• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1.Manajemen 1.Manajemen

Manajemen memiliki berbagai pengertian, secara universal manajemen adalah penggunaan sumberdaya organisasi untuk mencapai sasaran dan kinerja yang tinggi dalam berbagai tipe organisasi profit maupun non profit. Seperti definisi manajemen yang dikemukakan oleh Suwatno dan Priansa (2011:16), manajemen sumber daya manusia merupakan suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan, unsur manajamen sumber daya manusia adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan. 2. Sumber Daya Manusia

Setiap organisasi pasti selalu membutuhkan tenaga kerja, keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat penting artinya bagi organisasi. Dalam perkembangan saat ini organisasi akan menghadapi permasalahan tenaga kerja, dengan demikian pengelolaan sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional oleh departemen tersendiri dalam suatu organisasi.

Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi atau sering disebut dengan karyawan. Mengingat

betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi jangka panjang. Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun penyedia SDM bagi departemen lainnya.

3. Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Ada beberapa definisi menurut beberapa ahli mengenai kepemimpinan. Kepemimpinan menurut Anoraga (dalam Sutrisno, 2010:214), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pemimpin itu. Sedangkan menurut Rivai (dalam Megawati, 2012:6), pemimpin adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktifitas-aktifitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Oleh

karena itu kepemimpinan pada hakekatnya adalah proses mempengaruhi atau memberi oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi dan seni mempengaruhi, mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

b. Teori-teori kepemimpinan

1) Ada teori sifat menurut Stogdill (dalam Ardana, Mujiati dan Sriathi 2008:90), mengidentifikasi enam klasifikasi sifat kepemimpinan yaitu:

a) Karakteristik fisik (umur, penampilan, tinggi badan, berat badan dan lain-lain).

b) Latar belakang sosial (pendidikan, status sosial, mobilitas). c) Intelengensia.

d) Kepribadian (waspada, percaya diri, integritas pribadi).

e) Karakteristik hubungan tugas (kebutuhan prestasi tinggi, inisiatif, orientasi tugas).

f) Karakteristik sosial (pergaulan luas dan aktif). 2) Teori perilaku

Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.

a) Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dengan dirinya tersebut dengan baik kepada bawahan.

b) Berorientasi kepada para bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku para bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.

3) Gaya kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Gitosudarmo dalam Ardana dkk, 2008:89).

Ada beberapa tipe kepemimpinan yaitu sebagai berikut: a) Tipe Kepemimpinan Otokratik

Seorang pemimpin yang otokratik adalah menganggap organisasi sebagai milik pribadi, mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap bahwa sebagai alat semata-mata, tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya, dan dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum).

b) Tipe Kepemimpinan Kharismatik

Dalam keadaaan tertentu, tipe kepemimpinan ini sangat diperlukan karena dapat menutupi sifat negatifnya dengan kharisma positif yang dimilikinya. Terkadang para bawahannya tidak memiliki alasan yang kuat untuk memilih seseorang tersebut sebagai pemimpin.

c) Tipe Kepemimpinan Demokratik

Pengetahuan kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk

organisasi modern karena dia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan, selalu berusaha mengutamakan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya, selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

d) Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

Tipe kepemimpinan yang santai dan pengambilan keputusan diserahkan kepada para bawahannya dengan pengarahan yang minimal bahkan tanpa pengarahan sama sekali. Oleh karena itu, tipe kepemimpinan ini sering kali dianggap sebagai seorang pemimpin yang kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap organisasi yang dipimpinnya. Serta memandang dan memperlakukan bawahannya sebagai orang-orang yang sudah matang dan dewasa, baik dalam teknis maupun mental.

