• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori antropologi sastra. Antropologi sastra menjadi salah satu teori atau kajian sastra yang menelaah hubungan antara sastra dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana sastra itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan

bermasyarakat. Kajian antropologi sastra adalah menelaah struktur sastra (novel, cerpen, puisi, drama, cerita rakyat) lalu menghubungkannya dengan konsep atau konteks situasi sosial budayanya. Hadirnya kajian antropologi sastra merupakan salah satu upaya melacak keterhubungan unsur-unsur kebudayaan universal di dalam sebuah karya sastra.

Secara harfiah, sastra merupakan alat untuk mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan intruksi yang baik, sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku. Jadi, sastra dan kebudayaan berbagi wilayah yang sama, aktivitas manusia, tetapi dengan cara yang berbeda, sastra melalui kemampuan imajinasi dan kreativitas (sebagai kemampuan emosionalitas), sedangkan kebudayaan lebih banyak melalui kemampuan akal, sebagai kemampuan intelektualitas.

Kebudayaan mengolah alam hasilnya adalah perumahan, pertanian, hutan, dan sebagainya.

Sedangkan sastra mengolah alam melalui kemampuan tulisan, membangun dunia baru sebagai

„dunia dalam kata‟, hasilnya adalah jenis-jenis karya sastra, seperti: puisi, novel, drama, cerita-cerita rakyat, dan sebagainya (Ratna, 2011:7).

Antropologi sastra memiliki konteks yaitu sastra dan antropologi. Sastra adalah karya yang merefleksikan budaya tertentu. Secara umum antropologi diartikan sebagai suatu pengetahuan atau penelitian terhadap sikap dan perilaku manusia. Antropologi melihat semua aspek budaya manusia dan masyarakat sebagai kelompok variable yang berinteraksi, sedangkan sastra menjadi identitas suatu bangsa. Sastra merupakan pantulan hidup manusia secara simbolis.

Simbol-simbol budaya sastra dapat dikaji melalui cabang antropologi sastra. Sebagai rekaman budaya, sastra layak dipahami lewat antropologi sastra. Sastra adalah warisan budaya yang

ekspresi budaya dalam sastra. Sastra dipahami sebagai potret budaya yang lahir secara estetis.

Oleh karena itu, konteks budaya dalam sastra menjadi ciri khas antropologi sastra (Endaswara, 2013:3)

Ciri khas antropologi sastra adalah aspek kebudayaan, khususnya masa lampau. Dikaitkan dengan masa lampau tersebut, antropologi sastra diperlukan dengan pertimbangan kekayaan kebudayaan seperti yang diwariskan oleh nenek moyang. Antropologi sastra lebih banyak dikaitkan dengan keberadaan masa lampau tetapi masa yang dimaksudkan bukan ruang dan waktu, namun isinya (Ratna, 2011:359-360).

Walaupun dikaitkan dari masa lampau, karya sastra dalam konteks kebudayaan memiliki banyak manfaat yang mencerminkan nilai yang dapat membangun karakter bangsa. Antropologi sastra memiliki tugas mengungkapkan nilai sebagai salah satu wujud kebudayaan, khususnya kebudayaan tertentu masyarakat tertentu (Ratna, 2011:41).

Analisis antropologi sastra mengungkap hal-hal, antara lain (1) kebiasaan-kebiasaan masa lampau yang berulang-ulang masih dilakukan dalam sebuah cipta sastra. Kebiasaan leluhur melakukan tradisi seperti mengucap mantra-mantra dan lain-lain, (2) kajian akan mengungkap akar tradisi atau subkultur serta kepercayaan seorang penulis yang terpantul dalam karya sastra.

Dalam kaitan tema-tema tradisional yang diwariskan turun temurun akan menjadi perhatian tersendiri, (3) kajian juga dapat diarahkan pada aspek penikmat sastra etnografis, mengapa mereka sangat taat menjalankan pesan-pesan yang ada dalam karya, (4) kajian di arahkan pada unsur-unsur etnografis atau budaya masyarakat yang mengitari karya sastra tersebut, dan (5) kajian juga diarahkan terhadap simbol mitologi dan pola pikir masyarakat (Endaswara, 2013:111).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode kualitatif. Bogdan dan Taylor menjelaskan metode kualitatif merupakan sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2016:4). Data deskriptif merupakan data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka (Moleong, 2016:11).

