan orang lain (Sumanto, 2014). Scaffolding merupakan salah satu teknik yang melibatkan perubahan tingkat dukungan untuk belajar (Santrock, 2009: 62).

Perpindahan anak dari pengaruh eksternal menuju pemikiran internal terbagi menjadi empat tahapan, yang masing-masing ditandai dengan hubungan yang bersifat dialektis diwarnai oleh hubungan memberi dan menerima antara kualitas kegiatan dan kualitas pemikiran anak. Ada empat ide pokok yang menjadi dasar teori Vygotsky. Pertama anak membangun pengetahuan mereka sendiri. Anak adalah aktif dalam perkembangan mereka masing-masing bukan hanya membentuk keinginan masing-masing tapi juga membentuk jenis, tipe, dan keadaan mereka. Kedua perkembangan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosialnya. Proses perkembangan bersandar pada pematangan dan efek lingkungan. Ketiga pembelajaran bisa mengarah pada perkembangan. Hal ini efek pembelajaran yang menumpuk. Keempat bahasa memainkan peran sentral dalam perkembangan mental. Bahasa adalah sarana kultural yang memungkinkan pikiran anak untuk tumbuh dan bertambah luas (Vygotsky, 1978: 55).

11 2.1.1.3 Metode Inkuiri

Metode inkuiri melatih siswa untuk menjelaskan fenomena yang tidak biasa. Pembelajaran ini juga didesain sedemikian rupa supaya siswa langsung melakukan proses ilmiah (Joyce & Weil, 2009). Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah untuk memberikan cara untuk membangun kemampuan berpikir intelektual terkait dengan proses berpikir reflektif (Syam, 2007). Metode pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang dipertanyakan (Umami, Pasaribu, & Rede, 2013). Pembelajaran inkuiri memiliki sintaks atau langkah-langkah dalam proses pelaksanaannya, adapun langkah-langkah tersebut sebagai berikut: 1) orientasi 2) merumuskan masalah 3) mengajukan hipotesis 4) mengumpulkan data 5) menguji hipotesis/menganalisis data 6) merumuskan kesimpulan (Sanjaya, 2008: 201).

Pada tahap orientasi digunakan untuk membina suasana atau pembelajaran yang responsif. Guru memiliki peran untuk mengkondisikan siswa supaya siap melaksanakan proses pembelajaran. Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu permasalahan yang menantang untuk berpikir memecahkan masalah. Mengajukan hipotesis merupakan jawaban sementara dari sesuatu yang dikaji. Hipotesis perlu diuji kebenarannya, potensi berpikir itu mulai dari siswa menebak atau menduga-duga dari suatu permasalahan.

Siswa mampu membuktikan tebakannya, maka akan sampai pada posisi dimana bisa mendorong individu untuk berpikir lebih lanjut. Mengumpulkan data dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan siswa. Proses penting dalam hal ini ketekunan dan kemampuan potensi berpikir. Menguji hipotesis yaitu proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh. Merumuskan kesimpulan merupakan proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh sesuai hasil menguji hipotesis (Sanjaya, 2006: 199).

Manfaat menggunakan metode inkuiri adalah strategi pembelajaran yang menekankan pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, siswa belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, dan proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman (Sanjaya, 2008: 67). Pada model inkuiri terbimbing guru menyediakan bimbingan dan petunjuk bagi siswa. Peran guru lebih

12 dominan dari pada siswa. Guru memberikan rumusan masalah dan menyerahkannya kepada siswa. Guru tidak langsung melepas segala kegiatan yang dilakukan siswa (Hartono, 2013: 72).

2.1.1.4 Kemampuan Berpikir Kritis

Pemikiran kritis dapat memberikan jalan untuk memisahkan keterampilan dari apa yang mengelilinginya. Dari prespektif pengajaran dan pembelajaran, penjelasan memegang tempat khusus sebagai salah satu dari enam keterampilan berpikir kritis inti, sebagaimana didefinisikan oleh studi Delphi pada pemikiran kritis (Facione, 1990). Berpikir kritis memiliki 6 tahap tujuan tertentu yang menghasilkan interpretasi, analisi, evaluasi, kesimpulan, eksplanasi, dan regulasi diri. Karena itu, berpikir kritis merupakan alat penelitian yang sangat mendasar (Facione, 1990).