4. Kompensasi

a. Pengertian kompensasi

Kompensasi adalah dihitung berdasarkan evaluasi pekerjaan, perhitungan kompensasi berdasarkan evaluasi pekerjaan dimaksudkan untuk mendapatkan pemberian kompensasi yang mendekati kelayakan dan keadilan (Tohardi dalam Sutrisno, 2010:182). Sedangkan menurut Handoko (dalam Sutrisno,

2010:183), mengemukakan bahwa kompensasi segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Dengan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam manajemen sumber daya manusia, karena kompensasi merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam hubungan kerja (Sutrisno, 2010:181).

b. Asas Keadilan dan Kelayakan

Keadilan kompensasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa karyawan bekerja pada suatu perusahaan dan bukan pada perusahaan lainnya. Kompensasi yang adil maksudnya adalah segala pengorbanan yang dilakukan oleh karyawan seimbang dengan imbalan yang mereka terima. Ada keseimbangan antara produktivitas dengan upah atau gaji atau kompensasi yang diterimanya. Keadilan kompensasi pada prinsipnya adalah sama akan tetapi bagi karyawan yang prestasinya beda maka keadilan kompensasi yang diterima berbeda tergantung pada prestasi kerja karyawan tersebut. Sedangkan kompensasi yang layak adalah besarnya upah lebih banyak dikaitkan dengan standar hidup dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan. Seperti kebutuhan fisik minimum dan upah minimum regional.

Keadilan, kelayakan dan besarnya kompensasi yang berlaku pada suatu perusahaan akan banyak menarik minat para

calon tenaga kerja yang potensial untuk bergabung atau bekerja pada perusahaan yang bersangkutan. Berbeda dengan perusahaan yang memberikan kompensasi yang kecil dan tidak layak tentunya akan sepi peminat dari calon-calon tenaga kerja yang potensial. Kompensasi yang tinggi dan layak juga dapat mempertahankan karyawan yang ada. Jika karyawan merasa kompensasi yang diberikan perusahaan kepadanya cukup memadai untuk menghidupi diri dan keluarganya, maka ia akan tetap bekerja di perusahaan tersebut. Tetapi manakala kompensasi yang mereka terima dari perusahaannya tidak memadai guna menghidupi diri dan keluarganya, maka mereka akan berpikir untuk keluar ke perusahaan lain yang sistem kompensasinya lebih baik dari perusahaan asal dia bekerja. Kalaupun mereka tetap bekerja pada perusahaan tersebut, maka mereka akan bekerja seadanya dan tidak bergairah dalam bekerja sehingga produktifitas kerjanyapun rendah.

c. Bentuk Bentuk-bentuk Kompensasi

Menurut Mangkunegara (2013:85-86), ada dua bentuk kompensasi yaitu bentuk kompensasi langsung yang merupakan upah dan gaji, bentuk kompensasi yang tak langsung yang merupakan pelayanan dan keuntungan.

1) Upah dan Gaji (Kompensasi dalam bentuk langsung)

Upah adalah pembayaran berupa uang untuk pelayanan kerja atau uang yang biasanya di bayarkan kepada pegawai secara per jam, per hari, dan per setengah hari. Sedangkan gaji merupakan uang yang di bayarkan kepada pegawai atas jasa pelayanannya yang yang diberikan secara bulanan.

Prinsip upah dan gaji yaitu : a) Tingkat Bayaran.

b) Struktur Bayaran.

c) Menentukan Bayaran Secara Individu. d) Metode Pembayaaran.

e) Kontrol Pembayaran. 2) Keuntungan dan Pelayanan

Keuntungan adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai yang secara cepat dapat dilakukan. Sedangkan pela-yanan adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai yang tidak dapat secara mudah ditentukan. Program benefit (ke-untungan) bertujuan untuk memperkecil turnover, meningkatkan modal kerja, dan meningkatkan keamanan. Adapun kriteria ke-untungan adalah biaya, kemampuan membayar, kebutuhan, kekuatan kerja, tanggung jawab sosial, reaksi kekuatan kerja, dan relasi umum. Sedangkan program pelayanan adalah laporan tahunan untuk pegawai, adanya tim olah raga, kamar tamu

peg-awai, kafetaria pegpeg-awai, surat kabar perusahaan, toko perus-ahaan, discount (potongan harga) produk perusperus-ahaan, ada pro-gram rekreasi atau darmawisata.

d. Tujuan Diadakan Pemberian Kompensasi

Tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) adalah sebagai berikut: 1) Ikatan Kerja sama

Dengan pemberian kompensasi terjalinlah kerja sama formal antara perusahaan dengan karyawan. Karyawan harus menger-jakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengu-saha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan per-janjian yang disepakati.