3.2 Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini adalah:

1. Judul : Ratting Bunga Cerita Rakyat Simalungun (diceritakan

kembali oleh Hikmah, T)

2. Penerbit : Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Provinsi Sumatera Utara

3. Tebal buku : 40 halaman 4. Ukuran : 14 x 20 cm 5. Cetakan : Cetakan pertama

6. Tahun : 2010

7. Warna Sampul : Perpaduan warna ungu, putih dan hijau

8. Desain Sampul : Nurhamdan

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau Library Research. Teknik penelitian kepustakaan adalah suatu teknik penelitian yang menggunakan buku sebagai objek penelitian (Tantawi, 2014:61). Hal ini sependapat dengan Semi (1998:8), pada penelitian ini akan diperoleh data dan informasi tentang objek penelitian melalui buku-buku.

Pengumpulan data melalui bahan pustaka menjadi bagian yang sangat penting ketika peneliti memutuskan menggunakan kajian pustaka dalam penelitiannya. Hal ini berguna untuk menjawab rumusan masalah. Pendekatan studi pustaka sangat umum digunakan dalam suatu penelitian karena mempermudah cara kerja peneliti. Hal ini dikarenakan studi pustaka cukup menggunakan buku sebagai objek penelitian tanpa harus terjun langsung ke lapangan.

Teknik pengumpulan data yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak dan catat. Teknik simak dan catat merupakan suatu teknik penelitian yang melakukan pembacaan objek penelitian terlebih dahulu, kemudian menyimak isi dan selanjutnya melakukan pencatatan terhadap data-data yang sudah didapatkan sebagai bahan yang akan dianalisis dalam penelitian (Sudaryanto, 1993:133). Oleh karena itu, pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai dengan cara membaca cerita rakyat RB, yang berkedudukan sebagai sumber data primer atau utama.

Selanjutnya mencatat data-data tersebut kemudian diolah dan menganalisisnya menggunakan analisis antropologi sastra.

3.4 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu teknik dalam penelitian kualitatif yang dilakukan setelah data lapangan terkumpul. Semua data diidentifikasi. Kemudian, dianalisis dengan perangkat teori yang digunakan. Pengolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara mengklasifikasikan atau mengkategorikan berdasarkan fokus penelitiannya (Suyanto dan Sutinah, 2016:173).

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah heuristik dan hermeneutik. Heuristik merupakan langkah untuk menemukan makna melalui pengkajian struktur bahasa dengan menginterprestasikan teks sastra secara refrensial lewat tanda-tanda bahasa (Tantawi, 2014:61). Hasil dari pembacaan heuristik adalah sinopsis cerita pengucapan teknik cerita, dan juga gaya bahasa yang digunakan dalam cerita tersebut.

Hermeneutik yaitu pembacaan bolak-balik atau pembacaan ulang untuk mendapatkan konvensi cerita atau makna ceritanya (Tantawi, 2014:61). Pembacaan dilakukan dari awal hingga akhir cerita tersebut. Proses pembacaan ini adalah interprestasi tahap kedua yang menggunakan banyak kode di luar bahasa dan kemudian menggabungkan keseluruhannya hingga pembaca dapat menganalisis secara struktural untuk mengungkapkan makna utamanya.

Analisis yang digunakan dalam menganalisis karya sastra adalah analisis deskriptif.

Menurut Nasir, metode deskriptif adalah mendeskripsikan tentang situasi atau kejadian, gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena dengan fenomena pada objek yang diteliti. Data yang telah

yang diperoleh adalah berupa uraian penjelasan penelitian yang sifatnya deskriptif (Tantawi, 2014:66).

BAB IV

NILAI BUDAYA DALAM HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MASYARAKAT PADA CERITA RAKYAT RATTING BUNGA

4.1 Bagan Ringkasan Cerita Rakyat Ratting Bunga

Episode Cerita Rakyat Ratting Bunga I.

A.

B.

Tanah Simalungun

Di Tanah Simalungun berdiri nagori-nagori kecil antara lain seperti Nagori Purba, Saritoulela, Anggoni, Dangsina, dan Wariti.

Nagori-nagori ini dipimpin oleh seorang raja atau kepala suku. Kedudukan raja diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyangnya.

II.

A.

B.

Raja Dugur Dunia

Nagori Purba dipimpin oleh seorang raja bernama Dugur Dunia yang berarti mengguncang dunia. Beliau sangat terkenal arif dan bijaksana.