Pada abad 21 ini keterampilan berpikir kritis menjadi hal yang sangat penting dibutuhkan. Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah mendidik generasi muda di abad ke-21 tidak bisa hanya dilakukan melalui pendekatan saja (Zubaidah, 2016: 2). Prinsip pembelajaran abad ke-21 menjadi empat hal yaitu 1) Instruction should be student-centered dimana menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa. siswa sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensinya. Guru berperan sebagai fasilitator yang berupaya membantu mengaitkan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. 2) Education should be collaborative siswa harus bisa berkolaborasi dengan orang lain yang berbeda latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Siswa didorong untuk bisa kolaborasi dengan teman-teman di kelasnya dalam menggali informasi dan membangun makna secara tepat. Sekolah juga dapat bekerja sama dengan guru di berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi dan pengalaman. 3) Learning should have context materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehhidupan sehari-hari siswa. guru perlu mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata. 4) schools should be integrated with society sekolah dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab (Nichols dalam Zubaidah, 2016: 14 – 15).

13 Gambar 2.1 Prinsip Pembelajaran Abad Ke-21

Kemampuan berpikir kritis dengan menganalisis fakta, menggeneralisasikan, mengorganisasikan pemikiran, mempertahankan opini, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, menguji argument, dan menyelesaikan masalah (Chance, 1986). Selain itu berpikir kritis juga merupakan proses sadar dan sengaja yang digunakan untuk menginerpretasi dan mengevaluasi informasi melalui kemampuan dan sikap reflektif yang mengarahkan pada keyakinan dan tindakan bijaksana (Mertes, 1991). Berpikir kritis merupakan pemikiran yang bersifat selalu ingin tahu terhadap informasi yang ada untuk mencapai suatu pemahaman yang mendalam (Facione,1990). Berdasarkan definisi berpikir kritis maka dapat bahwa seorang siswa mempunyai kemampuan berpikir kritis dengan ciri-ciri : mencari makna, menganalisis fakta, menggeneralisasi, dan mengevaluasi argumen.

2.1.1.5 Kemampuan Evaluasi

Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk menilai kredibilitas dari suatu pernyataan atau representation lain dari pendapat seseorang atau menilai suatu kesimpulan berdasarkan hubungan antara informasi dan konsep, dengan pertanyaan yang ada dalam suatu masalah (Facione, 2013). Dalam hal ini evaluasi menjadi sangat penting. Melihat kemampuan untuk menilai perihal yang dapat dipercaya berdasarkan informasi menjadikan siswa menilai sah tidaknya pernyataan-pernyataan yang didapatkannya. Selain itu menilai sah tidaknya argumen-argumen yang mereka temukan dalam pembelajaran.

14 Pembelajaran HOT (Higher Order Thinking) siswa dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas (Newman & Wehlage, 2011). Pada tahap berpikir kritis menurut Facione kemampuan evaluasi sudah termasuk dalam High Order Thinking. Begitu juga dengan tahap berpikir kritis menurut Taksonomi Bloom, yang termasuk dalam HOT menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Mengevaluasi pada taksonomi Bloom termasuk dalam memeriksa dan mengkritik.

2.1.1.6 Kemampuan Menarik Kesimpulan

Menarik kesimpulan adalah kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi elemen-elemen yang dibutuhkan dalam membuat kesimpulan yang rasional, dengan mempertimbangkan informasi yang relevan dengan suatu masalah dan konsekuensinya berdasarkan data yang ada (Facione, 2013). Kemampuan menarik kesimpulan juga berpengaruh, dengan menguji bukti-bukti yang didapatkan siswa dapat melihat informasi tambahan. Menerka alternatif-alternatif juga diperlukan untuk memecahkan suatu permasalahan. Dengan demikian siswa mampu menarik kesimpulan membuat eksperimen dan menerapkan teknik yang relevan untuk menguji benar tidaknya suatu hipotesis.

Pada pembelajaran HOT (Higher Order Thinking) siswa dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas (Newman & Wehlage, 2011). Pada tahap berpikir kritis menurut Facione kemampuan menarik kesimpulan sudah termasuk dalam High Order Thinking. Begitu juga dengan tahap berpikir kritis menurut Taksonomi Bloom, yang termasuk dalam HOT menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Menganalisis juga termasuk dalam menemukan makna tersirat, oleh karena itu menarik kesimpulan juga disebut dalam bagian HOT. 2.1.1.7 IPA

Mata pelajaran IPA pada hakekatnya merupakan suatu produk dan proses. Produk IPA meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Sedangkan proses IPA meliputi cara-cara memperoleh, mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja, cara berpikir cara memecahkan masalah,

15 dan cara bersikap. Oleh karena itu, IPA dirumuskan secara sistematis, terutama didasarkan atas pengamatan eksperimen (Djafar, Jamhari, & Sakung, 2013).

IPA merupakan ilmu yang membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasari oleh fakta yang empiral pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. IPA adalah ilmu pengetahuan yang telah diuji kebenarannya melalui metode ilmiah. Dengan kata lain, metode ilmiah merupakan ciri khusus yang menjadi identitas IPA. Oleh karena itu, Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sebagai proses. Produk IPA adalah fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori (Nurhani, 2011: 90).