2) Kepuasan Kerja

Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebu-tuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3) Pengadaan Efektif

Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. 4) Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mu-dah memotivasi bawahannya.

5) Stabilitas Karyawan

Dengan program kompensasi atas prinsip adil, layak dan kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.

6) Pengaruh Pemerintah

Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang per-buruhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka in-tervensi pemerintah dapat dihindarkan.

e. Kompensasi yang di kemukakan oleh Umar (2007:16) yaitu sebagai berikut:

1) Gaji

Imbalan yang di berikan oleh pemberi kerja kepada pegawai, yang penerimaannya bersifat rutin dan tetap setiap bulan wa-laupun tidak masuk kerja maka gaji akan tetap diterima secara penuh.

2) Insentif

Penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu.

3) Bonus

Pembayaran sekaligus yang diberikan karena memenuhi sasa-ran kinerja.

4) Upah

Pembayaran yang diberikan kepada pegawai dengan lamanya jam kerja.

5) Premi

Premi adalah sesuatu yang diberikan sebagai hadiah atau der-ma atau sesuatu yang dibayarkan ekstra sebagai pendorong atau perancang atau sesuatu pembayaran tambahan di atas pembayaran normal.

6) Pengobatan

Pengobatan di dalam kompensasi adalah pemberian jasa dalam penanggulan resiko yang dikaitkan dengan kesehatan karyawan.

7) Asuransi

Asuransi merupakan penanggulangan risiko atas kerugian, hilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ke-tiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

5. Motivasi

Setiap organisasi tentu ingin mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peranan manusia yang terlibat di dalamnya sangat penting. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia yang bekerja di dalam organisasi tersebut, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja, atau dengan kata lain perilaku

merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi (Sutrisno, 2010:109).

a. Pengertian motivasi

Motivasi merupakan suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktifitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan sebagai faktor pendorong perilaku seseorang (Sutrisno, 2010:109). Sedangkan menurut Siagian (dalam Sutrisno, 2010:110), mengatakan bahwa motif merupakan keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan, atau menggerakkan dan motif itulah yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap, dan tindak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan, baik tujuan organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing anggota organisasi. Dengan beberapa pengertian motivasi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu kumpulan kekuatan tenaga yang berasal dari dalam individu maupun luar individu untuk memulai sikap dan menetapkan bentuk, arah, intensitasnya supaya timbul suatu kelakuan atau perbuatan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

Motivasi seseorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi sering kali melibatkan faktor-faktor individual dan faktor organisasional. Faktor-faktor yang sifatnya individual antara lain:

1) Kebutuhan.

Kebutuhan karyawan dalam individu merupakan suatu pembatas antara yang diharapkan karyawan terhadap perusahaan dengan kebutuhan yang diharapkan oleh perusahaan dengan yang terjadi sebenarnya. Kebutuhan terkadang muncul karena adanya motivasi dari karyawan itu sendiri dan hal itu didukung oleh perusahaan.

2) Tujuan.

Karyawan mempunyai tujuan dalam bekerja, karyawan bekerja keras demi mencapai tujuan dan hal itu menjadi motivasi bagi karyawan untuk bekerja lebih baik dan dapat mencapai hasil yang diharapkan, sehingga tujuan karyawan selaras dengan tujuan perusahaannya.

3) Sikap.

Karyawan bertingkah laku dalam individualnya, karyawan perlu belajar dalam memberikan tanggapan dan juga sikap baik dalam bekerja untuk suatu pekerjaan supaya menjadi mitivasi karyawan kepada perusahaan dalam menilai kinerjanya.

4) Kemampuan.