Raja Dugur Dunia memiliki ilmu yaitu dapat mengetahui isi pikiran orang lain yang berhadapan dengannya. Hal ini dibuktikan ketika dia membongkar penyamaran seorang pengemis yang merupakan mata-mata dari nagori lain.

III.

A.

Ratting Bunga

Raja Dugur Dunia memiliki seorang putri remaja yang cantik jelita parasnya.

Putri itu bernama Ratting Bunga. Perilakunya sangat santun, berbudi pekerti

B.

Dia memberi makan dan membasuh tangan pengemis tersebut.

Kemudian dia meninggalkan pengemis tersebut dan pergi menuju ke ladang untuk mengantarkan makanan pada ayah dan ibunya. Ajaib, bekal makanan bagian Ratting Bunga masih utuh seperti sedia kala.

Raja Dugur Dunia menjelaskan bahwa pengemis yang ditemui Ratting Bunga adalah peri bidadari dan Ratting Bunga telah lulus dari ujiannya.

IV.

Nagori Saritoulela diperintah oleh seorang raja yang bernama Raja Saritoulela. Saritoulela artinya adalah manusia aneh.

Karena rajanya berperilaku aneh dan penampilan yang menyeramkan, maka rakyat nagori ini memberi nama sesuai dengan nama rajanya, maka nagori ini bernama Saritoulela.

Raja Saritoulela dapat menyembuhkan penyakit dengan ilmu hitamnya. Dia dapat berubah menjadi mahkluk lain dengan nama “begu saleh-salehan”, dan dia dapat memanggil arwah orang yang sudah mati.

Pada suatu hari datang padanya seorang perempuan dan anaknya meminta penjelasan tentang suaminya yang sudah lama tidak kembali.

Dengan ilmu hitamnya, Raja Saritoulela memanggil arwah suami perempuan itu dan memberikan penjelasan bahwa dia mati dimakan seekor buaya.

Perempuan itu mengucapkan terima kasih dan pergi meninggalkan Raja

C² Saritoulela dengan perasaan lapang karena sudah jelas dimana suaminya

Raja Saritoulela menantang Raja Dugur Dunia melalui beberapa pertandingan. Adapun jenis pertandingan itu adalah teka-teki, pacuan kuda, dan lomba layang-layangan.

Pertandingan dimenangkan Raja Dugur Dunia. Sesuai dengan perjanjian, maka raja yang kalah harus meninggalkan nagorinya.

Raja Saritoulela mengakui kekalahannya dan pergi dari nagorinya menuju ke hutan belantara.

Dia menemukan sebuah gua dan memutuskan untuk tinggal di sana sambil mendekatkan diri dengan sang Pencipta.

Selama setahun ia menetap di gua dan menjadikannya seorang datu.

VI.

A.

B.

C.

Putra-Putra Raja

Ratting Bunga sudah mulai beranjak dewasa. Kecantikannya tersiar sampai ke tujuh nagori di Tanah Simalungun.

Putra-putra raja dari tujuh nagori yaitu Nagori Pastima, Nagori Anggoni, Nagori Dangsina, Nagori Wariti, Nagori Manabi, Nagori Utara, dan Nagori Irisana datang untuk mempersunting Ratting Bunga sebagai istri mereka.

Ratting Bunga masih belum ingin berumah tangga karena tidak ingin mengecewakan mereka, Raja Dugur Dunia meminta mereka untuk bekerja di ladang dan tinggal di pattangan yaitu tempat tinggal untuk pemuda.

D. bermusuhan. Mereka rajin bekerja dan berjanji akan menghormati siapapun yang dipilih Ratting Bunga sebagai suaminya.

Sudah bertahun-tahun mereka menunggu dan jawaban Ratting Bunga masih sama yaitu belum hendak kawin.

Mereka menyatakan bahwa mereka ditipu dan dijadikan budak untuk bekerja terus di ladang Raja Dugur Dunia.

Tujuh putra raja mengadakan pertemuan di Pattangan yang diketahui oleh Raja Dugur Dunia.

Dari pertemuan itu diketahui bahwa ketujuh putra raja itu memutuskan untuk membunuh Ratting Bunga dan mencongkel mata Raja Dugur Dunia.

Raja Dugur Dunia menyembunyikan Ratting Bunga dan pergi menuju hutan

Raja Dugur Dunia bertemu dengan Raja Saritoulela yang sudah menjadi datu di sebuah gua dalam hutan.