Penelitian ini menggunakan materi tentang mengidentifikasi berbagai sumber energi, perubahan bentuk energi, dan sumber energi alternatif (angin, air, matahari, panas bumi, bahan bakar organik, dan nuklir) dalam kehidupan sehari-hari, menyajikan laporan hasil pengamatan dan penelusuran informasi tentang berbagai perubahan bentuk energi.

2.2 Penelitian terdahulu yang Relevan 2.2.1 Penelitian tentang Metode Inkuiri

Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2006: 45). Inkuiri adalah suatu cara penyampaian pelajaran dengan penelaahan sesuatu yang bersifat mencari secara kritis, analisis, dan argumentatif (ilmiah) dengan menggunakan langkah – langkah tertentu menuju kesimpulan (Riyanti, 2016: 52). Inkuiri adalah strategi merangsang, mengajarkan, dan mengajak siswa untuk berpikir kritis, analisis, dan sistematis dalam rangka menemukan jawaban secara mandiri dari berbagai masalah yang diutarakan (Hartono, 2013: 62).

Pada penelitian terdahulu tentang metode inkuiri yang dilakukan oleh Nurhani, Paluin, & Tureni (2013) yang melakukan penelitian di kelas IV SDN 3 Siwalempu dengan jumlah sampel sebanyak 25 siswa. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di SDN 3 Siwalempu dengan penerapan pendekatan Inkuiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

16 tindakan siklus I diperoleh ketuntasan klasikal 56,75% dan daya serap klasikal 69,18%. Pada tindakan siklus II diperoleh ketuntasan klasikal 89,18% dan daya serap klasikal 92,97%. Kemampuan siswa dalam menjawab soal dimana pada setiap siklusnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yakni pada tes awal tingkat pemahaman siswa hanya mencapai 0,58 dengan kualifikasi Sangat Kurang (SK), pada tindakan siklus I tingkat pemahaman siswa mencapai 4,93 dengan kualifikasi Kurang (K) sedangkan pada tindakan siklus II tingkat pemahaman siswa mencapai mencapai 8,93 dengan kualifikasi Baik (B) . Selanjutnya pada pelaksanaan tes akhir tingkat pencapaian siswa mencapai 9,5 dengan kualifikasi Sangat Baik (SB).

Samosir dan Riyanti (2014) melakukan penelitian di Kelas VIII SMP NEGERI 2 Tanjung Morawa T.A 2014/2015 dengan jumlah sampel sebanyak 34 siswa. Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan metode pembelajaran inkuiri pada materi kubus dan balok di kelas VIII SMP Negeri 2 Tanjung Morawa T.A 2014/2015. Hasil penelitian diperoleh bahwa nilai rata-rata hasil observasi pembelajaran untuk peneliti meningkat dari 2,74 dengan kategori baik pada siklus I menjadi 3,11 dengan kategori baik pada siklus II. Penerapan metode pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi kubus dan balok di kelas VIII-3 SMP Negeri 2 Tanjung Morawa.

Penelitian berikutnya oleh Daniati (2011) yang melakukan penelitian di Kelas XI IPS Di MAN 2 Probolinggo dengan sampel sebanyak 32 siswa. Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan mulai dari pra tindakan ke siklus 1 dan siklus 1 ke siklus 2. Rata-rata hasil belajar siswa pada pra tindakan sebesar 69,4 pada siklus 1 meningkat menjadi 74,5 dan pada siklus 2 meningkat menjadi 84,8. Ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan, pada proses pembelajaran pra tindakan sebesar 34%, siklus 1 sebesar 63%, dan pada siklus 2 menjadi 88%.

Penelitian terdahulu dilakukan di SMP dan di SD kelas III sedangkan penelitian yang akan diteliti untuk kelas IV SD. Mata pelajaran pada penelitian

17 terdahulu IPA, IPS dan Matematika tentang materi kubus dan balok sedangkan untuk penelitian yang akan diteliti menggunakan IPA tentang sumber energi alternatif.

2.2.2 Penelitian tentang Berpikir Kritis

Pada penelitian terdahulu tentang berpikir kritis dilakukan oleh Puspadewi, Putra, dan Suara (2013) yang meneliti di Kelas V SDN 2 Blahbatuh dengan sampel sebanyak 40 siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas V SDN 2 Blahbatuh. Hasil pada siklus I sebesar 71,02 dan pada siklus II rata-rata kemampuan berpikir kritis meningkat menjadi 81,30. Sedangkan persentase ketuntasan belajar pada siklus II yaitu 62,50% yang berada pada kategori rendah, mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 82,50% berada pada kategori tinggi. Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I yaitu 71,02 namun setelah dilaksanakan perbaikan pada siklus II diperoleh rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa mencapai 81,30, sedangkan untuk ketuntasan belajar sudah mencapai 82,50% atau dari 40 orang siswa, sudah 33 orang siswa berada di atas nilai KKM yang ditetapkan. Hal ini berarti sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini.