Setiap individu karyawan harus memiliki kemampuan dalam bekerja dan memiliki kemampuan dalam dirinya untuk dapat menunjang suatu perusahaan. Karyawan juga harus mempunyai kemampuan untuk menjadi motivasi dirinya

supaya karyawan tersebut mendapat promosi atau kenaikan jabatan.

c. Faktor-faktor yang berasal dari organisasi. 1) Pembayaran gaji atau upah.

Gaji atau upah merupakan salah satu hal yang paling penting bagi setiap karyawan, karena gaji atau upah yang diperoleh oleh karyawan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Setiap perusahaan memberikan gaji bagi karyawannya supaya menjadi motivasi bagi karyawan dalam bekerja supaya karyawan rajin dalam bekerja dan perusahaan juga mendapat hasil yang memuaskan dai kinerjanya.

2) Keamanan Pekerjaan.

Keamanan dalam bekerja menjadi suatu yang penting bagi perusahaan dan juga karyawannya, karena dapat menunjang suatu keberhasilan suatu perusahaan. Karyawan menjadi merasa aman dan nyaman dalam bekerja, dan juga menjadi motivasi bagi karyawan dalam bekerja sehingga karyawan dapat bekerja baik bagi perusahaan dan juga perusahaan tidak merasa was-was terhadap karyawannya.

3) Sesama pekerja atau kerja sama. Karyawan perlu bekerja sama dengan karawan lainnya dalam suatu perusahaan supaya karyawan termotivasi untuk tetap bekerja dan juga kerja sama dapat mempermudah suatu pekerjaan.

4) Pengawasan.

Pengawasan perlu dilakukan perusahaan untuk setiap kinerja karyawan, karena melalui pengawasan tersebut karyawan tidak bisa bekerja semena-mena dan juga tingkah laku karyawan dapat diatur oleh perusahaan.

5) Pujian.

Karyawan sangat membutuhkan pujian dari perusahaan, karena pujian merupakan motivasi terpenting dalam kinerja karyawan. Pujian yang diberikan perusahaan dapat membuat karyawan semangat bekerja dan juga temotivasi lebih baik dalam bekerja untuk perusahaannya.

6) Pekerjaan itu sendiri atau kondisi kerja.

Kondisi kerja yang baik menjadi faktor bagi pekerjaaanya, pekerja merasa nyaman dan betah dalam pekerjaanya. Hal ini sangat mendukung bagi karyawan untuk perusahaanya, karyawan dapat berkonsentrasi dalam bekerja, sehingga yang dihasilkan baik untuk perusahaan dan karyawaan dalam perusahaan tersebut.

d. Teori motivasi menurut Maslow (dalam Sutrisno, 2010:122-124). Pada teori mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan ke dalam lima hierarkhi kebutuhan yaitu:

1) Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan untuk mempertahankan hidup ini disebut juga dengan kebutuhan psikologis (physiological needs), yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan ini merupakan tingkat paling dasar yang diperkenalkan oleh Maslow. Kebutuhan paling dasar ini berupa kebutuhan akan makan, minum, perumahan, pakaian, yang harus dipenuhi oleh seseorang dalam upayanya untuk mempertahankan diri dari kelaparan, kehausan, kedinginan, kepuasan, dan sebagainya.

2) Kebutuhan rasa aman

Menurut Maslow, setelah kebutuhan tingkat dasar terpenuhi, maka seseorang barusaha memenuhi kebutuhannya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhaan akan rasa aman dan keselamatan. Kebutuhan ini akan dirasakan mendesak setelah kebutuhan pertama terpenuhi.

3) Kebutuhan hubungan sosial

Kebutuhan soaial yang sering pula disebut dengan sosial needs, atau affliliation needs, merupakan kebutuhaan tingkat ketiga dari Maslow. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama orang lain. Kebutuhan ini hanya dapat tepenuhi bersama masyarakat, karena memang orang lainlah yang dapat memenuhinya, bukan diri sendiri.

4) Kebutuhan pengakuan

Setiap orang yang normal membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan prestise diri dari lingkungannya. Semakin tinggi status dan kedudukan seseorang dalam perusahaan, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan prestise diri yang bersangkutan. Penerapan pengakuan atau penghargaan diri ini biyasanya terlihat dari kebiasaan orang untuk menciptakan simbol-simbol, yang dengan simbol itu kehidupannya dirasa lebih berharga.

5) Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan aktualisasi diri ini merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biyasanya seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi karena keadaran dan keinginan diri sendiri. Dalam kondisi ini seseorang ingin memperlihatkan kemampuan dirinya secara optimal di tempat masing-masing.

6. Disiplin

a. Pengertian disiplin

Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai pengertian disiplin kerja dari beberapa ahli. Disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan dalam pendisiplinan yaitu preventif dan korektif (Mankugunegara, 2013:129). Disiplin kerja adalah suatu alat yang

digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai dalam Tongo, 2014:108). Sedangkan Menurut Simamora (dalam Tongo, 2014:108), disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur.

Dari pengertian dia atas, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan suatu bentuk kesediaan, kesadaran dari seseorang untuk tunduk dan patuh terhadap semua peraturan dan norma-norma sosial suatu perusahaan dan sanggup menerima sanksi apabila melanggar peraturan dan norma.

b. Bentuk – bentuk disiplin kerja:

Menurut Mangkunegara (2013:129) ada dua bentuk disiplin kerja, yaitu:

1) Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan pegawai berdisplin diri. Dengan cara preventif, pegawai dapat memelihara dirinya tehadap peraturan-peraturan perusahaan. Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang

berhubungan dengan kebutuhan kerja untuk semua bagian sistem yang ada dalam organisasi. Jika sistem organisasi baik, maka diharapkan akan lebih mudah menggerakkan disiplin kerja.

2) Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Sedangkan pemberian sanksi dalam disiplin korektif mempunyai tujuan untuk memperbaiki pegawai pelanggar, untuk memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan pelajaran kepada pelanggar. Ada pendapat disiplin korektif memerlukan perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur harus menunjukkan pegawai yang bersangkutan benar-benar terlibat.

Keperluan proses seharusnya itu yang dimaksudkan adalah pertama, suatu prasangka yang tidak bersalah sampai pembuktian pegawai berperan dalam pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan oleh pegawai lain. Ketiga, disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungan dengan keterlibatan pelanggaran.

c. Pendekatan Disiplin Kerja

Menurut Mangkunegara (2013:130-131) menyebutkan 3 (tiga) pendekatan kedisiplinan, yaitu:

1) Pendekatan disiplin modern

Pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru diluar hukuman, artinya menghindarkan hukuman secara fisik dan memperbaiki semua keputusan tentang pelanggaran kedisiplinan, dengan mengadakan proses penyuluhan dengan fakta – faktanya, dan memperbaiki keputusan yang yang berat sebelah pihak.

2) Pendekatan disiplin dengan tradisi

Pendekatan disiplin dengan tradisi yaitu pendekatan disiplin dengan cara memberikan hukuman, penegakan kedisiplinan dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya langsung yang melanggar dan menghukumnya sesuai dengan tingkat kesalahannya. Dan bagi karyawan yang melakukan kesalahan untuk yang kedua kali maka hukuman akan diberikan dengan seberat – beratnya.

3) Pendekatan disiplin dengan tradisi

Pendekatan disiplin dengan tradisi yaitu pemahaman tentang bagaimana semua karyawan mengerti dan mengetahui tentang kedisiplinan dan memperbaiki perilakunya untuk berdisiplin dan mau bertanggung jawab atas segala perbuatannya.

d. Indikator disiplin kerja dalam organisasi

Menurut Rivai (2005:244) disiplin kerja memiliki bebrapa komponen indikator yaitu:

1) Kehadiran. Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan, yang biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untuk terlambat dalam bekerja. 2) Ketaatan pada peraturan kerja. Karyawan yang taat pada

peraturan kerja tidak akan melailaikan prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.

3) Ketaatan pada standar kerja. Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan terhadap tugas yang diamanahkan kepadanya.

4) Tingkat kewaspadaan tinggi. Karyawan memiliki kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.

6. Kinerja Karyawan

a. Ada beberapa pengertian kinerja karyawan, kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

Dokumen terkait