Raja Saritoulela memutuskan untuk membantu Raja Dugur Dunia mengenai permasalahan Ratting Bunga.

Mereka kembali ke Nagori Purba. Ratting Bunga dikeluarkan dari tempat persembunyiannya dan diadakan pertemuan dengan tujuh putra raja.

Raja Saritoulela berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut.

Raja Saritoulela memerintahkan untuk disediakan sebuah kuali besar serta tungku kayu bakarnya.

Masing-masing putra raja menyediakan satu tempayan air dan tumbuh-tumbuhan yang harum untuk dimasukkan ke dalam kuali.

Ketujuh putra raja melempar tumbuhan yang diperoleh mereka ke dalam air yang mendidih di dalam kuali.

Adapun tumbuh-tumbuhan yang mereka lempar ke dalam kuali adalah melati, mawar, cempaka, kenanga, daun pandan dan serai.

Ratting Bunga dimasukkan ke dalam kuali yang airnya menggelegak panas.

Raja Saritoulela mengucapkan mantra-mantra.

Kemudian tujuh putra diperintahkan untuk menggali lobang sedalam dan selebar cangkul.

Lobang-lobang tersebut diisi dengan air dari kuali.

Tak lama kemudian, tujuh putra raja terkejut karena di hadapan mereka dari lobang yang digali, masing-masing duduk bersimpuh tujuh orang bidadari sama seperti Ratting Bunga.

Tidak diketahui yang mana Ratting Bunga yang asli.

Pada malam harinya diadakan pesta perkawinan yang sangat meriah sekali.

Rakyat Nagori Purba bergembira ria. Sejak saat itu, Tanah Simalungun semakin makmur rakyatnya dalam keanekaragaman budaya.

VIII.

A.

Kepastian

Raja Dugur Dunia mengunjungi ketujuh putrinya karena ingin bertemu dengan cucu-cucunya.

B.

C.

Raja Dugur Dunia akhirnya mengerti cara untuk membedakan ketujuh putrinya.

Masing-masing putrinya ada yang berasal dari bunga melati karena ketika dijumpainya, harum melati menyertainya.

Sama halnya dengan putrinya yang memiliki harum bunga mawar, cempaka, kenanga, pandan dan kemangi.

Putrinya yang terakhir dikunjungi tidak memiliki aroma yang khusus tapi bau harum seperti istrinya di Nagori Purba. Mengertilah Raja Dugur Dunia yang mana Ratting Bunga yang sebenarnya.

Sampai akhir hayatnya Raja Dugur Dunia dan Raja Saritoulela yang hanya mengetahui rahasia ini.

4.2 Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Masyarakat Pada Cerita Rakyat Ratting Bunga

4.2.1 Nilai Musyawarah

Musyawarah merupakan corak demokrasi yang dipakai oleh masyarakat dalam sejak berabad-abad silam. Masyarakat melakukan musyawarah dengan maksud untuk mencapai keputusan dan penyelesaian masalah, juga kesepakatan bersama. Bermusyawarah merupakan perbuatan terpuji. Dalam bermasyarakat antara anggota masyarakat yang satu dan yang lain harus bermufakat sehingga tidak mudah terpecah belah. Bermusyawarah tidak berarti menghilangkan hak seseorang atau sekelompok masyarakat yang kecil, tetapi justru memberi hak seseorang untuk menyampaikan gagasan dan pendapatnya.

Nilai musyawarah ini terungkap dalam cerita RB ketika peristiwa Raja Dugur Dunia kembali ke nagorinya beserta dengan Raja Saritoulela untuk membantu menyelesaikan masalah Ratting Bunga dengan tujuh putra raja (episode VII), setelah mereka kembali ke Nagori Purba, maka dipanggilah Ratting Bunga beserta dengan tujuh putra raja untuk bermusyawarah mencari jalan keluar permasalahan mereka. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut ini.

“Raja Saritoulela menganjurkan agar Raja Dugur Dunia kembali ke nagorinya serta membantu penyelesaian Ratting Bunga dengan ketujuh putra raja. Setelah kembali ke Nagori Purba, mereka memanggil ketujuh putra raja. Ratting Bunga dikeluaran dari persembunyiannya. Kepada kedua raja itu, tujuh putra raja menyampaikan masalahnya, dendam kesumat masih membara dalam dada.