Penelitian terdahulu berikutnya oleh Agustina dan Kamid (2017) yang meneliti di SMP Negeri 8 Kota Jambi sebanyak 36 siswa. Tujuan untuk mengetahui efek penggunakaan strategi pembelajaran PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. pada siklus I adalah 72,22%meningkat pada siklus II menjadi 80,56% dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 91,67%. Sedangkan rata-rata hasil belajar pada aspek keterampilan pada siklus I adalah 69,4% meningkat pada siklus II menjadi 80,55% dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 82,15%.

Penelitian relevan berikutnya oleh Anugrah, Tuah, dan Ginting (2016) di SMA Negeri 1 Panyabungan Utara sampel sebanyak 25 siswa Berdasarkan hasil tes berfikir kritis biologi siswa siklus I sebesar 76% dan siklus II sebesar 84,33%. Hasil peningkatan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 68,00% dan pada siklus II 86,40%. Dari keenam jurnal diatas yang membedakan penelitian terdahulu dan yang akan penulis lakukan adalah objek yang diteliti penulis yaitu siswa SD.

18 Penelitian tedahulu lebih banyak ke siswa SD kelas V, SMP, dan SMA. Untuk mata pelajaran dan materi yang akan diteliti oleh penulis adalah IPA SD. Sedangkan penelitian terdahulu ke mata pelajaran IPA Biologi, Aljabar, PKn, dan Matematika.

Tabel 2.1 Literature Map 2.3 Kerangka Berpikir

Perkembangan kognitif Piaget menjelaskan anak beradaptasi dan menginterpretasikan dengan objek dan kejadian disekitarnya. Cara anak mempelajari ciri-ciri, fungsi, dan objek seperti mainan, perabot, dan makanan. Cara anak mengelompokan objek social seperti diri sendiri, orang tua, dan teman (Mukhlisah, 2015). Pusat perhatian dari Vygotsky adalah sosial, budaya, dan sejarah di mana anak menjadi bagiannya. Anak-anak belajar melalui interaksi sosial. Vygotsky mengungkapkan perlu adanya scaffolding yaitu dukungan sementara yang diberikan orang tua, guru, atau lainnya yang diberikan kepada anak

Yang diteliti : Metode Inkuiri – Berpikir kritis (evaluasi dan menarik kesimpulan)

Metode Inkuiri Berpikir Kritis

Nurhani, Paluin, & Tureni (2013)

Metode Inkuiri – hasil belajar

Samosir & Riyanti (2014) Metode inkuiri – hasil belajar

Umami, Pasaribu, & Rede (2013)

Metode Inkuiri – menemukan jawaban

Puspadewi, Putra, & Suara (2013) Berpikir kritis – STAD

Agustina & Kamid (2017) Berpikir kritis – efek

PQ4R

Anugrah, Tuah, & Ginting (2016) Berpikir kritis – peningkatan aktivitas

19 dalam melakukan tugasnya sampai anak mampu melakukannya sendiri (Sumanto, 2014).

Metode inkuiri merupakan suatu metode pembelajaran yang menekankan proses berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang dipertanyakan (Umami, Pasaribu, & Rede, 2013). Pembelajaran inkuiri memiliki sintaks atau langkah-langkah dalam proses pelaksanaannya, adapun langkah-langkah tersebut sebagai berikut: 1. Orientasi 2. Merumuskan masalah 3. Mengajukan hipotesis 4. Mengumpulkan Data 5. Menguji Hipotesis/menganalisis data 6. Merumuskan Kesimpulan (Sanjaya, 2008: 201). Manfaat menggunakan metode inkuiri adalah strategi pembelajaran yang menekankan pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, siswa belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, dan proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman (Sanjaya, 2008: 67).

Pemikiran kritis dapat memberikan jalan untuk memisahkan keterampilan dari apa yang mengelilinginya. Dari perspektif pengajaran dan pembelajaran, penjelasan memegang tempat khusus sebagai salah satu dari enam keterampilan berpikir kritis inti, sebagaimana didefinisikan oleh studi Delphi pada pemikiran kritis (Facione, 1990). Berpikir kritis memiliki 6 tahap tujuan tertentu yang menghasilkan interpretasi, analisi, evaluasi, kesimpulan, eksplanasi, dan regulasi diri. Karena itu, berpikir kritis merupakan alat penelitian yang sangat mendasar (Facione, 1990).

Mata pelajaran IPA pada hakekatnya merupakan suatu produk dan proses. Produk IPA meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Sedangkan proses IPA meliputi cara-cara memperoleh, mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja, cara berpikir cara memecahkan masalah,

Dokumen terkait