“Hilangkan dendam kesumat dalam hatimu,” kata Raja Saritoulela menyejukkan hati mereka.

“Akan kubantu kau mencari jodohmu masing-masing”.

Kemudian, Raja Saritouela menyampaikan jalan keluar untuk permasalahan mereka dengan mengikuti petunjuk darinya, Tujuh putra raja tidak membantah dan berjanji akan mengikuti petunjuk Raja Saritoulela” (RB:34).

Dalam kutipan tersebut terungkap bahwa tujuh putra raja melakukan musyawarah dengan dua raja, yaitu Raja Dugur Dunia dan Raja Saritoulela. Tujuh putra raja menyampaikan keinginan mereka, dari sini terungkap bahwa mereka sedang melakukan musyawarah. Hasil musyawarah yang diadakan dua raja dan tujuh putra raja ini disimpulkan bahwa tujuh putra raja setuju untuk mengikuti petunjuk dari Raja Saritoulela untuk menyelesaikan masalah antara tujuh putra raja dengan Ratting Bunga.

4.2.2 Nilai Kebijaksanaan

Bijaksana berarti selalu menggunakan akal budi, pengalaman dan pengetahuan, arif, pandai, cermat, dan teliti. Dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, sikap bijaksana sangat diperlukan untuk mengatasi segala persoalan yang timbul. Setiap orang dituntut untuk bersikap bijaksana, terutama sebagai pemimpin atau pemuka masyarakat. Misalnya, sebagai raja yang berkedudukan paling tinggi dalam lapisan sosial masyarakat, ia harus bijaksana karena di tangannya semua harapan rakyat bertumpu.

Raja yang bijaksana adalah raja yang mengetahui keadaan rakyat, pandai, selalu menggunakan akal budinya, dan mempunyai ingatan yang kuat. Dalam cerita RB, sikap bijaksana tercermin dari tokoh Raja Dugur Dunia (Episode II.A.), Raja Dugur Dunia merupakan raja yang bijaksana. Hal ini terungkap dalam cerita RB, ketika Raja Dugur Dunia ditentang Raja Saritoulela untuk bertanding memperebutkan nagori. Raja Dugur Dunia dengan berat hati menerima tantangan tersebut karena ia tidak ingin terjadi pertumpahan darah, maka dengan bijaksana Raja Dugur Dunia menerima tantangan tersebut. Nilai kebijaksanaan itu terlihat dalam kutipan berikut ini.

“Sesampainya utusan Raja Saritoulela di Nagori Purba, dan menyampaikan keinginan rajanya, Raja Dugur Dunia menerima tantangan perebutan kekuasaan itu yang sebenarnya bertentangan dengan hati nuraninya. Namun, daripada pertumpahan darah dan rakyat menjadi korban maka pertandinganlah jalan terbaik.

Katakanlah jenis pertandingan yang diinginkan rajamu kami siap menyambutnya, sambut Raja Dugur Dunia” (RB:13).

Pada kutipan tersebut juga digambarkan sikap bijaksana Raja Dugur Dunia yang sangat memperhatikan keadaan rakyatnya. Raja Dugur Dunia tidak menginginkan rakyatnya yang

menjadi korban atas perbuatannya maka dengan berat hati Raja Dugur Dunia harus menyetujui tantangan dari Raja Saritoulela. Raja Dugur Dunia bersikap bijaksana saat mengatasi persoalan yang timbul. Setelah tantangan perebutan kekuasaan dimenangkan oleh Raja Dugur Dunia, maka dia memerintah dua nagori yaitu Nagori Purba dan Nagori Saritoulela dengan arif dan bijaksana sehingga dua nagori tersebut selalu aman dan damai. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut ini.

“Nagori Purba senantiasa aman dan damai, demikian pula rakyat Nagori Saritoulela, kedua nagori ini telah menyatu pemerintahannya. Raja Dugur Dunia memerintah dengan arif dan bijaksana” (RB:23).

Dari kutipan tersebut digambarkan bahwa Raja Dugur Dunia adalah raja yang bijaksana.

Dia tidak membeda-bedakan cara pemerintahannya, walaupun Nagori Saritoulela dia dapatkan dari hasil pertandingan, tetapi Raja Dugur Dunia tetap memerintah dua nagori tersebut dengan arif dan bijaksana. Dengan sikap bijaksana yang dimiliki Raja Dugur Dunia, maka Nagori Purba dan Nagori Saritoulela menjadi aman dan damai di bawah pemerintahannya.

4.2.3 Nilai Kerukunan

Nilai kerukunan terdapat dalam cerita RB ialah kerukunan dalam hidup bermasyarakat Nilai kerukunan terungkap dalam sikap raja-raja di Simalungun, walaupun mereka adalah seorang raja tetapi kehidupannya sangat sederhana dan hidup rukun dengan masyarakat setempat. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut ini.

“Raja-raja di Simalungun tidak memakai mahkota dan tidak pula duduk di atas singasana. Mereka bersila duduk bersama panglima, kerabat atau keluarga. Walau disebut raja, hidupnya sangat sederhana. Seorang raja, juga bekerja di ladang

sebagaimana biasanya hidup seorang petani. Raja dan masyarakat setempat hidup dengan damai dan rukun” (RB:1).

Dari kutipan tersebut terungkap bahwa nilai kerukunan, tercermin dari sikap raja-raja di Simalungun, raja-raja di Simalungun rukun hidup bersama dengan masyarakat setempat, walaupun kedudukannya tinggi, tapi raja-raja di Simalungun bersedia untuk bersila duduk dengan panglima, kerabat, atau keluarga beserta dengan masyarakat setempat.

Nilai kerukunan juga ditunjukkan oleh tujuh orang putra raja yang ingin meminang Ratting Bunga (episode VI.B.). Di antara tujuh putra raja tidak ada yang saling bermusuhan walaupun memiliki tujuan yang sama yaitu hendak meminang Ratting Bunga sebagai istri mereka, tetapi mereka hidup rukun dalam satu tempat tinggal. Nilai kerukunan itu terungkap dari kutipan berikut ini.

“Maka mereka diminta tinggal dan bekerja diladang. Di antara ketujuh putra ini tak seorang pun bermusuhan, mereka bekerja dengan semangat dan rajin tanpa mengenal lelah. Hasil ladang mereka melimpah ruah dan tentu saja untuk Raja Dugur Dunia. Dan selama mereka bekerja di ladang Raja Dugur Dunia, mereka tak pernah memperebutkan Ratting Bunga dengan kekerasan, mereka berjanji siapapun yang dipilih Ratting Bunga akan dihormati” (RB:28).

Dari kutipan tersebut digambarkan bahwa antara tujuh putra raja yang tinggal bersama-sama dalam satu rumah di Nagori Purba (episode VI.D.) tidak ada yang saling memperebutkan Ratting Bunga dengan kekerasan, mereka menunjukkan sikap rukun antara satu dengan yang lainnya, bahkan tujuh putra raja ini memutuskan untuk menghormati siapapun yg dipilih Ratting Bunga sebagai suami.

4.2.4 Nilai Kepatuhan

Kepatuhan sama artinya dengan ketaatan, yaitu melakukan suatu pekerjaan sesuai aturan, norma, atau adat istiadat yang berlaku di tempat tertentu. Karena aturan, norma, atau adat istiadat daerah yang kemungkinan berbeda dengan daerah yang lain. Orang harus mematuhi aturan atau adat di daerah yang ditempatinya.

Nilai kepatuhan ditunjukkan oleh tujuh putra raja dalam cerita RB. Dalam cerita ini dikisahkan ketika salah satu putra raja bergelar raja muda yang berasal dari Nagori Pastima pergi menuju Nagori Purba untuk meminang Ratting Bunga yang merupakan anak dari pamannya. Dia mematuhi adat di Simalungun, yang menganjurkan agar perkawinan dilakukan dengan anak pamannya, oleh kerena itu, raja muda pergi ke Nagori Purba dan memperkenalkan dirinya pada Raja Dugur Dunia. Nilai kepatuhan tersebut terungkap dari kutipan berikut ini.

“Di Nagori Pastima, putra raja kerajaan ini bergelar raja muda ingin mempersunting Ratting Bunga sebagai istrinya karena ibu raja muda adalah adik Raja Dugur Dunia.

Sesuai dengan adat di Simalungun, perkawinan yang dianjurkan adalah, seorang pemuda harus mengawini anak pamannya. Raja muda berangkat menuju Nagori

Sesuai dengan adat di Simalungun, perkawinan yang dianjurkan adalah, seorang pemuda harus mengawini anak pamannya. Raja muda berangkat menuju Nagori

Dokumen terkait